Anda di halaman 1dari 2

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah. Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah,
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh
nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan
sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air
liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak
membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh
manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus
dengue adalah APC ( Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau
makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena.Viremia timbul pada saat
menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah
perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi
daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik)demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam
Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.
Dapus: Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri
Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih
dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
Patofisiologi DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada
kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir
semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan
banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.
Dapus: Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever
current status andprospects for the future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series
no:2 WHO.
Sistem imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti
netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM
yang cepat.
Sumber: Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul banyak
teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M
dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus
tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan
seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang
nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi
parah, hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang
tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting
Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor
Histocompatibility Complex (MHC II).
Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2)
dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut,maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi
sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor). Dimana
IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL 1 sebagai
mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk didalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi ntercellular adhesion molecule 1
(ICAM 1).
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh
ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga
membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan empengaruhi oksigenasi
pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis,
sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan
vaskuler sehingga terjadi syok.
Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali
oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua sel
mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.
Dapus: Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology. Seven
edition. 78-98.

Anda mungkin juga menyukai