Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Modul
Menurut Depdiknas (2008:4), modul merupakan salah satu bentuk bahan
ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat
pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik
menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal memuat tujuan
pembelajaran, materi atau substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi
sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar
sesuai dengan kecepatan masing-masing.
Menurut Majid (2011:176), modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan
tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen
dasar bahan ajar yang telah disebutkan sebelumya. Sebuah modul akan bermakna
kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakanya. Pembelajaran dengan
modul memungkinkan seseorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi
dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar
dibandingkan dengan peserta didik lainya. Modul harus menggambarkan
kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan
menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.
Menurut Prastowo (2011:106), modul pembelajaran merupakan suatu
paket bahan pembelajaran (learning materials) yang memuat deskripsi tentang

10

tujuan pembelajaran, lembaran petunjuk pengajar atau instruktur yang


menjelaskan cara mengajar yang efisien, bahan bacaan bagi peserta, lembaran
kunci jawaban pada lembar kertas kerja peserta,dan alat-alat evaluasi
pembelajaran.
2.1.1. Fungsi Modul
Munurut Prastowo (2011:107), sebagai salah satu bahan ajar, modul
memiliki fungsi antara lain: 1) Bahan ajar mandiri, maksudnya penggunaan modul
dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik; 2) Pengganti
fungsi pendidik, maksudnya modul sebagai bahan ajar yang harus mampu
menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta
didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka; 3) Sebagai alat evaluasi,
dengan modul peserta didik dituntut untuk mengukur dan menilai sendiri tingkat
penguasaanya terhadap materi yang telah dipelajari; 4) Sebagai bahan rujukan
bagi peserta didik, karena modul mengandung berbagai materi yang harus
dipelajari oleh peserta didik, maka modul juga memilih fungsi sebagai bahan
rujukan bagi peserta didik.
2.1.2. Karakteristik Modul
Menurut Depdiknas (2008:4), untuk menghasilkan modul yang mampu
meningkatkan belajar, maka dalam pengembangan modul harus memperhatikan
karakteristik yang diperlukan antara lain: Pertama, Self Instruction

yang

merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut


memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak

11

lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus: 1) memuat
tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar; 2) memuat materi pembelajaran yang
dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil atau spesifik, sehingga memudahkan
dipelajari secara tuntas; 3) tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung
kejelasan pemaparan yang mendukung materi pembelajaran; 4) terdapat soal-soal
latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan
peserta didik dalam setiap kegiatan belajar; 5) kontekstual, yaitu materi yang
disajikan terkait dengan suasana yang terjadi pada lingkungan; 6) menggunakan
bahasa yang sederhana dan komunikatif; 7) terdapat rangkuman materi
pembelajaran sesuai dengan pokok bahasan; 8) terdapat instrumen penilaian, yang
memungkinkan peserta didik melakukan penilaian mandiri (self assessment); 9)
terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi; 10) terdapat informasi tentang rujukan/
pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
Kedua, modul harus mempunyai karakteristik Self Contained yaitu modul
dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan
termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan
kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena
materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan
pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi atau kompetensi
dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar
kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Ketiga

12

adalah Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak
tergantung pada bahan ajar atau media lain, tidak harus digunakan bersama-sama
dengan bahan ajar atau media lain. Apabila menggunakan modul, peserta didik
tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas
pada modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada
bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak
dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.
Karakteristik yang keempat adalah Adaptif, modul hendaknya memiliki
daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan
adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini, serta fleksibel atau luwes digunakan di berbagai perangkat
keras (hardware). Kelima adalah modul harus bersahabat, modul hendaknya juga
memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat
dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan
mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah
dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah
satu bentuk user friendly.
2.1.3. Tujuan Pembuatan Modul
Adapun tujuan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan atau pembuatan
modul adalah: 1) agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau
dengan pembimbing pendidik; 2) agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan
otoriter dalam kegiatan pembelajaran; 3) melatih kejujuran peserta didik dalam

13

pembelajaran; 4) mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta


didik, bagi peserta didik yang mempunyai kecepatan tinggi maka mereka dapat
belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat; 5) agar peserta
didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.
2.1.4. Kegunaan Modul bagi Kegiatan Pembelajaran
Menurut Andriani (2003) dalam Prastowo (2011:109), kegunaan modul
dalam proses pembelajaran antara lain sebagai penyedia informasi dasar, karena
dalam modul disajikan berbagai materi pokok yang masih bisa dikembangkan
lebih lanjut; sebagai bahan insrtuksi atau petunjuk bagi peserta didik; serta
sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif. Disamping
itu, kegunaan lainnya adalah menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi
pendidik serta menjadi bahan untuk berlatih bagi peserta didik dalam melakukan
penilaian sendiri (self assessment).
2.1.5. Modul Pegangan Guru
Modul pegangan guru adalah buku yang ditulis untuk pegangan guru
dengan tujuan guru dapat mengajarkan materi secara mudah agar peserta didik
dapat memahami dan memperdalam materi secara mandiri. Modul pada penelitian
ini berisi materi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan, penugasanpenugasan, diskusi, presentase, soal-soal latihan dan soal evaluasi.
Menurut Supriadi (2001:3), terdapat dua jenis buku pegangan guru yaitu :
1) buku pegangan guru yang menjadi pelengkap buku siswa, buku jenis ini
biasanya disusun dan diterbitkan bersama-sama dengan buku bagi siswa; 2) buku
pegangan guru yang dapat dijadikan pedoman dalam mengajar, isinya mirip buku

14

sumber tetapi buku ini bukan untuk digunakan oleh siswa, melainkan
dipergunakan oleh guru.
2.1.6. Unsur-unsur Modul
Membuat sebuah modul yang baik, maka satu hal yang penting yang harus
kita lakukan adalah mengenali unsur-unsurnya. Modul paling tidak harus
berisikan tujuh unsur yakni judul, petunjuk belajar (petunjuk peserta didik atau
pendidik), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan,
petunjuk kerja atau lembar kerja (LK), dan evaluasi (Prastowo, 2011:112).
Menurut Vembriarto (1985) dalam Prastowo (2011:103), unsur-unsur
modul yang sedang dikembangkan di Indonesia meliputi tujuh unsur sebagai
berikut:
1. Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik
Tujuan pengajaran ini dirumuskan dalam bentuk tingkah laku peserta
didik. Tiap-tiap rumusan tujuan melukiskan tingkah laku yang diharapkan dari
peserta didik setelah menyelesaikan tugas mereka dalam mempelajari suatu
modul. Rumusan tujuan pengajaran ini tercantum pada dua bagian, antara lain: 1)
lembar kegiatan peserta didik, untuk memberitahukan kepada peserta didik
tingkah laku yang diharapkan dari mereka setelah mereka berhasil menyelesaikan
modul;

2)

petunjuk

pendidik

(untuk

guru/dosen/instruktur),

untuk

memberitahukan kepada pendidik tentang tingkah laku atau pengetahuan peserta


didik yang seharusnya telah mereka miliki setelah mereka menyelesaikan modul
yang bersangkutan.

15

2. Petunjuk untuk pendidik


Petunjuk untuk pendidik ini berisi keterangan tentang bagaimana
pengajaran itu dapat diselanggarakan secara efisien. Bagian ini juga berisi
penejelasan tentang macam-macam kegiatan yang mesti dilakukan oleh kelas,
waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul yang bersangkukan, alat-alat
pelajaran, dan sumber yang harus dipergunakan prosedur evaluasi, serta jenis alat
evaluasi yang dipergunakan.
3. Lembar kegiatan peserta didik
Lembar ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta
didik. Materi dalam lembar kegiatan peserta didik tersebut disusun secara khusus
sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan-tujuan
yang telah dirumuskan dalam modul dapat tercapai. Kegiatan ini dicantumkan
pula kegiatan-kegiatan (pengamatan, percobaan, dan sebagainya) yang harus
dilakukan oleh peserta didik. Isinya terdapat pula dicantumkan buku-buku yang
harus dipelajari peserta didik sebagai pelengkap materi yang terdapat di dalam
modul.
4. Lembar kerja bagi siswa
Materi pelajaran dalam lembar kerja kegiatan disusun sedemikian rupa,
sehingga peserta didik dapat secara aktif mengikuti proses belajar. Lembaran
kegiatan tersebut, kita dapat mencantumkan pertanyaan-pertanyaan dan masalahmasalah yang harus dijawab serta dipecahkan oleh peserta didik.

16

5. Kunci lembaran kerja


Materi pada modul tidak saja disusun agar peserta didik senantiasa aktif
memecahkan masalah-masalah, melainkan juga dibuat agar peserta didik dapat
mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Oleh karena itu, pada tiap-tiap modul
disertakan kunci lembaran kerja. Kadang-kadang, kunci lembaran kerja ini telah
tersedia pada buku modul, dan terkadang kunci tersebut harus harus diminta
kepada pendidik. Dengan adanya kunci itu, peserta didik dapat memeriksa
ketepatan hasil pekerjaan mereka. Peserta didik dapat memeriksa kembali apabila
mereka membuat kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan mereka. Dengan adanya
kunci tersebut, terjadi konfirmasi dengan segera terhadap jawaban-jawaban
mereka yang benar dan koreksi dengan segera terhadap jawaban-jawaban mereka
yang keliru. Itulah yang dimaksud dengan reinforcement langsung atas responsrespons peserta didik.
6. Lembar evaluasi
Lembar evaluasi yang berisi tes dan rating scale, evaluasi pendidik
terhadap tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh peserta
didik, ditentukan oleh hasil tes akhir yang terdapat pada lembar evaluasi tersebut,
dan bukannya oleh jawaban-jawaban peserta didik yang terdapat pada lembar
kerja. Para peserta didik yang malas, yang hanya manyalin kunci jawaban ke
dalam lembaran kerjanya, akan segera sadar bahwa tanpa belajar, ia tidak akan
siap menghadapi tes akhir yang diberikan oleh pendidik.

17

7. Kunci lembaran evaluasi


Dalam hal ini, tes dan rating scale

yang tercantum pada lembaran

evalausi disusun oleh penulis modul yang bersangkutan. Sedangkan item-item tes
tersebut disusun dan dijabarkan dari rumusan-rumusan tujuan pada modul. Oleh
sebab itu, dari hasil jawaban peserta didik terhadap teks tersebut dapat diketahui
tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul yang bersangkutan.
2.1.7. Langkah-langkah Penyusunan Modul
Menurut Depdiknas (2008:20), dalam

menyusun sebuah modul, ada

empat tahapan yang harus kita laksanakan, yaitu: Pertama, penulis harus
melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar, yaitu menentukan
materi-materi yang akan dikembangkan dalam modul. Pemilihan materi dengan
cara menganalisis materi yang perlu dikembangkan dengan modul, dan melihat
kondisi peserta didik yang mau menerima materi. Kedua, penulis menentukan
judul modul yaitu dengan melihat atas dasar kompetensi atau materi pokok yang
terdapat pada kurikulum yang akan dikembangkan. Satu kompetensi dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi ini tidak terlalu besar.
Sedangkan besarnya kompetensi dapat diseleksi, antara lain dengan cara melihat
cakupan materi pokok yang akan dikembangkan. Apabila terdapat empat materi
pokok, maka dapat dijadikan satu julul modul. Namun apabila uraian materi lebih
dari empat materi pokok, maka dapat dijadikan lebih dari satu judul.
Ketiga, penulis harus memberikan kode modul dengan tujuan untuk
memudahkan kita dalam pengelolaan modul, maka sangat diperlukan adanya kode
modul. Pada umumnya, kode modul adalah angka-angka yang diberi makna,

18

misalnya digit pertama, angka satu (1) berarti IPA, (2) berarti IPS, (3) berarti
Bahasa. Kemudian

digit kedua merupakan klasifikasi atau kelompok utama

kajian atau aktivitas atau spesialisasi pada jurusan yang bersangkutan. Misalnya
jurusan IPS, nomor 1 digit kedua berarti Geografi, 2 Sejarah, 3 Kewarganegaraan,
4 Sosiologi dan seterusnya.
Keempat adalah penulisan modul, ada lima hal penting yang menjadi
acuan dalam penulisan modul, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: 1)
perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, rumusan kompetensi dasar
pada modul adalah spesifikasi kualitas yang seharusnya telah dimiliki oleh peserta
didik setelah mereka berhasil menyelesaikan modul tersebut; 2) penentuan alat
evaluasi atau penilaian adalah mengenai criterion items, yaitu sejumlah
pertanyaan atau tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
peserta didik dalam menguasai suatu kompetensi dasar dalam bentuk tingkah
laku. Karena pendekatan yang digunakan adalah kompetensi, dimana sistem
evaluasinya berdasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat evaluasinya
didasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat evaluasi yang cocok adalah
dengan pendekatan Penilain Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced
Assesment; 3) penyusunan materi isi modul sangat bergantung pada kompetensi
dasar yang akan dicapai. Materi modul akan sangat baik jika menggunakan
referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari berbagai sumber misalnya buku,
internet, majalah, jurnal hasil penelitian. Materi modul tidak harus ditulis
seluruhnya, dalam modul itu ditujukan referensi yang digunakan agar siswa
membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas dan

19

tidak membingungkan guna mengurangi pertanyaan dari peserta didik tentang halhal yang semestinya dapat dikerjakan; 4) urutan pembelajaran, sebagai petunjuk
menggunakan modul. Misalnya dibuat petunjuk bagi guru yang akan mengajarkan
materi tersebut dan petunjuk bagi siswa. Petunjuk bagi siswa diarahkan kepada
hal-hal yang harus dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan oleh siswa,
sehingga siswa tidak perlu banyak bertanya, guru tidak perlu terlalu banyak
menjelaskan atau dengan kata lain guru berfungsi sebagai fasilitator; 5) struktur
bahan ajar, struktur modul dapat bervariasi, hal tersebut terutama tergantung pada
karakter materi yang disajikan, ketersediaan sumber daya, dan kegiatan belajar
yang akan dilaksanakan. Secara umum modul harus memuat: Judul; Petunjuk
belajar (Petunjuk siswa/guru); Kompetensi yang akan dicapai; Informasi
pendukung; Latihan-latihan; Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja; Evaluasi
atau penilaian.
2.1.8. Teknik Pengembangan Modul
Menurut

Sungkono

(2009:54),

mengembangkan

modul

berarti

mengajarkan suatu mata pelajaran melalui tulisan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
yang digunakan dalam mengembangkan modul sama dengan yang digunakan
dalam pembelajaran biasa. Perbedaan yang terdapat pada pengembangan modul
adalah bahasa yang digunakan bersifat setengah formal dan setengah lisan, bukan
bahasa buku teks yang bersifat sangat formal. Ada tiga teknik yang dapat dipilih
dalam menyusun modul antara lain:

20

1. Menulis Sendiri (Starting from Scratch)


Penulis atau guru dapat menulis sendiri modul yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran. Asumsi yang mendasari cara ini adalah bahwa guru adalah
pakar yang berkompeten dalam bidang ilmunya, mempunyai kemampuan
menulis, dan mengetahui kebutuhan siswa dalam bidang ilmu tersebut. Untuk
menulis modul sendiri, disamping penguasaan bidang ilmu, juga diperlukan
kemampuan menulis modul sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu
selalu berlandaskan kebutuhan peserta belajar, yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, bimbingan, latihan, dan umpan balik. Pengetahuan itu dapat
diperoleh melalui analisis pembelajaran, dan silabus.
2. Pengemasan Kembali Informasi (Information Repackaging)
Penulis atau guru tidak menulis modul sendiri, tetapi memanfaatkan bukubuku teks dan informasi yang telah ada di pasaran untuk dikemas kembali menjadi
modul yang memenuhi karakteristik modul yang baik. Modul atau informasi yang
sudah ada dikumpulkan berdasarkan kebutuhan (sesuai dengan kompetensi,
silabus, dan RPP/SAP), kemudian disusun kembali dengan gaya bahasa yang
sesuai. Selain itu juga diberi tambahan keterampilan atau kompetensi yang akan
dicapai, latihan, tes formatif, dan umpan balik.
3. Penataan Informasi (Complication)
Cara ini mirip dengan cara kedua, tetapi dalam penataan informasi tidak
ada perubahan yang dilakukan terhadap modul yang diambil dari buku teks,
jumlah, jurnal ilmiah, artikel, dan lain-lain. Materi-materi tersebut dikumpulkan,
digandakan dan digunakan secara langsung. Materi-materi tersebut dipilih dan

21

disusun berdasarkan kompetensi yang akan dicapai dan silabus yang hendak
digunakan.
Menurut Rowntree (1999) dalam Prastowo (2011:132), ada Sembilan
aspek yang harus diperhatikan pada saat mengembangkan modul. Kesembilan
aspek tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, membantu pembaca untuk
menemukan cara mempelajari modul. Kedua, menjelaskan hal-hal yang perlu
pembaca persiapkan sebelum mempelajari modul. Ketiga, menjelaskan hal-hal
yang diharapkan dari pembaca setelah mereka selesai mempelajari modul.
Keempat, memberi pengantar tentang cara pembaca menghadapi atau mempelajari
modul. Kelima, menyajikan materi sejelas mungkin, sehingga pembaca dapat
mengaitkan materi yang dipelajari dari modul dengan materi yang sudah diketahui
sebelumnya Keenam, memberi dukungan kepada pembaca agar berani mencoba
segala langkah yang dibutuhkan untuk memahami materi modul. Ketujuh,
melibatkan pembaca dalam latihan serta kegiatan yang akan membuat mereka
berinteraksi dengan materi yang sedang dipelajari. Kedelapan, memberikan
umpan balik (feedback) pada latihan dan kegiatan yang dilakukan pembaca.
Kesembilan, membantu pembaca untuk meringkas dan merefleksikan apa yang
sudah mereka pelajari dari modul.
Selain

itu,

Rowntree

mengungkapkan

empat

tahapan

dalam

pengembangan modul yaitu:


1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran
Sebagai langkah pendahuluan dalam tahapan pengembangan materi
belajar, termasuk pengembangan modul adalah melakukan identifkasi terhadap

22

tujuan pembelajaran. Usaha untuk mencermati secara mendalam tentang tujuan


pembelajaran yang hendak dicapai dalam modul yang akan dikembangkan
sangatlah dibutuhkan. Maka dari itu, tuliskan tujuan pembelajaran dalam kalimat
yang mengandung (Audience, Behaviour, Condition, dan Degree).
Audience menunjuk pada siapa yang menjadi target, sasaran, atau peserta
didik. Behaviuor menjelaskan tentang kompetensi yang diharapkan akan dikuasai
setelah mempelajari modul atau dengan kata lain, perilaku yang dapat diamati
sebagai hasil belajar. Condition merujuk pada situasi dimana tujuan diharapkan
akan dicapai, atau dalam penegertian persyaratan yang perlu dipenuhi agar
perilaku yang diharapkan dapat tercapai. Sedangkan degree adalah tingkat
kemampuan yang kita inginkan dikuasai oleh pembaca atau dimaknai sebagai
tingkat penampilan yang dapat diterima.
2. Memformulasikan Materinya
Menurut Andriani (2003) dalam Prastowo (2011:135), ada dua hal penting
yang harus kita perhatikan selama memformulasikan materi. Pertama, jangan
mengembangkan materi yang terlalu tinggi bagi target pembaca yang dituju,
karena modul yang dikemangkan justru akan sulit dimengerti. Kedua, berikan
perhatian yang sama ketika mengakomodasikan tingkat kemampuan pembaca
yang ditargetkan.
3. Menuliskan Materi
Ada empat tahapan yang harus diperhatikan dalam menuliskan materi,
antara lain:

23

a) Menentukan materi yang ditulis


Menurut Andriani (2003) dalam Prastowo (2011:136), untuk menulis
modul ada tiga pertanyaan yang harus dijawab guna menentukan keluasan dan
kedalaman materi yang ditulis, yaitu: 1) Apa yang harus diketahui peserta didik
setelah selesai membaca materi; 2) Apa yang sebaiknya diketahui peserta didik
setelah selesai membaca materi; 3) Apakah ada manfaat jika peserta didik selesai
membaca materi.
b) Menentukan Gaya Penulisan
Untuk kaidah gaya penulisan yang dianggap mampu membantu
menyampaikan pesan kepada peserta didik secara efektif, seperti diterangkan
Rowntree (1999) dalam Prastowo (2011:137), meliputi sebelas petunjuk sebgai
berikut: Tuliskan kata-kata seolah-olah kita berbicara dengan pembaca; Gunakan
kata ganti orang pertama, contohnya Anda, Saudara, Penulis, dan sebagainya;
Bicaralah langsung dengan peserta didik (pembaca); Tuliskan mengenai orang,
benda, dan fakta; Gunakan kalimat aktif dan subjek personal; Gunakan kata kerja;
Gunakan kalimat yang singkat; Gunakan paragraf yang singkat; Gunakan kalimat
retorika; Lakukan dramatisasi, jika diperlukan; Gunakan ilustrasi, contoh, atau
kasus.
c) Menentukan Banyaknya Kata yang Digunakan
Banyaknya kata yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu materi
tidak ada patokan yang baku. Sebagai pegangan dapat kita gunakan ukuran ratarata waktu yang digunakan untuk membaca dan memahami bacaan adalah 50-100
kata permenit. Jika kita hendak

mengembangkan materi modul untuk bahan

24

selama satu jam, dianjurkan untuk menulis sebanyak (50 kata x 60 menit) samapai
(100 kata x 60 menit) atau 3.000 sampai 6.000 kata. Ini tentunya bukan perkiraan
pasti dan baku, tetapi hanya perkiraan kasar.
d) Menentukan Format dan Tata Letak
Variasi format dapat memanfaatkan tampilan fisik, misalnya dengan
memberikan ilustrasi serta menggunakan jenis dan ukuran font yang berbeda.
e) Penentuan Tampilan Modul
Untuk membuat tampilan modul inovatif, ada empat alternatif tampilan
yang menjadi pedoman, sebagai mana disarankan oleh Rowntree (1999) dalam
Prastowo (2011:140), antara lain: 1) Menggunakan list, yakni dengan memakai
list yang berupa nomor; 2) Menggunakan box, yakni dengan memasukan materi
penting ke dalam kotak sebagai penekanan; 3) Menebalkan kata-kata yang
penting; 4) Menggunakan tulisan yang dicetak miring atau ditulis terbalik, atau
menggunakan huruf dengan jenis dan ukuran yang berbeda; 5) Penentuan format
modul Pertama, frekuensi dan konsistensi harus benar-benar diperhatikan. Kedua,
kemudahan kepada pembaca, hendaknya disusun dalam format yang mudah
dipelajari dan sistematis, sehingga memudahkan peserta didik mempelajarinya.

2.2. Tinjauan Materi Lingkungan Hidup


2.2.1. Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

25

termasuk

manusia

dan

perilakunya,

yang

mempengaruhi

kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.


2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Hidup
1. Faktor Geografi antara lain iklim, perubahan cuaca, kesuburun tanah, erosi.
2. Faktor Sosial Budaya antara lain tingkat ilmu yang dimiliki masyarakat,
tingkat pengetahuan masyarakat, tingkat teknologi yang dimiliki masyarakat,
perilaku masyarakat.
2.2.3. Kualitas Lingkungan Hidup
Kualitas lingkungan hidup dicirikan antara lain dari suasana yang
membuat orang merasa betah atau kerasan tinggal di tempatnya sendiri. Berbagai
keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar atau primer, meliputi makan,
minum, perumahan, sampai kebutuhan rohani atau spiritual meliputi pendidikan,
rasa aman, dan sarana ibadah.
2.2.4. Permasalahan Lingkungan Hidup
Menurut tim ilmiah dari MIT (Massachusetts Institute of Technology), ada
lima masalah besar yang dihadapi oleh dunia saat ini, yaitu pertambahan
penduduk yang sangat cepat, masalah pangan, industrialisasi, pencemaran, dan
keterbatasan akan sumber daya alam.
2.2.5. Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan memiliki ruang lingkup yang luas dengan cara
yang beraneka ragam. Pengelolaan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi
pengelolaan lingkungan secara rutin, perencanaan pengelolaan lingkungan secara
dini, perencanaan perkiraan dampak lingkungan, dan perencanaan perbaikan

26

kerusakan lingkungan. Bentuk atau cara pelestarian lainnya, seperti cagar alam,
cagar budaya, ataupun cagar biosfer.
2.2.6. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu
proses pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya
manusia sebesar-besarnya, dengan menyerasikan potensi sumber daya alam
dengan manusia sebagai subjek dan objek dalam pembangunan.

2.3. Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK)


Menurut Peraturan menteri pendidikan nasional RI Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi
dan konfirmasi.
2.3.1. Eksplorasi
Pada tahap ini guru dapat melakukan beberapa aktivitas antara lain: 1)
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik
atau tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam jadi guru

27

dan belajar dari aneka sumber; 2) menggunakan beragam pendekatan


pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; 3) memfasilitasi
terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya; 4) melibatkan peserta didik secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran; 5) memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
2.3.2. Elaborasi
Pada tahap ini guru dapat melakukan beberapa aktivitas antara lain:
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugastugas tertentu yang bermakna; 2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian
tugas, diskusi, dan lain lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis; 3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4) memfasilitasi peserta
didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) memfasilitasi peserta
didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; 6)
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan
maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; 7) memfasilitasi peserta
didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8) memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan;

9)

memfasilitasi

peserta

didik

melakukan

menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

kegiatan

yang

28

2.3.3. Konfirmasi
Pada tahap ini guru dapat melakukan beberapa aktivitas antara lain: 1)
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik; 2) memberikan
konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai
sumber; 3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan; 4) memfasilitasi peserta didik untuk
memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: a)
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta
didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan
benar; b) membantu menyelesaikan masalah; c) memberi acuan agar peserta didik
dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; d) memberi informasi untuk
bereksplorasi lebih jauh; e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif.

2.4. Kerangka Berfikir


Kerangka berfikir adalah model konseptual tentang bagaimana

teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah


yang penting (Sugiyono, 2010:91). Berikut ini adalah kerangka berfikir yang
dikembangkan dalam penelitian ini.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dapat menumbuhkan pemahaman,
kreativitas, keaktifan, daya pikir, potensi, dan minat siswa. Peran guru dalam
meningkatkan pembelajaran sebagai fasilitator yang merupakan pembimbing

29

proses, narasumber, orang yang menunjukan dan mengenalkan kepada peserta


didik tentang suatu materi dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, Guru
dituntut untuk meningkatkan profesionalitasnya dengan mampu menyusun bahan
ajar secara mandiri yang inovatif sesuai dengan kurikulum, perkembangan
kebutuhan peserta didik, maupun perkembangan teknologi informasi untuk
keberhasilan dalam pendidikan. Pengembangan modul pegangan guru geografi
pada pembelajaran lingkungan hidup berbasis EEK diharapkan dapat membantu
guru untuk mempermudah dalam mengajarkan materi kepada siswa sehingga
dapat menjadi bahan ajar alternatif dalam mengajarkan materi kepada siswa.
Kegiatan eksplorasi yang dilakukan adalah guru melibatkan siswa mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik atau tema materi yang dipelajari
untuk memperkaya pengalaman. Pada kegiatan elaborasi, guru memfasilitasi
siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis,
secara individual maupun kelompok, mendiskusikan dan membangun kesepakatan
melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi. Sedangkan dalam kegiatan
konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan penguatan, penegasan, dan
pembenaran dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan siswa. Pengembangan modul pegangan guru geografi pada
pembelajaran

Lingkungan Hidup berbasis EEK diharapkan guru dapat

termotivasi untuk mengembangkan dan menyusun modul pegangan guru geografi


berbasis.

30

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dibuat bagan sebagai berikut:


Belum adanya modul pegangan guru geografi berbasis EEK
yang ditulis oleh guru sendiri

Pengembangan bahan ajar

Modul pegangan guru geografi

Produk diuji oleh:


1. Tim ahli (Dosen)
2. Guru

Tidak layak

Layak

Revisi modul
Diterima

Modul pegangan guru geografi layak digunakan


sebagai bahan ajar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Anda mungkin juga menyukai