Anda di halaman 1dari 2

Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja di industri :

1. Peraturan Perundang-undangan.
Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah
mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi,
yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Adanya
ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
semenjak tahap perencanaan. Penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan K3 langsung di
tempat kerja.
2. Standarisasi.
Penyusunan standar tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang aman dari
peralatan industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung diri. Dengan adanya
standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat kemajuan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
3. Inspeksi / Pengawasan.
Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian
terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah ini
masih memenuhi ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
4. R i s e t.
Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis, psychologis dan statistik, yang dimaksudkan
untuk menunjang tingkat kemajuan bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi.
5. Pendidikan dan Latihan.
Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas pengetahuan dan ketrampilan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
6. P e r s u a s i.
Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi dengan tidak menerapkan dan
memaksakan melalui sangsi sangsi.
7. A s u r a n s i.
Dapat diterapkan misalnya dengan cara premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang
memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tingkat kekerapan (FR) dan
Keparahan kecelakaan (SR) yang rendah di perusahaannya. Penanganan masalah kecelakaan
kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia.
Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan
jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT.
Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara nasional.
Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu badan yang
mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek konstruksi melalui
pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek diatur
secara khusus untuk para tenaga kerja harian lepas, borongan, Tantangan Masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja

waktu tertentu, pada sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian
besar berstatus harian lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka.
Para pengguna jasa wajib mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis
program jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka
bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua program
tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai