Anda di halaman 1dari 15

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembahasan mengenai Batik Gajah Oling memang sudah banyak
diilakukan oleh beberapa orang yang tertatik terhadap kajian Batik Gajah Oling
khas banyuwangi ini. Hal ini membuktikan bahwa Batik Oling khas Banyuwangi
ini menarik untuk dibahas. Batik sendiri merupakan warisan nenek moyang
Indonesia sejak dulu. Dimana Batik merupakan kreativitas manusia yang tertuang
dalam gambar di sebidang kain. Batik di Indonesia sendiri memiliki berbagai jenis
dan motif yang berbeda di setiap daerahnya. Sehingga setiap daerah memiliki ciri
khas Batik tersendiri baik dilihat dari segi kain, motif, tekstur, warna, maupun
cara pembuatannya. Batik Banyuwangi memiliki ciri khas yakni berwarna terang,
serta pula dengan adanya Batik Gajah Olingnya. Dimana Batik Gajah Oling ini
sendiri merupakan warisan tertua dan asli dari motif atau corak-corak lain yang
asli Banyuwangi, dan sudah menjadi ciri khas tersendiri dari Banyuwangi.
Dengan motif Gajah Oling yang berbentuk tanda tanya, yang secar filosofis
merupakan bentuk belalai gajah yang sekaligus bentuk uling. Dimana di samping
unsur utam itu pula, juga terdapat sejumlah atribut lain. Diantaranya, kupu-kupu,
suluran (semacam tumbuhan laut), dan manggar (bunga pinang atau kelapa).
Dimana motif Gajah Oling sendiri diyakini sebagai mootif asli daribatik
Banyuwangi yang melambangkan sesuatu kekuatan yang tumbuh dari dalam jati
diri masyarakat Banyuwangi.
Karena warisan turun-temurun inilah menjadikannya Batik memiliki nilai
historis yang harus dilestarikan oleh generasi sekarang. Sehingga pengetahuan
mereka tentang kebudayaan Batik khususnya Batik Gajah Oling khas Banyuwangi
harus ditanamkan kepada anak anak usia dini agar mereka mengetahui asal
usul dari batik tersebut.
Pembahasan ini bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan tentang
pandangan masyarakat terhadap batik Gajah Oling di era modern dan memahami
1

lebih jauh apa yang dimaksud dari batik Gajah Oling itu sendiri, juga dapat
menambah pengetahuan tentang jenis-jenis batik yang ada di Banyuwangi,
keterkaitan antara keduanya. Pembahasan ini sangat bermanfaat bagi pihak yang
ingin mendalami tentang batik Gajah Oling yangmenjadi ciri khas bagi
Banyuwangi. Sedangkan untuk pihak yang mungkin tidak berhubungan langsung
dengan kajian ini. Pembahasan ini dapat bermanfaat sebagai pengetahuan tentang
bagaimana pandangan masyarakat terhadap batik Gajah Oling Banyuwangi oleh
setiap orang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1.2.1 Bagaimanakah pengertian dari Batik?
1.2.2 Bagaimanakah sejarah perkembangan Batik di Indonesia?
1.2.3 Bagaimana sejarah Batik Gajah Oling di Banyuwangi ?
1.2.4 Bagaimanakah perkembangan Batik Gajah Oling di Banyuwangi?
1.2.5 Bagaimnakah pandangan masyarakat terhadap batik Gajah Oling khas
Banyuwangi di era modern?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam makalah ini adalah:
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu pengertian batik;
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah perkembangan batik di Indonesia ;
1.3.3 Untuk mengetahui sejarah batik Gajah Oling di Banyuwangi;
1.3.4 Untuk menegetahui perkembangan batik Gajah Oling di Banyuwangi;
1.3.5 Untuk mengetahui padangan masyarakat bterhadap batik Gajah Oling khas
banyuwangi di era modern.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Batik
Batik merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Kata batik mempunyai beberapa pengertian. Menurut
Hamzuri dalam bukunya yang berjudul Batik Klasik, pengertian batik merupakan
suatu cara untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian

tertentu dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan


ialah lilin atau malam. Kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam
kemudian diberi warna dengan cara pencelupan. Setelah itu malam dihilangkan
dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai kain yang disebut batik
berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus. Beberapa pengertian
batik menurut para ahli :
1. Menurut KBBI, batik merupakan corak atau gambar pada kain yang
pembuatannya menggunakan malam (lilin) dan pengolahannya melalui
proses tertentu;
2. Menurut Yudoseputro, batik merupakan gambar yang ditulis pada kain
dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain
batik;
3. Menurut Widodo, batik merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia
yang tinggi nilainya;
4. Menurut Irwan Tirta, batik merupakan teknik menghias kain atau testil
dengan menggunakan lilin dalam proses pencelupan warna, yang semua
proses tersebut menggunakan tangan;
5. Menurut Santosa Doellah, batik merupakan sehelai kain yang dibuat
secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional,
memiliki beragam corak hias dan pola tertentu yang pembuatannya
menggunakan teknik celup rintang dengan lilin batik sebagai bahan
perintang warna;
6. Menurut Hamzuri, batik merupakan lukisan atau gambar pada mori yang
dibuat dengan menggunakan alat bernama canting;
7. Menurut Afif Syakur, batik merupakan serentang warna yang meliputi
proses pemalaman, pencelupan (pewarnaan) dan pelorotan (pemanasan),
hingga menghasilkan motif yang halus yang semuanya ini memerlukan
ketelitian yang tinggi.
Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitutik yang
berarti titik/matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi
istilah batik (Indonesia Indah batik, 1997, 14). Di samping itu mempunyai
pengertian yang berhubungan dengan membuat titik atau meneteskan malam pada

kain mori. Menurut KRT.DR. HC. Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) dalam buku
Bathik sebagai Busana Tatanan dan Tuntunan menuliskan bahwa, para penulis
terdahulu menggunakan istilah batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan
kataBatik akan tetapi seharusnyaBathik. Hal ini mengacu pada huruf Jawa
tha bukan ta dan pemakaiaan bathik sebagai rangkaian dari titik adalah
kurang tepat atau dikatakan salah. Berdasarkan etimologis tersebut sebenarnya
batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran
motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari batik adalah cara
pengambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman yaitu mengoreskan
cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap.
2.2 Sejarah Batik
Ditinjau dari perkembangan, batik telah mulai dikenal sejak jaman
Majapahit dan masa penyebaran Islam. Batik pada mulanya hanya dibuat terbatas
oleh kalangan keraton. Batik dikenakan oleh raja dan keluarga serta pengikutnya.
Oleh para pengikutnya inilah kemudian batik dibawa keluar keraton dan
berkembang di masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan sejarahnya, periode
perkembangannya batik dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Jaman Kerajaan Majapahit


Berdasarkan sejarah perkembangannya, batik telah berkembang sejak
jaman Majapahit. Mojokerto merupakan pusat kerajaan Majapahit dimana batik
telah dikenal pada saat itu. Tulung Agung merupakan kota di Jawa Timur yang
juga tercatat dalam sejarah perbatikan. Pada waktu itu, Tulung Agung masih
berupa rawa-rawa yang dikenal dengan nama Bonorowo, dikuasai oleh Adipati
Kalang yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit hingga terjadilah aksi
polisionil yang dilancarkan oleh Majapahit. Adipati Kalang tewas dalam

pertempuran di sekitar desa Kalangbret dan Tulung Agung berhasil dikuasai oleh
Majapahit. Kemudian banyak tentara yang tinggal di wilayah Bonorowo (Tulung
Agung) dengan membawa budaya batik. Merekalah yang mengembangkan batik.
Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung banyak
dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pada waktu clash tentara
kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan
Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. Oleh karena itu,
ciri khas batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan batik Yogyakarta,
yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua.
Jaman Penyebaran Islam
Batoro Katong seorang Raden keturunan kerajaan Majapahit membawa
ajaran Islam ke Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo
terdapat sebuah pesantren yang berada di daerah Tegalsari yang diasuh Kyai
Hasan Basri. Kyai Hasan Basri adalah menantu raja Kraton Solo. Batik yang kala
itu masih terbatas dalam lingkungan kraton akhirnya membawa batik keluar dari
kraton dan berkembang di Ponorogo. Pesantren Tegalsari mendidik anak didiknya
untuk menguasai bidang-bidang kepamongan dan agama. Daerah perbatikan lama
yang dapat dilihat sekarang adalah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan meluas
ke desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan,
Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Batik Solo dan Yogyakarta
Batik di daerah Yogyakarta dikenal sejak jaman Kerajaan Mataram ke-I
pada masa raja Panembahan Senopati. Plered merupakan desa pembatikan
pertama. Proses pembuatan batik pada masa itu masih terbatas dalam lingkungan
keluarga kraton dan dikerjakan oleh wanita-wanita pengiring ratu. Pada saat
upacara resmi kerajaan, keluarga kraton memakai pakaian kombinasi batik dan
lurik. Melihat pakaian yang dikenakan keluarga kraton, rakyat tertarik dan meniru

sehingga akhirnya batikan keluar dari tembok kraton dan meluas di kalangan
rakyat biasa.
Ketika masa penjajahan Belanda, dimana sering terjadi peperangan yang
menyebabkan keluarga kerajaan yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah
lain seperti Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur Ponorogo, Tulung Agung
dan sebagainya maka membuat batik semakin dikenal di kalangan luas.
Batik di Wilayah Lain
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja. Pada tahun
1830 setelah perang Diponegoro, batik dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran
Diponegoro yang sebagian besar menetap di daerah Banyumas. Batik Banyumas
dikenal dengan motif dan warna khusus dan dikenal dengan batik Banyumas.
Selain ke Banyumas, pengikut Pangeran Diponegoro juga ada yang menetap di
Pekalongan dan mengembangkan batik di daerah Buawaran, Pekajangan dan
Wonopringgo.
Selain di daerah Jawa Tengah, batik juga berkembang di Jawa Barat. Hal
ini terjadi karena masyarakat dari Jawa Tengah merantau ke kota seperti Ciamis
dan Tasikmalaya. Daerah pembatikan di Tasikmalaya adalah Wurug, Sukapura,
Mangunraja dan Manonjaya. Di daerah Cirebon batik mulai berkembang dari
keraton dan mempunyai ciri khas tersendiri.

2.3 Sejara Batik Gajah Oling di Banyuwangi


Sejarah batik Banyuwangi berawal ketika terjadi usaha penaklukan
Blambangan oleh Mataram yang pada saat itu dalam masa pemerintahan Sultan
Agung. Pada tahun 1633 Sultan Agung melakukan usaha penyerangan ke wilayah
timur, yaitu wilayah Blambangan, Panarukan, dan Blitar. Pada upaya
penaklukannya yang kedua tahun 16361639, ujung Timur, Blambangan berhasil

ditaklukan. Sejarah tentang penaklukan Blambangan oleh Mataram ini menjadi


hipotesa sejarah kemunculan batik khas Banyuwangi. Pada masa kekuasaan
Mataram di Blambangan ini, banyak kawula Blambangan yang dibawa ke pusat
Pemerintahan Mataram Islam di Plered, Kotagede, sehingga pada akhirnya tidak
mustahil para kawula Blambangan ini belajar membatik di Keraton Mataram
Islam. Menurut data sejarah bahwa batik sudah dikenal oleh tradisi keraton Jawa
sejak abad 15 khususnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Seiring dengan
perkembangan jaman terjadi kepentingan politik yang mutualisme, yang akhirnya
menetapkan membatik sebagai identitas Penguasaan atau simbol penaklukan
terhadap budaya yang dilingkupinya. Namun yang menarik dari sosok batik khas
Banyuwangi, pengaruh dari unsur batik Bali maupun Mataram tidak terlalu
nampak pada motif batik Banyuwangi, berbeda dengan batik Madura, ataupun
batik Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang tampak sekali pengaruh
Mataram.
Kekhasan batik Banyuwangi ini juga didukung oleh pendapat budayawan
Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, 77 tahun, yang menyatakan pada
pementasan Gandrung pada tahun 1936, kain batik yang dipakai adalah kain batik
motif Gajah Oling, yang menurutnya kain batik Gajah Oling ini memiliki sedikit
kejanggalan karena tidak nampak pengaruh warna dari Mataram maupun Bali.
Pendapat lain yang menegaskan tentang keunikan dari batik khas Banyuwangi
datang dari Aguk W. Nuryadi (Humas Pendididkan Seni Nusantara di
Banyuwangi). Motif batik Gajah Oling ini dilatarbelakangi oleh sifat heroisme
masyarakat Blambangan untuk tidak Terjajah sehingga kata Sing yang
menjadi sebutan etnis asli Banyuwangi yakni Using menjadikan mereka tidak
ingin sama dengan Mataram Islam ataupun Bali, sehingga memunculkan motif
dan warna batik yang berbeda baik dengan Mataram juga Bali yang pernah
menjajah Blambangan. Hasnan juga menuturkan bahwa pada waktu kecil sudah
mengetahui adanya sentra batik yang terletak di Kelurahan Tumenggungan dan
Berjaya pada tahun 80-an. Pada masa pemerintahan Jepang, pemerintah
Banyuwangi pada masa itu mengadakan pameran kain tenun dengan

mendatangankan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang merupakan dukungan dari
penguasa Jepang.
2.4

Perkembangan Batik Gajah Oling di Banyuwangi


Banyuwangi memiliki beberapa sentra pembatikan, yaitu Sayu Wiwit,

Tirta Wangi, Sritanjung, dan Srikandi yang terletak di kecamatan Banyuwangi,


Virdes Batik di Kecamatan Cluring, dan satu lagi sentra batik yang sedang
memulai usaha yang terletak di kecamatan Sempu. Masing masing sentra
pembatikan memiliki cirri khas, yang mencolok adalah Sanggar batik Sayuwiwit
dan Virdes. Sayuwiwit tetap mempertahankan motif batik Banyuwangi secara
konvensional, berdasarkan pakem lama hanya memainkan warana dan
memadukan corak, sedangkan Virdes mengembangkan batik Banyuwangi,
memadukan pakem dan permintaan konsumen.
Batik Banyuwangi sendiri telah memiliki sebaran pasar yang cukup luas,
sebagai contohnya Rumah Batik Virdes, memiliki pelanggan dari kalangan
pejabat, pengusaha, dan pelanggan mancanegara. Sebaran pasar dari Virdes
meliputi Palembang, Jambi, sejumlah kota di Kalimantan, dan hampir semua kota
di Jawa Timur. Selain itu, Virdes juga sering memasok batik gajah uling ke Italia,
Perancis, Inggris, dan Australia.
Batik Banyuwangi masih memiliki potensi pengembangan lainnya, yaitu
dari sisi motif. Banyak hal yang dapat dieksplorasi untuk bisa dikreasikan menjadi
motif batik Banyuwangi, sebagai contohnya dari bentukan mahkota penari
gandrung atau juga ombyok yaitu mahkota penari seblang. Hal lain yang dapat
dijadikan acuan untuk dikreasikan menjadi motif baru berasal dari situs situs
bersejarah, antara lain lukisan di dinding dinding gua di Alas Purwo, juga
sebuah bangunan situs bersejarah yang dikenal dengan Inggrisan, bangunan
bersejarah peninggalan Inggris yang hanya terdapat beberapa di Indonesia. Hal ini
memungkinkan batik Banyuwangi untuk memunculkan motif motif baru yang
memiliki ciri khas Banyuwangi.

Seiring dengan perkembangan sejarah banyak masyarakat Blambangan


tertarik menekuni warisan luhur bangsa (batik) untuk dikembangkan dan
dilestarikan di bumi Blambangan, sampai saat ini jumlah referensi koleksi motif
batik Banyuwangi yang

tersimpan di museum Budaya Banyuwangi kurang

lebih mencapai 22 (dua puluh dua) motif batik diantaranya : Gajah Oling,
Kangkung Setingkes, Alas Kobong, Paras Gempal, Kopi Pecah, Gedekan, Ukel,
Moto Pitik, Sembruk Cacing, Blarak Semplah, Gringsing, Sekar Jagad,
Semanggian, Garuda, Cendrawasih, Latar Putih, Sisik Papak, Maspun, Galaran,
Dilem Semplah, Joloan dan Kawung (motif batik khas Banyuwangi terlampir),
namun dalam perkembangannya saat ini masih banyak ditemukan motif batik
khas Banyuwangi yang belum direferensikan masuk dalam koleksi museum
budaya Banyuwangi. Sehingga kelak bisa bertambah pula koleksi referensi motif
batik museum budaya di Banyuwangi.
Motif batik Gajah Oling memilki nilai makna atau filosofi yang secara
garis besar ialah melambangkan sebuah bentuk kekuatan yang tumbuh dalam jati
diri masyarakat Banyuwangi. Dan pemaknaan motif Gajah Oling sendiri berkaitan
dengan karakter masyarakat Banyuwangi yang religius, penyebutan Gajah Eling
yang mempunyai arti hewan yang bertubuh besar (gajah) dalam hal ini diartikan
maha besar, sedangkan uling dapat diartikan ingat. Dimana dapat artikan kita
selalu diingatkan untuk tetap ingat akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, dengan
harapan apabila masyarakat telah menggunakan/ memakai batik gajah oling secara
tidak langsung diajak agar kita selalu ingat kepada kemahabesaran Sang Pencipta
sebagai dasar menjalankan sendi roda kehidupan.\
Di era modern ini, perkembangan dari batik Gajah Oling maupun batik
motif lain yang berasal dari Banyuwangi mengalami perkembangan yang pesat.
Dimana hal ini berbeda dengan dulu yang masih belum berkembang pesat. hal ini
ditandai dengan adanya sentra-sentar bati diberbagai kecamatan yang berada di
Banyuwangi. Serta karena batik sudah mendpatkan pengakuan dari UNESCO
sejak tanggal 2 Oktober 2009 dan menjadikanya warisan dunia hal pada tanggal
ini pula lah yang dijadikanya oleh pemeritah sebagai hari batik nasional. Dilihat

juga dari perkembangan batik di Banyuwangi sampai saat ini banyak tumbuh
berkembang pengrajin batik menyebar hampir di seluruh wilayah Kecamatan, hal
tersebut dikarenakan adanya dukungan positif dari semua pihak terhadap
keberadaan batik Banyuwangi diantaranya Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
upaya pengembangan batik di Banyuwangi serta pemanfaatan/pemakaian Batik
khas daerah untuk seragam Dinas maupun Sekolah pada hari dan event-event
tertentu. Adapun jumlah pengrajin batik di Banyuwangi saat ini sebanyak 22 (dua
puluh dua) unit usaha sebagaimana data industri batik Banyuwangi terlampir,
dimana dari sekian jumlah tersebut 12 (dua belas) unit usaha berkembang ke motif
proses painting (sarung pantai) yang pangsa pasarnya cukup besar di Bali.
Mengingat begitu besarnya minat kan batik saat ini, dari pihak saat ini
Pemerintah Daearah Kabupaten Banyuwangi berupaya untuk terus meningkatkan
pengembangan batik khas Banyuwangi melalui upaya pembinaan, diantaranya
melalui pelatihan/bimbingan teknik peningkatan kualitas dan kuantitas produk,
penerapan zat alam serta untuk menambah khasanah motif batik khas melalui
pelaksanaan lomba desain batik khas Banyuwangi. Hal ini bertujuan agar
masyarkat menghargai, meletarikan dan mengetahui adanya batik Gajah Oling
yang menjadikan ciri khas batik tbagi Banyuwangi itu sendiri. Sehingga mereka
mengenal batik Gajah Oling berasal dari Banyuwangi, bukan hanya mengenal
bati-batik seperti bersal dari Yogyakarta, Pekalongan, Solo dsb.
Dan hal ini bertujuan untuk menarik pangsa pasar terhadap Batik ittu
sendiri. Dimana hal ini agar dapat memberdayakan masyarkat menjadi terampil
melalui pembinaan pembuatan kerjinan batik. Serta sebagai pengembangan
industri kerajinan batik di Banyuwangi menjadi maju lebih dari sebelumnya.

2.5 Pandangan Masyarakat Terhadap Batik Gajah Oling di Era Modern


Semenjak diberlakukanya hari batik nasional yang bertepat tanggal 2
Oktober, hal ini menjadik masyarakat Indonesia mau tidak mau mengenal batik
dengan sangat baik, mesikupun kadang mereka belum sadar bagaiman dan
darimana motif serta corak batik itu berasal. Karena setiap daerah asal batik
10

memilik motif dan corak yang berbeda-beda sehingga hal itulah yang menjadikan
batik sebagai ciri khas tersediri dari daerah asalnya. Contoh halnya batik Gajah
Oling berasl dari Banyuwangi yang memilik corak atau motif gambar tanda tanya
yang ditambahkan berbagai hisan untuk mendapinginya.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perkembangan batik di Indonesia
sekarang sangat pesat. Seteleh batik diresmikan oleh UNESCO pada tahun 2009
yang lalu, batik seolah menjadi fenomena tersendiri di Indonesia bahkan di dunia.
Sehingga batik semakin berkembang dari dulu yang kebanyakan masyarakat
menganggap batik itu kuno menjadi modern. Yang akhirnya masyarakat Indonesia
berbondong-bondong untuk mengenakan batik sebagai dresscode baik itu dari
acara resmi, seragam kantor, dan masih banyak lagi. Bahkan model dari baju-baju
yang diminati sudah beragam dan indah.
Di era modern ini masyarakat khusunya daerah Banyuwangi mengenal
baik terhadap batik Gajah Oling itu sendiri. Dimana hal ini ditandai dengan
dibelakukanya pemakaian baju batik oleh pagawai-pagawai dinas yang ada di
Banyuwangi. Namun selain pegawai dinas pula banyak yang sudah mengenakan
batik Gajah Oling itu sendiiri.seperti halnya di sekolah-sekolah para pendidik
sudah menggunakan seragam batik Gajah Oling. Para peserta didik pun demikian
seragam sekolah mereka juga sudah menyeragamkan untuk menggunakan batik
meskipun ada yang tidak menggunakan batik Gajah Oling. Untuk pelajaran
kesenian pun baik dewasa ini maupun melalui dini mereka sudah di ajarkan
mengenai apa itu batik, bagaimana pembuatanya, dan bagaimana makna dari batik
itu sendiri.
Sehingga padangannya terhadap positif mengenai bati Gajah Oling. Hal ini
ditandai pula dengan pihak pemerintah kabupaten Banyuwangi dalam
mengenalkan batik-batik seperti batik Gajah Oling melalui event-evebt yang
bertajuk mengenai batik. Dilansir dari situs CNN Indonesia batik gajah Oling
memiliki sisi positif dalam memajukan budaya dan kerajinan dari Banyuwangi itu
sendiri. Dimana ha ini juga untuk memajukan UMKN bagi Banyuwangi, kata
Anzwar Anas, Bupati Banyuwangi.
Hal ini juga di tandai dengan ikut sertanya batik Gajah Oling dalam eventevent seperti Indonesia Fashion Week dalam bidang fashion menggunakan batik

11

Gajah

Oling

serta

ikut

sertanya

dalam

pameran-pameran

lain

guna

memperkenalkan batik Gajah Oling di kancah nasional maupun internasional. Hal


ini disambut baik oleh masyarakat umumnya. Serta setiap tahunya pula diadakan
event yang dilaksanakan bersamaan memperingatinya hari jadi Banyuwangi
(Harjaba). Yang digelar dengan event-event lain. Oleh sebab itu pandangan
masyarakat umumnya terhadap batik Gajah Oling sangat baik.

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang bersifat
kualitatif, dimana data yang diperoleh dapat diidentifikasi dan dianalisis tanpa
menggunakan data kuantitatif.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka
Untuk mendapatkan data yang lebih jelas dan terperinci, maka kami pun
melakukan studi pustaka melalui buku dan artikel dari internet.
2. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang penulis lakukan yaitu pertama kami
mengklasifikasikan data-data yang akan kami teliti, mulai dari penentuan

12

masalah kemudian baru melakukan pencarian data dari masalah tersebut


dengan melakukan studi pustaka berupa buku-buku yang mendukung,
internet, dan artikel, untuk mendapatkan informasi yang kompleks sesuai
dengan yang penulis butuhkan. Setelah melakukan klasifikasi data, penulis
melakukan analisis data dengan memilah data yang sesuai dengan
kelompok peneltian tersebut sehingga memudahkan penulis dalam
melakukan analisis data tersebut.
3. Observasi Obyek
Melakukan pengamatan terhadap obyek Batik baik secara langsung
terhadap obyek serupa di dalam negeri maupun pengamatan obyek secara
tidak langsung melalui internet dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

BAB 4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Kesimpulan dari pembahasan ini Pengertian batik secara umum : Kata
Batik: berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "nitik". Batik
adalah seni melukis dilakukan diatas kain dengan menggunakan lilin atau malam
sebagai pelindung untuk mendapatkan ragam hias diatas kain tersebut.
Sejarah batik Banyuwangi berawal ketika terjadi usaha penaklukan
Blambangan oleh Mataram yang pada saat itu dalam masa pemerintahan Sultan
Agung. Pada tahun 1633 Sultan Agung melakukan usaha penyerangan ke wilayah
timur, yaitu wilayah Blambangan, Panarukan, dan Blitar. Pada upaya
penaklukannya yang kedua tahun 16361639, ujung Timur, Blambangan berhasil
ditaklukan. Sejarah tentang penaklukan Blambangan oleh Mataram ini menjadi
hipotesa sejarah kemunculan batik khas Banyuwangi.

13

Dimana memiliki corak yakni hufuh tanda tanya yang memiliki nilai
filosofis berkaitan dengan karakter masyarakat Banyuwangi yang religius,
penyebutan Gajah Eling yang mempunyai arti hewan yang bertubuh besar (gajah)
dalam hal ini diartikan maha besar, sedangkan uling dapat diartikan ingat. Yang
artinya mengigatkan kita agar ingat selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pandangan masyarakat terhadap bati Gajah Oling di era modern ini sangat
baik,

dimana

sudah

dikenalkanya

melalui

event-event

yang

telah

di

selenggarakan, telah mengikutinya pameran-pameran batik di kancah nasional


ataupun internasional guna memperkenalkan batik kahas Banyuwangi ini. Serta
dilaksanakan pengenalan dan pembuatan batik sejak dini melalui jenjang sekolah,
serta di lakukanya pembinaan mengenai pembuatan batik di masyarakat.

14

DAFTAR PUSTAKA
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi

dengan

Orang-Orang

Berbeda

Budaya. 2006.

Bandung:Remaja Rosdakarya.
Batik Banyuwangi, Azhar Prasetyo, Dewan Kesenian Blambangan. 2007. Hal 5455
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-14105-3405100128-Chapter1.pdf
(jurnal)
https://darpowibowo.files.wordpress.com/2013/04/materi-batik-jadi.pdf
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150508134213-277-52066/gajaholing-makna-mendalam-batik-khas-banyuwangi/
http://batikbanyuwangi.net/perkembangan-batik-banyuwangi/
http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/index.php?
option=com_content&view=article&id=205&Itemid=232
http://coretaanintan.blogspot.co.id/2015/09/makalah-batik.html

15

Anda mungkin juga menyukai