TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
BRYAN MUSTIKA SURYAWIDJAJA
NIM : 150 11 108
ABSTRAK
PERBANDINGAN KINERJA SISTEM HIBRID DENGAN
KONVENSIONAL PADA STRUKTUR PILAR PRACETAK
GUIDEWAY MONOREL
Oleh
Bryan Mustika Suryawidjaja
NIM : 150 11 108
(Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil)
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat
setiap tahunnya. Hal tersebut membuat konstruksi infrastruktur di kota besar Indonesia
dituntut cepat, efisien, perawatan yang mudah, dan masa layan yang tinggi. Sedangkan,
konstruksi infrastruktur seperti jembatan perkotaan tidak dapat memenuhi kebutuhan
tersebut karena persyaratan detailing yang ketat untuk menahan beban gempa Indonesia.
Oleh karena itu, beton pracetak segmental menjadi pilihan konstruksi masa depan
Indonesia.
Beton pracetak segmental dengan sistem konvensional memiliki masalah utama,
yaitu disipasi energi tidak sebaik beton pengecoran cast-in-situ (Hewes and Priestley,
2002) dan permasalahan sambungan pada daerah join tempat disipasi energi gempa. Sistem
hybrid dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sistem konvensional. Selain itu,
sistem hybrid memiliki model histeretik yang unik, yaitu model flag shape. Secara nyata,
model histeretik direpresentasikan oleh sifat self centering saat terjadi rocking mechanism
pada daerah join. Hasilnya, residual deformation pada sistem hybrid lebih kecil
dibandingkan sistem konvensional.
Model yang digunakan dalam analisis adalah struktur jembatan guideway monorel.
Hasil analisis pushover dan Non-Linier Time History (NLTH) membuktikan bahwa level
kinerja sistem hybrid dan sistem konvensional adalah sama. Sedangkan, untuk residual
deformation sistem hybrid untuk arah memanjang sekitar empat kali lebih rendah
dibandingkan sistem konvensional dan arah transversal sekitar tujuh kali lebih rendah.
Kata kunci: jembatan guideway monorel, sistem hybrid dan konvensional, self-centering,
residual deformation
II
ABSTRACT
PERFORMANCE COMPARISON OF HYBRID AND
CONVENTIONAL SYSTEM IN PRECAST GUIDEWAY
MONORAIL PIER STRUCTURE
Presented by
Bryan Mustika Suryawidjaja
NIM : 150 11 108
(Faculty of Civil and Environment Engineering, Civil Engineering)
Indonesia is one of the countries in the world with a rapidly growing economy
annually. It comes to the consequences that construction activity in major cities of
Indonesia should be fast, efficient, easy maintenance and have a long service cycle.
However, the existing construction of vital infrastructure such as city bridges do not meet
those criteria because of the complicated detailing requirement to withstand earthquake
forces. Therefore, segmental precast concrete is being an option for the future of
construction in Indonesia.
Segmental precast concrete of conventional system has two major problem which
are its energy dissipation is not as good as cast-in-situ method (Hewes and Priestley, 2002)
and connection problem at the join area where the earthquakes energy is dissipated.
Hybrid system was developed to solve the problems of conventional system. It also has a
unique hysteretic models, namely flag shape. Significantly, hysteretic model is represented
by self centering behavior when rocking mechanism of pier joint area occured. As a result,
residual deformation of hybrid system is smaller than conventional system.
The guideway monorail bridge is the model that will be used for the analysis. The
results of pushover and Non-Linear Time History (NLTH) analysis indicate that
performance level for hybrid and conventional system is similar. Whereas, residual
deformation of hybrid system for longitudinal direction is about four times lower than
conventional system and seven times lower for transversal direction.
Keywords: bridge monorail guideway, and a conventional hybrid systems, self-centering,
residual deformation
III
Pas Foto
2 x 3 cm
NIP. 196312061996031001
Mengetahui,
KK Rekayasa Struktur
Koordinator Tugas Akhir
NIP. 196111231987031002
NIP. 196111231987031002
IV
Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada
pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi
Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seijin pengarang dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir haruslah seijin
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
VI
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya selama
penulis menyelesaikan karya tulis Perbandingan Kinerja Sistem Hibrid Dengan
Konvensional pada Struktur Pilar Pracetak Guideway Monorel. Tugas akhir ini
diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Institut Teknologi
Bandung.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam proses penyusunan karya tulis ini, antara lain:
1. Kedua orangtua, yaitu Bambang Mustika Suryawidjaja dan Nurnawati Lie, serta
kedua adik, yaitu Jane Stephanie Suryawijaya dan James Mustika Suryawijaya,
yang telah mendoakan, mendukung, dan membantu penulis;
2. Prof. Ir. Iswandi Imran, MAS.c., Ph.D., selaku dosen pembimbing tugas akhir.
Terima kasih atas ilmu, pembelajaran, dan pengalaman selama ini;
3. Ir. Indra Djati Sidi, MSc, Ph.D. dan Dr-Ing. Ediansjah Zulkifli, ST., MT. yang telah
berkenan menjadi dosen penguji seminar dan sidang tugas akhir;
4. Gabriella Amperianto, Brenda Gusanto, Gabriel Steven, Frans Tandeas, Jessen
Purwa Harianto, Klara Karlina, Claudia Calista, Yoshiana Maria, Liana Wiryawan,
Elizabeth Amanda, Jonathan Budianto, William Tasdir, Ivan Gunardi, Kevin
Metthew, Kevin Andrea, dan Ryan Hardika sebagai sahabat yang telah
memberikan semangat, kekuatan, bantuan, dan berbagi suka-duka. I LOVE YOU.
5. Ray Grimaldi Erwin, Joseph Christian, Nicho Liang, Ravend Tandera, Leonardo
Hendriono, dan Afrizal Dwi Putranto sebagai teman satu bimbingan yang telah
memberikan bantuan moral, ilmu, tenaga, dan materil selama tugas akhir.
6. Keluarga Mahasiswa Cina Sipil 2011 sebagai tempat untuk melepas penat tugas
akhir.
VII
7. SIPIL ITB (angkatan 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013) dan orang-orang lain yang
turut membantu, baik secara langsung maupun tidak, dalam proses penyusunan
karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu,
penulis menerima kritik dan saran yang membangun sebagai pembelajaran di masa
depan. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mahasiswa Teknik
Sipil Institut Teknologi Bandung dan pembaca pada umumnya.
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR .......................................................... v
PRAKATA .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xv
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
I.1
I.2
Tujuan............................................................................................................. 4
I.3
I.4
I.5
I.6
II.1.1.
II.1.2.
II.2.
II.2.1.
II.2.2.
II.2.3.
II.2.4.
IX
V.1.1.
V.1.2.
Serviceability Jembatan......................................................................... 66
V.1.3.
V.2.
V.2.1.
V.2.2.
VII.2.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : Detailing Pilar Sistem Konvensional ............................................. xix
XI
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. 1 Peta tektonik Indonesia .......................................................................... 1
Gambar I. 2 Skema pilar jembatan (Haitham Mohamed, 2010) ............................. 4
Gambar I. 3 Diagram alir metodologi penulisan tugas akhir .................................. 8
Gambar II. 1 Jalan Layang Louetta, Houston, Texas dengan sistem post-tensioned
..................................................................................................................................... 11
Gambar II. 2 Ilustrasi perilaku sambungan dengan tulangan baja (Heiber et al.,
2005) ........................................................................................................................... 13
Gambar II. 3 Perilaku histeretik untuk sistem monolit tulangan baja (Guerra et
al.) ............................................................................................................................... 13
Gambar II. 4 Perilaku pilar jembatan pracetak terhadap beban lateral (Hewes
and Priestly, 2002) ..................................................................................................... 14
Gambar II. 5 Konsep sistem hybrid (Guerra et al.) ................................................. 14
Gambar II. 6 Perilaku histeretik sistem hybrid (Guerra et al.) .............................. 15
Gambar II. 7 Mekanisme yang dihindari dalam pendesainan sistem hybrid ........ 15
Gambar II. 8 Contoh desain tampak pilar jembatan sistem hybrid (Hieber et al.,
2005) ........................................................................................................................... 16
Gambar II. 9 Ilustrasi perilaku sambungan dengan tulangan baja dan tendon
prategang tanpa lekatan (Heiber et al., 2005) ........................................................ 17
Gambar II. 10 Metode konstruksi pilar jembatan dengan tendon tanpa lekatan
post-tensioned ............................................................................................................. 18
Gambar II. 11 Ilustrasi tiga buah komponen penting pada metode berbasis
perpindahan (NCHRP 440, 2013) ............................................................................ 20
Gambar II. 12 Kurva perpindahan terhadap base shear didapatkan dari analisis
pushover (Moehle dan Deierlein, 2004) ................................................................... 22
Gambar II. 13 Diagram alir PBSD ............................................................................ 23
Gambar II. 14 Hubungan level kinerja dengan kurva deformasi terhadap base
shear (FEMA-356) ..................................................................................................... 25
Gambar II. 15 Skema penentuan performance point untuk prosedur A (ATC-40)
..................................................................................................................................... 29
Gambar II. 16 Diagram alir analisis statik non-linear (FEMA 440)...................... 29
Gambar II. 17 Konfigurasi sistem hybrid pada dinding geser ................................ 37
Gambar II. 18 Kurva perilaku dinding geser antara perpindahan dan beban
lateral ......................................................................................................................... 38
Gambar III. 1 Diagram alur pembentukan metodologi penelitian ........................ 39
Gambar III. 2 Diagram alir pendesainan sistem hybrid dan konvensional ........... 40
XII
Gambar IV. 1 Tampak depan (atas), tampak samping (tengah), dan 3D (bawah)
dari jembatan guideway monorel............................................................................. 46
Gambar IV. 2 Tampak depan kepala pilar .............................................................. 48
Gambar IV. 3 Contoh layout tendon pada satu guideway beam ............................. 50
Gambar IV. 4 Contoh layout tendon sepanjang guideway beam ............................ 50
Gambar IV. 5 Spesifikasi monorel ............................................................................ 53
Gambar IV. 6 Tampak atak pemodelan beban rem untuk guideway beam kanan
(Lfe Right).................................................................................................................. 56
Gambar IV. 7 Tampak atas pemodelan beban hunting untuk guideway beam
kanan (HF Right) ...................................................................................................... 57
Gambar IV. 8 Tampak atas pemodelan beban angin pada monorel (atas) dan
struktur jembatan (bawah) ...................................................................................... 57
Gambar IV. 9 Tampak depan pemodelan beban angin pada struktur jembatan
(kiri) dan monorel (kanan) ....................................................................................... 58
Gambar IV. 10 Interface untuk mendefinisikan properti material dan lingkungan
MIDAS CIVIL 2011 .................................................................................................. 59
Gambar IV. 11 Respons spektra jakarta tanah lunak situs SE ............................. 60
Gambar IV. 12 Pemberian sendi plastis pada MIDAS CIVIL 2011 ...................... 63
Gambar IV. 13 Pemodelan penampang sistem hybrid (kiri) dan sistem
konvensional (kanan) pada XTRACT .................................................................... 64
Gambar V. 1 Grafik defleksi pada guideway beam right (atas) dan left (bawah) . 68
Gambar V. 2 Pengecekan efek P- ........................................................................... 74
Gambar V. 3 Model Hognestad untuk tegangan dan regangan beton tidak
terkekang ................................................................................................................... 75
Gambar V. 4 Model Mander et.al untuk tegangan dan regangan beton terkekang
..................................................................................................................................... 76
Gambar V. 5 Kurva momen-kurvatur sistem hybrid .............................................. 78
Gambar V. 6 Diagram interaksi sistem hybrid ........................................................ 78
Gambar V. 7 Kurva backbone sistem hybrid............................................................ 79
Gambar V. 8 Perbandingan model histeretik model clough dan flag shape ......... 80
Gambar V. 9 Kurva momen-kurvatur sistem konvensional .................................. 81
Gambar V. 10 Diagram interaksi sistem konvensional .......................................... 82
Gambar V. 11 Kurva backbone sistem konvensional .............................................. 83
Gambar V. 12 Kurva histeretik model normal bilinier .......................................... 83
Gambar VI. 1 Kurva kapasitas sistem hybrid (PUSH_X) ....................................... 85
Gambar VI. 2 Kurva kapasitas sistem hybrid (PUSH_Y) ....................................... 85
Gambar VI. 3 Kurva kapasitas sistem konvensional (PUSH_X) ........................... 86
Gambar VI. 4 Kurva kapasitas sistem konvensional (PUSH_Y) ........................... 86
XIII
XIV
DAFTAR TABEL
Tabel II. 1 Kriteria penggolongan kategori jembatan terhadap level kinerja
jembatan .................................................................................................................... 21
Tabel II. 2 Minimum level kinerja untuk jembatan (FHWA, 2006) ..................... 24
Tabel II. 3 Parameter level kinerja atau desain jembatan SRPH-1 (Hose dan
Seible 1999) ................................................................................................................ 26
Tabel II. 4 Perkiraan hubungan kerusakan dan kinerja jembatan ...................... 26
Tabel II. 5 Tipe analisis struktur .............................................................................. 27
Tabel II. 6 Beban dinamik minimum (ACI 343.1R-12) .......................................... 32
Tabel II. 7 Beban rem (LF) (ACI 343.1R-12) .......................................................... 32
Tabel II. 8 Beban hunting (HF) (ACI 343.1R-12) ................................................... 32
Tabel II. 9 Kombinasi pembebanan service (atas) dan ultimate (bawah) ............. 35
Tabel IV. 1 Material elemen struktur ...................................................................... 47
Tabel IV. 2 Data tambahan untuk material beton, tulangan baja, dan tendon ... 48
Tabel IV. 3 Properti tendon pada jembatan guideway monorel ............................ 49
Tabel IV. 4 Berat jenis berbagai material (AASHTO LRFD 2012) ...................... 52
Tabel IV. 5 Beban Dinamik Minimum (ACI 343.1R-12) ....................................... 55
Tabel IV. 6 Beban Rem (LF) (ACI 343.1R-12) ....................................................... 56
Tabel IV. 7 Beban Hunting (HF) (ACI 343.1R-12) ................................................. 56
Tabel IV. 8 Nilai R (AASHTO LRFD 2012) ............................................................ 61
Tabel V. 1 Periode dan MPM dari MIDAS CIVIL 2011 ....................................... 66
Tabel V. 2 Batas tegangan tekan beton prategang setelah loss pada kondisi
service (AASHTO LRFD 2012) ................................................................................ 68
Tabel V. 3 Batas tegangan tarik beton prategang sebelum loss pada kondisi
service (AASHTO LRFD 2012) ................................................................................ 69
Tabel VI. 1 Level kinerja jembatan berdasarkan analisis pushover ..................... 94
Tabel VI. 2 Level kinierja struktur saat terjadi gempa El Centro dengan
NLTHA ...................................................................................................................... 97
XV
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan aktivitas gempa yang tinggi. Hal
ini disebabkan lokasi Indonesia yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik
utama, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik dan Philipine. Akibatnya, pada
proses pembangunan infrastruktur di Indonesia, khususnya pada wilayah kategori
desain seismik D, E, dan F, menjadi lebih rumit dan diawasi dengan ketat oleh institusi
negara. Tingkat desain dengan kerumitan yang tinggi membuat periode konstruksi
lebih panjang. Akan tetapi, wilayah-wilayah dengan aktivitas perekonomian yang
padat, seperti perkotaan besar, bandara, pelabuhan, dan lain-lain, periode konstruksi
harus seminimal mungkin agar aktivitas perekonomian tidak mengalami gangguan
yang signifikan.
berasal dari tendon prategang akan menjaga beton segmental tetap satu kesatuan.
Perilaku histeretik sistem ini berbentuk bendera (flag shape) yang menunjukan adanya
sifat self-centering dan regangan sisa (residual displacement) yang minimum.
Walaupun histeretik berbentuk bendera, sistem ini diyakini dapat menghasilkan energi
disipasi yang lebih baik dari desain pilar jembatan konvensional (Chang et al., 2002).
Pilar jembatan yang menggunakan sistem segmental akan mengalami mekanisme
goyang (rocking mechanism), khususnya pada daerah join. Untuk mengatasi
mekanisme goyang, dilakukan metode controlled rocking, yaitu pilar jembatan
disengaja untuk mengalami deformasi (retak) akibat lentur dengan nilai tertentu pada
daerah join antara bawah pilar dan muka fondasi. Selama tendon tanpa lekatan
dipasang sepanjang pilar jembatan, tidak akan terjadi konsentrasi penambahan
tegangan dan regangan secara teratur pada daerah join yang retak. Selain itu, pada
sistem ini, tendon prategang didesain tidak boleh mengalami kelelehan sedangkan baja
tulangan harus didesain leleh saat terjadi gempa utama (ACI ITG-5.2-09). Kelelehan
tulangan merupakan komponen utama dalam mendisipasi energi gempa. Sedangkan,
bila tendon prategang mengalami regangan inelastik (tendon leleh) maka sifat-sifat
yang dihasilkan tendon prategang (self-centering, gaya tekan akibat tendon, dan lainlain) akan hilang. Oleh karena itu, pemberian gaya prategang awal sangat berpengaruh
dengan beberapa alasan.
Pertama, kemampuan untuk mentransfer gaya geser ke sepanjang muka segmen
pilar bergantung pada gaya jepit yang diakomodasi oleh tendon prategang. Kekakuan
pilar jembatan bergantung pada gaya tendon prategang dan tidak akan berkurang secara
drastis apabila gaya tendon prategang relatif tetap. Kedua, kemampuan self-centering
diakomodasi oleh tendon prategang. Apabila gaya tendon dijaga selama dan setelah
gaya gempa terjadi maka pilar jembatan akan kembali ke posisi semula.
Pada tugas akhir ini akan berfokus pada pendesainan pilar pracetak guideway
sistem hybrid terhadap beban monorel APMS yang berlokasi di Bandara SoekarnoHatta, Tangerang. Struktur ini berfungsi sebagai fasilitas angkutan internal bandara
untuk perpindahan orang dari satu terminal ke terminal lainnya. Selanjutnya, desain
tersebut akan dilakukan analisis statik dan dinamik terhadap beban seismik untuk
mengetahui perilaku pilar pracetak guideway sistem hybrid. Hasil analisis tersebut akan
dibandingkan dengan hasil analisis pilar dengan sistem konvensional yang
menggunakan perkuatan tulangan baja saja.
I.2 Tujuan
Tujuan tugas akhir ini adalah, sebagai berikut:
a. Melakukan pendesain tendon tanpa lekatan dan baja tulangan pada pilar pracetak
sistem hybrid yang optimal terhadap beban monorel dan gempa yang berada di
kawasan Bandara Soekarno-Hatta
b. Mengetahui level kinerja dan perilaku pilar pracetak sistem hybrid yang didesain
menggunakan metode performance-based terhadap beban monorel dan gempa,
kemudian dianalisis pada kondisi statik (pushover) dan dinamik (time-history
analysis)
c. Membandingkan hasil desain dan analisis (contoh : perilaku, level kinerja, dan lainlain) pilar pracetak sistem hybrid dengan sistem konvensional yang menggunakan
perkuatan tulangan baja.
3. Pembebanan struktur guideway monorel mengacu pada ACI 343.1R-12 dan SNI
2833-2013. Kelas situs pada lokasi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang
diasumsikan SE (tanah lunak)
4. Jenis struktur jembatan guideway monorel adalah integrated and continuous span
(sistem portal) dimana tendon prategang menyatukan lima bentang. Jarak antar
pilar adalah 20 meter
5. Lintasan jembatan yang didesain dan dianalisis hanya bagian lintasan yang lurus
dan bertipe single pier
6. Lingkup peninjauan studi hanya sebatas tendon tanpa lekatan dan tulangan baja
pada pilar struktur jembatan guideway monorel (Substructure).
merupakan hal yang penting. Tendon prategang tanpa lekatan didesain tidak
mengalami kelelehan pada saat gempa utama terjadi.
3. Kajian literatur terkait topik tugas akhir
Literatur yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini berkaitan dengan desain
dan analisis pilar pracetak dengan sistem hybrid. Perilaku pilar pracetak
menyerupai dinding geser (shearwall) sehingga terdapat beberapa literatur dinding
geser dengan tendon tanpa lekatan yang digunakan sebagai referensi.
4. Perencanaan dan pemodelan struktur
Pemodelan struktur guideway monorel menggunakan program MIDAS/Civil 2011.
Struktur guideway monorel dimodelkan berbentuk portal lintasan lurus lima
bentang dengan panjang per bentang sebesar 20 meter.
Dalam pemodelan ini, beban yang diperhitungkan adalah beban gempa dan beban
monorel. Beban monorail pada lintasan lurus meliputi berat monorail saat terisi
penuh, faktor kejut, beban rem, beban angin, dan lain-lain.
5. Analisis kinerja struktur
Struktur jembatan guideway monorel yang sudah didesain dengan beban-beban
rencana, akan dianalisis dengan pushover sehingga dapat diketahui kinerjanya. Bila
terjadi beban ultimate, diharapkan struktur jembatan guideway monorel berada
pada kinerja immediate occupancy (IO) atau Life Safety (LS). Selain analisis nonlinier statik, dilakukan juga analisis non-linier dinamik menggunakan analisis nonlinier time-history (NLTHA). NLTHA diharapkan dapat memberikan hasil analisis
tambahan yang menjadi keterbatasan pada analisis pushover, seperti perilaku
sistem struktur pada saat terjadi beban bolak-balik. Hasil yang didapat dari NLTHA
dapat menghasilkan perilaku sistem hybrid yang terjadi pada struktur jembatan
guideway monorel sehingga efek self-centering dapat terlihat.
6. Kesimpulan
Ringkasan hasil akhir dari analisis pushover dan NLTHA dapat menjawab tujuantujuan yang sudah didefinisikan disebelumnya.
Pemilihan
Topik
Perencanaan
dan
Pemodelan
Struktur
Analisis
Kinerja
Struktur
Penentuan
Parameter
Desain
Kajian
Literatur
Kesimpulan
10
BAB II
KAJIAN LITERATUR
II.1. Perkembangan Keilmuan Pilar Jembatan Terhadap Beban
Gempa
Pilar jembatan merupakan bagian dari struktur bawah jembatan (substructure).
Fungsinya adalah memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang
ditimbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada
tumpuan, dan lain-lain. Selanjutnya, beban dari struktur bawah jembatan akan
disalurkan ke fondasi lalu ke tanah dasar. Bagian-bagian pilar jembatan adalah kepala
pilar (pier-head), pilar (pier), konsol pendek untuk jacking (corbel), dan tumpuan
(bearing). Bentuk pilar jembatan dapat berupa dinding, pilar, atau portal.
Seiring dengan kebutuhan proses konstruksi yang singkat, sistem konstruksi
jembatan banyak dikembangkan. Berbagai percobaan eksperimental dan studi
analitikal dilakukan untuk menyempurnakan sistem pilar jembatan pracetak.
Alasannya, sistem pracetak menjadi terobosan masa depan yang dapat mengatasi
masalah konstruksi. Berikut adalah contoh jembatan yang menggunakan pilar pracetak.
Gambar II. 1 Jalan Layang Louetta, Houston, Texas dengan sistem post-tensioned
11
12
Gambar II. 2 Ilustrasi perilaku sambungan dengan tulangan baja (Heiber et al., 2005)
Gambar II. 3 Perilaku histeretik untuk sistem monolit tulangan baja (Guerra et al.)
Berbeda untuk pilar jembatan pracetak (precast), deformasi pada pilar tidak
hanya disebabkan deformasi plastis pada daerah join di dasar pilar. Akan tetapi,
deformasi disebabkan oleh rotasi keseluruhan segmen pilar terhadap dasarnya. Perilaku
pada pilar pracetak menyerupai fondasi goyang (rocking foundation), yaitu fondasi
akan terangkat dari tanah ketika momen tahanan dari gravitasi sudah terlampaui oleh
beban. Prinsipnya, beban vertikal (berat sendiri pilar dan beban lain di atas pilar
jembatan) yang terjadi pada pilar jembatan akan menghasilkan momen tahanan
terhadap beban lateral sehingga mencegah pilar jembatan guling. Akan tetapi pada
kenyataannya, beban vertikal tidak dapat menghasilkan momen tahanan yang cukup
untuk menahan beban lateral yang dihasilkan oleh gempa, maka tendon prategang
adalah salah satu solusinya. Gaya tekan yang dihasilkan dari tendon prategang akan
13
menambah momen tahanan cukup signifikan. Hanya saja, energi disipasi dari kurva
histeretik beton pracetak yang menggunakan tendon prategang relatif lebih rendah
dibandingkan beton monolit yang menggunakan tulangan baja (Hewes and Priestly,
2002).
Gambar II. 4 Perilaku pilar jembatan pracetak terhadap beban lateral (Hewes and Priestly, 2002)
Ide dari penggunaan pilar jembatan sistem hybrid pada pilar pracetak dapat
digambarkan sebagai berikut.
14
Sistem hybrid diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai kendala-kendala dalam
penerapan pilar pracetak di daerah seismik. Berikut adalah perilaku dari pilar pracetak
sistem hybrid.
Selain itu, terdapat juga mekanisme yang dihindari dalam pendesainan pilar pracetak
sistem hybrid pada saat terjadi beban seismik, sebagai berikut.
15
Gambar II. 8 Contoh desain tampak pilar jembatan sistem hybrid (Hieber et al., 2005)
Pilar Jembatan pracetak didesain dapat bergoyang saat terjadi gempa. Rotasi pilar
akibat perpindahan lateral relatif antara cap-beam dan fondasi yang mengakomodasi
terbentuknya bukaan pada muka atas dan bawah pilar. Selama beban gempa terjadi,
disipasi energi terjadi akibat perilaku histeretik dari tulangan baja. Tendon prategang
tanpa lekatan didesain tidak mengalami kelelehan selama gempa terjadi. Tendon
prategang tanpa lekatan tidak mengalami kelelehan dikarenakan kenaikan regangan,
selama pilar bergoyang, didistribusikan keseluruh panjang tendon. Oleh karena tetap
elastik, tendon prategang tidak menghasilkan disipasi energi, tetapi menghasilkan sifat
self-centering. Sifat ini yang menyebabkan sistem hybrid memiliki regangan sisa yang
kecil setelah gempa terjadi.
16
Tulangan baja perlu diberikan panjang penyaluran agar tidak patah akibat
regangan yang besar pada bukaan daerah join. Berikut merupakan ilustrasi sambungan
pada daerah join bawah pilar. Satu hal yang tidak kalah penting adalah proteksi tendon
prategang terhadap korosi. Korosi dapat menyebabkan kehilangan gaya prategang
sehingga menyebabkan kehilangan sifat self-centering. Akibatnya, regangan yang
lebih besar akan terjadi pada tulangan baja.
Gambar II. 9 Ilustrasi perilaku sambungan dengan tulangan baja dan tendon prategang tanpa lekatan
(Heiber et al., 2005)
17
kepala pilar
girder
Gambar II. 10 Metode konstruksi pilar jembatan dengan tendon tanpa lekatan post-tensioned
18
Gambar II. 11 Ilustrasi tiga buah komponen penting pada metode berbasis perpindahan (NCHRP 440,
2013)
20
21
Gambar II. 12 Kurva perpindahan terhadap base shear didapatkan dari analisis pushover (Moehle dan
Deierlein, 2004)
22
Level kinerja jembatan : Fully Operational, Operational, Life Safety, dan Collapse
Secara singkat, PBSD dibagi menjadi empat tahap desain sederhana berdasarkan
Pacific Earthquake Engineering Research Center (PEER), sebagai berikut :
1. Analisis bahaya seismik dengan memperkirakan beban seismik yang akan terjadi
pada daerah akan dibangun jembatan berdasarkan pengukuran intensitas (IM).
Contohnya adalah spektra percepatan (SA)
2. Analisis struktur berdasarkan dengan perilaku struktur terhadap beban seismik
yang terkait kebutuhan parameter rekayasawan (EDPs), seperti regangan, rotasi,
perpindahan, drift, atau gaya dalam
3. Analisis kerusakan berdasarkan perilaku struktur terhadap pengukuran kerusakan
(DMs) yang menggambarkan kondisi struktur, seperti level kinerja : Fully
Operational, Operational, Life Safety, dan Collapse
4. Analisis kerugian berdasarkan kerusakan infrastruktur terhadap beberapa tipe
variable keputusan (DV), seperti biaya perbaikan, tingkat gangguan keselamatan
jiwa, maupun lamanya jembatan tidak dapat digunakan.
23
Lebih rinci, PBSD juga memiliki level kinerja jembatan (PLs) yang harus dipenuhi
berdasarkan kemungkinan bahaya gempa yang akan dialami jembatan dan umur
jembatan yang diinginkan (ASL). Kemungkinan bahaya gempa dibagi menjadi dua,
yaitu gempa dengan periode ulang 100 tahun dan 1000 tahun.
Tabel II. 2 Minimum level kinerja untuk jembatan (FHWA, 2006)
PL0 : No minimum, yaitu tidak ada minimum level kinerja jembatan yang diatur
PL1 : Life safety, yaitu terdapat kerusakan utama pada jembatan, operasional
jembatan terganggu, tetapi keselamatan jiwa terjamin. Terdapat kemungkinan
jembatan harus diganti sesudah terjadi gempa rencana.
PL2 : Operational, yaitu kerusakan pada jembatan minimum dan kendaraan darurat
dapat melintasi jembatan setelah inspeksi dan pembersihan puing. Jembatan dapat
diperbaiki dengan atau tanpa rekayasa lalu lintas.
PL3 : Fully operational, yaitu tidak terdapat kerusakan pada jembatan dan seluruh
kendaraan yang direncanakan dapat melintasi jembatan setelah inspeksi dan
pembersihan puing. Jembatan dapat diperbaiki tanpa mengganggu lalu lintas.
24
Dalam melakukan desain terhadap level kinerja yang diinginkan, dapat melihat dengan
beberapa hubungan. Salah satunya hubungan deformasi terhadap base shear
Gambar II. 14 Hubungan level kinerja dengan kurva deformasi terhadap base shear (FEMA-356)
Keterangan :
Collapse Prevention (CP) : deformasi yang lebih besar dari deformasi point C,
tetapi tidak lebih besar dari 0,75 deformasi point E.
Hubungan lainnya, level kinerja jembatan dapat diketahui dengan melihat batas-batas
parameter yang terdapat pada jembatan.
25
26
27
Analisis ini cocok untuk PBSD apabila struktur sengaja didesain elastik selama gempa
terjadi. Analisis ini diadopsi pada metode desain berbasis perpindahan (AASHTO
SGS).
Analisis Statik Non-Linear
Analisis ini biasanya dikenal dengan nama analisis pushover. Analisis Pushover
menghasilkan kurva kapasitas yang dapat diolah untuk mengetahui kapasitas gaya dan
deformasi non-linear dari struktur. Perilaku struktur juga dapat diamati dari kurva
kapasitas, seperti daktilitas, koefisien modifikasi, dan over-strength. Terdapat dua tipe
pushover, yaitu kontrol gaya dan kontrol perpindahan. Pada dasarnya, gaya atau
perpindahan akan bertambah secara terus-menerus (monoton) sampai batas yang ingin
diamati selama analisis ini. Besarnya gaya atau perpindahan yang diberikan hingga
membuat struktur gagal. Selain kapasitas, analisis pushover dapat menghasilkan
kinerja struktur bila terjadi gempa. Kurva kapasitas yang didapatkan diplot secara
ADRS (acceleration displacement response spectra) dan dibandingkan dengan respons
spektra gempa yang terjadi pada struktur. Titik perpotongan kedua kurva adalah
performance point. Evaluasi kinerja dan desain struktur dapat diketahui dari hasil
performance point.
28
Analisis statik non-linear dibagi menjadi dua, yaitu satu derajat kebebasan (SDOF) dan
banyak derajat kebebasan (MDOF). Pada SDOF, terdapat dua metode, yaitu metode
29
koefisien dan linearisasi ekivalen. Sedangkan MDOF, memiliki dua metode, yaitu
analisis modal pushover dan prosedur kombinasi modal adaptif. Untuk pendesainan
jembatan, cukup dengan menggunakan SDOF untuk analisis statik non-linear,
sedangkan MDOF untuk gedung tinggi.
Analisis Dinamik Non-Linear
Analisis ini dinamakan non linier time-history, merupakan tambahan dari analisis
linear responsse history dengan material dan perilaku geometri non-linear. Untuk
melakukan analisis dengan hasil yang optimal, diperlukan beberapa data ground
motion. Setiap ground motion mengandung komponen goyang dua arah horizontal dan
komponen goyang arah vertikal. Kesulitan dalam analisis ini adalah pemilihan dan
kalibrasi skala dalam memasukan gound motion (NEHRP, 2011), kalibrasi dan validasi
perilaku histeretik elemen, perilaku redaman elastik (Charney, 2008), dan
permasalahan komputasi (waktu proses). Pada analisis ini juga terdapat metode
simplifikasi yang disebut respons spektra daktilitas konstan atau inelastik. Metode ini
merupakan tambahan dari respons spektra elastik.
Beban mati, seperti berat elemen prefabrikasi, berat elemen yang dicor ditempat,
berat lintasan dan perlengkapannya (lintasan monorel, dinding penahan, panel
peredam suara, dan lain-lain)
Beban tetap lainnya, seperti beban akibat perbedaan settlement (SE), tekanan tanah
(EH), efek dari gaya prategang (PS), atau kekangan struktur eksternal (ER). Selain
itu, dapat diperhitungkan juga gaya akibat buoyancy (B).
30
()
()
1 () = =
2 2
Keterangan:
l
= masa per unit panjang dari guideway, termasuk seluruh beban mati
yang dipikul dan berat sendiri guideway, (kg/m)
Ec
Ig
VCF
31
32
Bila beban sentrifugal dan hunting bekerja bersama-sama, maka diambil beban
yang nilainya lebih besar saja. Bila jenis roda monorel yang digunakan
berbahan karet, maka nilai friksi tidak perlu diperhitungkan.
Efek Temperatur
Pengaruh temperature akan mempengaruhi perubahan volume dan pergerakan pada
guideway yang menyebabkan adanya beban tambahan sehingga untuk pemodelan
struktur yang akan mengalami kekangan harus dikaji lebih teliti. Terdapat dua
bagian yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kisaran Temperatur
Untuk Jakarta dan sekitarnya, perbedaan temperature untuk periode ulang 75
tahun berkisar antara 23oC sampai dengan 37oC atau dapat juga diambil 7oC
dari rata-rata temperatur 30oC.
b. Koefisien Perbesaran Termal
6
Koefisien untuk setiap perubahan suhu 1oC diambil sebesar 12 10
33
Besarnya rangkak pada r-hari pembebanan dapat dihitung dengan rumus, sebagai
berikut:
=
Dengan merupakan tegangan elastik awal sedangkan , , dan merupakan
faktor koreksi terhadap kelembaban, rasio volume-luas, dan waktu yang nilainya
dihitung sebagai berikut:
= 4,25 0,25
2
= 550 [1 (
) ] 106
100
34
= 1 0,1
:
rv = rasio volume luas permukaan
t = waktu setelah (7 hari)
H = kelembaban relatif (85%)
Beban Seismik
Struktur monorel didesain untuk dapat menahan beban gempa dengan kinerja yang
memuaskan. Beban seismik dalam pemodelan akan diberikan sesuai dengan SNI
2833-2013 menggunakan respons spektra.
Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah pada kondisi service untuk mendesain
guideway beam dan ultimate untuk mendesain pilar jembatan. Kombinasi pembebanan
dapat menggunakan sesuai pada peraturan atau ditentukan sesuai dengan pertimbangan
dari pendesain. Pada tugas besar ini, kombinasi pembebanan berdasarkan ACI 343.1R12. Berikut adalah kombinasi pembebanannya.
Tabel II. 9 Kombinasi pembebanan service (atas) dan ultimate (bawah)
S2
0.3 0.3 1
S3
0.3 0.3
S4
S4-1
SH+CR Diff
35
EQ
1
1
0.67
1.3
1.3
1.7
U1
1.3
1.3
1.4
U2
1.3
1.3
1.4
U3
1.3
1.3
1.4
U3-1
1.3
1.3
1.4
U4
1.3
1.3
1.4
U6
1.3
1.3
1.5
1
1.4
CF or
HF
SH+C Diff EQ
R
1.7
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.5
1.3
Keterangan :
DL
= beban mati
HF
= beban hunting
Sdl
CL
= collision force
= beban temperatur
PS
SH
WS
CR
WL
Diff
= perbedaan penurunan
LFn
EQ
= beban gempa
LFe
*Pada kombinasi U3-1, beban gempa untuk arah x dan y dikombinasikan 1 untuk suatu arah dan 0.3
untuk arah lainnya, serta dikombinasikan nilai positif dan negatif.
36
1. Pada arah vertikal, tidak boleh ada diskontinuitas sistem peredam gaya lateral (gaya
gempa) yang signifikan dan sistem didesain hanya memiliki satu daerah kritis
untuk menahan gaya aksial dan lentur, yaitu di bawah pilar.
2. Tendon post-tensioned tanpa lekatan diangkur dari ujung ke ujung pilar dan lokasi
duct tunggal berada di sumbu netral dari potongan melintang pilar. Bila duct
berjumlah dua atau lebih, harus diletakan secara simetris di sisi-sisi sumbu netral
dan tidak lebih dari 10% panjang dari sumbu netral ke tepi potongan melintang.
3. Disipasi energi diakomodasi oleh tulangan baja yang berada di daerah join antara
muka pilar bawah dan atas fondasi. Tulangan baja pada daerah ini disebut (tulangan
pendisipasi energi atau energy-dissipating energy)
4. Tendon tanpa lekatan didesain tidak mengalami kelelehan saat daerah join terbuka
dan struktur mencapai perpindahan desain. Sedangkan, tulangan pendisipasi energi
didesain leleh pada kondisi tersebut.
37
Dalam perencanaan yang lebih mendetail, maksimum drift ( ) yang dijinkan tidak
melebihi nilai yang dihitung dengan formula berikut.
0,9 0,8[ ] + 0,5 3,0, [ ] 0,5
= 23
Berdasarkan percobaan eksperimental, nilai [ ] 0,5 akan memberikan
perilaku dominan perpindahan akibat lentur. Bila [ ] < 0,5, akan memberikan
perilaku dominan perpindahan akibat geser. Untuk menghitung minimum gaya
prategang mengacu pada formula berikut.
+ 0,9 =
Dengan merupakan kekuatan tarik dari tulangan pendisipasi energi,
merupakan berat sendiri ditambah dengan seluruh beban tambahan, dan adalah
kekuatan gaya prategang.
Gambar II. 18 Kurva perilaku dinding geser antara perpindahan dan beban lateral
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Umum
Metodologi penelitian merupakan pemaparkan dari tahapan-tahapan studi dan analisis
selama pengerjaan tugas akhir. Secara umum, metodologi penelitian pada tugas akhir
ini dapat dibedakan menjadi dua bagian utama, yaitu :
1. Prosedur studi
2. Metode analisis
Pendahuluan
Kajian
Literatur
Metodologi
Penelitian
Penerapan
kajian
literatur
dilakukan dengan penyusunan
suatu prosedur untuk mencapai
tujuan
berdasarkan
metode
analisis yang sudah ditentukan
39
40
Berikut adalah penjelasan mengenai tahapan-tahapan yang terdapat pada diagram alir
diatas:
1. Penentuan Parameter Jembatan
Dalam mendesain suatu jembatan, penentuan berbagai parameter merupakan hal
yang penting, seperti fungsi, material, dimensi dan jumlah bentang jembatan, tipe
struktur jembatan, lokasi, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk menentukan
berbagai besaran desain pada tahap preliminary design. Berbagai parameter
jembatan sudah disebutkan pada bab I
2. Pembebanan Jembatan
Pembebanan jembatan yang digunakan pada tugas akhir ini mengacu pada ACI
343.1R-12 untuk beban-beban pada jembatan guideway monorel dan SNI 28332013 untuk beban seismik, yaitu gempa. Beban-beban non-seismik pada tugas
akhir ini adalah beban tetap, monorel dan kejut, rem, efek temperatur, rangkak dan
susut, hunting, prategang dari guideway beam tendon, dan angin
3. Preliminary Design Struktur
Tahap preliminary design merupakan tahap perencanaan awal pada proses desain
suatu struktur. Tujuannya adalah memperkirakan model struktur yang paling sesuai
dengan kondisi di lapangan. Hasilnya adalah dimensi dan desain dari elemenelemen pemikul beban, seperti pilar jembatan, guideway beam, pier head,
kebutuhan jacking stress untuk guideway beam tendon, dan lain-lain. Pendesainan
pada tahap ini berdasarkan AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Specification 6th
Edition dan AASHTO LRFD 2011 Seismic Bridge Design Specification 2th Edition
4. Pemodelan Struktur
Pemodelan struktur pada tugas akhir ini menggunakan MIDAS CIVIL 2011.
MIDAS CIVIL 2011 dipilih karena dapat memodelkan tendon prategang dan
memasukan parameter-parameter untuk kebutuhan non-linier, seperti kurva
backbone monotonik, diagram interaksi, hingga model histeretik. Pada sistem yang
akan ditinjau memiliki karakteristik tersendiri untuk perilaku non-liniernya
41
sehingga diperlukan user input pada sendi plastisnya. Diperlukan dua buah model
struktur dengan sistem yang berbeda, yaitu sistem konvensional dengan tulangan
biasa dan sistem hybrid dengan tambahan tendon prategang unbonded. Kedua
model memiliki kesamaan pemodelan struktur, tetapi memiliki perbedaan dalam
detailing dan parameter-parameter sendi plastis
5. Pengecekan Persyaratan Struktur
Pengecekan persyaratan struktur pada jembatan tidak sebanyak dibandingkan pada
bangunan. Pada jembatan, persyaratan-persyaratan desain mengarah pada
pembebanan, metode desain, dan detailing dibandingkan persyaratan hasil desain
struktur, seperti periode dan drift struktur. Pengecekan persyaratan struktur
mengacu pada AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Specification 6th Edition dan
AASHTO LRFD 2011 Seismic Bridge Design Specification 2th Edition.
Pengecekan struktur dalam tugas akhir ini adalah pengecekan deformasi (chamber)
dari guideway beam, kelangsingan pilar, dan besarnya stress pada guideway beam
tendon.
6. Detailing Pilar
Detailing pilar merupakan tahap pendesainan tulangan longitudinal, sengkang
(confinement), panjang penyaluran, dan lain-lain, pada daerah dan diluar daerah
sendi plastis. Pada sistem hybrid, tahap detailing mencangkup desain jumlah
tendon dan besarnya stress pada tendon unbonded. AASHTO LRFD 2012 Bridge
Design Specification 6th Edition, CALTRANS Seismic Design Criteria SDC 1.7,
SNI 2847-2013 dan SNI 2833-2013 digunakan sebagai acuan dalam melakukan
detailing pilar. Selain itu, program SP Column digunakan untuk membantu dalam
pendesainan tulangan longitudinal yang sesuai dengan persyaratan untuk sistem
konvensional. Sedangkan, untuk detailing sistem hybrid dibuat menyerupai
kapasitas sistem konvensional.
42
7. Pengecekan Efek P-
Pengecekan Efek P- dari struktur jembatan guideway monorel dapat dilakukan
setelah tahap detailing pilar sudah dilakukan. Persyaratan efek P- diatur pada
AASHTO LRFD 2012 yang membutuhkan hasil dari detailing pilar. Efek P-
harus dipenuhi agar tidak terjadi penurunan kekuatan saat plastifikasi terjadi
8. Pemodelan Sendi Plastis dan Perhitungan Properti Sendi Plastsis.
Sebelum melakukan pemodelan sendi plastis dan perhitungan properti sendi plastis
pada MIDAS CIVIL 2011, diperlukan membuat diagram interaksi dan properti
sendi plastis, khususnya untuk sistem hybrid. EXTRACT adalah program yang
digunakan untuk membantu dalam membuat kurva momen-kurvatur sistem hybrid
maupun konvensional dan diagram interaksi untuk sistem hybrid. Selanjutnya,
hasil dari EXTRACT diolah menjadi kurva monotonik backbone dan model
histeretik sesuai ketentuan ASCE 41-13 sebagai input pada MIDAS CIVIL 2011
untuk mendefinisikan parameter non-linier pada pushover analysis dan non-linier
time history analysis.
9. Analisis Perbandingan Sistem Konvensional dan Hybrid
Setelah melakukan analisis pushover dan non-linier time history, maka dapat
dilakukan analisis perbandingan untuk kedua sistem. Beberapa parameter yang
ditinjau pada studi ini adalah residual drift, level kinerja struktur, daktilitas,
overstrength, kapasitas drift, dan lain-lain.
43
Metode analisis statik non-linier yang digunakan pada tugas akhir ini adalah analisis
pushover dengan jenis modal pushover. Analisis pushover untuk melakukan evaluasi
terhadap preliminary design dan sistem struktur untuk daktilitas, overstrength, dan
kapasitas drift. Sedangkan, metode analisis riwayat waktu non-linier (NLTHA) untuk
melakukan evaluasi terhadap perilaku sistem struktur sistem hybrid. Perilaku sistem
hybrid yang ditinjau adalah sifat self-centering akibat mekanisme goyang (rocking
mechanism) dari model histeretik flag shape. Selanjutnya, perilaku sistem hybrid
dibandingkan dengan sistem konvensional.
44
BAB IV
PEMODELAN STRUKTUR
IV.1. Deskripsi Umum
Pada tugas akhir ini dimodelkan dua buah jembatan yang tipikal satu sama lain
dalam berbagai hal, hanya memiliki perbedaan pada detailing pilar. Perbedaan pada
detailing pilar disebabkan oleh perbedaan sistem pendisipasi energi beban seismik.
Pada model jembatan pertama, sistem pendisipasi energinya adalah beton bertulang
biasa (sistem konvensional). Sedangkan, model jembatan kedua menggunakan beton
bertulang yang diberikan tendon prategang unbonded (sistem hybrid).
Jembatan yang akan dikaji pada tugas akhir ini diperuntukan sebagai jembatan
guideway monorel berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Tipe struktur
jembatan adalah integrated and continuous span (sistem portal) dengan jalur lurus.
Panjang jembatan adalah 100 meter yang dibagi menjadi lima bentang sehingga
panjang jembatan per bentang adalah 20 meter. Kelas situs tanah diasumsikan adalah
tanah lunak (SE). Model jembatan akan dimodelkan pada program MIDAS CIVIL
2011.
45
Gambar IV. 1 Tampak depan (atas), tampak samping (tengah), dan 3D (bawah) dari jembatan guideway
monorel
46
Material struktur jembatan guideway monorel adalah beton. Mutu beton yang
digunakan berbeda-beda pada masing-masing komponen. Secara ringkas dapat dilihat
pada tabel berikut:
Mutu Beton
(Mpa)
37
37
50
Komponen
Pilar
Pier Head
Guideway Beam
Material tulangan baja pada pemodelan struktur menggunakan kekuatan baja ASTM
A-615 Grade 60 yang setara dengan kuat tarik leleh sebesar 410 MPa. Tipe strand
menggunakan ASTM A-416 Grade 270 low relaxation strand yang memiliki tegangan
ultimate 1860 MPa.
Material
Untuk melakukan pemodelan struktur, diperlukan mendefinisikan material terlebih
dahulu. Berikut adalah data material elemen struktur jembatan yang digunakan:
Tabel IV. 1 Material elemen struktur
Element
fc' (N/mm2)
Ec (N/mm2)
Guideway beam
50
33230
Kepala Pilar
37
28580
Pilar
37
28580
Keterangan: = 4700
Selain itu, terdapat data tambahan untuk material beton dan tulangan baja untuk
input pada MIDAS CIVIL 2011:
47
Tabel IV. 2 Data tambahan untuk material beton, tulangan baja, dan tendon
Material
Beton
Tulangan Baja
Tendon
Es
200000 MPa
196500 MPa
fy
400 MPa
1675.427 MPa
Berat
2400 kg/m3
Poisson ratio
0.2
0.3
0.3
Koefisien termal
12E-06/1C0
12E-06/1C0
12E-06/1C0
Tidak
diperhitungkan
7850 kg/m3
Guideway beam
Guideway beam merupakan komponen pemikul momen dan penyalur beban ke
struktur bawah (substructure) akibat beban-beban sementara. Guideway beam juga
sebagai lintasan monorel. Pada jembatan ini, pendisipasi energi gempa hanya pilar
jembatan saja. Oleh karena itu, guideway beam tidak diberikan sendi plastis. Pada
subbab I.4 sudah dijabarkan bentuk dan dimensi guideway beam mengikuti gambar
kerja yang sudah ada, yaitu bentuk persegi panjang dengan dimensi 800 x 1800
mm.
Kepala pilar
Kepala pilar (pier head) merupakan bagian struktur bawah jembatan yang
berfungsi menyalurkan beban dari balok atau pelat diatasnya ke pilar jembatan.
Bila dilihat pada tampak depan (transversal), kepala pilar memiliki bentuk nonprismatik. Kepala pilar pada bagian tengah memiliki tinggi 1800 mm, kemudian
berubah menjadi 1200 mm, dan pada bagian tepi memiliki tinggi 1000 mm. Pada
tampak memanjang (longitudinal), kepala pilar memiliki tebal 1600 mm.
48
Pilar
Pilar merupakan komponen pemikul aksial dan momen serta penyalur beban dari
guideway beam ke fondasi. Pilar merupakan bagian vital pada jembatan ini karena
merupakan satu-satunya komponen pendisipasi energi gempa. Pemodelan pilar
untuk sistem hybrid dan konvensional tidak memiliki perbedaan. Kedua sistem ini
akan memiliki perbedaan pada pemodelan sendi plastid an detailing. Pilar memiliki
bentuk lingkaran dengan diameter 1100 mm dan tinggi 10 m. Pemodelan pilar
setinggi 10 m pada MIDAS CIVIL 2011 dengan partisi setiap 2,5 m disebabkan
pilar jembatan adalah pracetak. Oleh karena pilar merupakan komponen
pendisipasi energi, momen inersia pilar wajib diberikan reduksi dalam
pendesainan. Pada saat pilar mengalami keretakan akibat mendisipasi energi
gempa, momen inersia pilar menjadi momen inersia efektif. Momen inersia efektif
pilar adalah 70% dari momen inersia awal pilar.
Tendon prategang
Tendon prategang dipasang pada guideway beam dan khusus untuk sistem hybrid,
tendon juga dipasang pada pilar. Pendefinisian properti tendon diperlukan sehingga
pemodelan dapat dilakukan dengan baik. Berikut adalah properti dari tendon
ASTM A-416 Grade 270 low relaxation strand yang digunakan dalam desain:
Tabel IV. 3 Properti tendon pada jembatan guideway monorel
Guideway Beam
Unbonded
Diameter (nominal)
12.7 mm
12.7 mm
Nominal area
98.7 mm
98.7 mm
Load at 1% extension
165.3 kN
165.3 kN
183.7 kN
183.7 kN
1860 MPa
1860 MPa
1675,426 MPa
1675,426 MPa
0.2/rad
0.07/rad
0.0026 /m
0.0033 /m
6 mm
6 mm
Frictional coefficient
Wobble coefficient
Wedge draw-in
Relaxation
49
Untuk nilai koefisien relaksasi pada MIDAS CIVIL 2011, digunakan metode
pendekatan magura dengan nilai 45 (low relaxation strand).
Pemasangan tendon pada guideway beam bertujuan untuk mengakomodir
persyaratan defleksi kondisi service. Tendon-tendon pada guideway beam
mengunakan sistem bonded prestressed. Terdapat dua jenis peletakan tendon yang
dipasang pada guideway beam.
Pertama diletakkan pada setiap guideway beam berjumlah dua buah pada masingmasing sisi kiri dan kanan. Bentuk layout tendonnya adalah parabolik. Tujuannya
agar pada saat konstruksi di lapangan, tendon tidak mengalami defleksi berlebihan
akibat beban sendiri dan beban konstruksi.
Pada masing-masing tendon diisi Sembilan buah strand dengan diameter duct
adalah 63 mm. Referensi besarnya duct yang diperlukan berdasarkan brosur PT.
VSL International.
50
Untuk sistem hybrid, tendon tanpa lekatan yang terdapat di pilar tidak dimodelkan
pada MIDAS CIVIL 2011 karena keterbatasan program MIDAS CIVIL. Bila
tendon tanpa lekatan dimodelkan pada pilar, maka pengaruhnya hanya sebatas pada
gaya dalam yang diterima oleh pilar meningkat tanpa menghasilkan perilaku atau
kinerja dari sistem hybrid. Oleh karena itu, pemodelan tendon tanpa lekatan pada
pilar dilakukan menggunakan program XTRACT untuk mendapatkan perilaku dari
pilar sistem hybrid dan MIDAS CIVIL 2011 hanya digunakan untuk mengetahui
gaya prategang efektif akibat kehilangan gaya pratekan. Gaya prategang efektif
tersebut digunakan sebagai input gaya tendon prategang pada pemodelan di
XTRACT. Hasil perilaku yang sudah diolah, selanjutnya di-input secara manual ke
dalam MIDAS CIVIL 2011 sehingga analisis dari perilaku dan kinerja sistem
hybrid dapat dilakukan oleh MIDAS CIVIL. Pemodelan ini akan lebih lanjut
dibahas pada subbab IV.2.3.
Beban mati
Besarnya gaya dalam akibat beban mati merupakan fungsi dari berat jenis dari
material yang digunakan.
51
Berdasarkan AASHTO 2012, berat jenis berbagai jenis material adalah sebagai
berikut:
Tabel IV. 4 Berat jenis berbagai material (AASHTO LRFD 2012)
3 dan
52
917
1.500
12.053
900
12.053
5.700 1.500
1.500
917
12.053
5.700 1.500
Panjang
: 12053 mm
Tinggi
: 2700 mm
Lebar
: 917 mm
: 7200 mm
Jarak as bogie
: 1500 mm
Kecepatan maksimum
Percepatan
: 3,6 km/jam/det
Perlambatan
: 3,6 km/jam/det
Beban monorel dimodelkan sebagai moving load pada MIDAS CIVIL 2011.
1 =
() 16,667
=
= 0,167
()
100
33234018716 0,3888
=
= 0,301
2 2
2 1002
3523,68
0,167
=
= 0,177 < 0,3 ( . 5)
21
2 0,301
Keterangan:
l
= masa per unit panjang dari guideway, termasuk seluruh beban mati
yang dipikul dan berat sendiri guideway, (kg/m)
Ec
Ig
VCF
Oleh karena nilai perhitungan faktor kejut (IM) kurang dari faktor kejut
minimum, maka digunakan faktor kejut (IM) minimum, yaitu 0,3. Faktor kejut
dikalikan dengan masing-masing axle load pada pemodelan moving load beban
monorel.
55
= = 8
Gambar IV. 6 Tampak atak pemodelan beban rem untuk guideway beam kanan (Lfe Right)
= = 8
= 0.08 = 0.08 8 = 0.64
56
Gambar IV. 7 Tampak atas pemodelan beban hunting untuk guideway beam kanan (HF Right)
Gambar IV. 8 Tampak atas pemodelan beban angin pada monorel (atas) dan struktur jembatan (bawah)
57
Gambar IV. 9 Tampak depan pemodelan beban angin pada struktur jembatan (kiri) dan monorel (kanan)
58
Gambar IV. 10 Interface untuk mendefinisikan properti material dan lingkungan MIDAS CIVIL 2011
Beban Seismik
Pada tugas akhir ini, digunakan dua jenis analisis gempa pada model jembatan
guideway monorel. Jenis pertama adalah analisis respons spektra dan yang kedua
adalah analisis riwayat waktu (THA). Analisis riwayat waktu membutuhkan data
percepatan batuan dasar (ground motion) yang sudah diskalakan dengan respons
spektra desain, sebagai beban seismik gempa.
Pada analisis respons spektra, beban seismik dari respons spektra dibuat
berdasarkan peta gempa propabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun di SNI 28332013.
59
= Jakarta
b. Kelas situs
= SE
c. Sds
= 0.837 g
d. Sd1
= 0.7975 g
e. PGAm
= 0.364 g
f. =
0.7975
0.837
= 0.953
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
Periode, T (detik)
Gambar IV. 11 Respons spektra jakarta tanah lunak situs SE
Beban seismik dari respons spektra perlu diskalakan sesuai dengan klasifikasi
operasi jembatan dan jenis substructure pendisipasi energi gempa.
60
Klasifikasi operasi jembatan guideway monorel adalah other karena jembatan ini
tidak diharuskan dapat beroperasi pada keadaan emergency sekalipun setelah
gempa rencana terjadi. Faktor skala dapat dihitung dengan rumus berikut:
=
Dimana :
g
= 0.2
5
= = 0.333
3
=
61
Perhitungan gaya statik ekivalen dapat menggunakan formula yang terdapat pada
SNI 2833-2013, sebagai berikut:
Persamaan diatas cukup berbeda untuk melakukan pengecekan struktur gedung.
Umumnya jembatan didesain menggunakan metode statik ekivalen karena metode
statik pada jembatan memberikan gaya desain yang cukup besar. Didapatkan hasil
perhitungan, gaya geser dasar akibat beban seismik dari respons spektra sudah
sama dengan gaya geser dasar akibat beban statik ekivalen. Oleh karena itu, faktor
skala untuk arah X dan Y sudah memadai.
Pada analisis riwayat waktu (THA), Riwayat percepatan batuan dasar yang
digunakan adalah El Centro 140o untuk arah X dan El Centro 230o untuk arah Y
selama 36,82 detik yang sudah diskalakan dengan respon spektra Jakarta sesuai
dengan SNI 1726-2012.
Beban-beban diatas diaplikasikan kepada model struktur dengan dua jenis kombinasi.
Hasil analisis dari kombinasi pembebanan dapat digunakan sebagai acuan untuk
desain. Jenis kombinasi pertama adalah service dan jenis kedua adalah ultimate.
Kombinasi service digunakan untuk melakukan pengecekan dan evaluasi desain
berdasarkan kenyamanan (serviceability) dari jembatan, seperti defleksi (chamber)
jembatan dan tegangan pada beton. Sedangkan, kombinasi ultimate digunakan untuk
mendesain detailing dari jembatan. Kombinasi pembebanan service dan ultimate sudah
dibahas pada subbab II.2.3 berdasarkan ACI 343.1R-12.
62
didesain
tetap
linier
sepanjang
beban
rencana.
Kurva
backbone
63
Gambar IV. 13 Pemodelan penampang sistem hybrid (kiri) dan sistem konvensional (kanan) pada XTRACT
64
BAB V
HASIL PERHITUNGAN
V.1. Model Struktur Jembatan
Sebelum melakukan analisis non-linier dan perilaku plastis terhadap sistem hybrid dan
konvensional, pemodelan dan perhitungan model jembatan harus dipastikan sudah
benar. Model jembatan untuk kedua sistem ini adalah sama, hanya berbeda pada
detailing dan pemodelan plastisnya. Pada subbab ini, seluruh penjabaran perhitungan
berlaku untuk kedua model sistem jembatan.
65
Berikut adalah hasil periode dan MPM dari MIDAS CIVIL 2011:
Tabel V. 1 Periode dan MPM dari MIDAS CIVIL 2011
EIGENVALUE ANALYSIS
Mode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Period (sec)
1.544
1.143
0.686
0.564
0.487
0.370
0.322
0.162
0.159
0.156
0.155
0.152
0.151
0.148
0.144
Maka dapat disimpulkan, periode getar alami struktur untuk arah X terdapat pada mode
keempat dengan nilai 0,564 detik dan arah Y terdapat pada mode kesatu dengan nilai
1,544 detik. Oleh karena pada mode kedua MPM jembatan didominasi oleh rotasi Z,
maka pada jembatan terjadi gaya dalam torsi yang cukup besar saat terkena gaya
gempa. Detailing pada pilar jembatan wajib didesain untuk mampu mengakomodasi
gaya torsi yang akan terjadi.
66
Defleksi dan tegangan beton pada guideway beam dipengaruhi oleh beban-beban
desain, khususnya gaya jacking dan banyaknya strand pada suatu tendon. Oleh karena
pada tugas akhir ini tidak berfokus pada pendesainan guideway beam jembatan
monorel, banyaknya strand pada tendon diiterasi oleh MIDAS CIVIL 2011 sehingga
menghasilkan defleksi dan tegangan beton yang maksimum. Besarnya gaya jacking
dan properti tendon sudah didefinisikan pada bab IV.
Defleksi jembatan
Untuk jembatan baja, alumunium, atau beton yang dilalui kendaraan, terdapat batas
defleksi yang harus dipenuhi (AASHTO LRFD 2012). Secara matematis, untuk
jembatan umum (general bridge) dengan beban kendaraan dapat dituliskan sebagai
berikut:
=
800
20
10
0
-10
73
78
83
88
93
98
103
-20
-30
Nomor Node
Service 1
Service 2
Service 3
Service 5
Defleksi Ijin
Defleksi Ijin
67
Service 4
108
30
20
10
0
-10
108
113
118
123
128
133
138
-20
-30
Nomor Node
Service 1
Service 2
Service 3
Service 5
Defleksi Ijin
Defleksi Ijin
Service 4
Gambar V. 1 Grafik defleksi pada guideway beam right (atas) dan left (bawah)
Tegangan beton
Tegangan pada beton menjadi parameter yang penting untuk balok prategang. Hal
ini disebabkan apabila gaya tekan stressing tendon terlampau besar, beton dapat
mengalami spalling atau bursting. Syarat batas untuk tegangan tarik dan tekan
beton diatur pada AASHTO LRFD 2012.
Tabel V. 2 Batas tegangan tekan beton prategang setelah loss pada kondisi service (AASHTO LRFD 2012)
68
Tabel V. 3 Batas tegangan tarik beton prategang sebelum loss pada kondisi service (AASHTO LRFD 2012)
Maka, berikut besarnya batas tegangan tekan dan tarik beton dihitung berdasarkan
tabel diatas:
= 22,5
= 3,53
69
Berdasarkan hasil perhitungan MIDAS CIVIL 2011, didapatkan tegangan beton pada kondisi service adalah sebagai
berikut:
70
71
Berdasarkan hasil dari defleksi dan tegangan beton pada guideway beam, desain
jembatan sudah memenuhi persyaratan serviceability.
= 37
= 10
= 28588,984
= 50
= 0,003
= 800
Properti tulangan baja untuk kedua sistem
= 706 60
= 420
= 200000
= 620
= 0,002
72
73
P-
Rasio
1.00
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Hybrid (Arah X)
0.575
Hybrid (Arah Y)
0.921
Konvensional (Arah X)
0.577
Konvensional (Arah Y)
0.924
Berdasarkan hasil yang didapatkan, pilar jembatan yang didesain tidak mengalami efek
P- saat terjadi beban seismik gempa.
74
Elastik-Peak
Peak-Failure
FC' (MPA)
40
30
20
10
0
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
0.0035
0.004
0.0045
REGANGAN
Gambar V. 3 Model Hognestad untuk tegangan dan regangan beton tidak terkekang
75
FC' (MPA)
50
40
30
20
10
0
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
REGANGAN
FC' (MPA)
50
40
30
20
10
0
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
REGANGAN
Gambar V. 4 Model Mander et.al untuk tegangan dan regangan beton terkekang
Tegangan dan regangan tulangan baja serta tendon prategang menggunakan model
yang sudah ada pada XTRACT. Untuk tegangan dan regangan tulangan baja, acuan
yang digunakan adalah ASTM 706 Grade 60 dengan model bilinier with strain
hardening. Sedangkan untuk tendon prategang, acuan yang digunakan adalah ASTM
76
A-416 Grade 270 low relaxation strand dengan model prestressing steel yang sudah
ada di dalam program.
Sistem hybrid
Untuk sistem hybrid, terdapat syarat yang harus dipenuhi untuk menghitung
banyaknya strand yang dibutuhkan dalam ACI ITG-5.2-09. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
+ 0,9 =
Keterangan:
= ()
=
=
=
=
Berdasarkan persamaan diatas, didapatkan jumlah strand yang dibutuhkan untuk
sistem hybrid adalah 118 buah dengan gaya prategang efektif setelah loss adalah
1018.142 MPa (27,08% loss dari gaya jacking). Pemodelan sistem hybrid pada
XTRACT dapat dilihat pada bab IV. Berikut momen-kurvatur dan diagram
interaksi dari sistem hybrid:
77
Bilinearisasi
8000
7000
MOMEN (KN-M)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
KURVATUR (1/M)
30000
20000
10000
5750, 2114.25
0
-8000
-6000
-4000
-2000
2000
4000
-10000
-20000
-30000
-40000
Momen (kN-m)
Diagram Interaksi
Gaya Aksial
78
6000
8000
= 0,0396
= 6175,352
= 0,0136
M/My
/y
Backbone Sistem Hybrid
Immediate Occupancy
Life Safety
Collapse Prevention
Kurva backbone histeretik sistem hybrid dapat dihitung dengan mengambil model
histeretik acuan berdasarkan eksperimen yang sudah ada. Model histeretik
eksperimen dinormalisasi sehingga berlaku untuk secara umum untuk sistem
hybrid dengan properti penampang yang berbeda-beda pada kelas yang sama.
Model histeretik eksperimen diambil dari paper yang berjudul Design, Modeling,
and Experimental Testing of a Seismic Resistant Bridge Column with PostTensioned Connection (Guerra, et. al). Program MIDAS CIVIL 2011 tidak dapat
mendefinisikan model histeretik secara manual. Namun, program ini menyediakan
beberapa model histeretik yang dapat diubah propertinya secara manual. Oleh
79
Momen (kN-m)
5000
4000
3000
2000
1000
0
0
0.02
0.04
0.06
0.08
Rotasi
0.1
0.12
0.14
Model Clough
= 366,105
Pada pendefinisian properti sendi plastis untuk model histeretik pada MIDAS
CIVIL 2011, perlu dihitung koefisien dan . Koefisien adalah rasio kekakuan
tepat setelah leleh dibandingkan dengan kekakuan elastik, sedangkan koefisien
adalah koefisien pangkat dalam persamaan kekakuan saat unloading.
80
MOMEN-KURVATUR SISTEM
KONVENSIONAL
8000
7000
6000
Momen (kN-m)
5000
4000
3000
2000
1000
0
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Kurvatur (1/m)
Hasil XTRACT
Bilinearisasi
81
0.07
0.08
0.09
40000
30000
20000
10000
5730, 2114.25
0
-8000
-6000
-4000
-2000
2000
4000
6000
8000
-10000
-20000
Momen (kN-m)
Diagram Interaksi
Gaya Dalam P
= 0,076
= 5652,715
= 0,011
82
M/My
IO
LS
CP
C
B
D
A
0
10
12
/y
Backbone (Kolom)
Immediate Occupancy
Life Safety
Collapse Prevention
Momen (kN-m)
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
Rotasi
Idealized
Gambar V. 12 Kurva histeretik model normal bilinier
0.08
0.09
BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
VI.1. Analisis Statik Non-Linier (Pushover)
Jenis analisis statik non-linier (pushover) yang dilakukan pada jembatan
guideway monorel adalah pushover modal. Melalui analisis pushover, didapatkan
daktilitas (), overstrength (), kapasitas drift, performance point, yield point, dan
ultimate point struktur. Dalam melakukan desain berbasis gaya (force based) sesuai
dengan peraturan SNI atau AASHTO LRFD, prinsip yang digunakan adalah equal
displacement. Untuk mendapatkan nilai kekuatan elastik desain gempa sebenarnya,
diperlukan analisis riwayat waktu linier atau linier time history (LTHA).
Dalam LTHA, jembatan dipaksa berperilaku tetap linier selama percepatan
batuan dasar (ground motion) terjadi. Hasil dari LTHA adalah base shear dan
displacement struktur yang kemudian digunakan hanya sebagai perbandingan terhadap
kurva kapasitas dan base shear design. Percepatan batuan dasar yang digunakan dalam
LTHA harus yang sudah diskalakan dengan respons spektra desain. Hasil perhitungan
kalibrasi gempa dibahas pada subbab VI.2.
Pada analisis pushover, diperlukan mendefinisikan structural behavior type atau
tipe perilaku struktur berdasarkan model histeretik atau perilaku penyerapan energi
(ATC 40-96). Pendefinisian tipe perilaku struktur berfungsi untuk perhitungan reduksi
respons spektra demand oleh damping dari struktur. Sistem hybrid memiliki model
histeretik flag shape dan sistem konvensional memiliki bentuk histeretik yang fat. Oleh
karena itu, sistem hybrid menggunakan tipe perilaku struktur C dan sistem
konvensional tipe A.
Analisis pushover memiliki keterbatasan untuk mengevaluasi perilaku dan
kinerja sistem hybrid. Hal ini disebabkan analisis pushover menggunakan kurva
84
backbone monotonik saja, sedangkan perilaku sistem hybrid cukup unik pada daerah
unloading.
Berikut adalah hasil dari analisis pushover:
*keterangan: arah X adalah longitudinal atau memanjang dan arah Y adalah transversal atau tampak depan.
Demand adalah perbandingan dengan performance point.
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
Drift (%)
Performance Point
Kurva Kapasitas
V Base Design
V Yield
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
Drift (%)
Performance Point
Kurva Kapasitas
V Base Design
V Yield
85
6.00%
Titik performance point memotong kurva kapasitas sistem hybrid pada daerah leleh
struktur sehingga desain untuk sistem hybrid sudah optimal.
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
Drift (%)
Performance Point
Kurva Kapasitas
V Base Design
V Yield
5000
4000
3000
2000
1000
0
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00% 10.00%
Drift (%)
Performance Point
Kurva Kapasitas
V Base Design
V Yield
86
Titik performance point memotong kurva kapasitas sistem konvensional pada daerah
leleh struktur sehingga desain untuk sistem konvensional sudah optimal.
10000
8000
6000
4000
2000
0
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
Drift (%)
Hybrid
Konvensional
V Base Design
Gambar VI. 5 Perbandingan kurva kapasitas sistem hybrid dan konvensional (PUSH_X)
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00% 10.00%
Drift (%)
Hybrid
Konvensional
V Base Design
Gambar VI. 6 Perbandingan kurva kapasitas sistem hybrid dan konvensional (PUSH_Y)
Berdasarkan kurva perbandingan diatas, dapat dilihat kurva kapasitas dari sistem
konvensional lebih daktail dibandingkan sistem hybrid. Hal ini disebabkan oleh
sebagian besar mekanisme disipasi energi beban gempa oleh sistem hybrid
mengandalkan sifat self centering pada saat terjadi mekanisme goyang (rocking
87
mechanism). Sedangkan pada analisis pushover, mekanisme goyang tidak dapat terjadi
karena prinsip dari analisis ini adalah memberikan gaya dorong statik hingga struktur
mencapai kegagalan. Selain itu, disipasi energi melalui mekanisme goyang tidak dapat
digambarkan pada kurva histeretik monotonik. Melalui analisis pushover, mekanisme
disipasi energi berdasarkan kelelehan dari struktur sehingga analisis pushover tidak
dapat menonjolkan keunggulan dan perilaku dari sistem hybrid sesungguhnya.
Sistem Label
Hybrid (PUSH_X)
6585.37
Hybrid (PUSH_Y)
2489.70
Konvensional (PUSH_X)
6586.64
Konvensional (PUSH_Y)
2419.53
88
Displacement Yield
0.30
Displacement (m)
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Hybrid (PUSH_X)
0.08
Hybrid (PUSH_Y)
0.24
Konvensional (PUSH_X)
0.08
Konvensional (PUSH_Y)
0.23
Hybrid (PUSH_X)
7482.20
Hybrid (PUSH_Y)
2688.92
Konvensional (PUSH_X)
7744.98
Konvensional (PUSH_Y)
2671.99
89
Displacement Ultimate
1.20
Displacement (m)
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Hybrid (PUSH_X)
0.309
Hybrid (PUSH_Y)
0.570
Konvensional (PUSH_X)
0.653
Konvensional (PUSH_Y)
1.112
Hybrid (PUSH_X)
16414.31
Hybrid (PUSH_Y)
5254.54
Konvensional (PUSH_X)
16414.31
Konvensional (PUSH_Y)
5254.54
90
Displacement LTH
0.60
Displacement (m)
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Hybrid (PUSH_X)
0.186
Hybrid (PUSH_Y)
0.563
Konvensional (PUSH_X)
0.186
Konvensional (PUSH_Y)
0.563
Hybrid (PUSH_X)
7008.020
Hybrid (PUSH_Y)
2633.684
Konvensional (PUSH_X)
6619.328
Konvensional (PUSH_Y)
2525.195
91
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Hybrid (PUSH_X)
0.099
Hybrid (PUSH_Y)
0.372
Konvensional (PUSH_X)
0.083
Konvensional (PUSH_Y)
0.299
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Hybrid (PUSH_X)
1.308
Hybrid (PUSH_Y)
1.552
Konvensional (PUSH_X)
1.032
Konvensional (PUSH_Y)
1.300
92
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Hybrid (PUSH_X)
4.133
Hybrid (PUSH_Y)
1.913
Konvensional (PUSH_X)
3.904
Konvensional (PUSH_Y)
1.835
Drift Demand
3.5%
3.0%
Drift (%)
2.5%
2.0%
1.5%
1.0%
0.5%
0.0%
Hybrid (PUSH_X)
0.81%
Hybrid (PUSH_Y)
2.99%
Konvensional (PUSH_X)
0.68%
Konvensional (PUSH_Y)
2.45%
93
Arah X
Arah Y
Hybrid
Fully Operational
Life Safety
Konvensional
Fully Operational
Life Safety
Drift (%)
Kapasitas Drift
10.0%
9.0%
8.0%
7.0%
6.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Hybrid (PUSH_X)
2.53%
Hybrid (PUSH_Y)
4.67%
Konvensional (PUSH_X)
5.36%
Konvensional (PUSH_Y)
9.11%
94
Daktilitas Struktur ()
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
Hybrid (PUSH_X)
4.08
Hybrid (PUSH_Y)
2.375
Konvensional (PUSH_X)
8.167
Konvensional (PUSH_Y)
4.833
Overstrength Struktur ()
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Hybrid (PUSH_X)
4.413
Hybrid (PUSH_Y)
1.953
Konvensional (PUSH_X)
4.568
Konvensional (PUSH_Y)
1.941
95
Overstrength struktur adalah nilai perbandingan antara base shear ultimate dengan
base shear design. Berdasatkan grafik diatas, sistem hybrid memiliki cadangan
kekuatan yang sama dengan sistem konvensional.
EL CENTRO ARAH X
Target
Sebelum Kalibrasi
Sesudah Kalibrasi
SA (G)
1.5
1
0.5
0
0
0.2
0.4
0.6
PERIODE (DETIK)
96
0.8
EL CENTRO ARAH Y
Target
Sebelum Kalibrasi
Sesudah Kalibrasi
SA (G)
1.5
1
0.5
0
0
0.5
1.5
2.5
PERIODE (DETIK)
Gambar VI. 21 Kalibrasi percepatan batuan dasar El Centro arah X (atas) dan arah Y (bawah)
Besarnya perbesaran percepatan batuan dasar El Centro pada arah X adalah 2,08 dan
untuk arah Y adalah 1,25 dari percepatan batuan dasar aslinya.
Setelah mendapatkan percepatan batuan dasar yang sudah dikalibrasi, dapat dilakukan
analisis non-linier riwayat waktu.
Berikut adalah hasil yang didapatkan:
Tabel VI. 2 Level kinierja struktur saat terjadi gempa El Centro dengan NLTHA
Hybrid
Elemen
1
4
5
8
9
12
13
16
17
20
21
24
Arah X
/y
Status
2.13
IO
1.954
IO
2.145
IO
2.016
IO
2.144
IO
1.999
IO
2.142
IO
1.997
IO
2.153
IO
2.035
IO
2.105
IO
1.849
IO
Konvensional
Arah Y
/y
Status
2.360
LS
0.398
Elastik
2.742
LS
0.344
Elastik
2.951
LS
0.402
Elastik
2.951
LS
0.402
Elastik
2.742
LS
0.369
Elastik
2.360
LS
0.398
Elastik
97
Arah X
/y
Status
3.236
IO
2.837
IO
3.283
IO
3.148
IO
3.279
IO
3.079
IO
3.286
IO
3.100
IO
3.281
IO
3.092
IO
3.276
IO
3.084
IO
Arah Y
/y
Status
6.927
LS
0.455
Elastik
6.999
LS
0.449
Elastik
6.907
LS
0.515
Elastik
6.889
LS
0.514
Elastik
6.951
LS
0.448
Elastik
6.865
LS
0.462
Elastik
Level kinerja jembatan antara analisis pushover dan NLTHA tidak memiliki perbedaan
yang besar. Perbedaan terletak pada level kinerja arah longitudinal jembatan (arah X).
Hasil NLTHA lebih akurat dan merepresentasikan keadaan nyata yang akan terjadi
karena terdapat keterbatasan pada analysis pushover (NCHRP SYNTHESIS 440). Oleh
karena itu, level kinerja jembatan guideway monorel adalah immediate occupancy pada
arah X dan life safety pada arah Y untuk kedua sistem yang dibandingkan.
Berdasarkan hasil perhitungan, elemen 9 terjadi gaya dan perpindahan yang mewakili
struktur jembatan guideway monorel sehingga elemen 9 dapat dijadikan tinjauan.
98
Berikut adalah hasil dari kurva base shear terhadap drift dari elemen 9 selama gempa
El Centro berlangsung:
Hybrid Arah X
1500
1000
500
-0.50%
-0.1797157%,
32.45615
-0.40%
-0.30%
-0.20%
-0.10%
0
0.00%
0.10%
-500
-1000
Drift (%)
-1500
Hybrid Arah X
Gambar VI. 23 Kurva histeretik sistem hybrid arah X
99
0.20%
0.30%
Hybrid Arah Y
600
400
200
-0.40%
-0.20%
0.4383725%, 4.559932
0
0.00%
0.20%
0.40%
0.60%
0.80%
-200
-400
-600
-800
Drift (%)
Hybrid Arah Y
Konvensional Arah X
1000
800
600
400
-0.40%
200
-0.30%
-0.20%
0
-0.10% 0.00%
-200
0.2572655%,
20.97419
0.10%
0.20%
0.30%
-400
-600
-800
Drift (%)
Konvensional Arah X
Gambar VI. 25 Kurva histeretik sistem konvensional arah X
100
0.40%
Konvensional Arah Y
400
300
200
100
-0.80%
-0.6674429%,
9.255363
-0.60%
-0.40%
0
0.00%
-0.20%
0.20%
0.40%
0.60%
-100
-200
-300
-400
Drift (%)
Konvensional Arah Y
Gambar VI. 26 Kurva histeretik sistem konvensional arah Y
101
beban berbalik arah. Efek self-centering dapat terlihat dari kurva histeretik diatas,
sehingga penggunaan analogi model clough cukup baik.
Berikut ilustrasi deformasi sisa pada sistem hybrid dan konvensional:
Gambar VI. 27 Jembatan pada kondisi initial (atas), sistem hybrid setelah gempa (tengah), dan sistem
konvensional setelah gempa (bawah)
102
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
Pendesainan jembatan menggunakan sistem hybrid tidak terdapat perbedaan
secara struktural dan pembebanan dengan sistem konvensional. Pendesainan struktur
dan pembebanan jembatan guideway monorel terlebih dahulu dilakukan berdasarkan
ketentuan yang terdapat pada AASHTO LRFD 2011 Seismic Bridge Design
Spesification, AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Spesification, SNI 2833-2013, dan
ACI 343.1R-12. Jenis beban yang dipilih untuk jembatan guideway monorel SoekarnoHatta adalah beban mati, beban akibat prategang, beban monorel, beban kejut, beban
rem, beban hunting, beban angin, efek temperatur, susut dan rangkak beton, dan beban
gempa dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun.
Selanjutnya, pendesainan detailing untuk sistem konvensional mengacu pada
AASHTO LRFD 2011, AASHTO LRFD 2012, CALTRANS v1.7 2013, SNI 28332013, dan SNI 2847-2013. Desain jembatan guideway monorel Soekarno-Hatta harus
memenuhi ketentuan serviceability atau kenyamanan dan efek P-. Detailing pada
sistem hybrid didesain dengan menyamakan kapasitas sistem konvensional.
Pendesainan tendon pada sistem hybrid mengacu pada ACI ITG-5.1-07 dan ACI ITG5.2-09.
Perbedaan pendesainan sistem hybrid dan konvensional juga terletak pada
pemodelan properti sendi plastis, seperti diagram interaksi dan kurva backbone.
Pemodelan dan pengolahan data properti sendi plastis dari sistem hybrid sangat penting
karena akan mempengaruhi perilaku dan kinerja saat terjadi plastifikasi struktur.
Pemodelan dan pengolahan data properti sendi plastis mengacu pada ASCE 41-13 dan
FEMA 356, serta beberapa paper eksperimen.
103
104
pada mekanisme kelelehan yang membuat sistem hybrid menjadi lebih getas dari
sistem konvensional hingga dua kalinya.
VII.2. SARAN
Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model histeretik sistem hybrid menggunakan
analogi dengan model histeretik clough akibat keterbatasan program MIDAS CIVIL
2011. Analogi model histeretik dapat menyebabkan tidak akuratnya hasil analisis dari
NLTH sehingga perilaku dan level kinerja struktur dapat berpengaruh. Selanjutnya,
disarankan terdapat studi perbandingan kinerja sistem hybrid dapat menggunakan
program yang mampu meng-input model histeretik secara manual.
Selain itu, jembatan-jembatan perkotaan tidak hanya memiliki bagian lintasan
atau bentuk yang lurus saja, tetapi terdapat bagian yang memiliki kelengkungan. Pada
tugas akhir ini, studi perbandingan hanya pada lintasan atau bentuk jembatan yang
lurus. Studi perbandingan selanjutnya disarankan mampu membandingkan sistem
hybrid dan sistem konvensional pada lintasan atau bentuk jembatan yang memiliki
kelengkungan sehingga variabel yang berpengaruh akan lebih banyak.
105
DAFTAR PUSTAKA
ADAPT Technical Note. 2004. Prestressing Losses and Elongation Calculations.
United States of America.
American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO).
2011. AASHTO LRFD 2011. Seismic Bridge Design Spesification 2nd Edtion.
United States of America.
American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO).
2012. AASHTO LRFD 2012. Bridge Design Spesification 6th Edtion. United
States of America.
American Concrete Institute (ACI). 2007. ACI ITG-5.1-07. Acceptance Criteria for
Special Unbonded Post-Tensioned Precast Structural Walls Based on Validation
Testing and Commentary. United States of America.
American Concrete Institute (ACI). 2009. ACI ITG-5.2-09. Requirements for Design
of a Special Unbonded Post-Tensioned Precast Shear Wall Satisfying ACI ITG5.1. United States of America.
American Concrete Institute (ACI). 2012. ACI 343.1R-12. Guide for The Analysis and
Design of Reinforced and Prestressed Concrete Guideway Structures. United
States of America
American Society of Civil Engineers. 2005. ASCe 7-05. Minimum Design Loads for
Buildings and Other Structures. United States of America.
American Society of Civil Engineers. 2013. ASCe 41-13. Seismic Evaluation and
Retrofit of Existing Buildings. United States of America.
Badan Standarisasi Nasional. 2012. SNI 1726-2012. Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung.
Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 2833-2013. Perancangan Jembatan Terhadap
Beban Gempa. Indonesia.
xvi
xvii
LAMPIRAN
xviii
LAMPIRAN A
Detailing Pilar Sistem Konvensional
*warna merah = bagian yang di-input
Properti Penampang
Bentuk Pier
D pier
diameter pier
t pier
tebal pier head
head 1
t pier
tebal pier head 2
head 2
L pier
tinggi pier
Ag pier luas gross pier
=
=
=
Silinder
1100 mm
1800 mm
1000 mm
Cover beton
fc' Pier
kekuatan tekan beton
Ec Pier Modulus Elastisitas
dbl
diameter tulangan
longitudinal
cu
failure strain of concrete in
compression
dbt
diameter tulangan transversal
Es
modulus elastisitas tulangan
baja
n
jumlah tulangan
tulangan
As
luas tulangan
=
=
=
=
50
37
28588.98389
43
0.003
fyh
fu
s
Ep
fpu
fpy
=
=
10000 mm
950331.778 mm2
mm
MPa
MPa
mm
=
=
16 mm
200000 MPa
19 buah
-->
27591.82288 mm2
-->
=
=
=
400 MPa
600 MPa
0.002
=
=
=
196500.634 MPa
1861.585 MPa
1675.426 MPa
xix
dari
SPCOLUMN
dari
SPCOLUMN
Gaya Dalam
Nu max
Nu min
Mx max
Mx min
My max
My min
Fx max
Fx min
Fy max
Fy min
T max
T min
axial
axial
moment sb. X
moment sb. X
moment sb. Y
moment sb. Y
geser sb. X
geser sb. X
geser sb. Y
geser sb. Y
torsi
torsi
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
4496.670
714.820
4337.260
-4325.570
1696.970
-1702.550
332.490
-325.410
350.050
-348.090
74.440
17.410
kN
kN
kN*m
kN*m
kN*m
kN*m
kN
kN
kN
kN
kN*m
kN*m
Perhitungan Detailing
axial
resistance factor
geser
lentur
Torsi
resistance factor
resistance factor
resistance factor
=
=
=
0.9 -->
0.75
0.9
0.75
Dimensi Pier
Caltrans 2013 Page 7-33
Dc
Ds
1-1
Ds
1-2
Dfg
fye
1100 mm
1800 mm
1000 mm
=
=
2000 mm
400 MPa
=
=
0.611
1.1
0.856
1.818
xx
-->
-->
OK!
OK!
rasio
=
=
1100 mm
10000 mm
9.091
-->
Perilaku
Kolom
Plastic Hinge
Panjang Plastic Hinge (Caltrans 2013 Page 7-34)
Case plastic hinge
Kantilever
L pier
Member length from the point of maximum
moment to the point of contra flexure
cgc pier head
L
Member length from the point of maximum
moment to the point of contra flexure
10000 mm
=
=
1036.937 mm
11036.937 mm
5000 mm
Sistem Pier
L terpilih Member length from the point of maximum
moment to the point of contra flexure
fye
kuat tarik leleh tulangan minimum aktual
dbl
diameter nominal tulangan longitudinal
=
=
Jepit-Jepit
5000 mm
Lp
Jepit-Jepit
L
Member length from the point of maximum
moment to the point of contra flexure
=
=
400 MPa
43 mm
778.4 mm
>=
-->
800
mm
756.8 mm
Tulangan Longitudinal
Minimum Panjang Penyaluran Tulangan Longitudinal ke Cap Beam (Caltrans 2013
Page 8-2)
dbl
lac
panjang penyaluran ke cap beam
lac dengan epoxy coated
xxi
=
=
43 mm
1032 mm
1238.4 mm
-->
1300 mm
Panjang Penyaluran Agar Sampai Ke Shaft Type II (Caltrans 2013 Page 8-3 ; AASHTO
LRFD 2012 Bridge Design Page 5-160)
Dc
lebar kolom pada arah yang ditinjau
dbl
diameter tulangan longitudinal
As 1 tulangan
fyh
tegangan leleh tulangan spiral
fc' Pier
kekuatan tekan beton
ldb
panjang penyaluran
=
=
=
=
=
=
1100
43
1452.201
400
37
177.551
mm
mm
mm2
MPa
MPa
mm
epoxy
coated
nonepoxy
coated
ld
koefisien
0.9
koefisien
0.6
159.796 mm
syarat 1
syarat 2
Panjang Penyaluran sampai ke Shaft Type II
=
=
=
1259.796 mm
1419.592 mm
1259.796 mm
min 1
min 2
min
=
=
=
1259.796 mm
1401.8 mm
1259.796 mm
<=
6096 mm
Dc
fye
dbl max
=
=
37 MPa
5000 mm
=
=
1100 mm
400 MPa
=
xxii
142.109 mm
-->
AASHTO
LRFD 2012
Bridge
Design Page
5-160
-->
1300 mm
-->
1300 mm
dbl
43 mm
-->
OK!
Batas Rasio Tulangan Longitudinal (AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Page 5-149)
D pier
Ag pier
As
dimensi pier
luas gross pier
luas tulangan
=
=
=
1100 mm
950331.7777 mm2
27591.82288 mm2
min rasio
max rasio
=
=
1.00%
4.00%
2.90%
-->
Cek Rasio
Longitudinal
di sub-Torsi
12000 mm
10000 mm
-->
Tidak Perlu
Spliced
Spasi antar Tulangan Longitudinal Min Tidak Boleh Kurang (SNI 2847-2013 Page 50)
dbl
diameter tulangan longitudinal
syarat 1
1.5db
syarat 2
spasi terpilih
=
=
=
=
43
64.5
40
64.5
mm
mm
mm
mm
-->
CEK
PCACOL
Tulangan Sengkang
Maximum Spacing untuk Tulangan Sengkang (Caltrans 2013 Page 8-4)
dbl
D pier
=
=
43 mm
1100 mm
syarat 1
syarat 2
syarat 3
=
=
=
550 mm
258 mm
203.2 mm
Max spacing
203.2 mm
xxiii
-->
200 mm
Tulangan Sengkang Daerah Sendi Plastis (AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Page
5-69 ; 5-150 dan SNI 2833-201x Page 33)
D pier
Cover beton
dbt
dbl
L pier
Es
fyh
As
Ag pier
fc' pier
bv
Dr pier
de
dv
Aps
fpu
fpo
Ep
Vp
Nu max
Mu max
diameter pier
diameter tulangan transversal
diameter tulangan longitudinal
tinggi pier
modulus elastisitas tulangan baja
tegangan leleh tulangan spiral
luas tulangan
luas gross pier
kekuatan tekan beton
lebar efektif penampang
Jarak dari serat tertekan ke pusat tulangan
longitudinal
kedalaman geser efektif
luas prestress pada daerah tarik
kekuatan ultimate tendon
0.7*fpu
modulus elastisitas prestress
gaya geser akibat prestress
=
714.82 kN
=
4337.26 kN*m
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
= 12140402066 N*mm
= 2428080.413 N
-->
Vu max
Vu design
0.1*fc'*Ag
=
=
2428.080413 kN
3516.227578 kN
resistance factor
-->
-->
-->
=
xxiv
mm
mm
mm
mm
mm
MPa
MPa
mm2
mm2
MPa
mm
mm
=
851.280 mm
=
766.152 mm
=
0 mm2
= 1861.584953 MPa
=
1303.109 MPa
=
196500.634 MPa
=
0 kN
-->
714820 N
--> 4337260000 N*mm
Mpr
Ve
350.05 kN
1100
50
16
43
10000
200000
400
27591.82288
950331.7777
37
1100
946.5
2428.08041 kN
350050 kN
2428080.41 N
3516227.58 N
0.75
Vc saat
Vu>=0.1*fc'*Ag
X
950.8215
0
Vc saat Vu
kontribusi beton menahan geser
Cek Vc dengan cara konvensional
Vc konvensional
Vc terpilih
Vs
Vs max
kontribusi sengkang
kontribusi sengkang max
950.821 kN
Y
3516.228
0
875.435 kN
854.392 kN
=
=
=
854.392 kN
2383.048 kN -->
3098424.395 kN
= melingkar
= 1
-->
OK!
= 201.062
= 400
= 984
mm2
MPa
mm
-->
OK!
= 52.164
= 20.91
mm
mm2
-->
50 mm
Syarat spasi tulangan transversal Pada Sendi Plastis (SNI 2833-201X Page 36 dan SNI 28472013 Page 55)
syarat 1 (sengkang harus terpasang di bagian atas dan bawah kolom sepanjang tidak kurang dari)
D max kolom
penampang terbesar kolom
=
1100 mm
1/6*L pier
=
1666.667 mm
450 mm
=
450 mm
=
1666.667 mm
xxv
OK
=
=
=
275 mm
100 mm
100 mm
=
=
75 mm
25 mm
S terpasang
50 mm
Cek Syarat Tulangan Sengkang Daerah Sendi Plastis (AASHTO LRFD 2012 Bridge
Design Page 5-151 ; Caltrans 2013 Page 3-18)
fc' pier
fyh
n
Asp
S terpasang
D'
Ac
=
=
=
37 MPa
400 MPa
1
=
=
=
201.062 mm2
50 mm
984 mm
760466.484 mm2
= melingkar
=
0.016
=
0.011
=
0.010
syarat terpilih
-->
0.011
Syarat spasi tulangan transversal Diluar Sendi Plastis (SNI 2847-2013 Page 55)
dbl
diameter tulangan longitudinal
=
43 mm
S min 1
S min 2
S terpilih
=
=
=
xxvi
150 mm
258 mm
150 mm
OK!
Torsi
Cek Torsi (AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Page 5-58)
D pier
Acp
=
=
1100
950331.778
mm
mm2
3455.752
mm
fc' pier
diameter pier
total area enclosed by outside
perimeter of concrete cross-section
the length of the outside perimeter
of the concrete section
kekuatan tekan beton
37
MPa
Tcr
pc
torsi
resistance factor
0.25 * Tcr
=
=
Tu max
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
solid
2428080.413
854392.433
74440000
37
1100
50
43
16
1050
0.75
Aoh
ph
bv
Dr pier
=
=
=
=
865901.475
3298.672
1100
946.5
=
=
2.340
3.626
ruas kiri
ruas kanan
xxvii
N
N
N*mm
MPa
mm
mm
mm
mm
mm
mm2
mm
mm
mm
-->
OK!
=
=
=
865901.475 mm2
736016.254 mm2
1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
16 mm
1100 mm
At/s
At/s
min
At/s terpilih
S torsi
S min 1
Smin 2
Smin 3
=
=
0.169 mm
0.481 mm
St terpilih
db tor
n
=
=
=
=
=
=
=
=
201.062
74440000
0.75
99253333.33
3298.672
50
400
mm2
N*mm
Asp
Tu max
torsi
resistance factor
Tn
ph
keliling dari sengkang terluar kedalam
S terpasang
fyh
tegangan leleh tulangan spiral
melingkar
dbt
diameter tulangan transversal
bv
lebar efektif penampang
0.481
417.791
412.334
300
150
N*mm
mm
mm
MPa
mm
mm
mm
mm
150 mm
16 mm
1
xxviii
950331.778 mm2
=
=
=
3298.672 mm
37 MPa
400 MPa
=
=
400 MPa
0.481
St
dbl
diameter tulangan longitudinal
dbl min diameter tulangan longitudinal
1
kebutuhan torsi min
dbl min diameter tulangan longitudinal
2
kebutuhan torsi min
dbl terpilih
=
=
=
150 mm
43 mm
6.25 mm
10 mm
43 mm
Al
1587.486 mm2
4482.189 mm2
Al terpasang
n
jumlah tulangan
=
=
4482.189 mm2
3.086
n
jumlah tulangan
tulangan
n longitudinal terpasang
19
23
Al min
=
=
=
4 buah
1100 mm
950331.778 mm2
33400.628 mm2
min
rasio
max
rasio
1.00%
4.00%
3.51%
xxix
-->
-->
OK!