Anda di halaman 1dari 20

TUBERKULOSIS KUTIS

Bambang Suhariyanto, Bagus Haryo Kusumaputra


Lab/ SMF. Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK. UNEJ/ RSD dr.Soebandi Jember
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil
mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang
pada umumnya adalah dengan minum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah
dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini.1
Tuberkulosis adalah penyakit kuno. Tanda tanda munculnya penyakit TB tulang ( Pott
disease ) telah ditemukan di Eropa pada zaman Neolithicum ( 8000 SM ), pada peradaban
Mesir kuno ( 1000 SM ), dan sebelum penemuan benua Amerika. Tuberkulosis telah dikenal
sebagai penyakit menular sejak zaman Hippocrates ( 400 SM ), saat itu namanya dikenal
sebagai phthisis dari bahasa Yunani phthinein yang artinya menular. Insiden terjadinya
penyakit Tuberkulosis ini meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi dan perkembangan
peradaban pada revolusi industri di Eropa pada tahun 1750. Pada saat itu tuberkulosis
bertanggung jawab atas 25 % dari seluruh kematian yang terjadi pada tahun masa itu. Pada
awal abad ke-20, Tuberkulosis berada pada urutan teratas penyakit yang menyebabkan
kematian. Neil Finsten memenangkan hadiah Nobel dalam bidang kesehatan pada tahun 1903
dikarenakan usahanya untuk mengenalkan sinar UV sebagai cara pengobatan untuk
Tuberkulosis kutis.2
Satu dari tiga orang di dunia ini terinfeksi dengan basil TB, tingkat kejadian TB kutis
tampaknya masih rendah. TB ekstra pulmonal mencakup 10% dari semua kasus TB, dan TB
kutis termasuk hanya proporsi kecil dalam kasus ini. Dibeberapa daerah seperti India atau
China yang prevalensinya TB-nya tinggi, manifestasi TB pada kulit hanya ditemukan < 0,1%
individu yang dapat terdeteksi pada klinik dermatologi.2
Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama di negara yang sedang
berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberkulosis
paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang
dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis
papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan eritema nodusum. 1,2.
Sejalan dengan peningkatan kualitas hidup dan pengenalan terhadap pengobatan yang
efektip ( Streptomicin ) pada akhir 1940an, jumlah pasien tuberkulosis yang dilaporkan di
Amerika Serikat menurun drastis secara berkelanjutan ( pada tahun 1944 sebanyak 126.000
kasus, pada tahun 1953 sebanyak 84.000 kasus, pada tahun 1984 sebanyak 22.000 kasus, dan
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

pada tahun 2004 sebanyak 14.000 kasus ) walaupun terjadi ledakan populasi ( 140 juta jiwa
pada tahun 1946, 185 juta jiwa pada tahun 1960, dan 226 juta jiwa pada 1980 ).2.
ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis kutis adalah mikobakterium obligat yang bersifat patogen terhadap
manusia: M. tuberkulosis, M. bovis, dan kadang-kadang bisa juga disebabkan oleh BacillusCalmette-Guerin (BCG). Penyebab utama tuberkulosis kutis di Rumah Sakit Dr.
Ciptomangunkusumo (RSCM) ialah Mycobacterium tuberkulosis (jenis human) berjumlah
91,5%, sisanya (8,5%) disebabkan oleh M. atipis, yang terdiri atas golongan II atau
skotokromogen, yakni M. scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M.
bovis dan M. avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipis golongan lain.1,2
EPIDEMIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi
kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi. Penelitian di
Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma merupakan bentuk yang tersering
terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang
ditemukan. Lupus vulgaris yang dahulu dikatakan tidak terdapat, ternyata ditemukan, meskipun
jarang. Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan
status imunodefisiensi.1,2
Meskipun 1 dari 3 orang di dunia ini terinfeksi dengan basil TB, tingkat kejadian TB
kutis tampaknya masih rendah. Di beberapa daerah seperti India atau China dimana prevalensi
TB nya tinggi, manifestasi TB pada kulit hanya ditemukan < 0,1 % individu yang dapat
terdeteksi pada klinik dermatologi.2
Dalam 10 tahun terakhir ( 1983 1992 ) sebuah survey retrospektif terhadap pasien di
sebuah klinik dermatologi di Hongkong, insiden dari TB kutis yang terdeteksi pada pasien
adalah adalah 179 kasus dari 267.089 kasus yang ada atau sekitar 0,07 %. Di antara pasien
dengan TB kutis , 15 % di antaranya dengan TB kutis klasik ( kira kira masing masing 5 %
dengan lupus vulgaris, TB kutis verukosa, dan sklofuroderma ), dan 85 % adalah dalam bentuk
tuberkulid.2
Di sebuah RS di India bagian utara, 0,1 % dari pasien dermatologi yang diamati sejak
tahun 1975 1995 mengidap TB kutis. Lupus Vulgaris adalah yang paling sering
manifestasinya ( 55 % ), diikuti sklofuroderma ( 27 % ), TB kutis verukosa ( 6 % ), TB guma 5

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

%, dan tuberkulid 7 %. Sedangkan, insiden dari TB kutis pada tahun 1980 sampai dengan 1993
di sebuah klinik dermatologi di Madrid adalah 16 di antara 10.304 pasien ( 0,14% ).2
Faktor terjadinya endemik
1. Kaitan antara TB dan epidemik HIV
2. Peningkatan perpindahan jumlah penduduk dari negara negara dengan tingkat kejadian
TB yang tinggi.
3. Transmisi TB pada tempat tempat yang ramai ( fasilitas pelayanan kesehatan,
penjara ).
4. Kekurangan dari sistim pelayanan kesehatan.
Di antara penyakit infeksius, TB merupakan penyebab kematian terbesar. TB
kemungkinan telah menyebabkan 6 % kematian di seluruh dunia, prevalensi TB secara global
lebih dari 32 % .Lebih dari 50 % pasien baru terdapat di 5 negara, antara lain India ( laju
peningkatan paling tinggi ), China, Indonesia, Bangladesh, Pakistan. TB lebih banyak terjadi
pada pria. Resiko untuk pria dan wanita adalah 1,35 : 1. TB paling sering terjadi dalam 3
dekade pertama kehidupan.2
BAKTERIOLOGI
Mycobacterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak
membentuk spora, aerob, tahan asam, panjang 2-4/ dan lebar 0,3-1,5/, tidak bergerak dan
suhu optimal pertumbuhan pada 37C.
Pemeriksaan bakteriologik :2,3,4
1. Sediaan mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada
pewarnaan dengan Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman tampak
berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum berarti kuman tersebut M.
tuberkulosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam, misalnya M. leprae.
2. Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu 37
C. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif, berarti
pasti kuman Tuberkulosis.
3. Binatang percobaan
Dipakai marmot, percobaan tersebut memerlukan waktu 2 bulan.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.
5. Percobaan resistensi.
Mycobacterium atipis merupakan kuman tahan asam yang agak lain sifatnya
dari M. tuberculosis, yakni patogenesisnya rendah, pada pembiakan umumnya
membentuk pigmen, dan tumbuh pada suhu kamar.
Menurut RUNYON (1959) kuman dibagi :
1. Golongan I : Fotokromogen
Koloni dapat membentuk pigmen bila mendapat cahaya, misalnya : M. marinum
dan M. ulcerans.
2. Golongan II : Skotokromogen
Koloni dapat membentuk pigmen dengan atau tanpa cahaya, yakni :
M. scrofulaceum.
3. Golongan III : Non-Fotokromogen
Koloni tidak dapat atau sedikit membentuk pigmen, walaupun mendapat cahaya,
misalnya : M. battley dan M. intracellulare.
4. Golongan IV : Rapid growers
Koloni tumbuh dalam beberapa hari, misalnya: M.fortuitum dan M. chelonei
( dahulu disebut disebut M. abscessus ).

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

IMUNOLOGI
Ternyata terdapat korelasi antara bentuk-bentuk tuberculosis kutis dan imunitas. Stokes
dkk. Mengadakan pembagian tuberkulosis kutis berdasarkan imunitas sebagai berikut:1,2,4.
a. Hiperergik : positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi ( 1:1.000.000 atau kurang ),
termasuk:
1. Liken skrofulosorum
2. Tuberkulosis kutis verukosa
3. Lupus vulgaris
b. Normergik : positif dengan tuberkulin pengenceran sedang ( 1: 1.00.000 ), termasuk :
1. Lupus vulgaris
2. Skrofuloderma
3. Sebagian kecil Tuberkulid papulonekrotika
4. Sebagian besar Eritema induratum
5. Inokulasi tuberculosis primer ( setelah minggu ke 3-4 )
c. Hipoergik : tidak bereaksi atau bereaksi lemah dengan tuberkulin pengenceran rendah
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

( 1: 1.000 atau lebih ) , temasuk:


1. Sebagian besar Tuberkulid papulonekrotika
2. Sebagian kecil Eritema induratum
3. Lupus miliaris diseminatus fasiei
d. Anergik : tidak bereaksi, sekalipun dengan tuberkulin pengenceran rendah, termasuk :
1. Kompleks primer stadium dini
2. Tuberkulosis milier lanjut.

II.5. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Menurut PILLSBURRY ,1,4
1. Tuberkulosis kutis sejati
Tuberkulosis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit disertai
gambaran histopatologik yang khas.
a. Tuberkulosis kutis primer:
Tuberkulosis kutis primer berarti kuman masuk pertama kali ke dalam tubuh.
Ada satu macam : Inokulasi tuberkulosis primer ( tuberkulosis chancre )

b. Tuberkulosis kutis sekunder:


1. Tuberkulosis kutis miliaris
2. Skrofuloderma
3. Tuberkulosis kutis verukosa
4. Tuberkulosis kutis gumosa
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
6. Lupus vulgaris
2. Tuberkulid

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

Tuberkulid merupakan manifestasi reaksi sistemik kulit terhadap toksin mikroorganisme


/ reaksi id yang berarti kelainan kulit akibat alergi; yang tidak dapat ditemukan pada lesi
tetapi dapat ditemukan pada bagian tubuh yang lain, biasanya di paru. Pada tuberkulid, tes
tuberkulin memberi hasil positif.
a. Bentuk papul
1. Lupus miliaris diseminatus fasiei
2. Tuberkulid papulonekrotika
3. Liken skrofulosorum
b. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
1. Eritema Nodusum
2. Eritema Induratum

PATOGENESIS
Cara infeksi :1
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis,
misalnya lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada
kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Susunan kelenjar getah bening:
Untuk lebih mengetahui patognesis tuberkulosis kutis, terutama skrofuloderma, maka
perlu dipahami susunan kelenjar getah bening (kgb).

Pada regio colli, tepat di bawah dagu terdapat kgb submentalis, di bawah mandibula
terdapat kgb submandibularis. Di sekitar muskulus sternokleidomastoideus terdapat kgb
servikalis superfisialis dan profunda. Aliran getah bening dari daerah hidung, faring, dan
tonsil ditampung oleh kgb submandibularis kemudian ke servikalis profunda, karena itu
pada skrofuloderma, kuman dapat masuk dari tonsil tersebut.
Pada daerah lipat paha secara klinis terdapat 3 golongan kgb. Jika di antara spina iliaka
anterior superior ( SIAS ) dan simfisis pubis dibagi menjadi dua bagian yang sama, maka di
bagian lateral terletak kgb inguinalis lateralis, sedangkan di bagian medial terdapat kgb
inguinalis medialis. Yang ketiga dalah kgb femoralis yang terletak di trigonum femoralis.
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

Kgb yang menampung cairan getah bening dari daerah ekstremitas bawah adalah kgb
inguinalis lateralis dan kgb femoralis. Selain itu kgb inguinalis lateralis juga menampung
getah bening dari kulit di perut di bawah umbilikus dan daerah bokong.
Kgb di aksila merupakan kelenjar regional untuk daerah ekstremitas atas serta dada dan
punggung. Pada skrofuloderma, di lipat paha yang diserang adalah kgb inguinalis lateralis
dan kgb ingunalis femoralis, karena port dentre biasanya terletak di daerah extremitas
bawah. Kgb inguinalis medialis merupakan kelenjar regional bagi genitalia externa, oleh
karena itu pada skrofuloderma biasanya tidak membesar. Akan tetapi pada stadium lanjut
dapat membesar akibat penjalaran dari kgb. inguinalis lateralis.
PREDILEKSI, GEJALA & GAMBARAN KLINIS, MANIFESTASI KLINIS
Oleh karena di Indonesia bentuk yang tersering dari tuberkulosis kutis adalah
skrofuloderma dan tuberculosis kutis verukosa , maka penjelasannya diutamakan pada kedua
bentuk ini.
Skrofuloderma 2,5
Skrofuloderma adalah suatu jenis penyakit kulit yang disebabkan bakteri M. tuberkulosis yang
menyerang kelenjar getah bening leher. Pada orang dewasa, penyakit ini disebabkan
Mycobacterium tuberkulosis, dan pada anak anak disebabkan Non-Tuberkulous bakteria.
Skrofuloderma merupakan suatu tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi
secara perkontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot
dan tulang. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada
bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya.
Lokasi lesi skrofuloderma yang tersering adalah pada daerah leher dimana
terjadi akibat proses tuberkulosis pada tulang dan persendian .. Yang lebih jarang
mengenai daerah aksila, inguinal, retro aurikuler. Cara infeksi dapat terjadi melalui
saluran makanan, secara inhalasi, dan yang lebih jarang adalah masuknya kuman
disebabkan trauma atau suntikan.
Diagnosa skrofuloderma ditegakkan berdasarkan:1,2
1. Keluhan dan anamnesa
2. Gambaran klinis
3. Ditemukannya basil tahan asam ( BTA ) pada lesi
4. Reaksi tuberkulin / Mantoux test (+)
5. Pemeriksaan Histopatologi
6. Kultur kuman
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

7. Inokulasi (+)
8. Efek terhadap terapi sistemik..
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai
dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi
periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu
kantong kelenjar / klier packet. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan
perlunakan (abses dingin), kemudian mencari jalan keluar dengan menembus kulit
diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk
ulkus.
Gejala klinis yang sering timbul adalah perjalanannya yang cenderung kronik,
sebuah massa yang tidak nyeri di leher, yang tidak mau hilang dan biasanya tumbuh
seiring dengan berjalannya waktu.
Gambaran klinis skrofuloderma sering didahului oleh pembengkakan yang tidak
nyeri, berbatas tegas, tidak memberi keluhan, berwarna kebiruan pada kulit di atasnya.
Benjolan kemudian pecah, membentuk lubang, atau borok pada permukaan kulit.
Pada satu abses dapat ditemukan lebih dari satu lubang atau borok yang mengeluarkan
cairan bening, atau purulen, atau suatu bahan seperti keju. Borok mempunyai tepi
berbatas

tegas, meninggi,

menggaung,

berwarna kebiruan. Gambaran

klinis

skrofuloderma bervariasi bergantung pada lamanya penyakit. Jika penyakitnya telah


menahun, maka gambaran klinisnya lengkap, artinya terdapat semua kelainan yang
telah disebutkan.
Massa ini sering disebut dengan cold abscess , dikarenakan tidak ada
perubahan warna setempat atau rasa hangat yang menyertainya dan pada lesi terjadi
warna ungu kebiru biruan. Infeksi Non Tuberkuloid Mikobacterium tidak
menunjukkan gejala konstitusi lain yang menarik perhatian, namun Skrofulodema yang
disebabkan oleh M. tuberkulosis biasanya menampakkan gejala gejala yang lain,
seperti demam, menggigil, rasa lemah, dan penurunan berat badan pada sekitar 43 %
pasien. Seiring dengan semakin bertambah seriusnya lesi, kulit menjadi tertarik pada
massa dan terkadang mengalami ruptur, membentuk sebuah sinus dan luka yang
terbuka. Setelah penyembuhan sering didapatkan jaringan parut dari jembatan jaringan.
Sebagai kesimpulan, maka pada skrofuloderma yang menahun akan didapati
kelainan sebagai berikut:

Pembesaran banyak kgb dengan konsistensi yang bermacam-macam

Tanpa tanda-tanda radang akut


Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

10

Periadenitis

Abses dan fistel yang multipel

Ulkus dengan sifat-sifatnya yang khas

Sikatriks-sikatriks yang memanjang dan tidak teratur

Adanya jembatan kulit

Lesi pada regio aksilaris dekstra

Gambar A,B,C. Lesi pada regio colli 6,7,8,9


Tampak ulkus, fistel, sikatriks, dan jembatan kulit (skin bridges)

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

11

Tuberkulosis kutis verukosa 2,10


Tuberkulosis kutis verukosa adalah suatu tuberkulosis kutis berbentuk verukosa yang
disebabkan reinfeksi M. Tuberculosis eksogen pada kulit seseorang yang sebelumnya pernah
kontak dengan kuman tersebut. Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk ke dalam
kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada daerah-daerah yang lebih sering mendapat
trauma dimana dapat dengan mudahnya terkontaminasi oleh sputum seperti ektremitas superior
dan inferior. Walau tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang
resisten terhadap terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel juga dapat terkena.
Gambaran klinis biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa,
yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang lain.
Kelainan kulit berupa papula atau papulopustulosa berukuran kecil di atas kulit yang
eritematosa, dengan halo di bagian tepi, berwarna keunguan, asimptomatik. Lesi kulit
kemudian menjadi hiperkeratotik dan verukosa, meluas ke tepi secara lambat, menjadi plak
verukosa dengan tepi bagian luar ireguler, dan permukaan papilomatosa. Konsistensi lesi keras,
tetapi di bagian tengah lunak dan dari fisura yang ada dapat keluar pus dan bahan-bahan
keratinosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks. Kecuali menjalar secara serpiginosa,
juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah. Lesi biasanya soliter
tetapi dapat multipel. Lesi biasanya soliter tetapi dapat multipel.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

12

A. Tuberkulosis Warts ( TBK verukosa). Lesi timbul setelah mengobati luka


dengan mentega, yang mungkin papula tercemar Mycobacteriu. B.
Tuberkulosis kutis verukosa di regio pedis digiti I dengan disertai permukaan
kasar 6,7,8,9

A. Tuberkulosis kutis verukosa di regio colli dengan makulaerimatosa,


permukaan kasar, serpiginosa. B. Tuberkulosis kutis verukosa di regio colli
dengan papula-papula verukosa menyebar serpiginosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari paru.
Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun, kemudian
melunak dan bersifat destruktif. Pada awalnya kulit berwarna normal dan lamakelamaan menjadi merah kebiruan. Lesi tersebar berbentuk makula dan papula
berukuran kecil atau lesi eritematus. Kadang-kadang vesikuler dan terdapat krusta.
Lupus vulgaris 2,11
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang
sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara infeksi dapat secara endogen atau
eksogen.
Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna
menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi
berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

13

sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan. Penyembuhan
spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang
dapat ke perifer atau serpiginosa.
Pada pemeriksaan secara histopatologi, pada komposisi struktur tuberkel ditemukan selsel epithelial dan giant cells, dan jarang ditemukan nekrosis pengejuan. Pada pemeriksaan
secara mikroskopik jarang ditemukan adanya BTA.

A. Lupus vulgaris di dagu. B. Perhatikan parut yang khas dengan destruksi


tulang rawan hidung

A. Tampak adanya hiperkeratosis & deskuamasi pada wajah. B. Lesi pada pipi. C.
Lesi pada pantat kiri

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

14

A. Lesi pada forehead. B. Lesi pada leher

Lesi pada lengan bawah


PENUNJANG DIAGNOSIS 1,2,4
Pemeriksaan laboratorium, pada tuberkulosis kutis laju endap darah (LED) meninggi,
dimana menunjukkan suatu proses yang aktif. Sedangkan pemeriksaan RFT / LFT diperlukan
untuk evaluasi efek samping pemberian anti tuberkulosis jangka panjang.
Pemeriksaan bakteriologik terutama penting untuk menentukan etiologinya. Tetapi
hasilnya memerlukan waktu yang lama ( 8 minggu untuk kultur dan binatang percobaan ). Dan
menurut penelitian, pada pembiakan hanya 21,7 % yang positif.
Pemeriksaan histopatologik lebih penting daripada pemeriksaan bakteriologik untuk
menegakkan diagnosis, karena hasilnya cepat, yakni dalam satu minggu. Gambaran
histopatologis yang khas pada proses tuberkulosis didapatkan jaringan nekrosis, keradangan
granulomatik, biasanya didapat tuberkel disertai pengejuan, didapat pula giant cells di antara
sel-sel epiteloid.

Menurut hukum Jadasshon Lewandowsky, bila suatu mikroorganisme

memperbanyak diri di jaringan dan tidak tahan oleh suatu reaksi imunologis, maka hanya
ditemukan keradangan yang tidak khas. Bila respon imunologisnya kuat, akan terbentuk sel
histiosit, sel epiteloid yang dikelilingi sel mononuklear, dan sering dijumpai giant cells. Pada
penderita tuberkulosis, peningkatan sensitivitas kulit merupakan indikasi yang mendukung
Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010
Manado 30 Januari 2010

15

prognosa. Pada penderita skrofuloderma dengan imunitas yang baik / kekebalan yang tinggi,
sensitivitasnya juga tinggi.
Tes tuberkulin / Mantoux test mempunyai arti selama lama tes tersebut < 5 tahun dan
jika positif hanya berarti pernah atau sedang menderita penyakit tuberkulosis. Hasil Mantoux
test dibaca setelah 48 jam. Penilaian positif berdasarkan indurasi 10 mm atau lebih. Kecuali
dengan Purified Protein Derivatives ( human tuberkulin ), juga dapat dites dengan tuberkulin
dari M. atypis. Terdapat pendapat bahwa hasil reaksi tuberkulin dipengaruhi oleh etiologi. Jika
penyebabnya M. tuberculosis, maka reaksi tuberkulin human kuat, sedangkan bila penyebabnya
M.atypis maka reaksi tersebut lemah. Jadi antigen yang homolog akan memberikan reaksi yang
lebih kuat daripada antigen yang heterolog. Meskipun demikian karena dapat terjadi reaksi
silang, maka nilai tes tersebut kurang untuk menentukan etiologi.
Adanya perbaikan klinis dan laboratorium pada evaluasi pasien setelah pemberian obat
anti tuberkulosis, termasuk penunjang diagnosa adanya proses tuberkulosis pada pasien ini.
DIAGNOSIS BANDING 2,3
Skrofuloderma

Aktinomikosis

Sporothrikosis

Misetoma

Hidradenitis supurativa

Limfogranuloma venereum

Actinomicosis

Acne conglobata.

Ulkus tropikum

Tuberkulosis kutis verukosa

Nevus verukosa

Kromomikosis

Iktiosis hitrik

Frambusia stadium I

Veruka vulgaris

Keratosis Seboroik

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

16

Lupus Vulgaris

Sarkoidosis

Lepra lepromatosa

Leishmaniasis

PENATALAKSANAAN 1,2
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai
hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus dilakukan secara
teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi.
Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat
bakterisidal, harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling
sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki.
Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat-ringannya penyakit,
dan adakah kontraindikasi.

Dosis INH (H) pada anak < 4 tahun ialah 10 mg/kgBB/hari, pada orang dewasa
5mg/kgBB/hari. Dosis maksimum 300-400 mg/hari. INH biasanya diberikan dosis
tunggal per oral tiap hari.

Dosis Rifampisin (R) pada anak ialah 10- 20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum
600mg/hari, sedangkan pada dewasa BB< 50 kg ialah 10 mg/kgBB/hari atau 400
mg/hari, BB > 50 kg ialah 600 mg/hari, paling lama diberikan 9 bulan.

Dosis Pirazinamid (Z) 20-35 mg/kgBB/hari, diberikan dalam satu atau beberapa kali
sehari, hanya selama 2 bulan. Dosis maksimum 3 gram. Kontraindikasi pada pasien
penyakit hepar. Harus dilakukan pemeriksaan fungsi hati (LFT) sebelum pengobatan
dengan pirazinamid dimulai.

Dosis Streptomisin (S) 20 mg/kgBB/hari i.m.,selama 2 3 minggu, kemudian


frekuensi pemberian dikurangi menjadi 2 3 x/minggu. Dosis maksimum 90 g/hari.
Dosis harus dikurangi untuk penderita usia lanjut, anak-anak, orang dewasa yang
berbadan kecil, dan penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

Dosis Ethambutol (E) bulan I-II 25 mg/kgBB/hari, bulan berikutnya 15 mg/kgBB/hari.


Perhatian pada penderita gangguan ginjal, dosisnya perlu disesuaikan karena
ethambutol terakumulasi dalam badan. Harus dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
(RFT) sebelum pengobatan dengan ethambutol dimulai.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

17

Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal ( intensip ) dan
tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan
lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah
kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu
2 bulan. Selama fase lanjutan diuperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih
panjang. Efek sterilisasi obat untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah kekambuhan.
Pada paien dengan sputum BTA positif ada resiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan 4
obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya
resistensi selektif. Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstrapulmoner tidak
terdapat resiko resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit.
Pengobatan fase awal dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan 2 obat biasanya sudah
memadai. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan
ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal
sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang diberikan haruslah yang masih selektif. Pengobatan
standar dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan
menyusui, serta pada anak < 4 tahun, dan harus disertai pemberian Piridoksin dengan dosis 10
mg/hari. Streptomisin tidak boleh diberikan.
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal
diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB/hari, Rifampisin 10 mg/kgBB/hari,
Pirazinamid 35 mg/kgBB/hari dan Etambutol 15 mg/kgBB/hari. Diikuti fase lanjutan selama 4
bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada
skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus (basah) dikompres, misalnya dengan larutan
kalium permanganas 1/5000. Jika kering dengan krim, salep antibiotik dan salep minyak ikan
untuk merangsang pinggir ulkus agar cepat menutup.
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris, tuberkulosis
kutis verukosa yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas bawah. Sedangkan pada
tuberkulosis kutis verukosa yang besar diterapi secara sistemik dulu baru kemudian diterapi
topikal.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

18

PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan,
prognosisnya baik.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Tuberkulosis kulit dalam: Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, Edisi 4. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta 2005.
2. Meltzer M S. Cutaneus Tuberculosis In: Internet Artcle, Dermatology Service, Union
Memorial Hospital. www.emedicine.com. November 20 th, 2006.
3. Convit, Grange, Harahap. Mycobacterial Skin Diseases In: New Clinical Applications
Dermatology.UK Kluwer Academic Publishers 1989.
4. Graham B, Robin B, Tony. Lecture Notes on Dermatology, Edisi 8. Penerbit Erlangga.
Jakarta 2005.
5. Abraham A, Widjaja ES, Lunardi JH. Skrofuloderma dengan Mastitis Tuberculosis dalam:
Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Lab/ UPF. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamn FK.
Unair/ RSUD. Dr. Soetomo Surabaya, vol 6; No. 2; Agustus 1994.
6. Anonim . Picture of Cutaneous Tuberculosi. by Google Search Engine 2008.
7. Bag/ SMF.Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK. Unair/ RSUD. Dr. Soetomo Surabaya.
Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Airlangga University Press 2007.
8. Steigleder K, Gerd, Maibach I, Howard. Atlas Saku Penyakit Kulit. Penerbit Binarupa
Aksara. Jakarta 1995.
9. Siregar RS. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2. ECG. Jakata 2004.
10. Farida W, Werdani VL Sri. Tuberkulosis Kutis Verukosa dalam: Kumpulan Makalah Konas
VIII Perdoski Buku 1. Yogyakarya 1995.
11. Fatusi,Onayami, Adetiloye. Tuberculosis Cutis Orificialis (TBCO) / Lupus Vulgaris (LV)
In: The Internet Journal of Infectious Disease, Simultaneous Occuranceend Review of
theLiteratur. www.ispub.com.

Dibawakan pada Seminar Sehari Dermatologi Manado Terkini 2010


Manado 30 Januari 2010

20

Anda mungkin juga menyukai