Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Mata adalah organ manusia yang berfungsi sebagai indera penglihatan.Mata dibentuk

untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan serta perantara
serabut-serabut nervusooptikus.Mengalihkan rangsangan ini ke pusat pada otak untuk
ditafsirkan.
Mata juga adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata
yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang
atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Selain itu mata juga sensitive terutama terhadap rangasangan, yaitu rangsangan nyeri.
Mata juga rentan terhadap infeksi bakteri, virus atau juga sering mengalami trauma karena
benda-benda asing yang berupa butiran-butiran kecil seperti debu dan asap.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana rute pemberian obat melalui mata?
2. Bagaimana Anatomi organ dan patofisiologis?
3. Bagaimana proses absorpsi di jaringanya?

1.3.

Tujuan
1. Untuk mengetahui rute pemberian obat melalui mata
2. Untuk mengetahui anatomi organ dan patofiologisnya
3. Untuk mengetahui proses absorpsi di jaringanya

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Anatomi Organ
Mata manusia secara umum terbagi atas segmen anterior dan posterior.Segmen

anterior yaitu kornea, konjungtiva, iris, badan siliari, cairan humor, dan lensa.Sedangkan
bagian posterior yaitu sclera, koroid, retina dan humor viterous. Kornea merupakan membran
transparan multilayer yang terletak paling luar pada bagian mata, tidak disuplai darah dan
mendapatkan nutrisi yang diperoleh dari humor aquos dan kapiler limbal. Kornea manusia
terdiri atas 5 lapisan, yaitu corneal epitelium, membran bowman, stroma, membran descemet,
endotelium. Humor aquor merupakan cairan yang terdapat pada segmen anterior pada mata,
merupakan sumber nutrisi terbesar untuk lensa dan kornea. Iris merupakan bagian berwarna
dari mata, terdiri atas sel epitel berpigmen dan otot sirkular. Bagian tengah dari iris adalah
pupil.Sfingter iris dan otot dilator membantu dalam menyesuaikan ukuran pupil yang
mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata badan siliari, otot berbentuk cincin yang
menempel pada iris terdiri dari otot siliari.Kontraksi dan relaksasi dari otot ciliary mengontrol
bentuk lensa.
Lensa adalah unit kristal dan fleksibel yang terdiri dari lapisan jaringan tertutup dalam
kapsul. Konjungtiva adalah membran mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata yang
jelas dan menyebar dari permukaan anterior sclera hingga limbus. Hal ini memfasilitasi
pelumasan mata karena adanya mukus dan tear film. Sclera adalah selubung putih sekitar
bola mata dan disebut bagian putih mata, ni bertindak sebagai perisai utama untuk
melindungi organ internal. Sclera ini disandingkan dengan jaringan vaskular dikenal sebagai
koroid, yang terdapat di antara retina dan sclera.Koroid menyediakan nutrisi ke sel-sel
fotoreseptor di retina.
Retina adalah sensori multilayer,jaringan sensitif terhadap cahaya yang melapisi
bagian dalam mata, berisi jutaan fotoreseptor atau elemen fotosensitif yang menangkap
cahaya dan mengkonversinya menjadi impuls listrik. Impuls ini menjalar di sepanjang saraf
optik ke otak , di mana mereka diubah menjadi gambar. Humor vitreous adalah zat seperti
jelly atau matriks hidrogel, didistribusikan antara retina dan lensa.
Mata adalah struktur bola dengan dinding terdiri dari tiga lapisan; bagian terluar
sclera, bagian tengah lapisan koroid, ciliary tubuh dan iris dan bagian dalam saraf lapisan
jaringan retina. Sclera adalah lapisan berserat keras yang melindungi jaringan dalam pada
mata bagian putih kecuali area transparan pada bagian depan dan kornea memungkinkan
cahaya untuk masuk ke mata. Lapisan koroid, terletak di sclera, mengandung banyak

pembuluh darah yang dimodifikasi pada depan mata sebagai iris berpigmen bagian berwarna
dari mata (biru, hijau, coklat, cokelat, atau abu-abu).
1. Struktur kornea
Kornea terletak pada bagian depan mata yang menyampaikan gambar ke bagian
belakang sistem saraf. Kornea dewasa memiliki radius sekitar 7-8mm yang mencakup sekitar
seperenam dari total luas permukaan bola mata yang merupakan jaringan pembuluh darah
yang menyediakan nutrisi dan oksigen yang dipasok melalui cairan lakrimal dan cairan hmor
dan juga dari pembuluh darah yang terletak diantara kornea dan sklera.
Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu epitel, bowman, stroma, membran descemet, dan
endotelium, yang merupakan jalur utama permeasi obat pada mata.Epitel terbuat dari 5
hingga lapisan sel. Epitel skuamosa (5-6 lapisan sel) dengan ketebalan sekitar 50-100 m dan
waktu turnover sekitar satu lapisan sel setiap hari.Sel-sel basal dikemas dengan tight junction
untuk membentuk tidak hanh ya penghalang yang efektif untuk partikel debu dan kebanyakan
mikroorganisme, dan juga untuk penyerapan obat.jalur transelular atau paracellular adalah
jalur utama untuk absorbsi obat di epitel kornea. Obat lipofilik memilih rute transelular
sedangkan yang hidrofilik memilih jalur paracellular untuk penetrasi (difusi pasif atau difusi
melalui intraseluler pada sel).Membran Bowman adalah lembar homogen acellular dengan
tebal 8 14 m yang terletak di antara membran basal epitel dan stroma.Stroma, atau
substania propria, mengandung air sekitar 85% dan sekitar 200-250 lamellae kolagen.
2. Konjungtiva
Konjungtiva melindungi mata dan juga terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan
precorneal tear film. Konjungtiva adalah membran transparan tipis terletak pada permukaan
bagian dalam kelopak mata.Molekul-molekul sampai 20.000 Da bisa menyeberangi
conjuctiva, sementara kornea membatasi masuknya molekul yang berukuran lebih besar dari
5000 Da.
a. Sistem drainase nasolacrimal
Sistem drainase Nasolachrymal terdiri dari tiga bagian; sistem sekresi, sistem
distributif dan sistem ekskresi.Bagian sekresi terdiri dari kelenjar lakrimal yang
mensekresikan air mata, menyebar di permukaan okular oleh kelopak mata dengan adanya
kedipan.Sistem sekresi dirangsang oleh kedipan dan perubahan suhu karena adanya evaporasi
air mata dan refluks secretors yang memiliki saraf parasimpatis eferen yang kemudian
disekresikan sebagai respon pengaruh emosional, misalnya keadaan menangis.Sistem

distributif terdiri dari kelopak mata dan meniskus air mata yang menyebarkan air mata di atas
permukaan okular dengan berkedip, sehingga mencegah kering pada mata.Bagian ekskretoris
dari sistem drainase Nasolachrymal terdiri dari puncta lakrimal, bagian superior, bagian
inferior dan kanalikuli; kantung air mata, dan saluran nasochrymal.Pada manusia, dua puncta
adalah bukaan dari kanikuli lakrimal yang terletak di tempat yang tinggi dikenal sebagai
papilla lakrimal.Air mata dalam jumlah besar akan terabsorbsi oleh mebran mukosa, dan
hanya sebagian yang mencapai rongga hidung.

Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata


Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata
dari trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
kornea. Kelopak mata merupakan pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata
dan melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak mempunyai lapis
kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus
yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain;
kelenjar sebasea, kelenjar keringat atau kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut bulu
mata, serta kelenjar Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi kelainan yaitu
lagoftalmos (mata tidak menutup bola mata), ptosis (kelopak mata tidak bisa dibuka).
Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di
bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga
hidung di dalam meatus inferior.

Anatomi dan Fisiologi Konjugtiva


Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang.Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi
bola mata terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet.Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu;
konjungtiva tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta
menutupi sklera, dan konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Anatomi dan Fisiologi Bola Mata

a. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata
serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan
pelindung isi bola mata.Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata.
b. Kornea
Merupakan selaput bening mata dan bagian terdepan dari sklera yang bersifat
transparan sehingga memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.Kornea berperan
meneruskan dan memfokuskan cahaya ke dalam bola mata.Pembiasan terkuat dilakukan
oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan
oleh kornea. Kornea terdiri dari beberapa lapis jaringan yang menutup bola mata bagian
depan yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan endotel. Saraf
sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V
saraf siliar longus berjalan suprakoroid yang masuk ke dalam stroma kornea menembus
membran Bowman dan melepaskan selubung Schwannya.

c. Bilik-bilik dalam mata


Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan
dibatasi oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa
makanan untuk jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang paling
sempit pada mata.
d. Humor Aquos
Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan oleh
badan siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan makanan dan
oksigen untuk mempertahankan kornea dan lensa.
e. Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung
pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai
kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.Badan siliar
mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa dapat mencembung dan
merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang
limbus.Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata yang banyak mengandung
pembuluh darah dan memberikan makan lapis luar retina.

f. Pupil
Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf
simpatis.Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa
silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.Pada waktu tidur pupil mengalami
pengecilan akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan
hambatan miosis.Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi.
g. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan
akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina
terdapat makula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area
sensitif paling rentan pada siang hari.
Saraf yang ada di mata
1) Saraf optikus, membawa gel. Saraf yang dihasilkan didalam retina ke otak.
2) Saraf Lakrimalis, merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.
3) Saraf lainnya, menghantarkan sensasi ke bag. Mata yang lain dan mrangsang otot
pada tulang orbita.
Pembuluh darah yang melewati bagian mata

Arteri opthalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata
kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena opthalmika dan vena retinalis.
Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang. Arteri inilah juga yang
akan menyalurkan darah ke cabang arteri lainnya :
1. Arteri retina sentralis,
2. Arteri lakrimalis,
3. Arteri siliaris posterior longa dan brevis, atau
4. Arteri palpebralis.

Karakteristik Organ Mata


Kornea tidak mempunyai pembuluh darah tetapi banyak mengandung akan ujung
saraf. Ketika sediaan topikal diberikan untuk mata, akan terpapar pertama kali oleh kornea
dan konjungtiva, mewakili hambatan utama untuk penetrasi obat. Epitelium dan endotelium
dari kornea banyak mengandung lipid, sehingga menjadi penghalang untuk senyawa yang
larut dalam air. Stroma adalah lapisan hidrofilik mengandung 70% sampai 80% air, menjadi
penghalang untuk senyawa yang tidak larut dalam air. Sklera mengandung banyak
pembuluh darah yang mensuplai darah ke jaringan anterior pada mata. Konjungtiva dan
permukaan kornea dilumasi oleh sebuah lapisan cairan yang disekresikan oleh kelenjar air
mata dan konjungtiva. Kelenjar lakrimal menghasilkan cairan yang disebut dengan air mata.
Kelenjar sebaceous menghasilkan cairan berminyak yang akan tersebar dilapisan mata.
2.2.

Patofisiologis
1) Konjungtivitis
Konjungtivitis

adalah

inflamasi

konjungtiva

dan

ditandai

dengan

pembengkakan dan eksudat.Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering


disebut mata merah.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan
mata dari substansi luar.Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi

infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
antimikroba termasuk lisozim.Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada
epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi
epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva
( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel sel
radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan.Sel sel ini
kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat
konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus.Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal.Sensasi ini merangsang sekresi air
mata.Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan
menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier
berarti kornea terken
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
- infeksi oleh virus atau bakteri.
- reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
- iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultravioletdari las
-

listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.


pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa

menyebabkan konjungtivitis
Manifestasi klinis
- Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
- Produksi air mata berlebihan (epifora).
- Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan
menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva
-

bagian atas.
Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi

nonspesifik peradangan.
- Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
- Perbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
- Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).
- Nyeri dan terjadi gangguan tidur.
Komplikasi

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan


kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa
komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
- Glaucoma
- Katarak
- Ablasi retina
- Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
-

blefaritis sepertiekstropin, trikiasis


Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah
bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat

mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta


Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat

mengganggu penglihatan.
2) Blefaritis
Blefaritis adalah inflamasi batas kelopak mata dan margo palpebra yang umum
dan sering disertai konjungtifitis atau keratitis. Blefaritis adalah peradangan bilateral
subakut atau menahun pada tepi kelopak mata (margo palpebra). Ciri khasnya bersifat
remisi dan eksaserbasi.Biasanya, blefaritis terjadi ketika kelenjar minyak di tempat
tumbuhnya bulu mata mengalami gangguan. Ketika kelenjar minyak ini terganggu,
akan terjadi pertumbuhan bakteri yang melebihi biasanya, menyebabkan peradangan
kelopak mata.
Blefaritis terjadi dimulai dari invasi jamur pitirusporum (b.seboreik) ,
stafilokokus (b.ulseratif) di area kelopak mata dan adanya kelainan metabolic
(b.seboreik) pada sekitar kelopak mata yang merusak system imun dan menginfeksi
kelopak mata. Akibatnya pada blefaritis seboreik terjadi pelepasan lapisan tanduk di
kulit dan daerah kelopak mata, gangguan folikel rambut menyebabkan bulu mata
cepat jatuh dan terjadi trikiasis menggesek kornea menyebabkan gangguan kornea.
Sedangkan pada blefaritis ulseratif terjadi hyperemia, pelepasan krusta berwarna
kuning kering terasa gatal, destruksi folikel rambut yang menyebabkan bulu mata
cepat jatuh dan tidak diganti dengan yang baru, dapat pula menyebabkan gangguan
pada kornea, serta terbentuk ulkus kecil-kecil yang mudah berdarah
Etiologi
Blefaritis ulseratif disebabakan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus atau
stafilikokus epidermidis (Istiqomah, 2004). Blefaritis seboreik/skuamosa (non
ulseratif) merupakan peradangan tepi kelopak mata terutama mengenai kelenjar
kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang memiliki kulit

berminyak. Penyebabnya adalah kelainan metabolic atau jamur yang kadangkadang pada penderita dengan higiene yang buruk akan dapat bersarang tuma atau
kutu pada pangkal silia di daerah margo palpebra. (Tamsuri Anas, 2010).Blefaritis
dapat disebabkan infeksi staphylococcus, dermatitis seboroik, gangguan kelenjar
meibom, atau gabungan dari ketiganya. Blefaritis anterior biasanya disebabkan
karena infeksi staphylococcus atau dermatitis seboroik yang menyerang bulu mata.
Pada infeksi staphylococcus aureus, didapatkan pada 50% pada pasien yang
menderita blefaritis, tapi hanya 10% orang yang tidak memberikan gejala blefaritis
namun ditemukan bakteri staphylococcus. Infeksi staphylococcus epidermidis,
didapatkan sekitar 95% pasien.blefarits seboroik serupa dengan dermatitis
seboroik, dan posterior blefaritis (meibomian blefaritis) disebabkan gangguan kerja
kelenjar meibom. Kelenjar meibom yang ada sepanjang batas kelopak mata,
dibelakang batas bulu mata, kelenjar ini menghasilkan minyak ke kornea dan
konjungtiva. Kelenjar ini disekresikan dari lapisan luar air mata, yang bisa
menghambat penguapan air mata, dan membuat permukaan mata menjadi tetap
halus, dan membantu menjaga struktur dan keadaan mata. Sekresi protein pada
pasien yang menderita kelainan kelenjar meibom berbeda komposisi dan kuantitas
dari orang dengan mata normal. Ini menjelaskan kenapa pada pasien dengan
kelainan kelenjar meibom jarang menderita sindrom mata kering. Kelenjar meibom
berasal dari glandula sebasea.
Blefaritis karena staphylococcus.Dermatitis seboroik dan rosesea keduanya
mempengaruhi glandula sebassea. Pada dermatitis seboroik, glandula sebasea
memproduksi secret berlebihan. Sedangkan pada rosea glandula sebasea dihambat
dan sekresi ke kulit. Ini menjelaskan hubungan ganguan kelenjar meibom dengan
dermatitis seboroik dan rosea.
Manifestasi klinis
Gejala blefaritis berupa rontok bulu mata, gejalanya yaitu :
- Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik
-

dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata
dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi

pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.


Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya

terang.

Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika

keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata


-

mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.


Tanda : Skuama pada tepi kelopak, jumlah bulu mata berkurang, obstruksi dan
sumbatan duktus meibom, sekresi Meibom keruh, injeksi pada tepi kelopak,
abnormalitas film air mata.

2.3.

Proses Absorbsi di Jaringan


Absorbsi pemakaian obat pada mata, sejauh obat harus menembus bagian dalam mata,

baik struktur lipofil maupun struktur hidrofil harus ditembusi. Epitel kornea dan endotel
kornea berfungsi sebagai pembatas lipofil, sedangkan hanya zat-zat hidrofil yang dapat
berdifusi melalui stroma. Dengan demikian kondisi penembusan akan sangat menguntungkan
untuk obat apabila obat tersebut menunjukkan sifat lipofil dan hidrofil bersama-sama.
Terutama pada asam lemah dan basa lemah yang sebagian dalam bentuk tak terionisasi
sehingga bersifat larut dalam lemak dan sebagian dalam bentuk terionisasi sehingga bersifat
larut dalam air.
Dibandingkan dengan pemberian obat rute yang lain,penghantaran obat melalui mata
harus mengatasi tantangan penting yang ditimbulkan oleh berbagai hambatan okular. Banyak
hambatan yang terkait dengan anatomi dan fisiologi mata membuatnya menjadi tantangan
untuk memberikan dosis yang tepat pada tempat yang sesuai. Kemajuan yang signifikan telah
dibuat untuk mengoptimalkan penghantaran obat yang terlokalisasi pada mata, sehingga rute
yang sekarang terkait dengan teknik pemberian obat yang sangat canggih. Beberapa teknologi
ini unik untuk mata dan banyak juga ditemukan di rute pengiriman lainnya. Bioavailabilitas
sistem pengiriman obat mata tradisional seperti tetes mata sangat buruk karena mata
dilindungi oleh serangkaian mekanisme pertahanan yang kompleks yang membuatnya sulit
untuk mencapai konsentrasi obat yang efektif dalam area target mata. Anatomi dan fisiologi
mata adalah salah satu sistem yang paling kompleks dan unik dalam tubuh manusia.
Lachrymasi, drainase efektif oleh sistem nasolakrimalis, bagian dalam dan luar barrier blood
retinal, impermeabilitas kornea, dan ketidakmampuan struktur non-kornea lainnya untuk
menyerap Senyawa membuat mata sangat tahan terhadap zat-zat asing. Meskipun hambatanhambatan ini membuat mata terlindungi dari invasi senyawa asing, patogen dan partikulat
yang membahayakan mata, tapi dilain hal ini merupakan tantangan untuk sistem
penghantaranobat melalui mata.
Obat yang menembus ke konjunctiva mata sebagian akan dipindahkan oleh cairan
mengalir melalui konjunctival, darah, dan system limfatik, sclera berserat. Molekul obat yang
dapat melewati sclera hanya sedikit, bagian lain dari obat akan ditaik oleh pasokan vascular
tubuh ciliary dan iris.

Pengobatan Lokal
1. Tetes mata
Efek terapeutik topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar
terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal
akan tergantung pada:
- Konsentrasi dan frekuensi pemberian
Makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya,
maka makin tinggi pula efek obatnya.
- Jenis obat
Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat
dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik,
sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada
peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.
- Jenis pelarut yang dipakai
Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata
yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel.
Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam
lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air.
Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam
lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol
dan asetat bersifat biphasic.
- Bentuk larutan
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan
bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio
karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan
pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai.
Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma,
katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lainlain.
2. Injeksi periokular
Dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa depo maupun bentuk short acting
berupa solutio. Keuntungan injeksi peri-okular pada kasus peradangan mata adalah
dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping
sistemik yang minimal.
Indikasi injeksi peri-okular adalah :

Apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi peri

okular dapat dianjurkan.


Uveitis unilateral.
Pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata.
Anak-anak.
Komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis.
Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi

(toxoplasmosis) dan skleritis.


Lokasi injeksi peri-okular :
1) Sub-konjungtiva dan sub-tenon anterior
Pemakaian sub-konjungtiva/sub-tenon steroid repository (triamcinolone
acetonide 40 mg, atau. methyl prednisolone acetate 20 mg) efektif pada peradangan
kronis segmen anterior bola mata. Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon
adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular
selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali
seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai
dexametason 24 mg.
2) Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar
Cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid,
retina dan saraf optik).
Komplikasi injeksi peri-okular :
- Perforasi bola mata.
- Injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan
-

katarak sub-kapsular posterior.


Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di
mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola

mata.
Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.

Mekanisme umum perpindahan obat melalui kornea mata


1. Tingkat Organ
Rate-limiting membrane untuk kebanyakkan obat adalah epithelium kornea
yang beraksi ganda sebagai penghalang (barrier) untuk penetrasi dan sebagai reservoir
untuk obat. The rate-limiting barrier untuk kebanyakan obat tampaknya berada pada
lapisan dua sel bagian atas dari epithelium. Stroma adalah rate-limiting untuk obat-obat
yang sangat larut lemak.

2. Tingkat Sel
Molekul-molekul kecil, contohnya seperti : air, metanol, etanol, propanol, dan
butanol, mudah melintasi kornea diasumsikan melalui pori-pori berair. Konstanta
permeabilitas mereka sangat besar. Senyawa larut air melintasi kornea melalui rute
paraselular. Konstanta permeabilitas adalah konstanta partisi paling kecil. Peptida, ionion, dan senyawa muatan lainnya tampaknya berpenetrasi ke kornea melalui rute
paraselular. Zat-zat yang memiliki kelarutan ganda lebih mudah melintasi kornea. Zat-zat
larut lemak mudah melewati membran selular yang membatasi. Mereka tidak bisa
berpenetrasi dalam proporsi konsentrasi mereka
2.4.

Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Hayati


1. Faktor Fisiologi
Hilangnya obat dari area precorneal adalah efek dari drainase sekresi air mata,
absorpsi non-korneal, dan kecepatan proses absorpsi korneal. Secara kolektif
proses ini menyebabkan waktu kontak kornea yang khas sekitar 2-4 menit pada
manusia, untuk memberikan larutan dan bioavailbilitas ocular kurang dari 10%
a. Faktor Prekorneal
Faktor prekorneal yang menyebabkan hilangnya obat adalah :
- Pergantian air mata yang normal
Air mata mencuci dengan kecepatan kira-kira 16% permenit, kecuali
selama periode tidur atau selama anastesi. Volume normal air mata hanya 7
-

mikroliter, jadi obat yang menghilang besar.


Drainase larutan yang diberikan
Area prekorneal bisa menampung kira-kira 30 mikroliter, termasuk air mata
pada saat mata tidak berkedip. Volume berkurang menjadi 10 mikroliter
ketika mata berkedip. Oleh karena itu, kelebihan volume yang diberikan
baik tumpahan atau kecepatan saluran dari mata ke saluran nasokrimal
dengan absorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Drainase dari larutan yang
diberikan jauh dari mata adalah penyebab hilangnya obat dan karenanya
mempengaruhi aktivitas biologis obat pada mata. Kecepatan drainase
berhubungan dengan volume larutan obat yang diberikan dan peningkatan

seiring dengan meningkatnya volume. Kecepatan drainase dari volume


yang diberikan meningkatkan kecepatan sebanding dengan volume cairan
pada mata lebih dari volume normal lakrimal. Kecepatan drainase 100 kali
-

lebih cepat dari kecepatan absorpsi.


Pengikatan protein
Air mata umumnya mengandung 0.7% protein dan level protein meningkat
dengan adanya infeksi atau inflamasi. Tidak seperti darah, dimana
kompleks protein-obat berlanjut ke sirkulasi, air mata digantikan secara

cepat jadi memindahkan kedua bentuk bebas dan terikat dari obat.
Absorpsi obat tidak produktif
Setelah pemberian, obat diabsorpsi ke dalam kornea dan konjungtiva. Luas
area konjungtiva 17 kali dari luas kornea dengan 2-30 kali permeabilitas
yang lebih besar terhadap banyak obat. Semua jaringan absorpsi yang lain
dirasakan sebagai kehilangan yang tidak produktif ketika target jaringan

adalah bagian dalam mata.


b. Faktor Membran
Faktor membran termasuk area yang tersedia untuk absorpsi, ketebalan,
porosity, dan tortuosity (sifat berliku-liku) kornea dan kesimbangan
lipofilik/hidrofilik. Kornea terdiri dari tiga lapisan yaitu epithelium, stroma,
dan endothelium.
- Epithelium
Studi permeabilitas pada kornea mengindikasikan lapisan paling luar dari
epithelium sebagai yang menentukan penilaian utama barrier (penghalang)
untuk penetrasi untuk obat larut air dan larut lemak. Karena epithelium
larut lemak, porositas yang rendah dan secara relatif tortuositas dan
ketebalan tinggi, penetrasi obat yang cepat harus memiliki koefisien
partisi lebih dari 1 untuk mencapai kecepatan penetrasi. Walaupun
epithelium dan endothelium adalah lipofilik, pengukuran permeabilitas air

dari tiap lapisan mengindikasikan endothelium lebih permeable 2.7 kali


-

dari epithelium (Malhorta and Majumdar, 2001).


Endhothelium
Penetrasi non elektrolit melalui endothelium terjadi secara utama melalui

ruang intraseluler.
Stroma
Stroma pada dasarnya merupakan aseluler, hidrofilik, porositas tinggi, dan
tortuosity yang rendah tapi karena ini merupakan 90% dari ketebalan
kornea, stroma signifikan pada kontribusi keseuruhan terhadap resistensi.
Epithelium sebagai penentu penilaian barrier untuk senyawa hidrofilik dan
stroma untuk senyawa lipofilik. Ketika nilai absolut dibandingkan
senyawa lipofilik ditemukan memiliki koefisien permeabilitas yang lebih

besar.
Penetrasi kornea dapat ditingkatkan dengan cara :
- Penyesuaian keasaman sehingga pH sediaan memungkinkan untuk menghasilkan
-

partikel tidak terionisasi secara optimal.


Penggabungan peningkat absorbansi ke dalam komposisi sediaan.
Produksi prodrug atau pasangan ion.
Karena dual kemampuan untuk mengakhiri aktivitas farmakologi obat inheren

aktif dan untuk mengubah obat aktif untuk menjadi gugus aktif mereka, metabolisme
obat di mata merupakan aspek aksi obat yang penting. Obat yang mengalami
degradasi secara oksidasi atau reduksi sedikit dimetabolisme di mata dibandingkan
dengan obat yang didegradasi secara hidrolisis.
2. Faktor Fisiokimia
Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif melintasi kornea.
a. Koefisien partisi
Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status yang cepat dari
potensi penetrasi obat ke membran biologis yang berbeda. Korelasi hubungan
koefisien partisi dengan permeabilitas membantu untuk mendesain obat-obat
opthalmik yang permeabilitasnya optimal. Obat yang hdirofilik (log koefisien
partisi < 0), epithelium memberikan persentase yang besae dari resistensi ke

penetrasi kornea. Untuk obat lipofilik dengan log koefisien partisi 1.6-2.5,
stroma berkontribusi dengan persentase yang signifikan terhadap resistensi.
Keseimbangan lipofilik/hidrofilik yang optimal pada struktur molekul dari
penetrant harus dicapai untuk menghasilkan efek penetrasi yang cepat melalui
barrier lipofilik dan hidrofilik di kornea.
b. Kelarutan
Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh permeating obat ke kornea adalah
faktor multiplikatif dari koefisien permeabilitas dan kelarutan air mata. Jika
kelarutan obat rendah, konsentrasinya pada lapisan air mata perkorneal
mungkin dibatasi dan oleh karena itu kecepatan absorpsi mungkin tidak cukup
tinggi untuk mencapai konsentrasi yang adekuat untuk aktivitas terapetik.
c. Konstanta Ionisasi
pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah faktor penting pada penetrasi
korneal. Derajat ionisasi mempengaruhi luas difusi yang melewati membran.
Banyak obat-obatan adalah asam dan basa lemah dan oleh karena itu sebagian
terionisasi pada pH fisiologis. Rata-rata pH air mata adalah 7.2 dan pKa dari
obat sekitar 1 atau 2 dari nilai tersebut, penetrasi kornea akan lebih karena
proporsi yang besar dari dosis yang diadministrasikan akan dalam bentuk tidak
terionisasi. Bentuk ionisasi dari obat sedikit larut lemak, jika fraksi ini terlalu
besar, kecepatan penetrasi kornea mungkin tidak cukup untuk menghasilkan
efek terapeutik pada mata.
d. Berat Molekul
Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional aktif selama permeasi
korneal. Untuk molekul kecil, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan
akar kuadrat dari berat molekul. Molekul besar, koefisien difusi berhubungan
terbalik dengan akar pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat molekul
menunjukkan hubungan terbalik terhadap permeabilitas.
e. Pengikatan Melanin

Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata. Interaksi dengan


pigmen ini dapat mengubah ketersediaan obat bebas di tempat yang
ditargetkan. Sehingga pengikatan melanin akan menurunkan aktivitas
farmakologis. Melanin dalam jaringan okular terdapat pada uvea dan RPE.
Melanin mengikat radikal bebas dan obat dengan elektrostatik dan ikatan
vander waals atau dengan transfer muatan sederhana. Dapat disimpulkan
bahwa semua obat lipofilik mengikat melanin. Obat yang terikat dengan
melanin biasanya tidak bisa berikatan dengan reseptor sehingga memerlukan
pemberian dosis yang lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid dan RPE
mempengaruhi tingkat penyerapan obat ke dalam retina dan vitreous
transscleral atau pemberian obat sistemik.
2.5.

Faktor Formulasi
1. Konsentrasi
Peningkat penetrasi kornea bisa dicapai dengan peningkatan konsentrasi
larutan obat, untuk meningkatkan hasil terapi. Peningkatan konsentrasi akan
menghasilkan larutan yang hipertonis, yang berpotensi tidak nyaman dan bisa
menginduksi peningkatan lakrimasi yang bisa mempercepat kecepatan drainase dan
mengurang persentase absorpsi.
2. Tonisitas
Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran dan bentuk
sel dengan mengubah jumlah air dalam sel. Tonisitas adalah istilah yang sering
dipertukarkan

dengan

osmolaritas

dan

osmolalitas.

Sebenarnya,

tonisitas

menggambarkan efek dari larutan terhadap volume sel. Larutan isotonik tidak
mempunyai efek terhadap volume sel, sedangkan larutan hipotonik dan hipertonik
akan meningkatkan dan menurunkan volume sel. Larutan dengan tekanan osmotic
lebih rendah daripada cairan tubu(0,9% larutan NaCl) disebut hipotonik. Sedangkan,
larutan dengan tekanan osmotik yang lebih besar dari cairan fisiologis disebut
hipertonik. Larutan hipertonik yang ditambahkan ke dalam system tubuh cendrung
akan menarik air dari jaringan tubuh dan membawanya ke dalam larutan, dalam usaha
mengencerkan dan membentuk keseimbangan konsentrasi. Suatu injeksi hipertonik

dapat menyebabkan sel darah menciut pada alirannya, pada mata larutan akan
menarik air menuju tempat dimana larutan tadi dikenakan. Sebaliknya, bila larutan
hipotonik mungkin menimbulkan hemolisis sel darah merah, atau lintasan air dari
tempat pemakaian obat mata melalui jaringan pada mata.
Batas-batas isotonisitas suatu larutan untuk mata berupa natrium klorida atau
ekuivalensinya berkisar antara 0,6-2,0% tanpa rasa tidak nyaman pada mata. NaCl
tidak dapat dipakai untuk membentuk tekanan osmotic dalam larutan. Asam borat
dengan konsentrasi 1,9% membentuk tekanan osmotic yang sama dengan yang
dibentuk oleh 0,9% NaCl. Semua zat terlarut dalam larutan untuk mata, melarut
termasuk bahan-bahan pembantu, bahan aktif dan penunjang tekanan osmotic dari
larutan. (Ansel,1989). Contoh larutan Isotonik : Atropin Sulfat, asam borat,
klorobutanol (hidrat), dan lainnya.

3. Surfaktan (Surface Active Agent)

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik


dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena
sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air
dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun
terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah
merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
mengandung gugus hidroksil.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan
yaitu: Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam
sulfonat asam lemak rantai panjang.
Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium
dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa
asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono
alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida. Surfaktan amfoter yaitu
surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif.
Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain. Sediaan
optalmik menggunakan surfaktan nonionic.
Surfaktan ionic
Lebih banyak dipilih karena resiko toksiknya rendah. Jumlah surfaktan yang
digunakan dalam formulasi harus ditentukan dengan baik karena jika jumlahnya
terlalu banyak akan menyebabkan iritasi, akan terjadi foming selama proses
manufaktur dan saat produk dikocok, dan terjadi interaksi dengan eksipien lain.
Contoh: ester gliserin asam lemak, ester sorbiton asam lemak, ester sukrosa asam
lemak. Penambahan surfaktan dalam formula akan menambah kecepatan
pelarutan bahan obatnya. Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan

senyawa organic dalam system berair, hal ini dikarenakan adanya efek
pembahasan dan solubilisasi senyawa dalam misel dari surfaktan.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas surfaktan dalam membantu pelarutan obat
dalam media air :
- Struktur surfaktan : makin besar bagian hidrofobik dari surfaktan , maka makin
-

besar pengaruhnya tehadap kelarutan obat dalam air


Suhu : pelarutan meningkat dengan kenaikan suhu
Elektrolit
Senyawa organik

4. Ukuran partikel
Peningkatan ukuran partikel pada suspensions ophthalmic akan meningkatkan
bioavaibilitas. Kekurangan: pada ukuran partikel > 10 m(diameter) menyebabkan
rasa tidak nyaman dan peningkatan sekresi air mata.
a. Mikroemulsi
Mikroemulsi adalah disperse air dan minyak yang difasilitasi oleh kombinasi
oleh surfaktan dan kosurfaktan dengan cara mengurangi tegangan antar muka.
Ditandai dengan stabilitas termodinamika yang tinggi, ukuran tetesan kecil(sekitar
100nm) dan penampilan yang jelas. Penampilan transaparan, ukuran berkisar dari
100-1000 angstrom. Dimanfaatkan untuk meningkatkan peresapan dikornea.
Formulasi ini memberikan pelepasan obat diperpanjang sehingga mengurangi
frekuensi pemberian obat.
b. Nanosuspensi
Didefinisikan sebagai koloid submicron yang kelarutannya buruk tergantung
dari media dispersi dan dapat distabilkan oleh surfaktan. Nanosuspensi terdiri dari
pembawa koloid seperti resin polimer yang inert di alam. Di gunakan untuk
membantu meningkatkan kelarutan obat dan juga bioavaibilitasnya. Tidak seperti
mikroemulsi, nanosuspensi ini non iritasi.
c. Nanopartikel
Didefinisikan sebagai partikel dengan diameter kurang dari 1 m terdiri dari
biodegradable atau non polimer terurai secara hayati, lipid, fosfolipid atau logam.
Penyerapan dan distribusi nanopartikel tergantung pada ukurannya.
5. Bentuk sediaan
a. Larutan
Larutan yang steril ditujukan untuk mata. Selain steril, preparat tersebut
memerlukan kewaspadaan seperti agen antimikroba, osmolaritas, buffer, viskositas,
dan kemasan yang tepat. Waktu kontak larutan ophtalmik topical meningkat dengan

formulasi viskositas hingga 20 cp (sentipose). Kenaikan lebih lanjut mengakibatkan


robek dan reflex berkedip untuk mendapatkan kembali viskositas asli dari cairan
lakrimal (1,05-5,97 cp). Poli sintesis, seperti polivinil alcohol(PVA), polivinil
pirolidon(PVP), polietilen glikol(PEG), asam poliakrilat(PAA) dan turunan selulosa
bisa digunakan sebagai peningkat viskositas karena kompatibilitas fisiologis dan sifat
fisikokimia yang memuaskan.
b. Suspensi Obat mata
Suspensi obat mata digunakan lebih sedikit daripada larutan. Suspensi
optalmik digunakan untuk meningkatkan waktu kontak kornea sehingga memberikan
kerja lepas lambat yang lebih lama. Suspensi di perlukan ketika bahan aktif tidak larut
dalam pembawa yang diinginkan atau tidak stabil dalam bentuk larutan. Suspensi obat
mata harus mempunyai cirri-ciri sterilitas yang sama yang dimiliki oleh larutan yaitu
terhadap pengawetan, isotonisitas, pendaparan, viskositas dan pengemasan. Suspensi
obat mata harus mempunyai kualitas sedemikian rupa, sehingga partikel yang
disuspensikan tidak menggumpal menjadi satu jika disimpan. Suspensi harus dikocok
sebelum dipakai dan partikel-partikelnya harus menyebar merata ke seluruh
pembawa. Suspensi untuk mata dikemas dalam wadah dengan jenis penetes yang
sama dengan yang dipakai pada larutan untuk mata.
Contoh : suspensi steril untuk mata Tetrasiklin HCl 1% dalam plastibase 50W dan
minyak mineral ringan, Suspensi untuk Mata Deksametason untuk permukaan mata
dari adrenokortikal steroid deksametason(0,1%), Suspensi steril untuk Mata
Prednisolon Asetat dan Sulfasetamid Natrium digunakan bila kombinasi zat
antiinflamasi dan antiinfeksi dianggap perlu.
c. Salep Mata
Dasar salep untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus
memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan
mata. Dasar salep harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh. Contoh dasar salep mata
yaitu: sampuran dari petrolatum dan cairan petrolatum(minyak mineral). Keuntungan
utama suatu salep untuk mata adalah penambah waktu hubungan antara obat dengan
mata. Waktu kontak antara obat dengan mata, dua sampai empat kali lebih besar
dipakai salep dibandingkan jika dipakai larutan garam. Kekurangan adalah kaburnya
pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata.
Contoh: salep Mata Atropin Sulfat, Salep Mata Kloramfenikol, salep Mata
Klortetrasiklin HCl, salep mata deksametason Na Fosfat, dan lainnya.
d. Emulsi

Umumnya dibuat dengan melarutkan atau mendispersikan bahan aktif ke


dalam fase minyak, menambah emulsifying yang cocok. Setiap fase biasanya
disterilkan sebelum atau selama pengisian ke wadah. Bentuk sediaan yang dihasilkan
harus mengandung tetesan minyak kecil dan seragam. Kelarutan air yang terbatas dari
zat obat adalah alasan untuk mengimbangkan emulsi mata. Zat obat ditambahkan ke
tahap di mana ia dapat larut pada awal proses manukatur, atau ditambahkan setelah
emulsi dibuat dengan proses disperse yang cocok.
e. Gel
Terdiri dari polimer mukoadhesif untuk mata. Polimer ini memperpanjang
waktu kontak obat dengan jaringan biologi sehingga meningkatkan bioavaibilitas
ocular. Polimer memainkan peran penting dalam kinetika pelepasan obat dari bentuk
sediaan.
Contoh: karboksimetilselulosa, karbopol, polycarbophil, dan natrium alginate.
f. Sisipan pada Mata (Ophthaalmic Inserts)
Suatu macam alat dengan system OCUSERT (Alza Pharmaceuticals). Unit
inserts dirancang supaya siap melepaskan jumlah obat yang telah ditetapkan dan
diperhitungkan sebelumnya, sehingga kemungkinan pengurangan pemakaian dosis
oleh sipasien, menjamin pengobatan waktu malam, dan menyajikan cara yang lebih
dapat di terima oleh pasien.
6.

Sterilisasi dan Penggunaan Pengawet


Sediaan optalmik harus steril dan bila mungkin ditambahkan pengawet yang

cocok untuk menjamin sterilitas selama pemakaian. Larutan untuk mata yang
dimaksudkan untuk digunakan selama operasi atau pada mata yang terkena trauma,
umumnya tidak mengandung bahan pengawet, karena hal ini menyebabkan iritasi
pada jaringan di dalam mata. Larutan ini biasanya dikemas dalam wadah untuk dosis
tunggal dan semua larutan yang tidak dipakai harus dibuang.
Larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam otoklaf. Metode
ini mahal, memakan waktu dan boros. Cara lain, yaitu metode saringan bakteri.
Saringan bakteri digunakan untuk menghindari pemakaian panas. Sterilisasi dengan
saringan bakteri tidak dapat menjamin seperti otoklaf. Sterilisasi dengan filtrasi ,
pembuatan larutan steril dengan melewatkan melalui syringe tetap dengan penyaring
mikroba(atas bantuan Millipore Corporation). Cara lain , yaitu Menambahkan zat
kimia obat untuk menghilangkan kuman yg dimasukkan kedalam air destilasi yg
mendidih atau botol pada air destilasi steril yg komersial atau larutan isotonik yg
mengandung garam atau dididihkan atau larutan baffer steril. Pengawet yang
digunakan harus kompatibel dengan zat aktif dan zat tambahan yang lain.

Jenis pengawet yang biasa digunakan: Klorbutanol 0,5% , Benzalkonium klorida


0,013%, Benzetonium klorida 0,01%, fenilmerkuri asetat 0,004%, fenilmerkuri nitrat
0,004%, timerosal 0,01%.
Syarat pengawet dalam sediaan optalmik:
Harus efektif
Tidak berinteraksi dengan bahan aktif atau bahan pembantu lainnya
Tidak iritan terhadap mata
Tidak toksik
7. Pendaparan (pH)
Dapar mungkin digunakan dalam suatu larutan untuk mata karena salah satu
atau semua alasan, yaitu: 1. untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien, 2. Untuk
menjamin kestabilan obat, 3. Untuk mengawasi aktivitas terapeutik bahan obat
(Ansel,1989). pH air mata normal 7,4 memiliki suatu kemampuan dapar. Pemakaian
suatu larutan yang mengandung obat pada mata merangsang aliran air mata mencoba
menetralkan setiap kelebihan ion hydrogen atau hidroksil yang dikenakan pada mata
bersama larutan.
Kebanyakan obat yang digunakan untuk mata seperti garam-garam alkaloid adalah
asam lemah dan kemampuan daparnya juga lemah. Kerja mendapar air mata mampu
menetralkan larutan untuk mata, dengan demikian dapat mencegah tanda-tanda
ketidaknyamanan. (Ansel,1989).
Beberapa obat seperti pilokarpin hidroklorida dan epineprin barbiturat sangat bersifat
asam dan melemahkan sapar dari cairan mata. Untuk kenyamanan, suatu larutan mata
harus mempunyai pH yang sama dengan pH cairan mata. USP menyediakan formulaformula untuk pembuatan larutan dapar, yaitu: (Ansel,1989)
- Pembawa Asam Borat.
pH dibawah 5,0. Dibuat dengan melarutkan 1,9 gr asam borat ke dalam air yang
sukup untuk mendapatkan 100 mL larutan. Pembawa ini cocok untuk garam yang
larut dalam air dari zat obat: benoksinat, kokain, dibukain, fenilefrin, pilokarpin,
-

piperokain, prokain, proparakain, tetrakain, dan seng.


Pembawa Fosfat Isotonik
Pembawa ini disesuaikan untuk tonisitas dan pH berkisar antara 5,9-8,0. Dibuat
dengan menggunakan dua larutan persediaan, satu mengandung 8,0 gr
mononatrium difosfat(NaHPO4)/ L dan lainnya mengandung 9,47 gr dinatrium
monofosfat(Na2HPO4)/L, sedangkan beratnya sebagai anhidrat.

8. Agen peningkat viskositas


Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan

untuk mengalir. Cairan yang mengalir cepat memiliki nilai viskositas kecil. Cairan
yang mengalir lambat, viskositasnya besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan.
Agen peningkat viskositas digunakan untuk memperpanjang kontak waktu
mata, sehingga mengurangi tingkat pengeringan dan meningkatkan bioavaibilitas
obat. Manfaat lainnya dari bahan pengental yaitu efek pelumas. Untuk mengetahui
viskositas di uji dengan metode viskometer kapiler, metode rotasi Rheometer dan
viscometer rolling ball.
Untuk menaikkan viskositas ditambahkan metilselulosa sehingga menambah
efektivitas terapinya. Pada umumnya, meltilselulosa tipe 4000 cps viskositas
dipergunakan dalam konsentrasi 0,25%, dan tipe 25 cps pada konsentrasi 1%.
Hidroksipropil metilselulosa dan polivinil alcohol digunakan sebagai pengental pada
larutan untuk mata. Kadang-kadang larutan metilseluloasa 1% tanpa obat dipakai
sebagai pengganti air mata. Viskositas untuk sediaan mata berkisar 15-25 cp
(Ansel,1989).
Polimer sintesis peningkat viskositas:
Polivinilalkohol (PVA)
Polivinilpirolidin (PVP)
Polietilen glikol (PEG)
Asam poliakrilat (PAA)
9. Waktu kontak (tipe Eye Ophthalmic solution)
Waktu kontak - Kornea optimal pada viskositas formula 20(eP). Kenaikan
viskositas selanjutnya: Reflex mengeluarkan air mata dan berkedip untuk
mendapatkan kembali viskositas asli dari cairan lakrimal(1,05-5,97 ep).
Peningkatan viskositas yang sesuai akan meningkatkan waktu kontak,
bioavaibilitas tinggi dan dosis obat terpenuhi, efek obat lebih tahan lama, frekuensi
pemberian obat dapat direduksi, sehingga kenyamanan dalam pengobatan akan
tercapai.

Anda mungkin juga menyukai