Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya


sehingga

Penulis

dapat

menyelesaikan

penyusunan

makalah

yang

berjudul Karakteristik Khalifah Dalam Al-Qur`an. Penulisan makalah


ini merupakan salah satu karya tulis ilmiah tafsir tematik.
Dalam Penulisan makalah ini Penulis merasa perlu membahasan
tentang karakteritik khalifah untuk dijadikan model kepemimpinan masa
depan, mengingat saat ini di indonesia ataupun di dunia banyak mengalami
krisis kepemimpinan. Dan di harapkan dengan adanya model pemimpin
masa depan ini akan memberikan kontribusi untuk lebih selektif memutuskan
siapa yang layak diangkat sebagai pemimpin dan bagaimana harus
memimpin.
Dan penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Senior kami yang telah
memberikan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
karya tulis ini.
Pandan,
4 Oktober
Penulis

Moch Hatta, S.Ag

2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Pengertian Khalifah
Ayat-ayat tantang Khalifah
Ayat-ayat pendukung
Karakteristik Khalifah

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

KARAKTERISTIK KHALIFAH DALAM ALQUR`AN


( TINJAUAN TAFSIR TEMATIK )

Abstak
Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Karakteristik tentang
khalifah ( kepemimpinan ) dalam Al-Quran tinjauan tafsir tematik. Metode
yang digunakan dalam penulisan ini ialah hermeneutika sebagai sistem
penafsiran (system of interpretation). Dalam hal ini hermeneutika sebagai
sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara
personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu ayat AlQuran. Hasil penulisan ini ialah terdapatnya beberapa ayat-ayat yang
membahas tentang khalifah ( kepemimpinan ) dan kata sepadan dengannya,
yang terdapat dalam Al-Quran di tafsirkan secara maudhui atau secara
tematik.
Pendahuluan
Pada saat ini dari berbagai negara di Timur Tengah, di wilayah Asia
termasuk di Indonesia memasuki masa krisis kepemimpinan. Padahal
pemimpin merupakan faktor penentu dalam kesuksesan dan kegagalan
suatu komunitas, baik dalam lembaga formal maupun non formal, kualitas
seorang pemimpin sangat menentukan keberhasilan komunitas yang ia
pimpin. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu mengelola
komunitasnya, dapat mempengaruhi secara konstruktif orang lain dan
menunjukkan jalan serta prilaku benar yang harus dikerjakan bersama-sama
melalui team work.
Pengertian

kepemimpinan

sebagai

atribut,

adalah

kumpulan

karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan kata lain
bahwa karakteristik kepemimpinan harus ada dalam diri seseorang yang
menjabat

sebagai

terejawantahkan

pemimpin.

dalam

Karakteristik

kehidupan

kepemimpinan

sehari-hari

dalam

yang

memimpin

komunitasnya akan menjadikan penggerak untuk mencapai suatu visi dan


misi yang telah ditentukan.
Untuk itu perlulah kita mengetahui karakteristik kepemimpinan
(

khalifah

menurut

ayat-ayat

yang

ada

dalam

al-Qur`an,

dan

mengembangkan karakteristik itu dalam menentukan atau memilih seorang

pemimpin. Dengan harapan bahwa karakteritik pemimpin yang tersebut


dalam Al-Qur`an merupakan seorang pemimpin yang ideal yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan
kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai
sosok yang layak memimpin mereka dan dapat memimpin komunitasnya
dengan sebaik-baiknya.
.

PEMBAHASAN

Tafsir Maudhui
Kata

maudhui

berasal

dari

bahasa

arab

yaitu maudhu yang

merupakan isim maful dari fiil madhi wadhaa yang berarti meletakkan,
menjadikan, mendustakan dan membuat-buat. Arti maudhui yang dimaksud
di sini ialah yang dibicarakan atau judul atau topik atu sektor, sehingga tafsir
maudhui

berarti

penjelasan

ayat-ayat

Alquran

yang

mengenai

satu

judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Adapun pengertian tafsir maudhui


(tematik) ialah mengumpulkan ayat-ayat al-quran yang mempunyai tujuan
yang satu yang bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan
menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras
dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut
dengan

penjelasan-penjelasan,

keterangan-keterangan

dan

hubungan-

hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukumhukum.1


Ada dua bentuk metode penafsiran tematik:
1. Penafsiran satu surah dalam Al-Quran dengan menjelaskan tujuantujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surah tersebut,
kemudian menghubungkan ayat-ayat yang beraneka ragam itu satu
dengan
Metode

lain
ini

dengan

diterapkan

pertama

tema

sentral

tersebut.

kali

Al-Syathibi

dan

oleh

dan

dikembangkan juga antara lain oleh Mahmud Syaltut.

1 http://maragustamsiregar.wordpress.com/2011/01/10/metode-tafsir-maudhui-tematik-oleh-hmaragustam-siregar-prof-dr-m-a

2. Menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah tertentu


dari berbagai surah Al-Quran (sedapat mungkin diurut sesuai dengan
masa turunnya, apalagi jika yang dibahas adalah masalah hukum)
sambil memperhatikan sebab nuzul, munasabah masing-masing ayat,
kemudian

menjelaskan

pengertian

ayat-ayat

tersebut

yang

mempunyai kaitan dengan tema atau pertanyaan-pertanyaan yang


diajukan oleh penafsiran dalam satu kesatuan pembahasan sampai
ditemukan jawaban-jawaban Al-Quran menyangkut tema (persoalan)
yang dibahas2
Dalam makalah ini metode yang akan digunakan adalah metode yang
kedua, dengan menelaah kata khalifah dan padanan katanya yang ada
dalam ayat-ayat dalam al-Qur`an.
Pengertian Khalifah
Kata khalifah ( ) menurut kamus almunawwir, hal. 363 mempunyai
makna khalifah, pengganti, dengan bentuk jama` ( ( , .3 Dari Ibn
Sidah :

:
....
4

Qs. Shad 26

, :

Menurut kitab muhfiros hal : 240. Kata khalifah dalam bentuk tunggal
terulang dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqarah ayat 30 dan Shad
ayat 26. Sedangkan dua bentuk plural yang digunakan oleh Al-Quran, yaitu:
(a).Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah AlAn'am 165, Yunus 14, 73, dan Fathir 39.
(b). Khulafa' terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah. Al-A'raf
7:69, 74, dan Al-Naml 27:62.5
Keseluruhan kata tersebut berakar dari kata khulafa' yang pada mulanya
berarti "di belakang". Dari sini, kata khalifah seringkali diartikan sebagai
"pengganti" (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di
belakang, sesudah yang digantikannya).

2 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Khalifah.html
3 kamus almunawwir, hal. 363
4 Ibn Mandzur, Lisan Al-`Arab, Dar al-Ma`arif, h.1235
5 kitab muhfiros hal : 240

I.

Kalau

kita

bermaksud

merujuk

kepada

Al-Quran

untuk

mengetahui

kandungan makna kata khalifah (karena ayat Al-Quran berfungsi pula


sebagai penjelas terhadap ayat-ayat lainnya), maka dari kata khalifah yang
hanya terulang dua kali itu serta konteks-konteks pembicaraannya, yaitu :
a. Al-Baqarah ayat 30









30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 6
b. Shad ayat 26




26. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.7

Dari kedua ayat itu dapat kita ambil pengertian secara kontek kalimatnya
ada terkaitan dengan :
1. Ketentuan Allah tentang siapa-siapa yang mempunyai kualitas sebagai
khalifah (pemimpin) dengan tidak memandang kepada ras, suku
ataupun bangsa.
2. Ada pengusaan terhadap suatu wilayah tertentu, yang ini ditunjukkan

dengan kata

3. Memutuskan perkara dengan benar ( adil ).
4. Hawa nafsu yang menyesatkan dari jalan Allah dengan pengindikasian
dari malaikat yakni berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di
muka bumi, yang kesemua itu akan membuat rusak citra khalifah.
5. Ada suatu tujuan yang rahasia tentang penciptaan khalifah.
6 Alqur`an digital versi 2.0
7 ibid

II.

a. Al-An'am 165




165. Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.8
b. Yunus 14,



14. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di
muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana
kamu berbuat.9
c. Yunus 73









73. Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan
orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan
mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu

d. Fathir 39





39. Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah
akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orangorang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.

III.

a. Al-A'raf 7:69

8 Alqur`an digital versi 2.0


9 ibid








69. Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu
peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di
antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh
kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai penggantipengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan
telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum
Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.
b. Al-A'raf 7:74

74. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu penggantipengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan
tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya
yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan
rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi membuat kerusakan.
c. Al-Naml 27:62.






62. Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam
kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di
bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah
kamu mengingati(Nya).

Makna "pengelolaan wilayah tertentu", atau katakanlah bahwa pengelolaan


tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada ayat-ayat
yang menggunakan bentuk khulafa : (Perhatikan ketiga ayat yang ditunjuk di
atas). Ini, berbeda dengan kata khala'if, yang tidak mengesankan adanya
kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa
sejumlah orang yang tidak memiliki kekuasaan politik dinamai oleh Al-Quran
khala'if; tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). Tidak digunakannya
bentuk mufrad untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa
kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa
bantuan orang lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna penguasa
dalam bidang politik itu. Hal ini dapat mewujud dalam diri pribadi seseorang
atau diwujudkannya dalam bentuk otoriter atau diktator.
Muhammad Baqir Al-Shadr, dalam bukunya, Al-Sunan Al-Tarikhiyah fi
Al-Qur'an, yang antara lain mengupas ayat 30 Surah Al-Baqarah dengan

menggunakan

metode

tematik,

mengemukakan

bahwa

kekhalifahan

mempunyai tiga unsur yang saling kait-berkait. Kemudian, ditambahkannya


unsur keempat yang berada di luar, namun amat menentukan arti
kekhalifahan dalam pandangan Al-Quran.
Ketiga unsur pertama adalah:
1. Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah.
2. Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai ardh.
3. Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk
dengan manusia.
Hubungan ini, walaupun tidak disebutkan secara tersurat dalam ayat di atas,
tersirat karena penunjukan sebagai khalifah tidak akan ada artinya jika tidak
disertai dengan penugasan atau istikhlaf.
Itulah ketiga unsur yang saling kait-berkait, sedangkan unsur
keempat yang berada di luar adalah yang digambarkan oleh ayat tersebut
dengan kata inni jail/inna ja'alnaka khalifat yaitu yang memberi penugasan,
yakni Allah SWT. Dialah yang memberi penugasan itu dan dengan demikian
yang ditugasi harus memperhatikan kehendak yang menugasinya.
Menarik untuk diperbandingkan bahwa pengangkatan Adam sebagai
khalifah dijelaskan oleh Allah dalam bentuk tunggal inni (sesungguhnya Aku)
dan

dengan

kata

pengangkatan

ja'il

Daud

yang

berarti

dijelaskan

akan

dengan

mengangkat.

menggunakan

Sedangkan
kata

inna

(sesungguhnya Kami) dan dengan bentuk kata kerja masa lampau ja'alnaka
(Kami telah menjadikan kamu).
Kalau

kita

dapat

menerima

kaidah

yang

menyatakan

bahwa

penggunaan bentuk plural untuk menunjuk kepada Allah mengandung


makna keterlibatan pihak lain bersama Allah dalam pekerjaan yang ditunjukNya, maka ini berarti bahwa dalam pengangkatan Daud sebagai khalifah
terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah, yakni masyarakat (pengikutpengikutnya). Adapun Adam, maka di sini wajar apabila pengangkatannya
dilukiskan dalam bentuk tunggal, bukan saja disebabkan karena ketika itu
kekhalifahan yang dimaksud baru berupa rencana (Aku akan mengangkat)
tetapi juga karena ketika peristiwa ini terjadi tidak ada pihak lain bersama
Allah yang terlibat dalam pengangkatan tersebut.
Ini berarti bahwa Daud --dan semua khalifah-- yang terlibat dengan
masyarakat

dalam

pengangkatannya,

dituntut

untuk

memperhatikan

kehendak masyarakat tersebut, karena mereka ketika itu termasuk pula


sebagai mustakhlif.
Tidak dikuatirkan adanya perlakuan sewenang-wenang dari khalifah
yang

diangkat

kekhalifahannya.

Tuhan
Karena,

itu,

selama

Tuhan

ia

sendiri

benar-benar

menyadari

memerintahkan

kepada

arti
para

khalifah-Nya untuk selalu bermusyawarah serta berlaku adil. Memang, dalam


sejarah, terdapat khalifah-khalifah yang berlaku sewenang-wenang dengan

alasan bahwa ia adalah wakil Tuhan di bumi. Namun, di sini ia sangat keliru
dalam memahami dan mempraktekkan kekhalifahan itu.
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia
dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara Penakluk dan yang
ditaklukkan, atau antara Tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan
dalam ketundukan kepada Allah SWT. Karena, kalaupun manusia mampu
mengelola (menguasai), namun hal tersebut bukan akibat kekuatan yang
dimilikinya, tetapi akibat Tuhan menundukkannya untuk manusia.
Demikian itu, sehingga kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Ilahi yang tertera dalam wahyu-wahyu-Nya.
Semua

itu

harus

ditemukan

kandungannya

oleh

manusia

sambil

memperhatikan perkembangan dan situasi lingkungannya.


Dalam ayat 32 surah Al-Zukhruf ditegaskan bahwa,



32.
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Adalah keliru, menurut hemat penulis, memahami arti sukhriya


sebagai menundukkan. Tetapi, hubungan satu sama lain adalah hubungan altaskhir,

dalam

arti

semua

dalam

kedudukan

yang

sama

dan

yang

membedakan mereka hanyalah partisipasi dan kemampuan masing-masing.


Adalah logis apabila yang "kuat" lebih mampu untuk memperoleh bagian
yang melebihi perolehan yang lemah.
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa keistimewaan tidak dimonopoli
oleh suatu lapisan atau bahwa ada lapisan masyarakat yang ditundukkan
oleh lapisan yang lain. Karena, jika demikian maknanya, maka ayat tersebut
di atas tidak akan menyatakan agar mereka dapat saling mempergunakan.
Ayat di atas menggunakan kata sukhriya bukannya sikhriya, seperti
antara lain dalam surah Al-Mu'minun yang menggambarkan ejekan dan
tekanan yang dilakukan oleh satu kelompok kuat terhadap kelompok lain
yang dinamai oleh Al-Quran mustadh'afin. Ayat yang menjelaskan hubungan
interaksi yang diridhai Allah adalah ayat yang menggunakan kata sukhriya.

Al-Baydhawi menafsirkan ayat Al-Zukhruf di atas dengan menyatakan


bahwa "Sebagian manusia menjadikan sebagian yang lain secara timbalbalik sebagai sarana guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka."
Inilah prinsip pokok yang merupakan landasan interaksi antar sesama
manusia dan keharmonisan hubungan itu pulalah yang menjadi tujuan dari
segala etika agama. Keharmonisan hubungan inilah yang menghasilkan etika
itsar, sehingga etika agama tidak mengenal prinsip "Anda boleh melakukan
apa saja selama tidak melanggar hak orang lain", tetapi memperkenalkan
"Mereka mendahulukan pihak lain atas diri mereka walaupun mereka sendiri
dalam kebutuhan." (QS 59:9)


9. Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman
(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka
(Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orangorang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah
orang orang yang beruntung

Ayat di atas juga telah dikemukakan bahwa hanya kemampuan (kekuatan)


yang dapat membedakan seseorang dari yang lain, dan dari keistimewaan
inilah segala sifat terpuji dapat lahir.
Kesabaran dan ketabahan merupakan etika atau sikap terpuji, karena
ia adalah kekuatan, yaitu kekuatan seseorang dalam menanggung beban
atau menahan gejolak keinginan negatif. Keberanian merupakan kekuatan
karena pemiliknya mampu melawan dan menundukkan kejahatan. Dan kasih
sayang dan uluran tangan adalah juga kekuatan; bukankah ia ditujukan
kepada orang-orang yang membutuhkan dan lemah?
Demikianlah segala macam sikap terpuji atau etika agama.
Benar bahwa semakin kokoh hubungan manusia dengan alam raya
dan semakin dalam pengenalannya terhadapnya, akan semakin banyak yang
dapat diperolehnya melalui alam itu. Namun, bila hubungan itu sampai
disitu, pastilah hasil lain yang dicapai hanyalah penderitaan dan penindasan
manusia atas manusia. Inilah antara lain kandungan pesan Tuhan yang
diletakkan dalam rangkaian wahyu pertama.

Sebaliknya, semakin baik interaksi manusia dengan manusia, dan


interaksi manusia dengan Tuhan, serta interaksinya dengan alam, pasti akan
semakin banyak yang dapat diman faatkan dari alam raya ini. Karena, ketika
itu mereka semua akan saling membantu dan bekerjasama dan Tuhan di atas
mereka akan merestui. Hal ini terungkap antara lain melalui surah Al-Jin 72 :
16 :


16. Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air
yang segar (rezki yang banyak).

Demikian itu dua dari hukum-hukum kemasyarakatan (kekhalifahan)


dari sekian banyak hukum kemasyarakatan yang dikemukakan Al-Quran
sebagai petunjuk pelaksanaan fungsi kekhalifahan, yang sekaligus menjadi
etika pembangunan.
Keharmonisan hubungan melahirkan kemajuan dan perkembangan
masyarakat, demikian kandungan ayat di atas. Perkembangan inilah yang
merupakan

arah

yang

dituju

oleh

masyarakat

religius

yang

Islami

sebagaimana digambarkan oleh Al-Quran pada akhir surah Al-Fath, yang


mengibaratkan masyarakat Islam yang ideal:
C. Ayat-ayat pendukung
Al-Tabrasi, dalam tafsirnya,

mengemukakan bahwa kata Imam

mempunyai makna yang sama dengan khalifah. Hanya saja -katanya lebih
lanjut-- kata Imam digunakan untuk keteladanan, karena ia terambil dari kata
yang mengandung arti "depan" yang berbeda dengan khalifah yang terambil
dari kata "belakang". Ini berarti bahwa kita dapat memperoleh informasi
tentang sifat-sifat terpuji dari seorang khalifah dengan menelusuri ayat-ayat
yang menggunakan kata Imam.10
a. Al-Baqarah ayat 2 : 124


124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman:
"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

10 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Khalifah.html

b. Al-Furqan ayat 74.


74. Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

c. Al-Isra' ayat 71.


71. (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) kami panggil tiap umat dengan
pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan
kanannya Maka mereka Ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak
dianiaya sedikitpun.

Sedangkan kata imam pada ayat yang lain :


a. Yasin ayat 12 menjelaskan Al-Lawh Al-Mafhuzh
b. Hud ayat 17 dan Al-Ahqaf ayat 12 menjelaskan tentang Taurat
c. Al-Hijr ayat 79 menjelaskan tentang Jalan yang jelas
Yang semua itu menunjukkan kepada arti acuan, pedoman dan percontohan.
Dengan demikian khalifah ( pemimpin ) atau imam ini akan menjadi
percontohan ataupun keteladanan, acuan hidup

ataupun pedoman bagi

rakyatnya.
Sedangkan kata Khalifah ( pemimpin ) ini

sebanding juga dengan

kata malikan ( raja ) tersebut dalam dua ayat dalam Al Qur`an :


a. Al Baqarah 2 : 246


246. Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah
nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka:
"Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah". nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika
kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". mereka
menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?". Maka tatkala perang
itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di
antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.

b. Al Baqarah 2 : 247

247. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah Telah


mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah
Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.

Juga sebanding dengan kata Muluk ( raja-raja ) jama` dari malik. 11 Tersebut
dalam surah An Naml 27 : 34

11 Kamus munawwir h.1358

34. Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya
mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan
demikian pulalah yang akan mereka perbuat.

Dan sepadan dengan kata auliyaul Amr ( Para Penguasa ) 12 yang tersebut
dalam beberapa surah,

untuk ringkasnya penulis ambil sampelnya, yakni

pada surah :

a. Al Maa'idah 5 : 51




51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang zalim

b. Al A'raaf 7 : 3


3. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).

c. Al A'raaf 7 : 27


27. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia Telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia

12 Ibid. h. 1582

menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada


keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu
dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami
Telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang
tidak beriman.
D.Karakteristik Khalifah
Dalam surah Al-Baqarah 30, Allah menegaskan kepada malaikat bahwa ada
suatu kerahasiaan yang tidak diketahui oleh malaikat tentang khalifah ini. Untuk itu
penulis berusaha menguak tantang makna khalifah dari segi huruf dalam kata
khalifah ini, sebagaimana para ulama ada yang menafsirkan makna fawatihus suwar
dengan huruf yang memuat makna Asmaul Husna.

Pemikiran

ini

dilandasi

dengan argumen yang telah disebutkan oleh para malaikat yang telah mengkritisi
wacana khalifah, namun dipatahkan oleh kerahasian yang hanya diketahui oleh
Allah tentang diri khalifah, untuk itu analisis yang tepat menurut penulis adalah
mentelaah makna khalifah dari segi huruf yang termuat dalam khalifah dengan
mengedepankan karakter dari sosok khalifah Allah yang telah diangkat oleh Allah
SWT.
1. Khauf (

) atau Khasya (

Adapun huruf yang pertama muncul dalam khalifah adalah kha(


menurut penulis huruf kha ini mempunyai makna Khauf (

) atau Khasya (

) sebagaimana yang disebut dalam surah Ali Imran 3:175


175. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti
(kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), Karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benarbenar orang yang beriman.

dan surah Al-Bayyinah 98:8 :


8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah
(balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
Masih banyak lagi ayat-ayat yang menyebut Khauf (
(

) atau Khasya

) yang intinya takut hanya kepada Allah SWT. Dengan demikian seorang

khalifah harus mempunyai rasa Khauf (

) atau Khasya (

) ini hanya

kepada Allah SWT bukan kepada yang lainnya. Bukan takut karena tidak memiliki
sesuatu untuk menjadi pimpinan ( Khalifah ), takut jabatannya khalifahnya akan

terlepas saat memutuskan sesuatu perkara, takut tidak ada yang akan membela,
ataupun takut karena ada orang yang lebih berpengaruh. Dan rasa ketakutan inilah
yang menghantui pemimpin-pemimpin di belahan dunia ini sehingga mereka
berusaha tampil sebaik mungkin yang ujungnya adalah penyalahgunaan kekuasaan.
Berbeda bila rasa takut ini hanya kepada Allah maka Allah akan
melimpahkan ketenangan kepada seseorang sebagaimana yang disebut dalam surah
Yunus 10:62


62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Dan masih banyak lagi ayat yang isinya senada dengan ayat diatas, agar manusia
tahu bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dalam menjalani kehidupan kecuali
hanya takut kepada Allah SWT yang memegang kekuasaan di dunia dan di akhirat.
Aqidah inilah yang harus ada dalam diri khalifah Allah SWT dan rahasia ini tidaklah
diketahui oleh malaikat karena hak mutlak Allah SWT yang mengetahui bolakbaliknya hati seseorang. Dengan keyakinan ini maka seorang khalifah ( Pemimpin )
tidak akan merasa kuatir atas kekuasaan yang diembannya keputusannya akan
selalu menyelaraskan dengan perintah dan larangan Allah SWT dan wajib rakyatnya
untuk ikut serta taat atas kepimpinannya sebagaimana yang dijelaskan dalam surah
Al-A`raaf 7: 3 dan surah An-Nisa : 59 :


59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Rasa takut kepada Allah sinergi dengan tingkat ilmu seseorang, semakin
tinggi tingkat ilmu seseorang maka dia semakin takut kepada Allah SWT,
sebagaimana disebut dalam surah Faathir 35: 28 :


28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Dan ayat ini menjadi landasan bahwa seorang khalifah harus memiliki rasa takut
kepada Allah SWT. Ayat tersebut didukung dengan surat Al Baqarah 2 : 247 yang
menceritakan tentang thalut yang diangkat oleh Allah menjadi raja karena ada
beberapa aspek, yaitu :
a. Bahwa Allah telah menetapkan pilihan-Nya kepada thalut, ketetapan Allah ini
tidak dapat diganggu gugat lagi.
b. Allah telah mempersiapkan pilihan-Nya dengan menganugerahi ilmu yang
luas. Sehingga jelaslah bagi kita bahwa seorang pimpinan ( Khalifah ) adalah
seorang yang harus berilmu atau termasuk ulama. Karena hanya orang-orang
yang berilmu ini ( Ulama ) yang takut kepada Allah SWT. Dan dalam
permasalahan ilmu ini penulis membatasi materi ini dari kajian filsafat ilmu.
c. Allah telah mempersiapkan pilihan-Nya dengan tubuh yang kuat. Pada jaman
dahulu

tubuh

yang

kuat

merupakan

syarat

menjadi

khalifah,

untuk

mematahkan perlawan orang yang menentang atau musuhnya. Namun saat


ini bukan lagi tubuh yang kuat lagi yang menjadi syarat untuk memimpin,
akan tetapi yang sangat penting adalah kecakapan untuk mengatur strategi
dan siasat dalam menjalankan kepemimpinan.
2. Layin )

Huruf kedua dari lafadz khalifah adalah huruf lam (


makna )

) mempunyai

) yaitu lemah lembut, sebagaimana tersebut dalam surah Thaha 20 :

44 :


44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".

Dalam ayat ini Nabi Musa dan Nabi Harun Alahimas Salaam diperintah Allah untuk
bertutur kata dengan lemah lembut dalam menghadapi Fir`aun yang sombong.
Dalam hal ini jelaslah bahwa kebaikan yang akan kita sampaikan sebagai seorang
khalifah ( Pemimpin ) bukan harus dengan kekerasan atau paksaan, tetapi dengan
setuhan hati ( lemah lembut ) sehingga yang mendengarnya dengan ikhlas hati
mengikuti yang kita inginkan. Dan inipun digambarkan ke dalam diri Rasulullah SAW,
dalam surah Ali 'Imran 3 : 158 sebagaia berikut :



159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut
terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Dengan lemah lembut ini bukan berarti derajat pemimpin dibahwa kaumnya, tetapi
dengan bersikap lemah lembut seorang khalifah ( Pemimpin ) akan lebih disegani
dan dihormati kaumnya. Tampilan ini beda dengan jaman sekarang yang sering kita
lihat bahwa seorang pemimpin menjaga image bawahannya sehingga tampak
arogan

untuk

menunjukkan

dipimpinnya menutupi

jabatannya.

kebencian dan

Sedangkan

hati

orang-orang

yang

ketidak senangannya selama didepan

pemimpinnya, sedangkan dibelakang pemimpinnya mereka berharap pemimpinnya


mendapat celaka atau musibah agar terlepas dari kekuasaan pemimpinnya, mereka
ingin mendapatkan pemimpin baru yang baik.
Dengan kepribadian yang lemah lembut ini terkait dengan sifat mudah
memaafkan

kesalahan

orang,

memahami

posisi

seseorang

sesuai

dengan

tingkatannya sehingga tidak mudah menvonis seseorang. Sikap ini bukan berarti
bersikap tidak tegas, disinilah seorang khalifah harus pandai membedakan suatu
permasalahan dengan melihat proporsinya. Dan tak akan segan untuk meminta
pendapat dari orang lain walaupun orang itu bawahannya.

3. Yakin (

Huruf ketiga dari lafadz khalifah adalah huruf ya (


makna yakin (

) yang mempunyai

( yang langsung disebut oleh Allah dalam surat Al-Hijr 15 : 99 :


99. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
Sedangkan dalam tingkatannya Allah membagi menjadi tiga, yaitu :
1.


At-Takatsur 102 : 5 :

5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,


2.

At-Takatsur 102 : 7 :


7.
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin[1599].
[1599] 'Ainul yaqin artinya melihat dengan mata kepala sendiri sehingga
menimbulkan keyakinan yang kuat.

3.

Dan dalam surah Al Waaqi'ah 56: 95 :

95. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.

4. fahmun (

Huruf keempat dari lafadz khalifah adalah huruf fa (


makna

faham

) yang mempunyai

disebut dalam surah. Al Anbiyaa' 21 : 79

menyebutkan:

79. Maka kami Telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum
(yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka Telah kami berikan
hikmah dan ilmu dan Telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung,
semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya.
[966] menurut riwayat ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing Telah merusak
tanaman di waktu malam. Maka yang Empunya tanaman mengadukan hal Ini
kepada nabi Daud a.s. nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu
harus diserahkan kepada yang Empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman
yang rusak. tetapi nabi Sulaiman a.s. memutuskan supaya kambing-kambing itu
diserahkan sementara kepada yang Empunya tanaman untuk diambil
manfaatnya. dan orang yang Empunya kambing diharuskan mengganti tanaman
itu dengan tanam-tanaman yang baru. apabila tanaman yang baru Telah dapat
diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil
kambingnya kembali. putusan nabi Sulaiman a.s. Ini adalah Keputusan yang
tepat.

5. Taubat (
Huruf

keempat dari lafadz khalifah adalah huruf

mempunyai makna taubat (

ta

( dalam surah. Asy Syuura 42 : 25 :

) yang


25. Dan dialah yang menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,
Dalam surah At Taubah 9 : 117 :

117. Sesungguhnya Allah Telah menerima Taubat nabi, orang-orang muhajirin


dan orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati
segolongan dari mereka hampir berpaling, Kemudian Allah menerima Taubat
mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka,
Dan tersebut dalam tafsir Ibn Abbas Qs. Shad : 24 :

{
{ }
}

{ }
}

13
{

{ }
Bahwa Nabi Daud Alaihis Salam setelah tahu bahwa Allah mengujinya maka Nabi
Daud memohon Ampunan dengan bersujud dan menghadap Allah dengan bertaubat
dan penyesalan.
Dengan demikian lengkaplah bahwa karakteristik seorang khalifah Allah harus selalu
kembali (bertaubat) kepada Allah SWT atas segala kesalahan yang telah diperbuat,
demi perbaikan pada masa-masa yang akan datang.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kajian diatas dapat penulis simpulkan bahwa :

13 , , Maktabah
Syamilah v.2.11,h.1-474

1. Bahwa Khalifah merupakan Tugas yang diamanatkan Allah SWT untuk


manusi
2. Bahwa karakteristik seorang pimpinan harus mempunyai karakteristik
sebagaimana khalifah Allah SWT.
3. Bila Kepemimpinan telah sesuai dengan karakteristik Khalifah Allah,
maka wilayah itu akan menjadi Baldatun Thoyyibatun war Rabbun
Ghafur.
B. Saran
Marilah

kita

bersama-sama

untuk

memilih

pimpinan

mempunyai karakteristik khalifah, jangan asal memilih pemimpin.

Referensi

yang

Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Membumikan Al-Quran, Fungsi dan


Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung,
1992.

Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A.


Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung,
Jakarta, 2004

Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i


atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.

Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta


Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan
Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr.
A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah,
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.

Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan
Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah,
Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.

Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir


Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata,Syaamil International,
2007.

alquran.bahagia.us,

al-quran.bahagia.us,

dunia-islam.com, Al-Quran

web, PT. Gilland Ganesha, 2008.

Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim,


PT. Bina Ilmu, 1979.

Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih


Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung,
2008.

M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah alMa'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.

Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.

Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir


Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta,
1999.

Anda mungkin juga menyukai