0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
69 tayangan13 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26. PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan modal, jasa, hadiah dan penghargaan, sedangkan PPh Pasal 26 diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati pihak luar negeri. Kedua jenis pajak ini memiliki objek, tarif dan kewajiban pelaporan yang berbeda-beda.
Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26. PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan modal, jasa, hadiah dan penghargaan, sedangkan PPh Pasal 26 diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati pihak luar negeri. Kedua jenis pajak ini memiliki objek, tarif dan kewajiban pelaporan yang berbeda-beda.
Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26. PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan modal, jasa, hadiah dan penghargaan, sedangkan PPh Pasal 26 diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati pihak luar negeri. Kedua jenis pajak ini memiliki objek, tarif dan kewajiban pelaporan yang berbeda-beda.
pasal 23 >> Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dikenakan padapenghasilanatas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak yaitu : 1. Pihak yangmenerimapenghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. 2. Pihakpemberipenghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.
Pembayaran dan Pelaporan PPh
pasal 23
Pembayaran
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan
cara mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) dan membayarnya melalui Bank Persepsi yang ditunjuk Dirjen Pajak. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Pelaporan
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara
mengisi SPT masa PPhPasal 23, lalu melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana pihak pemotong terdaftar. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Tarif dan Objek PPh pasal
23 1.
Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
a.
Dividen,kecuali pembagian dividen kepada orang
pribadi dikenakan final, bunga dan royalti.
b.
Hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh pasal 21.
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan
lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan atau bangunan. 3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik , jaa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan. 4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141 PMK 03/2015 danefektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015.
Daftar istilah PPh pasal 23
Berikut adalah beberapa istilah yang berhubungan dengan PPh Pasal 23: Masa Pajak: Jangka waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu masa pajak adalah satu bulan. DPP: Dasar Pengenaan Pajak yaitu harga jual pokok sebelum dikenakan pajak. SPT Masa PPh: Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, yaitu formulir yang digunakan untuk melaporkan pajak penghasilan. Objek Pajak: Objek yang dikenakan pajak, pada kasus ini, adalah penghasilan tertentu yang dikenakan pajak. Sehingga objek pajak adalah penghasilan yang dikenakan pajak. PPh: Pajak Penghasilan Invoice: Faktur (Pembelian atau Penjualan) yang berisi informasi transaksi yang terjadi antara dua pihak. WP: Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. NPWP: Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. KPP: Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menyampaikan laporan pajak. DJP: Direktorat Jenderal Pajak, sebuah direktorat jenderal di bawah Kementrian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan.
Hak dan kewajiban pemotongan
PPh 23 Memotong PPh pasal 23 yang terutang sesuai ketentuan yang berlaku, Menyetorkan PPh pasal 23 yang telah dipotong ke Kas Negara (paling lambat tgl 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir), Membuat bukti potong PPh Pasal 23, Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 (paling lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir), Menyerahkan bukti potong PPh Pasal 23 kepada penerima penghasilan (pihak yang dipotong PPh pasal 23),
Hak dan Kewajiban Penerima
penghasilan yang dipotong PPh 23 Meminta bukti potong PPh pasal 23 kepada pemotong pajak, Mengkreditkan PPh pasal 23 yang telah dipotong dan melaporkannya dalam SPT Tahunan sesuai dengan tahun pajak dilakukannya pemotongan.
Pengertian PPh pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Berdasarkan azas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya sama dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri.
Pemotongan PPh pasal 26
Badan
pemerintah Subjek pajak badan dalam negeri Penyelenggara kegiatan Bentuk Usaha Tetap(BUT) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Pihak yang dipotong PPh
pasal 26
BUT
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia
Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
Badan yang tidak didirikandan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang dapat menerima/ memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha/melakukan kegiatan melaluibentuk usaha tetap di Indonesia.
Penghasilan yang dipotong PPh
pasal 26
Dividen
Bunga, termasuk premium, diskonto, dna imbalah
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
Keuntungan karena pembebasan utang
Tarif dasar pengenaan
Tarif
PPh Pasal 26 (bersifat final) adalah tarif tunggal
20% dengan dasar pengenaan pajak nya adalah jumlah bruto yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri. Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta. Pengenaan PPh Pasal 26 juga tergantung kepada perjanjian perpajakan (P3B) dengan negara lain. Biasanya dalam P3B ditentukan tarif yang lebih rendah untuk pemotongan PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti dan/atau penghasilan lainnya. Apabila ada P3B, maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan P3B bukan ketentuan domestik berdasarkan Undangundang Pajak Penghasilan Indonesia.
Contoh penghitungan PPh pasal
26 Suatu
perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha,
mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp 1 Miliar. Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1 Miliar = Rp500.000.000,PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000,- = Rp100.000.000,(10% x Rp1 Miliar) * Jika PT Cunha mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 Miliar, dan kemudian PT Handoko mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp50.000.000,PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah = 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000,- (2% x Rp500.000.000,-)