Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dibuat Oleh :
Sheila Amalia Burhanudin
Masitha Pangulu
Ria Purnama Putri
12/330242/TK/39424
12/330312/TK/39488
12/330542/TK/39631
A.
tanah dikuasai. Pola yang homogen dan terstruktur dari penguasaan tanah membentuk sistem
penguasaan tanah. Definisi penguasaan tanah berbeda di tiap negara. Beberapa negara secara
jelas mencantumkannya dalam hukum mengenai tanah, sisanya ditentukan oleh masyarakat
adat.
Penguasaan tanah tidak berhenti dalam pengertian aspek kepemilikan saja, namun juga
terdapat aspek tanggung jawab dan batasan-batasan. Penguasaan tanah dalam arti yang lebih
lengkap adalah pola kepemilikan bidang tanah yang memenuhi aspek Rights (hak),
Responsibilities (tanggung jawab/kewajiban) dan Restrictions (batasan-batasan).
Kata tenure dalam istilah land tenure berasal dari bahasa Latin tenere yang berarti
memegang/menguasai; kata tenant berarti seseorang yang menguasai. Penguasaan
tanah harus berbuat sesuatu terhadap tanah, yaitu oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga
terdapat hubungan antara orang dan barang (tanah); antara orang dan orang (berkait dengan
hak-hak). Penguasaan tanah merupakan hukum secara alami dalam kekayaan tanah.
B. JENIS PENGUASAAN TANAH (LAND TENURE)
Jenis penguasaan tanah terbagi dalam 4 kategori menurut Feder dan Feeny (1991) dalam
Dale (1999) :
1. Open access / akses terbuka : terjadi ketika bidang tanah tidak terdapat pemilik, aksesnya
terbuka untuk siapa saja dan tidak ada kewajiban apapun sebagai akibat penggunaannya.
2. Common property / tanah bersama : terjadi ketika bidang tanah dikuasai sekelompok
masyarakat dimana anggota masyarakatnya berhak menggunakan dan sekaligus
berkewajiban menjaga dan merawat tanah tersebut.
3. Private property / milik perorangan : individu menguasai hak atas tanah dengan disertai
kewajiban dan batasan-batasan tertentu.
4. State property / milik negara : tanah-tanah yang dikuasai dan dikelola oleh badan-badan
pemerintahan dalam hal akses dan penggunaannya dimana anggota masyarakat wajib
mematuhinya.
Rights (hak)
Aspek
Penguasaan Tanah
Responsibilities
(kewajiban)
Pemeliharaan,
penggunaan yang
sesuai, dll
Restrictions
(batasan)
Menelantarkan, dll
Menurut sifat, penguasaan tanah dibedakan menjadi tetap dan sementara. Penguasaan
tanah tetap contohnya tanah yang dkuasai dari proses jual beli. Penguasaan tanah sementara
contohnya tanah garapan yang dikuasai dalam batas waktu atau tanah sewa.
Tidak setiap kepemilikan tanah mencerminkan penguasaan tanah. Ada tanah yang
dimiliki oleh A, namun dikuasai oleh B (karena B sebagai penggarap). Pola hubungan
kepemilikan dan penguasaan tidak selalu harus serial namun bisa paralel. Seseorang bisa
menguasai banyak bidang tanah milik orang lain atau sebaliknya. Menurut statusnya,
pemilikan tanah dibedakan menjadi : pemilikan tanah berdasar hukum formal dan pemilikan
tanah berdasar hukum adat (Wiradi, 2009). Pemilikan tanah menurut hukum formal sebagai
contoh : Hak Milik, hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan lain sebagainya. Di Indonesia
diatur dalam hukum tanah nasional yang mengacu kepada Undang-undang No.5 tahun 1960
atau lebih dikenal sebagai UUPA (Undang-undang Pokok Agraria).
Pemilikan tanah berdasar hukum adat meskipun tidak diakui sebagai hukum positif
namun secara realita diakui keberadaannya oleh masyarakat dan seringkali dijadikan dasar
(alas hak) pemberian hak kepemilikan menurut hukum positif. Contoh pemilikan menurut
hukum adat : tanah yasan (merupakan tanah hasil membuka lahan yang dikategorikan setara
dengan hak milik), tanah gogolan (merupakan pembagian tanah pertanian milik desa,
penerima hak tidak boleh menjual), tanah titisoro atau tanah bondodeso (tanah milik desa
yang pemanfaatannya digilir berdasar jabatan desa), dan lain sebagainya.
Tatanan hukum dan norma sosial yang mendasari status pemilikan tanah, baik menurut
hukum positif maupun menurut masyarkat hukum adat, membentuk pola hubungan tanahindividu-masyarakat-negara yang disebut Sistem Penguasaan Tanah.
D. SISTEM PENGUASAAN TANAH (LAND TENURE) DI BERBAGAI NEGARA
1. Indonesia
Ada dua Undang Undang Pokok di Indonesia yang memiliki wewenang untuk
mengatur sistem penguasaan tanah yaitu Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) - yang
wewenang pelaksanaannya dipegang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan
Undang Undang Pokok Kehutanan (UUPK), yang wewenang pelaksanaannya ada
ditangan Departemen Kehutanan.
Menurut pasal 16 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), sistem penguasaan
tanah di Indonesia mengakui adanya berbagai hak berikut:
Hak milik
Hak milik digambarkan sebagai hak yang paling penuh dan paling kuat yang bisa
dimiliki atas tanah dan yang dapat diwariskan turun temurun. Hanya warga negara
Indonesia (individu) yang bisa mendapatkan hak milik.
Hak pakai
Hak pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari
tanah yang secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki oleh
individu lain yang memberi pemangku hak dengan wewenang dan kewajiban
sebagaimana dijabarkan didalam perjanjian pemberian hak. Selain diberikan kepada
warga negara Indonesia, hak pakai juga dapat diberikan kepada warga negara asing
yang tinggal di Indonesia.
Hak sewa
Suatu badan usaha atau individu memiliki hak sewa atas tanah berhak
memanfaatkan tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk pemanfaatan bangunan
dengan membayar sejumlah uang sewa kepada pemiliknya. Hak sewa atas tanah
dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, warga negara asing, badan usaha
termasuk badan usaha asing. Hak sewa tidak berlaku diatas tanah negara.
Hak untuk membuka tanah dan hak untuk memungut hasil hutan
Hak membuka tanah dan hak memungut -hasil-hutan hanya bisa didapatkan oleh
warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Menggunakan suatu
hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah serta merta berarti mendapatkan
hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. Hak untuk membuka
lahan dan memungut hasil hutan merupakan hak atas tanah yang diatur didalam
hukum adat.
Hak tanggungan
Hak tanggungan tercantum dalam Undang Undang No. 4 1996 sehubungan
dengan kepastian hak atas tanah dan obyek yang berkaitan dengan tanah (Security
Title on Land and Land-Related Objects) dalam kasus hipotek.
2. Australia
Menurut Bruce dalam Review of tenure terminology, istilah tenure berasal dari
jaman feodal Inggris. Setelah menduduki Inggris tahun 1066, bangsa Normandia
menghapuskan hak-hak masyarakat atas tanahnya, dan mengganti hak tersebut hanya
sebagai pemberian grant (bantuan) dari pemerintahan baru. Beberapa sumber
menjelaskan bahwa kata tenure berasal dari kata dalam bahasa Latin "tenere" yang
mencakup arti: memelihara, memegang, memiliki. Land tenure berarti sesuatu yang
dipegang dalam hal ini termasuk hak dan kewajiban dari pemangku tanah ("holding or
possessing"). Land tenure adalah istilah hukum untuk hak pemangkuan tanah, dan bukan
hanya sekedar fakta pemangkuan tanah. Seseorang mungkin memangku tanah, tetapi ia
tidak selalu mempunyai hak menguasai.
Sistem "land tenure" adalah keseluruhan sistem dari pemangkuan yang diakui
oleh pemerintah secara nasional, maupun oleh sistem lokal. Sistem "land tenure" sulit
dimengerti kecuali dikaitkan dengan sistem ekonomi, politik dan sosial yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu dalam membicarakan land tenure, kita akan
membicarakan masalah Tenurial System ini dilihat sebagai sekumpulan atau serangkaian
hak-hak (tenure system is a bundle of rights) yang mana di dalamnya juga terkandung
makna kewajiban. Hal ini didasarkan pada kenyataan lapangan seringkali ditemukan,
bahwa hak-hak atas tanah dan sumber-sumber alam ini bersifat multidimensi dan
berlapis-lapis. Tidak jarang terjadi, orang atau kelompok orang yang berbeda-beda
mempunyai hak pada sebidang tanah atau sumber alam yang sama.
Hak kepemilikan properti di Australia dijamin dalam tiga cara oleh tiga instrumen
hukum yang berbeda, yaitu: Deeds in Fee Simple, Magna Carta 1215, dan The Bill of
Rights 1688/9. Jenis hak-hak atas tanah mempunyai berbagai jangka waktu dikenal
sebagai "estates"
Haknya tidak dapat diambil atau dibuat null or void (batal atau tidak berlaku), dan
Pemilik properti yang tanahnya memiliki Deeds in Fee Simple (Akta Hak Milik)
atau Freehold Deeds in Fee Simple (Akta Freehold pada Fee Simple) memiliki
hak menolak untuk menyetujui pengambil-alihan tanah mereka karena tujuan lain.
Life Estate
Adalah hak yang diberikan kepada penyewa (tenant), hanya selama hidupnya,
setelah itu secara otomatis kembali menjadi milik bangsawan (the lord).
3. Afrika Selatan
Pendaftaran tanah di Afrika Selatan pada awalnya didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang kompleks, seperti Deeds Registries Act yang diterbitkan pada
tahun 1937 (Act No. 47 of 1937) dan Sectional Titles Act yang diterbitkan pada tahun
1986 (Act No. 95 of 1986). Kemudian pada tahun 2004 diperkenalkan peraturan
perundang-undangan baru yaitu Communal Land Rights Act yang diterbitkan pada tahun
2004 (Act No. 11 of 2004) (CLaRA).
State Land
Merupakan suatu bentuk hak penguasaan tanah oleh Negara dimana apabila
disandingkan dengan hak-hak atas tanah di Indonesia secara terjemahan tidak berbeda
dengan Tanah Negara atau Hak Menguasai oleh Negara yang wujudnya merupakan
suatu penguasaan atas tanah yang belum dimintai haknya atau didaftarkan
kepemilikannya sehingga masih merupakan tanah yang tidak bertuan (oleh karena itu
dikuasai oleh Negara).
Leasehold
Merupakan perjanjian dimana tanah diberikan atau disewakan kepada seseorang
selain dari si pemilik untuk suatu jangka waktu tertentu. Sewa selama 10 tahun atau
lebih merupakan sewa menyewa jangka panjang dan wajib didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Akta (Registrar of Deeds).
suatu
jenis
hak
atas
tanah
di
pedesaan
atau
daerah
Servitude
Merupakan hak terdaftar yang diberikan kepada seseorang yang untuk itu
mendapatkan keuntungan dari tanah milik orang lain. Servitude ini terdapat 2 (dua)
jenis yaitu:
1. Praedial, yaitu Servitude yang dilaksanakan atau dilakukan untuk kepentingan
pemilik sebidang tanah dan yang tidak dapat dipisahkan dari tanah tersebut, dan
2. Personal, yaitu Servitude untuk kepentingan seseorang atau suatu badan yang tidak
memerlukan adanya kepemilikan suatu tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Wiradi, dkk. 2009. Ranah Studi Agraria : Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris. Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
https://www.academia.edu/4893311/Penguasaan_Tanah_untuk_mendukung_Pembangunan_Berk
elanjutan
http://www.journal.trisakti.ac.id/index.php/hukum/article/download/94/96