Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN KEBIASAAN BEROLAHRAGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE

PADA REMAJA PUTRI DI SMA PGRI 2


BANJARMASIN TAHUN 2015
*Helda**Nurhikmah***Sukarlan
Abstrak
Kebiasaan berolahraga merupakan salah satu hal yang dapat menurunkan dismenore.
Individu yang rutin berolahraga akan lebih terhindari dari dismenore sedangkan yang tidak
berolahraga maka akan lebih berisiko mengalami dismenore. Tujuan penelitian mengetahui
hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI
2 Banjarmasin tahun 2015. Metode penelitian jenis penelitian kuantitatif. Rancangan analitik.
Pendekatan cross sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Populasi penelitian
yaitu seluruh remaja putri di SMA PGRI 2. Besar sampel 52 responden. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat. Uji statistik
yang digunakan adalah Spearman Rho. Hasil penelitian responden terbanyak memiliki
kebiasaan berolahrga tidak rutin dengan jumlah 25 orang (48,1%). Responden terbanyak
mengalami dismenore kategori ringan dengan jumlah 23 orang (44,2%). Hasil uji Spearman
Rho nilai p=0,000 dan r= -0,693. Kesimpulan ada hubungan kebiasaan berolahraga dengan
kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015
Kata kunci : kebiasaan, olahraga, kejadian, dismenore, remaja putri
Daftar Rujukan : 26 (2006-2014)
____________________________________________________________________
1. Pendahuluan
Olahraga merupakan suatu kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk
memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kebiasaan berolahraga dapat
mempengaruhi kejadian dismenorea. Olahraga dapat meredakan kram pada perut pada
saat menstruasi yaitu dengan olahraga seperti jalan kaki, peregangan dapat meredakan
ketegangan otot-otot pada tubuh. Bagi perempuan sangat dianjurkan pada saat kram perut
saat menstruasi. Jenis jalan kaki yang disarankan yaitu jalan cepat. Gunanya untuk
menguatkan otot perut agar kram tersebut tidak kambuh lagi. Peregangan yang disarankan
adalah peregangan otot-otot perut dan panggul, dengan melakukannya diharapkan otototot tersebut akan menjadi lemas dan nyeri berkurang. Dismenore sampai sekarang ini
masih sering dikeluhkan oleh remaja putri. Misalnya saja di sekolah. Berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tangga l 4 Mei 2015 di SMA PGRI 2
Banjarmasin ketika peneliti melakukan wawancara tentang seputar permasalahan yang
dihadapi remaja putri pada saat menstruasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan 10
remaja putri diperoleh masalah yang paling banyak dikeluhkan remaja putri adalah
dismenore (60%), gangguan siklus haid (40%) seperti oligomenorea. Hasil wawancara
dengan 10 remaja putri diperoleh keterangan bahwa 70% diantara mereka jarang
melakukan olahraga secara teratur dan 30% yang berolahraga secara teratur. Dari 7 remaja
putri yang jarang berolahraga ditemukan bahwa 4 orang diantara mereka mengeluhkan
bahwa sering mengalami nyeri haid (dismenore) dan 3 orang tidak. Dari hasil wawancara

dengan 3 remaja putri yang teratur berolahraga diperoleh keterangan 2 orang tidak
mengalami nyeri haid (dismenore) dan 1 orang mengalami dismenore. Berdasarkan fakta
fakta di atas tampak bahwa ada dua hasil penelitian yang saling bertolak belakang
sehingga peneliti memandang perlu untuk menelitinya lagi di tempat yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja putri di SMA
PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian jenis penelitian kuantitatif. Rancangan analitik. Pendekatan cross
sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Populasi penelitian yaitu seluruh
remaja putri di SMA PGRI 2. Besar sampel 52 responden. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat. Uji
statistik yang digunakan adalah Spearman Rho. Penelitian dilakukan dengan menekankan
etika yaitu menghormati hak hak responden.
3. Hasil penelitian
a. Kebiasaan berolahraga remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
Hasil penelitian mengenai kebiasaan berolahraga remaja putri di SMA PGRI 2
Banjarmasin tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Kebiasaan berolahraga remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun
2015
No Kebiasaan berolahraga
n
%
1
Tidak sama sekali
21
40,4
2
Tidak rutin
25
48,1
3
Rutin
6
11,5
Jumlah
52
100
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa responden terbanyak memiliki kebiasaan berolahrga
tidak rutin dengan jumlah 25 orang (48,1%)
b. Kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2
Banjarmasin dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini:
Tabel 1.2 Kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun
2015
No Kejadian dismenorea
n
%
1
Tidak ada nyeri
8
15,4
2
Ringan
23
44,2
3
Sedang
21
40,4
4
Berat
0
0
5
Tak tertahankan
0
0
Jumlah
52
100
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa responden terbanyak mengalami dismenore kategori
ringan dengan jumlah 23 orang (44,2%).
c. Hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja putri di
SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.

Analisis hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja


putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah
ini:
Tabel 1.3 Hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja
putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
No Kebiasaan berolahraga
Kejadian dismenore
Jumlah
Tidak ada
Ringan
Sedang
n
%
n
%
n
%
n
%
1
Tidak berolahraga sama
0
0
5
23,8
16
76,2
21
100
sekali
2
Tidak rutin
3
12
17
68
5
20
25
100
3
Rutin
5
83,1
1
16,7
0
0
6
100
Jumlah
8
15,4
23
44,2
21
40,4
52
100
Uji Spearman Rho p=0,000<=0,05 dan r=-0,693
Tabel 1.3 menjelaskan bahwa responden yang tidak berolahraga sama sekali lebih
banyak mengalami dismenore kategori sedang dengan jumlah 16 orang (76,2%).
Responden yang memiliki kebiasaan berolahraga kategori tidak rutin lebih banyak
mengalami dismenorea kategori ringan dengan jumlah 17 orang (68%) dan responden
yang memiliki kebiasaan berolahraga kategori rutin lebih banyak tidak mengalami
dismenore dengan jumlah 5 orang (83,1%). Hasil uji korelasi Spearman Rho
menunjukkan nilai p=0,000<=0,05 artinya ada hubungan kebiasaan berolahraga
dengan kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun
2015. Nilai r= -0,693 artinya variabel kebiasaan berolahraga memiliki hubungan
negatif yang kuat dengan variabel kejadian dismenorea. Dimana semakin rutin
berolahraga dapat menyebabkan kejadian semakin rendah dan semakin tidak
berolahraga sama sekali kejadian dismenore semakin tinggi.
4. Pembahasan
a. Kebiasaan berolahraga remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kebiasaan berolahraga pada remaja putri di SMA PGRI 2
Banjarmasin menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah tidak rutin berolahraga
dengan jumlah 25 orang (48,1%), tidak berolahraga sama sekali 21 orang (40,4%) dan
rutin berolahraga 6 orang (11,5%). Kebiasaan berolahraga dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Menurut Tim kerja WHO, dalam Notoatmodjo (2007)
menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah
karena adanya pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan
referensi, sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku, dan
kebudayaan masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek
(kesehatan). Kebiasaan berolahraga remaja putri dapat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan yang dimilikinya tentang olahraga selain itu pengetahuan tersebut dapat
dipengaruhi oleh usia. Usia mempengaruhi pola pikir dan semangat sehingga hal ini
dapat mempengaruhi kebiasaan olahraga yang dilakukan. Kebiasaan berolahraga
memiliki manfaat bagi tubuh yaitu memperlancar peredaran darah, mencegah
terjadinya penumpukan lemak dan mencegah terjadinya penyakit jantung dan stroke
serta dapat membantu mengatasi dismenorea. Olahraga membantu sekresi endorpin

yang merupakan pereda nyeri alami yang diproduksi oleh tubuh sehingga jika
seseorang berolahraga secara rutin maka dapat memperoleh manfaat terhindar dari
dismenorea.
b. Kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kejadian dismenorea yang dialami remaja putri pada saat
mentruasi menunjukkan bahwa responden terbanyak mengalami kejadian dismenorea
kategori ringan dengan jumlah 23 orang (44,2%), sedang 21 orang (40,4%) dan tidak
mengalami dismenore 8 orang (15,4%). Kejadian dismenore pada remaja putri dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor tersebut antaranya usia. Usia remaja
biasanya memiliki berbagai macam persoalan. Menurut Nelwati (2006) faktor psikis
ini dapat ditimbulkan oleh stres karena kurangnya pengetahuan remaja tentang
menstruasi. Kurangnya pengetahuan remaja ini adalah akibat kurangnya informasi
kesehatan yang benar dan kurangnya akses remaja terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi. Padahal mitos dan informasi yang salah tentang menstruasi akan
mempengaruhi emosi dan gagap dalam menghadapi menstruasi. Usia remaja
seringkali mengalami dismenorea. Hal disebabkan karena adanya respon hipotalamus
pituitary ovarian endocrine axis, adanya respon folikel dalam ovarium dan fungsi
uterus yang mulai normal. Dismenore yang terjadi pada kalangan umur remaja awal
hingga tahap dewasa awal, disebut sebagai dismenore primer. Hal ini masih normal
karena di dalam siklus menstruasi terdapat fase-fase yang dapat menyebabkan
ketegangan pada mulut rahim sehingga terjadi dismenore. Selain itu,nyeri pada
dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh hormon
prostaglandin. Hormon prostaglandin itu sendiri mempengaruhi kontraksi pada rahim.
Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan melewati
serviks, terutama jika saluran serviksnya sempit. Selain itu wanita yang mengalami
dismenore memiliki kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan wanita
yang tidak mengalami dismenore. Dismenorea juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
olahraga. Kebiasaan berolahraga dapat membantu mencegah timbulnya dismenore
dan sebaliknya jika seseorang tidak pernah berolahraga atau jarang berolahraga maka
risiko mengalami dismenore jauh lebih besar. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti
berpendapat bahwa berdasarkan teori yang ada kejadian dismenore pada remaja putri
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti usia, psikis, hormonal dan olahraga.
c. Hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja putri di
SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa responden yang tidak berolahraga sama sekali
lebih banyak mengalami dismenore kategori sedang dengan jumlah 16 orang (76,2%).
Responden yang memiliki kebiasaan berolahraga kategori tidak rutin lebih banyak
mengalami dismenorea kategori ringan dengan jumlah 17 orang (68%) dan responden
yang memiliki kebiasaan berolahraga kategori rutin lebih banyak tidak mengalami
dismenore dengan jumlah 5 orang (83,1%). Ada hubungan kebiasaan berolahraga
dengan kejadian dismenore pada remaja putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun
2015. Variabel kebiasaan berolahraga memiliki hubungan negatif yang kuat dengan
variabel kejadian dismenorea. Dimana semakin rutin berolahraga dapat menyebabkan
kejadian semakin rendah dan semakin tidak berolahraga sama sekali kejadian
dismenore semakin tinggi. Menurut Ramadani (2013) olahraga merupakan suatu
kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk memelihara kesehatan dan

memperkuat otot-otot tubuh. Olahraga dapat meredakan kram pada perut pada saat
menstruasi yaitu dengan olahraga seperti jalan kaki, peregangan dapat meredakan
ketegangan otot-otot pada tubuh. Menurut Andira (2012) perempuan sangat
dianjurkan pada saat kram perut saat menstruasi. Jenis jalan kaki yang disarankan
yaitu jalan cepat. Gunanya untuk menguatkan otot perut agar kram tersebut tidak
kambuh lagi. Peregangan yang disarankan adalah peregangan otot-otot perut dan
panggul dengan melakukan diharapkan otot-otot tersebut akan menjadi lemas dan
nyeri berkurang
Ramaiah (2006), dalam (Vira, 2014) menyatakan bahwa
latihan/olahraga dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga
memperlancar peredaran darah. Latihan yang sedang dan teratur dapat meningkatkan
pengeluaran hormon endorphin beta (penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah
sehingga dapat mengurangi dismenore. Menurut Vira (2014) orang yang jarang
berolahraga rentan terkena stress sehingga rentan pula mengalami dismenore. Selain
itu juga jarang berolahraga dapat menyebabkan keseimbangan nutrisi terganggu yang
juga dapat mempengaruhi terjadinya dismenore . Menurut Abbaspour (2005), dalam
Troeman (2013), wanita yang teratur berolahraga dapat mengurangi prevalensi
dismenore. Hal ini dikarenakan mungkin efek hormonal yang berhubungan dengan
olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersirkulasi
sehingga dapat mencegah terjadinya nyeri dismenore. Menurut Tjokronegoro (2004)
dan Rager (1999, dalam Troeman 2013), seseorang yang rutin berolahraga, maka ia
dapat menyediakan oksigen hampir dua kali lipat per menit sehingga oksigen
tersampaikan ke pembuluh darah yang vasokonstriksi di uterus. Jantung yang
memompa darah semakin banyak juga turut berperan serta dalam menyediakan
oksigen yang menurunkan rasa nyeri pasien dismenore. Lebih lanjut, olahraga penting
untuk remaja putri yang menderita dismenore karena latihan yang rutin dan teratur
dapat meningkatkan pelepasan endorfin (penghilang nyeri alami) ke dalam sirkulasi
darah yang kemudian menurunkan rasa nyeri. Teori lain yang meneliti mengenai
hubungan olahraga dengan psikososial seseorang juga menghasilkan beberapa
temuan. Olahraga yang rutin diteliti dapat mempengaruhi mood, stress dan respon
seseorang terhadap stress yang dihadapi, self-esteem serta juga dikaitkan dengan
gangguan menstruasi yang cenderung lebih berkurang. Menurut Wells (2013, dalam
Troeman 2013) berpendapat bahwa peningkatan kadar endorfin yang sangat tinggi
pada pasien yang rutin berolahraga terjadi bahkan sebelum menstruasi, itulah yang
menjadi faktor mengapa orang yang olahraga lebih jarang mengalami dismenore dan
mereka yang berolahraga rutin juga memiliki kadar endorfin yang lebih stabil.
Menurut Maruf et.al (2013, dalam Troeman 2013), penelitiannya menunjukkan
pengaruh yang signifikan antara olahraga dengan dismenore. Teori yang ditemukan
adalah olahraga yang rutin dapat mengubah proses biokimiawi pada sistem imun
tubuh yang juga belum diketahui dengan jelas prosesnya. Berkurangnya tingkat stres
juga berperan dalam berkurangnya rasa nyeri pada dismenore primer yang dialami
pasien. Mekanisme yang lain menurut Maruf adalah meningkatnya metabolisme tubuh
karena meningkatnya aliran darah yang lancar ke daerah pelvik yang berperan dalam
mengurangi rasa kurang nyaman yang dialami pasien dismenore. Berdasarkan
pemaparan di atas maka peneliti berpendapat bahwa kebiasaan berolahraga
berhubungan dengan kejadian dismenore dimana kebiasaan berolahraga rutin dapat
mengurangi dismenore dan sebaliknya jika tidak rutin atau tidak berolahraga sama

sekali maka dapat meningkatkan kejadian dismenore karena olahraga mempengaruhi


endorpin yang merupakan penghilang nyeri alami serta olahraga dapat meningkatkan
pasokan oksigen yang menyebabkan tubuh menjadi relaks dan nyeri dapat dicegah
5. Kesimpulan

a. Responden terbanyak memiliki kebiasaan berolahrga tidak rutin dengan jumlah


25 orang (48,1%)
b. Responden terbanyak mengalami dismenore kategori ringan dengan jumlah 23
orang (44,2%).
c. Ada hubungan kebiasaan berolahraga dengan kejadian dismenore pada remaja
putri di SMA PGRI 2 Banjarmasin tahun 2015. Nilai nilai p=0,000 dan r=
-0,693
6. Saran
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan ke sekolah sekolah mengenai
dismenore dan penanganannya terutama menganjurkan remaja putri agar rutin
melakukan olahraga karena olahraga memiliki manfaat mengurangi dismenore.
Pendidikan kesehatan tersebut dapat dilakukan secara kelompok atau individual
menggunakan berbagai media seperti slide, leaflet dan lain lain. Remaja putri perlu
teratur atau rutin melakukan olahraga ringan hingga sedang 3-5 kali perminggu
sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya dismenore. Pihak sekolah perlu untuk
menggalakkan program olahraga yang baik dan disenangi oleh remaja putri seperti
senam sehingga mereka terhindar dari dismenorea. Peneliti selanjutnya perlu
melakukan penelitian tentang faktor lain yang mempengaruhi dismenore seperti
stres dan nutrisi
Daftar Rujukan
Afza. (2013) Tinjauan Pustaka Kebiasaan. (internet)
<http//repository.usu.ac id>. (Diakses tanggal 2 Mei 2015)

dimuat

dalam:

Arovah. (2013) Prinsip Dasar Program Olahraga Kesehatan. (internet). Dosen


Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan
UNY
Arikunto, S. (2006).Prosedur penelitian :Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
Jakarta :Rineka Cipta
Valentina A. (2012) hubungan aktifitas olahraga dengan dismenore pada remaja
putri di SMP Negeri 1 Sedati Sidoarjo. (internet) dimuat dalam:
<http//undip.ac.id>. (diakses tanggal 4 Mei 2015)
Andira D. (2010) Seluk beluk kesehatan wanita. Jakarta: Penebar Plus
Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Fajaryati. (2012) Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Dismenore Primer Remaja


Putri Di SMPN 2 Mirit Kebumen. http//undip.ac id. Diakses tanggal 16 Mei
2015
Fahmi. (2014) tinjauan pustaka dismenorea. (internet). <http//repository.usu.ac.id>.
(diakses tanggal 16 Mei 2015).
Ganong, W. F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22, Jakarta:
EGC
Gumilar. (2014) pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan tingkat
pengetahuan dan sikap remaja putri tentang penanganan dismenore di SMPN
2 Kartasura. (internet). < http//repository.usu.ac.id>. (diakses tanggal 16 Mei
2015).
Hidayat. (2007) Metodologi Penelitian Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Hurlock, Elizabeth, B. (2001) Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif. (2008), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, I, B. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan
Meinar M. (2013) Tinjauan pustaka dismenorea. (internet). Dimuat dalam
<http//repository.usu.ac.id> (diakses tanggal 5 Mei 2015)
Notoatmodjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT RinekaCipta
Nursalam. (2011) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Rochman. (2012) tinjauan pustaka kebiasaan belajar. (internet) termuat dalam:
<http.digilib.unimus.ac.id>. (diakses tanggal 4 Mei 2015)
Santrock, J.W. (2008). Remaja (Edisi Kesebelas). Jakarta: Erlangga
Sibagariang, E. E, Pusmaika, R & Rismalinda. (2010). Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: Trans Info Medis
Speroff L, Fritz MA. (2011) Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 8 thed
Philadelphia,PA USA: Lippincot williams &Wilkin. 2011: pp 749-857
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung.CV.Alfabeta
Sukarni K, Margareth ZH. (2013) Kehamilan, Persalinan, dan Nifas, Yogyakarta.
Nuha Medika

Troeman K. (2013) dismenorea. (internet) http//repository.usu.ac.id. diakses tanggal 4


Mei 2015
Vira F (2014) Dismenorea. (internet). <http//digilib.unimus.ac.id> diakses tanggal 4
Mei 2015
Winkjosastro. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
____________________________________________________________________
*Helda. Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin
**Nurhikmah. S.S.T. M.P.H. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Banjarmasin
***Sukarlan. SKM.M.Kes. Karyawan Rumah Sakit Umum dr.H.Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin
____________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai