Anda di halaman 1dari 65

Asuhan Keperawatan

sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona widarma

Selasa, 24 Mei 2011


ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK

A. PENGERTIAN
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
(Hendro Susilo, 2000)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994)

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masingmasing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum.

Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah.
Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat
pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu
arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior
memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula

oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabangcabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus
basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono,
2000)

C. ETIOLOGI
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
-.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus)
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau
kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.

4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI

E. TANDA DAN GEJALA

nyeri kepala mendadak


kehilangan keseimbangan
tekanan darah tinggi
purunan kesadaran
kehilangan control diri
gangguan penglihatan
kehilangan komunikasi
muntah-muntah

F. TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi
a.

CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke


permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)

b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
c.

Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)

d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf
Misbach, 1999)
2. Pemeriksaan laboratorium

a.

Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)

b. Pemeriksaan darah rutin


c.

Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)

d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja,
1993)

G. KLASIFIKASI
Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya
Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya defisit
neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala
sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA
merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan
begitu saja.
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama, maksimal 1
minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.
Complete stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit neurologist akut
yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa.
Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi
pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.

http://infostroke.wordpress.com/klasifikasi-stroke/

H. KOMPLIKASI

TIK meningkat
Aspirasi
Atelektasis
Kontraktur
Disritmia jantung
Malnutrisi
Gagal napas

I. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut ::

Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor

pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )


Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya :
penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.
Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke disebabkan
kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%
2. Iskemik Heart Attack 30%
3. TIA 24%
4. Penyakit arteri lain 23%
5. Heart Beat tidak teratur 14%
6. DM 9%
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan
prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:

Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya
itu.

Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun
dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara

langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.
Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan

stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti

secara medis yang menyatakan hal ini.


Riwayat keluarga.

J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi

K. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa
garam atau makanan bayi rendah garam.

Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah
selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan
dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.

Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran.

Penurunan berat badan apabila kegemukan

Berhenti merokok

Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya
serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16
kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.

L. PROGNOSIS
Prognosis pada perdarahan intraserebral dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Tingkat kesadaran: sadar (16% meninggal), somnolen (39% meninggal), sopor (71%
meninggal), koma (100% meninggal).

2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam
3. Jenis kelamin: lelaki lebih banyak (61%) yang meninggal daripada perempuan (41%)

4. Tekanan darah : Tensi tinggi prognosis jelek


5. Lain-lain: misalnya cepat dan tepatnya pertolongan.
Prognosis pada perdarahan subarakhnoid bergantung kepada:

6. Etiologi: lebih buruk pada aneurisma


7. Lesi tunggal/multipel: aneurisma multipel lebih buruk
8. Lokasi aneurisma/lesi: pada arteri komunikans anterior dan arteri serebri anterior lebih buruk,
karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel (perdarahan ventrikel)

9. Umur: prognosis jelek pada usia lanjut


10.

Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasilnya

11.

Gejala: bila kejang, memperburuk keadaan/prognosis

12.

Spasme, hipertensi, dan perdarahan ulang, semuanya merugikan bagi prognosis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN STROKE

A. Pengkajian
Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a.

Pengkaian awal
Meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat

rumah serta tanggal masuk rumah sakit.


b. Pengkajian Data Dasar
1. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pernah menderita hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus.
Biasanya pasien mengalami stress.
Kadangkala pernah mengalami stroke.
2. Riwayat kesehatan Sekarang
Pada umumnya kejadian secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran yang disertai
dengan kelumpuhan.
Diawali dengan gangguan keluhan penglihatan seperti penglihatan kabur, kembar, dapat juga
nyeri kepala, kadang kala seperti berputar, lupa ingatan sementara dan kaku leher.
Biasanya pasien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang labil, mudah marah, dapat juga
disorientasi maupun menarik diri.
Dapat juga keluhan pasien setelah kejang mulutnya, mencong disertai gangguan berbicara,
kesemutan dan tangan terasa lemah atau tidak dapat diangkat sendiri.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, kelainan jantung dan diabetes
mellitus.
Sering juga terdapat riwayat keluarga yang menderita kelainan pembuluh darah seperti artera
vehol malformasi, asma bronchial dan penyakit paru aobtruksi menahun (PPOM).
c. Data Fisik Bilogis (Doenges, M.E, 1999 : 290)
Aktivitas/ istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis (hemiplegia).
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum.
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (MCl, rematik/penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis
bakterial) polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : hipertensi arterial (dapat diotemukan/terjadi pada CVA) sehubungan dengan adanya

embolisme/ malformasi vaskuler.


Nadi : Frekuensi jantung bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi jantung, obatobatan, efek stroke pada pusat vasomator).
Distrima,perubahanEKG
Desiran pada karotis, temoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya ,perasaan putu sasa.
Tanda : Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira.
Kesuluitan untuk mengekspresikan diri.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola brkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen (distensi,
kandung kemih berlebihan), bising.
d. Data Psikologis
Dampak dari masalah fisik terhadap psikologi pasien (emosi, perasaan, konsep diri, dayapikir,
kreatifitas)
Pasien biasanya mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kanan serta mengalami
gangguan fisik sehingga pasien mampu memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya terhadap
psikologis seperti :
Mudah tersinggung, akibat ketidakmampuannya dalam melakukan aktivitas sehari - hari.
Takut karena pasien berada dalam situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut dapat saja
menyemputnya atau pasien tidak bisa lagi berjalan
Cemas, kecemasan yang terjadi adalah sebagian respon dari rasa takut akan terjadinya kehilangan
uakan sesuatu yang bernilai bagi dirinya yaitu kehidupan atau fungsi tubuh serta pekerjaannya.
Rasa bersalah, ini timbul karena diri pasien tidak berhati-hati dan disiplin sehingga penyakitnya
kambuh.
Marah dan bermusuhan, ini timbul karena perasaan jengkel karena berkurangnya kemampuan
pasien dan juga berkurangnya peran pasien di dalam keluarga dan masyarakat.
Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek bila membaca, bercakap-cakap dan dalam
melakukan pekerjaan.
Ingatan berkurang.
Inisiatif berkurang.
e. Data Sosial Ekonomi
Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat dan pekerjaan.
Stroke mungkin dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan yang
mengancam pasien merupakan ancaman bagi keluarga. Pasien mengalami stroke hampir seluruh
kebutuhannya tergantung pada keluarga.

Data - data yang berkaitan dengan penghasilan


Semua data-data yang berkaitan dengan penghasilan diantaranya sumber penghasilan tetap dan
sumber penghasilan tambahan.
Sumber - sumber yang mendukung
Makanan/cairan
Gejala : nafsu makan hilang
Mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia.
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas (faktor
resiko).
Neurosensori
Gejala : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA).
Sakit kepala akan berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid.
Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam
berbagai derajat pada stroke jenis yang lain), sisi yang terkena terlihat seperti mati/ lumpuh.
Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler),
penglihatan ganda, (diplopia) atau gangguan yang lain
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, dan
biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alamai, gangguan
tingkah laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan
memory, pemecahan masalah). Ekstremitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua
jenis stroke) gangguan tidak sama, refleks respon melemah secara kontra laterl, pada wajah
terjadi paralysis atau parese (ipsilateral). Afasia moyorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata),
afasia sensorik (kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) atau afasia global
(gabungan dari kedua hal di atas.) kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang
visual, pendengaran, taktil (agnosia). Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien
ingin menggerakkan (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil
ipsilateral (perdarahan/herniasi)

Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
Pernapasan
Gejala : Meerokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas. Timbulnya pernapasan sulit
dan/atau tak teratur. Suara napas terdengar/ronki (aspirasi sekresi).
Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat
objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenai objek, warna kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik.
Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam
menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/ kurang
kesadaran diri (stroke kanan).
InteraksiSosial
Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko)
Pemakaian kontrasepsi oral.
Kecanduan alkohol (faktor risiko).

DIAGNOSA KEPERAWATAN
N
O

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral ditandai


dengan :
DS : DO :
tingkat kesadaran spoor comatus
TD : 150/90 mmHg

2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia ditandai dengan :


DS :DO:

3.

Terpasang Dower cateter


Terpasang NGT
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori ditandai
dengan :
DS : pasien mengatakan tidak mengenali orang tersebut
DO :
Perubahan pola komunikasi
Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

NURSING CARE PLAN


Nama

: Bp. HS

Ruang

No
1.

: bangsal Y

No RM

: 004--02

Diagnosa Medis

: CVA Hemoragic

Diagnose Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan otak

Tujuan & Kriteria Hasil


Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakana. Tentukan factor-faktor yang

berhubungan dengan perdarahan

keperawatan diharapkan

berhubungan dengan

intracerebral ditandai dengan :

perfusi jaringan otak dapat

keadaan/ penyebab khusus

DS : -

tercapai secara optimal

selama koma/penurunan

DO :

ditandai dengan:

perfusi serebral dan potensial

tingkat kesadaran spoor comatus


TD : 150/90 mmHg

Klien tidak gelisah

terjadinya peningkatan TIK.

Tidak ada keluhan nyeri


kepala

GCS 456

Tanda-tanda vital
normal(nadi : 60-100 kali
permenit, suhu: 36-36,7 C,
b. Pantau tanda-tanda vital dan
pernafasan 16-20 kali
catat adanya
permenit)
hipertemsi/hipotensi,
bandingkan tekanan darah
yang terbaca pada kedua
lengan.

c.

Pertahankan keadaan tirah

baring, ciptakan lingkungan


yang tenang, batasi
pengunjung/ aktivitas pasien
sesuai indikasi. Berikan
istirahat secara periodic
antara aktivitas perawatan,
batasi lamanya setiap
prosedur.
d. Berikan O2 sesuai indikasi.

e.

Berikan obat antikoagulan


seperti Coumadin, heparin,
antitrombosit, dipiridamol.

f.

Berikan obat antifibrolitik


seperti asam aminokaproid

2.

Gangguan mobilitas fisik

(Amicar)
Setelah dilakukan tindakana. Kaji kemampuan secara

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan

fungsional/luasnya kerusakan

hemiparese/hemiplagia ditandai

klien mampu melaksanakan

awal dan dengan cara yang

dengan :

aktivitas fisik sesuai dengan teratur. Klasifikasikan

DS :-

kemampuannya ditandai

DO:

dengan :

Terpasang Dower cateter


Terpasang NGT

melalui skala 0-4.

Bertambahnya kekuatan
otot

Klien menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan mobilitas

b. Ubah posisi minimal setiap 2

Tidak terjadi kontraktur

jam (telentang, miring) dan

sendi

sebagainya dan jika


memungkinkan bisa lebih
sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu.

c.

Observasi pada daerah yang


terkena termasuk warna,
edema, atau tanda lain dari

gangguan sirkulasi.
d. Susun tujuan dengan
pasien/orang terdekat untuk

berpartisipasi dalam aktivitas/


e.

latihan dan mengubah posisi.


Bantulah dengan stimulasi
elektrik, seperti TENS sesuai
indikasi.

f.

Berikan obat relaksan otot,


antispasmodic sesuai
indikasi, seperti baklofen,

3.

Gangguan persepsi sensori

Setelah dilakukan tindakana.

dantrolen.
Kaji tipe/derajat disfungsi

berhubungan dengan penekanan pada

keperawatan diharapkan

seperti pasien tidak tampak

saraf sensori ditandai dengan :

klien dapat meningkatnya

memahami kata atau

DS : pasien mengatakan tidak

persepsi sensorik , perabaan mengalami kesulitan

mengenali orang tersebut

secara optimal ditandai

berbicara atau membuat

DO :

dengan :

pengertian sendiri.

Perubahan pola komunikasi

Disorientasi terhadap waktu, tempat

Klien dapat

dan orang

mempertahankan tingakat b. Mintalah pasien untuk


kesadaran dan fungsi

mengikuti perintah sederhana

persepsi
Klien mengakui perubahan

(seperti buka mata)ulangi

dalam kemampuan untuk

sederhana.
Tunjukan objek dan minta

meraba dan merasa


Klien dapat menunjukkan

c.

dengan kata/kalimat yang

pasien untuk menyebutkan

perilaku untuk

nama benda tersebut.

mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
d. Diskusikan mengenai hal-hal
yang dikenal pasien
Diposkan oleh oda sunrise di 08.24
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

oda sunrise
Yogyakarta - nabire, DIY - Papua, Indonesia
lahir pada tanggal 16 januari 1991, di kota nabire - papua. saya seorang mahasiswa di
salah satu universitas swasta yang berada di kota Yogyakarta. perawat adalah cita-cita
ke 3 saya.Trimakasih Ayah Ibu yang sudah memberikan semuanya selama ini,dan buat
teman-teman Prodi S1 keperawatan makasih ya buat dukungannya selama ini (Peace
love and respect.... )
Lihat profil lengkapku

untukmu

Arsip Blog

2012 (4)

2011 (35)
o September (3)
o Juni (6)
o Mei (26)

ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROMA GUILAIN BARRE

ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PEKTORIS

ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS EKSFOLIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN VARISES VENA

ASUHAN KEPERAWATAN MYOCARD INFARK

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESI ANI / ANUS IMPERFORATE

ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI

ASUHAN KEPERAWATAN TIFUS ABDOMINAL

ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR IGA

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA PARU

ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLISME PARU

ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN VASKULER


HEPATOMEGALI...

ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA MEDULLA SPINALIS

ASUHAN KEPERAWATAN HNP (Hernia Nukleus Pulposus)

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS


( S...

ASUHAN KEPERAWATAN MIKROGLOBULINEMIA


WALDENSTROM

ASUHAN KEPERAWATAN ERITROBLASTOSIS FETALIS

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN MICROCEPHALUS

ASUHAN KEPERAWATAN Mielomeningokel (Mylomeningocel...

Link

http://ners-nerskeperawatan.blogspot.com/

http://penick-penick.blogspot.com/

http://stikesbethesda.ac.id/

http://www.facebook.com/profile.php?id=100000080728349&sk=info

Pengikut
Langganan
Pos
Komentar

Total Tayangan Laman


116,497

Apakah anda menyukai blog ini?

Share it

STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta. Template Picture Window. Diberdayakan oleh


Blogger.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


MEMBAHAS TENTANG SEMUA PENYAKIT DALAM ILMU KEPERAWATAN

Senin, 11 Maret 2013


ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia,
dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau
ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban
bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila
ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi
juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan
stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai
penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar
dari penyakit stroke.
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau
berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit
jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian di rumah sakit.
Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang
neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan
strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan
promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi
keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke
tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah

mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di
Indonesia.
B.TUJUAN
1. Umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien
stroke
2. Khusus
a. Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke
b. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke
c. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus
C.METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari
literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk
makalah.
D.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah:
BAB I
BAB II
BAB III

:
: Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang
terakhir Sistematika Penulisan.
Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien
stroke, dan asuhan keperawatan kasus
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit Stroke
1. Pengertian Stroke
Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah kebagian otak.
Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non
traumatik.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular.

Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja.
Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
2. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002.
Hal 2130-2144)
a. Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular
(yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah
didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi
darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebri.
c. Iskemia serebri
Iskemia adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80
ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit
timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi,
emboli, trombosis dan penyakit lain.
d. Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam
jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi
pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini
dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.

3. Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini
skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke
Skema 2.1 klasifikasi stroke
a. Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien
umumnya menurun (Arif Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh
pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan
otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin, 2008):
1) Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
2) pendarahan subarakhnoid (PSA)
pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri
yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul
kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang
subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan
lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di
hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1 2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal +/- +++
Hemiparese ++ +/Gangguan saraf otak + +++
Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
b. Stroke nonhemorogik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder.
Kesadaran umum nya baik.
Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik
Gejala (anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik

Awitan (onset) Sub akut kurang Sangat akut/ mendadak


Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktifitas
Peringatan Bangun pagi/ istirahat Nyeri kepala +50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun -,Kadang sedikit +++
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kerning - +
Edema pupil - +
Perrdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan
katu, fibrilasi, bising karosis Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pengeseran glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme
CT scan Densitas berkurang (lesi hipodensis) Massa intrakranial densitas bertam bah (lesi
hipertensi)
Oftalmoskop Penomena silang silver wire art Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal fungsi
tekanan
warna
eritrosit
Normal
Jernih
<250/mm3
Meningkat
Merah
>1000/mm3
Arteriografi Oklusi Ada pengeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah
Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik
Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a. TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan TIA berulang.
4. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar
dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak

menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali
ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang
terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan
dengan pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan
tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini.
Stroke hemisfer kiri Stroke hemisfer kanan
Paralisis tubuh kanan
Defek lapang pandang kanan
Afasia (ekpresif, reseptif atau global)
Perubahan kemampuan intelektual
Perilaku lambat dan kewaspadaan Paralisis tubuh kiri
Defek lapang pandang kiri
Defisit persepsi khusus
Peningkatan distraktibiillitas
Perilaku impulsif dan penilaian buruk
Kurang kesadaraan terhadap defisit
Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897)
Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 21302144):
a. Kehilangan motorik
Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan
dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia
adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan
tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria
(kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan)
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa
dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan
dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang
terutama ekpresif atau represif.
c. Defisit lapang pandang
Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual.
Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah
lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer
(kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda)
d. Kehilangan sensori
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi
intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi
umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit.

f. Disfungsi kandung kemih


Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan mengunakan urinal
karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau
berkurang.
5. Patofisologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif
Muttaqin, 2008).
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak,
trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin, 2008).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin, 2008).
Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis.
Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses
atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri,
jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa
otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falks serebri atau foramen magnum.
Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel
bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar
lebih memahami patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini
Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin, 2008)
6. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya
area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):

a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak.


Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian
oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung
tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien
stroke meliputi (Arif Muttaqin, 2008):
a. Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.

b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. Magnetic Imaging Resnance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infrak akibat dari hemografik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral,
yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat
diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena
trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru
W Sudoyo,2009. hal 892-897).

b. Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin, 2008):
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh klien TIA
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
c. Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai
prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat
diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan
ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat
dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu
dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
1) Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat
hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh
tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis,
pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau
hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung
2) Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas
(akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya
adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif,
karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan
berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal
3) Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh
darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah
yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke,
akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah
pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk
abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif
Mansjoer, 2000. hal 17-26):
1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam,
jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena
dapat memperhebat edema otak
2) Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3) Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4) CT scan atau MRI bila alat tersedia.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer
- Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat
hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
- Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat
stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
- Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah.
Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang
harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut
b. Pengkajian Sekunder
1) Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa medis.
b) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah
saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tibatiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang
secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung
memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai
membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24
jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level
kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam
sensorik, motorik, dan visual.
d) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac
desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obatobat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.
f) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g) Pola-pola fungsi kesehatan:
- Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
- Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.
- Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
- Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
- Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot,
- Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
- Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.

- Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
- Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
- Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
- Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2) Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD
meningkat, nadi bervariasi.
b) Pemeriksaan integument:
- Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c) Pemeriksaan leher dan kepala:
- Kepala: bentuk normocephalik
- Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
- Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi:
- Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
- Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
- Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
- Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
2. Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000)
a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
c. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan
neuromuskular pada ekstermitas.
d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
e. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan

secara umum.
3. Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000)
a. Diagnosa 1
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah,
GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Deteksi dini untuk
memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri
terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri.
Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK.
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Tindakan
yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan
TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
Pemberian O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan
vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK
b. Diagnosa 2
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 3636,7oC, RR:16-20 x/menit).
Intervensi Rasionalisasi
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak
lebih lanjut.
Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta
hati-hati pada hipertensi sistolik. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas
apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi
dapat melindungi diri dari efek valsava.
Kolaborasi:
Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban
vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema
serebri.
Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen. Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
c. Diagnosa 3
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.
Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi,
meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien setiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat
daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernafasan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan
hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilitasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. Untuk memelihara
fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.
d. Diagnosa 4
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. Bagi klien dalam
keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat
menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Meningkatkan
latihan dan menolong mencegah konstipasi
e. Diagnosa 5
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien
mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara
atau tidak mengerti bahasa sendiri. Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan
menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin
mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada
area Broca).
Bedakan afasia dengan disatria. Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe
gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk
mengklarifikasi. Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya,
komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien
dan dapat mengklarifikasikan percakapan.

Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan. Memberikan komunikasi dasar sesuai
dengan situasi individu.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. Meningkatkan pengertian
percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
C. Asuhan keperawatan kasus
1. Kasus
Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso.
Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien
mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur. Klien
telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan
melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian
bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya
ditolong oleh perawat dan keluarga

2. Pola gordon
a. Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Indonesia / Melayu
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Jln. Tanjung Raya 2 No.10
Ruang : Melati
No. Rm : 027321
Tanggal masuk : 08 Desember 2012
Tanggal Pengkajian : 11 Desember 2012
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
Penanggung Jawab : Keluarga pasien
b. Riwayat Kesehatan Klien:
1) Kesehatan masa lalu:
Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang.
2) Riwayat kesehatan sekarang:
a) Alasan utama masuk rumah sakit:
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam

07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit
mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo.
b) Keluhan waktu di data
Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya
pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh
perawat dan keluarga
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit stroke dan
meninggal dikarenakan stroke
d. Genogram Keluarga

Keterangan
Laki-laki
:
Perempuan
:
Sudah meninggal :
Pasien
:
e. Data Biologis
1) Pola Nutrisi:
A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri)
Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg
B : Biomedical data (data biomedis)
Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin : 0.68
mg/dl (0,5 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl (20 40 mg/dl)
C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi)
Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva anemis.
Rambut kusam dan kusut.
D : Dietary (diet)
Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi daging
sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi klien makan
setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan rendang sapi.
2) Pola Minum:
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
- klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari
- klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol).
- klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah.
Saat sakit :
Klien mengatakan :
- klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari
3) Pola Eliminasi :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
- klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali.
- BAB nya tidak encer dan berwarna kuning.
- BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau.

Saat sakit :
Klien mengatakan :
- susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB diatas tempat
tidur.
- Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit.
- BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter.
4) Pola istirahat dan tidur :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 05.00 wib dan
siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu
Saat sakit :
Klien mengatakan :
- Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu dan siang
hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu
f. Pemeriksaan fisik
1) head to toe
a) keadaan umum :
klien tampak lemah dan sulit mengerakan tubuh
b) tingkat kesadaaran :
komposmentis E4M5V5 = 14
c) Vital Sign :
TD: 130/90 mmHg
Nadi: 70 x/mnt
RR: 20 x/mnt
Suhu: 36 oC
d) Kepala s/d leher
Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien
asimetris
e) Thorax
Paru-paru : Rhonki -/Wheezing -/Jantung
: klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur jantung
f) Abdomen
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Meteorismus : tidak ada
Bising usus
: normal
g) Ekstremitas
Oedem : tidak ada
Akral : hangat
2) Syaraf kranial
a) N.I (olfactorius)
Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi penciuman)
b) N.II (opticus)
Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat dan
membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o
c) N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen)
- Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis -/- Pergerakan bola mata :
Ke nasal : +/+

Ke temporal : +/+
Ke atas : +/+
Ke bawah : +/+
- Pupil
Bentuk
: bulat/bulat
Lebar
: + 3 mm / + 3 mm
Reaksi cahaya langsung : +/+
d) N.V. (trigeminus)
- Cabang Motorik
Otot masseter
: lemah
Otot temporal
: lemah
- Cabang Sensorik
maxilaris
: Normal
mandibularis
: Normal
- Reflek kornea langsung : Normal
e) N.VII (Facialis)
- Waktu Diam
Kerutan dahi : simetris / asimetris
Tinggi alis : simetris / asimetris
Sudut mata : simetris / simetris
- Waktu Gerak
Mengerut dahi : simetris / lebih dangkal
Menutup mata : simetris / simetris
Bersiul
: simetris / asimetris
Memperlihatkan gigi : simetris / asimetris
Tersenyum : simetris / asimetris
Mengembungkan pipi : simetris / asimetris
f) N.VIII (Vestibulocochlearis)
- Vestibulo
Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Cochlearis
Romberg : Tidak dilakukan
g) N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus)
- Bagian Motorik
Suara
: biasa
Menelan
: sulit menelan
Kedudukan arcus pharynx : Normal
Kedudukan uvula
: Normal
- Bagian Sensorik
Reflek muntah
: +
Reflek palatum molle
: Normal
h) N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu
: Normal / lemah
Memalingkan kepala
: Normal / lemah
i) N. XII (hypoglosus)
Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot lidah.
Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi N / N
3) Sistem Motorik
Gerakan :
Kekuatan :
Bebas Terbatas
5 2

Bebas

Terbatas

Tonus :
Trophi :
Normal Hipotonus
5 2
Normal Hipotonus
5 2
4) Reflek-reflek
- Reflek Fisiologis
Jenis refleks Kanan Kiri
Refleks biseps Normal Meningkat
Refleks triseps Normal Meningkat
Refleks achiles Normal Meningkat
Refleks patela Normal Meningkat
- Reflek Patologis
Babinski : +
Chaddock
: Oppenheim : Gordon
: Gonda
: Schaffer
: 5) Susunan saraf otonom
Miksi
: Normal
Defekasi
: Normal
Salivasi
: Normal
Sekresi keringat
: Normal
g. Data Psikososial :
1) Status emosi.
Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga
2) Konsep diri.
klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan
keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga
3) Gaya komunikasi
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
4) Pola interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit
h. Data Sosial :
1) Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP
2) Hubungan sosial
klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah
dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat
3) Sosiokultural
Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan.
4) Gaya hidup
Klien mengatakan tidak minum-minuman keras
klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi
i. Data Spiritual :
Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu
Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien
dan keluarga mengkaji tiap malam
j. Data Penunjang :
Cholesterol
: 211 mg/dl

Trigliserida
: 100 mg/dl
Cholesterol LDL
: 157 mg/dl
Cholesterol HDL
: 34 mg / dl
BUN
: 9 mg/dl
Kreatinin
: 0.68 mg/dl
SGOT
: 25 u/l
SGPT
: 16 u/l
3. Analisa data
No Data senjang Etiologi Problem
1 DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
kelemahan neuromuskular pada ekstermitas

Hambatan mobilitas fisik


2 DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu

klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan


klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga kelemahan
neuromuskular Defisit perawatan diri
3 DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan kehilangan kontrol tonus otot
fasial atau oral Kerusakan komunikasi verbal

4. Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Implementasi Rasional
1 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada
ekstermitas ditandai dengan
DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah
dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
- klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi
- meningkatnya kekuatan otot
- klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. - Kaji mobilitas yang ada
dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
- Ubah posisi klien setiap 2 jam.
- Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
- Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
- Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
- Menurunkan risiko luka tekan.
- Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
- Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan
2 Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai
dengan:
DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga terjadi
peningkatan perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
- klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan

- mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.


- Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya - Kaji kemampuan dan tingkat
penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
- Beri kesempatan untuk menolong diri
- Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi
- Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
- Mengurangi ketergantungan.
- Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah
pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
- Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
3 Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot
fasial atau oral ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan klien dapat menunjukkan
pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah
dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
- terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi
- klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk
mengklarifikasi.
- Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topiktopik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.
- Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien - Klien
dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya.
- Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
- Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi
- Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau
berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit
jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian di rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme
serebral, iskemia dan hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari
penderita dan keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan
pada klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan
kecacatan yang diakibatkan.

C. Saran
Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan
stroke
Daftar Pustaka
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna
Publishing.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media
Aesculapius.
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Diposkan oleh Buddi Farma di 02.07
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2013 (10)
o Maret (10)

ASKEP MENINGITIS (RADANG PADA MENINGEN)

ASKEP LOW BACK PAIN (NYERI PUNGGUNG)

ASKEP NEURALGIA TRIGEMINAL

ASKEP BELL PALSY

ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK

ASKEP CEDERA KEPALA

ASKEP PERDARAHAN SUBARAKHNOID

ASKEP TUMOR OTAK

Mengenai Saya
Buddi Farma
Berasal dari padang sumatra barat, lahir di tanah minang. saya anak ke-2 dari enam
bersaudara. sekalah dasar di SD 03 ampalu dulunya yang sekarang menjadi 02,,,udah
naik dikit. dan melanjutkan pendidikian di Mtsn 01 pariaman. Hanya 1 semeter di
sini, dan saya sekeluarga langsung terbang ke kalimantan barat, dan melanjutkan
pendidikan di SMP 01 parindu Kab. sanggau. pendidikan saya lanjutkan masuk
keperdalaman lagi, yaitu di SMA 01 bonti kab. sanggau. dan sekarang saya
menempuh kuliah di Pontianak, mengambil jurusan kesehatan (alhamdulilllah). di
Stikes yarsi Pontianak jurusan S-1 Keperawatan.
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Gambar template oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.

CATATAN INSPIRASI KU !!
Rohmat Hidayatullah

HOME

HUBUNGI KAMI

ASKEP

TIPS KESEHATAN

TUGAS KAMPUS

UKM PRAGA

FOLLOW ME

ADD ME

Senin, 17 Desember 2012


" MAKALAH ASKEP PADA PENYAKIT STROKE HEMORAGIK "
BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama
kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang (Saidi, 2010). WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2006).
Berdasarkan data WHO (2010-b), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya
ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit stroke telah
menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak
di dunia (Xu, et al., 2010).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak ditemukan tidak hanya pada negara-negara maju tapi juga pada
negara-negara berkembang. Menurut Janssen, et al., (2010), stroke merupakan penyebab utama kecacatan di negara-negara barat. Di
Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab DALYs (Disability Adjusted Life Years = kehilangan bertahun-tahun
usia produktif).
Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian di
Amerika setelah penyakit jantung dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics2010 Update: A Report from American Heart
Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami
stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama kalinya dan 185.000 orang dengan serangan
stroke berulang (Heart Disease and Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association). Setiap 3 menit
didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika Serikat. Stroke menduduki peringkat utama penyebab kecacatan di Inggris
(WHO, 2010-a).
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negaranegara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga
penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, di mana
sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000
penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang
terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit
jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2009).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis
stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan
stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata pada 12
rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di mana
meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi ( nonmodifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan
faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan

oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).

Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk

mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan
tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke

B.

RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah yang dapat penulis simpulkan, yakni:
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan Stroke?


Sistem organ apa yang terkait dengan penyakit Stroke?
Bagaimana perjalanan penyakit Stroke?
Apa pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan dalam mendiagnosa penyakit
Stroke?
5. Apa komplikasi yang terjadi dari Stroke?
6. Apa diagnosa dan intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada penderita
Stroke?

C. TUJUAN PENULISAN
1.
2.
a.
b.
c.
d.

Tujuan Umum
Penulis mengetahui gambaran umum tentang penyakit Stroke dan penatalaksanaannya.
Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian Stroke;
Mengetahui sistem organ yang terkait Stroke;
Mengetahui Pemeriksaan diagnostik pada Stroke;
Mengetahui diagnosa serta intervensi yang dibutuhkan klien dengan Stroke;

D. METEDOLOGI PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengggunakan metode study literatur serta pengumpulan informasi dari berbagai
media pengetahuan. Selain itu, dengan menggunakan analisis kasus yang diberikan oleh tutor.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan karya tulis ini penyusun menggunakan sistematika sebagi berikut:
BAB I PENDAHULUAN : Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan
dan manfaat.
BAB II TINJAUAN TEORITIS: Berisi tentang definisi stroke, anatomi fisiologi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pathwyas,
pemeriksaan diagnostik, komplikasi, dan penatalaksanaan stroke.
BAB III PEMECAHAN KASUS: Latar belakang kasus, brainstroming kasus, pertanyaan kasus, jawaban kasus, dan analisa kasus.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN: Berisi simpulan dan saran penulis.
DAFTAR PUSTAKA : Berisi tentang sumber-sumber yang dijadikan referensi dalam penyusunan makalah ini.
.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (WHO, 2006).
CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat
adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder
dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit
vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama
kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang (Saidi, 2010).
Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak
(beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu
(Djunaedi W, 1992).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua

kegiatan aktivitas

tubuh kita seperti berjalan,

menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari jutaan serabut sel saraf (neuron) yang
berkumpul membentuk suatu berkas (faskulum). Neuron adalah komponen utama dalam sistem saraf.
Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu:
1. Pengatur / pengendali kerja organ tubuh,
2. Pusat pengendali tanggapan,
3. Alat komunikasi dengan dunia luar.
Sistem persarafan dibagi menjadi dua bagian : sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer. SSP terdiri dari otak di
dalam tengkorak dan medula spinalis yang menjalar didalam kolimna vertebra dan memanjang ke otak. Pusat komunikasi di dalam SSP
dan berbagai saluran saraf memungkinakannya respon sadar atau tidak sadar terhadap stimulus sensoris. Sistem saraf perifer di bentuk
dan network saraf dan organ-organ pengindra yang mendapat informasi dari seluruh tubuh dan meneruskan ke otak.
SEL SISTEM SARAF
1.

Neuron
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang didalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi menangkap dan mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan
akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.
Neuron bersifat heterogen, baik secara morfologis maupun fungsional, yang terdiri atas sel kecil bulat yang menempati
lapisan sel granula di serebelum hingga piramid besar Betz pada korteks motorik primer. Berbagai perubahan morfologik dapat
ditemukan di neuron, dengan salah satu yang tersering adalah nekrosis koagulasi, suatu perubahan yang paling sering terjadi berkaitan
dengan cedera hipoksik-iskemik. Seperti pada nekrosis koagulasi di tempat lain, nekrosis neuron ditandai dengan hilangnya
ribonukleoprotein sitoplasma dan denaturasi protein sitoskeleton,sehingga terjadi eosinofilia sitoplasma yang mencolok (neuron
merah) pada sendian yang diwarnai dengan hemotoksilin dan eosin (H&E). Nekrosis koagulasi juga disertai oleh perubahan nukleus
yang identik dengan yang ditemukan pada organ lain, yaitu kondensasi bahan inti (piknosis) dan hilangnya perwarnaan neukleus
(kariolisis). Bentuk kematian sel terpenting yang di bahas pada yakni, apoptosis, juga terjadi pada sejumlah situasi pada SSP, termasuk
perkembangan normal, beberapa bentuk cedera hipoksik-iskemik, dan gangguan toksik tertentu. Apoptosis juga mungkin berperan
dalam proses berkurangnya sel pada penuaan dan pada penyakit neurodegeneratif tertentu. Kromtolisis, suatu reaksi pada cedera
akson, ditandai dengan dispersi substansi Nissl dan membengkaknya sel badan neuron juga terjdi pada penyakit-penyakit
neurodegeneratif, seperti neurofibrially tangels pada penyakit Alzheimer dan pembentukan badan lewy pada parkinsonisme. Akhirnya
sejumlah agen infeksius dapat menyebabkan terbentuknya badan inklusi ini dan perubahan struktural lainnya akan di bahas secara
lebih rinci dibagian selanjutnya pada bab ini dalam konteks penyakit tempat badan inklusi tersebut terbentuk.

2.

Astroit
Astroit adalah sel penunjang utama di otak dan memperlihatkan beberapa perubahan reaktif yang tersering ditemukan, pada
kasus cedera parenkim otak, atroit merespon dengan membentuk jaringan padat prosecus, yang sedikit banyak analog dengan jaringan

parut fibrosa di bagian tubuh lain. Namun dengan beberapa fibroblas, astoit tidak menghasilkan kolagen. Oleh karena itu,jaringan
parut glia terutama teridiri atas prosesus sitoplasma, dengan sedikit atau tanpa protein ekstrasel. Sitoplasma mungkin membengkak
sebagi respons terhadp cedera, sering disertai oleh peningkatan sintesis protein fibrilar glia yang bersifat asam (glia fibrillaacudic
protein GFA) yaitu protein sitoskeleton utama bagi astroit sitoplasma disekitar neukleus ini yang disebut astroit gemistositik
(yunani=gemistos=penuh) tampak eonisofilik dan mudah terlihat pada sediaan rutin. Serat Rosenthal adalah stuktur astroit lainnya.
Pada sediaan yang diwarnai H&E, serat ini tampak sebagai struktur yang eosinofilik terang dengan kualitas hampir reflaktil. Serat
resonthal berasal dari filamen GFAP yang mengalami perubahan dan ditemukan pada sejumlah neoplasma tumbuh-lambat serta pada
beberapa penyakit nonneoplasma,seperti lesi kistik kronis dan malformasi vaskular. Bebrapa gangguan metabolik tertentu, terutama
gagal hati, menghasilkan asroit nukleus besar pucat yang disebut glia Alzheimer tipe II. Akhirnya, bahan kaya- glikoprotein yang disbut
korpora amilasea sering menumpouk diproseus astoit sering dengan penuaan. Pada sediaan yang diwarnai oleh H&E, korpora amilasea
tampak sebagi badan basofilik bulat yang berlapis-lapis konsentrik diregioyang kaya foot proceseses astoit (misal, regio subependima,
subpial, dan privaskuler), serta di dalam kulomna dorsalis medula spinalis.
3.

Oligodendrosit
Prosesus sitoplasma ologondendrogilia membungkus akson neuron untuk membentuk meilin dengan cara serupa dengan sel
Schwann di sistem saraf perifer. Pada sediaan rutin, ologondendrogilia dikenal berdasarkan nukleusnya yang bulat kecil yang mirip
limposit dan tersusun dalam rangkain linier. Cedera pada sel ologondendrogilia dan atau processusnya merupakan gambaran pada
penyakit demielinisasi didapat (misal, sklerosis multipel) dan juga ditemukan pada leukodistropi (dibahas kemudian). Nukleus
ologondendrogilia mungkin berisi badan inklusi pada penyakit tertentu, seperti, leukoensefalopati multifokus progresif dan beberapa
gangguan neurodegeneratif.

4.

Sel ependimal
Sel ependimal melapisi ventrikel serebrum dan berkaitan erat dengan sel kuboid dengan sel kuboid yang terdapat di pleksus
koroideus. Gangguan pada sel ependimal sering berkaitan dengan ploriferasi lokal astroit subependimal yang menyebabkan terjadinya
ireguleritas kecil yang disebut granulasi ependimal dipermukaan ventrikel. Bebrapa agen infeksius, terutama sitomegalovirus (CMV)
dapat menyebabkan cedera ependimal yang luas disertai terbentuknya badan inklusi intranukleus di sel ependimal.

5.

Mikroglia
Meskipun bernama demikian, sekarang secara umum diterima bahwa mikroglia berasal dari monosit darah dan bukan dari
neural tube. Semakin banyak fungsi sel ini sekarang telah dikietahui. Seperti pedanannya di luar SSP, mikroglia tampaknya berfunmgsi
sebagai sel penyaji antigen pada obanyak kondisi peradangan. Hampir semua bentuk cedera SSP berkaitan dengan keberadaan sel
mikroglia aktif, sel-sel ini kemudian bertindak sebagai mikroglia aktif, sel-sel ini kemudin bertindak sebagai makrofag aktif. Pada
beukrosis jaringan dan penyakit demielinisasi makrofag aktif ini akan menimbun banyak lemak intrasel sehingga berbentuk dengan sel
sitoplasma berbusa yang disebut sebagai gitter cells. Pada penyakit ini pada penyakit lain, nukleus mikroglia mungkin menjadi panjang
sehingga terbentuk sel batang, mikroglia juga dapat beragregasi dalam kumpulan yang padat sebagai gangguan (misal, infeksi virus)
untuk membentuk nodul mikroglia dan mungkin dapat menelan neuron yang cedera vdalam suatu proses yang dikenal sebagai
neuronofagia.

C. ETIOLOGI
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan
dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan,
mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang
tengkorak.
Stroke hemoragik dikelompokkan menurut lokasi pembuluh darah :
1. Intracerebral hemoragik, pendarahan terjadi di dalam otak.
2. Subarachnoid hemoragik, pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis yang menutupi otak.
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding arteri sampai pecah.
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1.

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.

2.

Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.

3.

Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.

4.

Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi
stroke lebih besar.

5.

Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

6.

Overdosis narkoba, seperti kokain.


Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1.

Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

2.

Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3.

Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Patofis dari struk haemoragik adalah hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400
mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabangcabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang abrupt
atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson
massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi
otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan
bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Kinis pada stroke meliputi:
1.

Hemiparesis dan hemiplagia


Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya

disebabkan oleh stroke pada arteri serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada korteks frontal.
Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak
menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf
berjalan dari otak ke korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya mempengaruhi area kortikal lain
selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk kehilangan
hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka
diinervasi dari kedua belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan
kontraktur serius. Sebagai contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan adduksi karena otot
adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh
rotasi eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi, dan supine di kaki.
2.

Afasia
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk

berbicara, membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi
oleh arteri serebri medial kiri.
a.

Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan gangguan pemahaman komunikasi dimana kemampuan komunikasi hanya lancar
mengeluarkan isi pikiran, berbicara dengan memakai kalimat yang panjang namun yang dibicarakan tidak mempunyai arti. Tetapi pada
pasien afasia Wernicke tidak mengerti pembicaraan orang lain. Akibatnya pada pasien tersebut terlihat tidak nyambung kalau diajak
bicara karena otak tidak mampu menginterpretasikan pembicaraan orang lain walaupun pendengarannya baik. Afasia
Wernicke berhubungan dengan kerusakan pada Area Wernicke dan diakibatkan infark pada lobus temporal otak. Pada tingkat sangat
berat, perintah satu kata, seperti duduk! atau makan!, juga tidak dipahaminya. Pasien tersebut hanya mengerti bila dilakukan
dengan gerakan, karena pengertian ini diterima otak melalui penglihatan.

b.

Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan berbicara. Namun, penderita afasia Broca mengerti bila diperintah dan
menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Afasia Broca berhubungan dengan kerusakan di area Broca. Area Broca adalah
bagian dari otak manusia yang terletak di gyrus frontalis superior pada lobus korteks otak besar. Area Broca letaknya berdampingan
dengan area Wernicke. Karena kerusakan terjadi berdampingan dengan pusat otak untuk pergerakan otot-otot tubuh, penderita juga
lumpuh di otot-otot tubuh sebelah kanan.
3.

Disfagia
Menelan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan beberapa fungsi saraf kranial. Mulut membuka (CN V: N.

Irigeminus), menutup bibir (CN VII: N. Pachialis), dan lidah yang bergerak (CN XII: N. Hipoglosus).Mulut merasakan rasa dan
banyaknya bolus makanan yang masuk (CN V dan VII) dan mengirim pesan ke pusat menelan (CN V dan IX). Selama menelan, lidah
mengerakkan bolus makanan ke arah orofaring tersebut. Faring diangkat dan glotis menutup. Kontraksi otot-otot faring mengangkut
makanan dari faring ke esofagus. Peristaltik menggerakkan makanan ke perut. Sebuah stroke di wilayah sistem vertebrobasilar
menyebabkan disfagia.
4.

Dysarthria
Dysarthria adalah artikulasi tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Penting untuk membedakan

antara dysarthria dan aphasia. Dengan dysarthria klien mengerti bahasa tetapi memiliki kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada
gangguan jelas dalam tata bahasa atau dalam konstruksi kalimat. Seorang klien dysarthric dapat memahami komunikasi verbal dan
dapat membaca dan menulis (kecuali tangan dominan adalah lumpuh, tidak ada, atau terluka).
Dysarthria disebabkan oleh distidakfungsi nervus cranial dari penyumbatan pembuluh darah di arteri vetebrobasilar atau
percabangannya. Hal ini akan menyebabkan kelemahan atau paralisis dari otot-otot bibir, lidah dan laring atau kehilangan sensasi.
Tambahan, klien dengan dysarthria akan mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan karena kehilangan control otak.
5.

Apraxia
Apraxia adalah suatu kondisi yang mempengaruhi integrasi motorik secara kompleks. Oleh karena itu apraxia dapat

menyebabkan stroke di beberapa area otak. Klien apraxia tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memakai baju. Klien
dengan apraxia mampu mengkonseptualisasikan isi dari pesan yang akan disampaikan ke otot tetapi impuls tersebut tidak dapat
direkonstruksikan oleh otot.
6.

Perubahan Visual
Penglihatan adalah proses komplek yang dikontrol oleh beberapa area di otak. Penyumbatan di lobus parietal dan temporal

dapat memotong serat saraf visual di traktus optikus dalam perjalanan ke korteks oksipital dan memnyebabkan gangguan ketajaman
penglihatan.

Persepsi

tentang

penglihatan

mungkin

terganggu. Gangguan

penglihatan

dapat

mempengaruhi

terhadap

ketidakmampuan klien untuk mempelajari keterampilan motorik. Infark dapat menyebabkan fungsi dari CN III, IV, dan VI lumpuh dan
diplopia.
7.

Sindrom Horners
Sindrom Horners adalah paralisis saraf simpatis mata yang dapat menyebabkan tenggelamnya bola mata, kontriksi pupil

dan penurunan produksi air mata.


8.

Agnosia
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mempersepsikan sensasi yang ada. Biasanya lebih banyak terjadi tipe visual dan

auditori. Agnosia mungkin dapat disebabkan dari oklusi di arteri serebral medial dan posterior yang mensuplai aliran darah ke lobus
temporal atau oksipital. Klien dengan visual agnosia dapat melihat objek tetapi tidak dapat mempersepsikan objek tersebut.
Disorientasi dapat terjadi karena ketidakmampuan untuk mengenal lingkungan, suatu yang familiar atau simbol-simbol tertentu. Visual
agnosia dapat menigkatkan resiko injuri karena tidak dapat mengenal tanda-tanda atau symbol-simbol bahaya. Klien dengan agnosia
auditori tidak dapat mengartikan suara yang klien dengar karena penurunan fungsi pendengaran atau kesadaran.
9.

Defisit Sensorik
Beberapa jenis perubahan sensori dapat diakibatkan oleh stroke dalam perubahan sensorik dapat hasil dari stroke di area

sensori dari lobus parietalis yang disuplai oleh arteri serebral anterior atau medial. Defisit tersebut pada sisi kontralateral tubuh dan
sering disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Sensasi rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang
mempengaruhi variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar berupa mati rasa, kesemutan, atau
menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat. Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
10.

Perubahan Perilaku
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks serebral interpretasikan stimulus yang masuk.

Daerah temporal dan limbik memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar pituitary berkerja sama
dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi
sepenuhnya, reaksi emosional dan tanggapan kekurangan modulasi ini.
Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer sering lambat, dan tidak terorganisir. Orang dengan stroke di otak
kanan, atau tidak dominan, hemisfer sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang perhatian menurun, yang

meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan
pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien mungkin menunjukkan pengaruh yang datar,
kurangnya spontanitas, dan pelupa.
11.

Inkontinensia
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang

terjadi setelah stroke. Saraf mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak menafsirkan pesan tersebut dan
tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia.
Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori, kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung pada tingkat dan lokasi infark
tersebut.
Gejala-gejala yang tampak dengan TIA sangat tergantung pada pembuluh darah yang terkena:
1.

Jika arteri karotis dan serebral yang terkena

a.

Kebutaan pada satu matanya

b.

Hemiplegi

c.

Hemianestesia

d.

Gangguan bicara

e.

Kekacauan mental

2.

Jika yang terkena arteri vertebrobasiler

a.

Pening

b.

Diplopia

c.

Semutan

d.

Kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang

e.

Disatria

3.

Jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena

Stroke hemisfer kiri


a.

Hemiparesis atau hemiplegia sisi kanan

b.

Prilaku lambat dan sangat hati-hati

c.

Kelainan bidang pandang kanan

d.

Ekspresif, reseptif atau dispagia global

e.

Mudah frustasi

Stroke hemisfer kanan


a.

Hemifaresis atau hemiplegia sisi kanan

b.

Defisit spasial-perseptual

c.

Penilaian buruk

d.

Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai kerentanan untuk jatuh atau cidera lainnya

e.

Kelainan bidang visual kiri


(Hudak & Gallo, 1996)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan laboratorium

a. Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat


b. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.
c. Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
2.

Pemeriksaan Radiologi

a. CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark


b. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri

c.

MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak )
arteriosklerotik ).

d. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik


e. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
f.

Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

G. KOMPLIKASI
Selama menjalani perawatan di RS, pasien stroke dapat mengalami komplikasi akibat penyakitnya. Komplikasi yang umum
terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.

Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang umumnya memperberat defisit neurologik.
Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan analgetik dan kadang antiemetik
Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke batang otak, bila menetap cari penyebab lain

a.
b.
4.
5.

seperti uremia dan iritasi diafragma. Selain itu harus diwaspadai adanya:
Transformasi hemoragik dari infark
Hidrosefalus obstruktif
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari kemudian.
Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus

6.
7.

urinarius.
Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien menderita juga trombosis vena dalam (DVT).
Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke. Sepertiga sampai setengah

8.

penderita stroke menderita komplikasi gangguan ritme jantung.


Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64% penderita stroke menderita gangguan fungsi

9.

menelan. Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi

dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.
10. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter
uretra eksternum akibat stroke.
11. Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada
pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
12. Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
13. Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
14. Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan
prognosa yang tidak baik.
15. Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.

H. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1.

Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika
hemodinamika stabil

2.

Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan

3.

Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4.

Bed rest

5.

Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6.

Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7.

Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

8.

Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

9.

Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya
dipasang NGT

11. Penatalaksanaan spesifik berupa:


a.
b.

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik


Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

I.

Diagnosa keperawaatan

1.

Gangguan perfusi jaringan otak b/d adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak

2.

ditandai dengan penurunan kesadaran, perubahan dalam respon motorik/sensori.


Gangguan mobilitas fisik b/d adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif ditandai dengan paralisis anggota

3.

badan bagian kanan, ketidakmampuan bergerak.


Gangguan komunikasi verbal b/d menurunnya/terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah

4.

ditandai dengan bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.


Gangguan nutrisi b/d adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun ditandai

5.

dengan kesulitan menelan.


Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya oksigenasi pada pusat ditandai dengan penurunan kesadaran, sesak

6.

nafas, dan rR 26 x/mnt .


Ketidakmampuan perawatan diri b/d adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya

7.

persepsi kognitif.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan ditandai dengan keluarga mengeluh cemas.

J.

Intervensi keperawatan
1. Dx1
:
Gangguan perfusi jaringan otak b/d adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema
otak ditandai dengan penurunan kesadaran, perubahan dalam respon motorik/sensori.
Tujuan

:Memperbaiki tingakt kesadaran, dan respon motorik/sensori.

Intervensi :

Tentukan faktor penyebab penurunan perpusi serebral

Pantau status neurologisnya

Pantau TTV, catat adanya hipertensi/hipotensi, frekuensi jantung, pola dan irama nafas.

Kaji fungsi bicara

Letakan kepala pada posisi agak tinggi

Pertahankan tirah baring, ciptakan suasana tenang, batasi pengunjungan,

Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

Pantau periksaan laboratorium sesuai indikasi

Persiapkan untuk pembedahan bila diperlukan.


2. Dx2
:
Gangguan mobilitas fisik b/d adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif ditandai dengan paralisis
anggota badan bagian kanan, ketidakmampuan bergerak.
Tujuan

: Mempertahankan/menigkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh

Intervensi :

Kaji kemampuan pasien

Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali

Mulailah lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas

Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional dengan menggunakan papan kaki

Gunakan penyangga lengan sesuai indikasi

Evaluasi penggunaan alat bantu

Lakukan gerakan ROM

Bantu pasien untuk mengatur keseimbangan duduk

Konsultasi dengan fisioterapi

Kolaborasi dalam pemberian obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.

3. Dx3

:
Gangguan komunikasi verbal b/d menurunnya/terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot

wajah ditandai dengan bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.


Tujuan
: Pasien dapat kembali berkomunikasi
Intervensi :

Kaji tipe disfungsi wicara

Perhatikan kesalahan dalam berkomunikasi dan berikan umpan balik

Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut

Berikan metode komunikasi alternatif, berikan petunjuk visual

Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespons.

Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.

Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien

Konsultasi dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.


4. Dx4
:
Gangguan nutrisi b/d adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
ditandai dengan kesulitan menelan.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :

Tinjau ulang kemampuan menelan pasien secara mandiri

Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif

Pertahankan masukan dan haluaran dengan adekuat, catat jumlah kalori yang masuk.

Kolaborasi dalam pemberian cairan melalui IV dan makanan melalui selang.


5. Dx5
:
Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya oksigenasi pada pusat pernapasan ditandai dengan
penurunan kesadaran, sesak nafas, dan RR 26 x/mnt .
Tujuan
: Oksigenasi yang adekuat
Intervensi :

Kaji TTV klien tiap waktu

Atur posisi tidur klien semi fowler

Longgarkan pakaian dan lepaskan aksesoris yang dikenakan klien

Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan

Kolaborasi dengan Tim Medis dalam pemberian obat


6. Dx6

:
Ketidakmampuan perawatan diri b/d adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot,

menurunnya persepsi kognitif.


Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri secara mandiri
Intervensi :

Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari

Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Sadari aktivitas implusif karena gangguan dalam mengambil keputusan

Berikan pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.

Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya

Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.


7. Dx7
:
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan ditandai dengan keluarga mengeluh
cemas.

Tujuan : Keluarga tidak cemas


Intervensi :
Kaji tanda tanda kecemasan
Berikan motivasi yang tepat kepada klien dan keluarga
Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit kepada keluarga
Beritahu tentang prosedur pengobatan pada keluarga
Beritahu keluarga tentang resiko komplikasi yang mungkin terjadi
Berikan pendamping rohanian untuk klien

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.

STUDY KASUS
Tn. A umur 60 th, datang ke IGD RSUD 45 Kuningan diantar oleh anggota keluarganya dengan keluhan kelemahan
kaki kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. Hasil pemeriksaan fisik
kesadaran letargi, kelemahan anggota gerak sebelah kanan, afasia,TD: 140/90 mmhg,S:36,7 C,nadi: 112x/m, RR: 26 x/m. Terapi
yang diberikan : O2 2 liter/menit,NaCl 15 tts/menit, dan dipasang NGT, serta dilakukan pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
darah dan urin. Kemudian dokter juga merencanakan tindakan CT Scan dan MRI.
Hasil wawancara lebih jauh, anaknya mengatakan bahwa Tn. A sempat pingsan tak sadarkan diri karena terpeleset dan
terjatuh di halaman rumah nya ketika mau mengangkat sangkar burung perkutut yang selalu dijemur dan menjadi hobi tn. A untuk
mengis hari hari nya. Keluarga merasa khawatir dengan keadaan Tn. A .

B.
1.

PERTANYAAN UNTUK ANALISA


Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba diskusikan sistem organ apa yang terkait
masalah diatas? Jelaskan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis sistem

2.
3.
4.

organ itu bekerja!


Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas!
Menurut saudara apa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus diatas!
Tindakan tindakan dan intervensi keperawatan apa yang seharusnya dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah
keperawatan utama pasien dan keluarga pasien diatas!

C.
1.
2.
3.
4.

JAWABAN PERTANYAAN
Jawaban ada pada halaman 4
Jawaban ada pada lampiran halaman iii
Jawaban ada pada halaman 16
Jawaban ada pada halaman 17

D.

ANALISA SINTESA
Bedasarkan kasus diatas kami dapat menyimpulkan bahwa klien menderita stroke haemoragik, dengan melihat manifes yang
ada yakni klien pingsan setelah terjatuh, lalu terjadi penurunan kesadaran menjadi letargi. kelemahan kaki kanan dan tangan kanan
tidak bisa digerakan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan
stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata pada 12
rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di mana
meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi ( nonmodifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan
faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan
oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).

Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk

mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan
tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke

B.

SARAN
Penderita stroke jika sudah mengalami kerusakan persarafan atau kelumpuhan biasanya bersifat permanen. Maka dari itu,
perlu adanya pendampingan ekstra baik kepada klien maupun kepada keluarga karena pada tahap awal tentunya klien akan merasakan
depresi yang amat mendalam. Selain itu, perlu diberitahukan kepada keluarga untuk tidak merendahkan klien karena dapat timbul
tekanan yang lebih dalam lagi kepada klien sehingga akan menimbulkan distress kepada klien sehingga mempengaruhi proses
penyembuhan klien. Oleh karena itu, perlu danya peran perawat yang lebih peka terhadap perasaan klien dan keluarganya.

Diposkan oleh Rohmat Hidayatulloh di 06.53


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: ASUHAN KEPERAWATAN
2 Comments
0 Comments
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Digital clock
anu mamettz

ASUHAN KEPERAWATAN (3)

CERPEN ( CERITA PENDEK ) (2)

dUniia kOe (1)

KUMPULAN PUISI (1)

MAKALAH (1)

TEKNOLOGI INFORMASI (2)

TIPS KESEHATAN (14)

TUGAS KAMPUS (3)

UKM PARAMEDIS SIAGA ( PRAGA ) (6)

Ingu-inguan...!!
My ProfiL

Rohmat Hidayatulloh
-" dalam TAKUT,yang nampak adalah sebuah HAMBATAN.dalam YAKIN,yang
nampak adalah sebuah KESUKSESAN "
Lihat profil lengkapku

Kelincii koe .. !!
Script:

Widget

aLbum sImkuring...!!

Ook atuh ach... !!

Entri Populer

" MAKALAH ASKEP PADA PENYAKIT STROKE HEMORAGIK "

ANTARA AKU, KAMU, DIA DAN MANTAN PACARMU

TUGAS PSIKOLOGI KEPERAWATAN

Daftar Artikel

2011 (6)

2012 (25)
o Oktober (7)
o Desember (18)

KANDUNGAN GIZI KACANG MERAH

ANTARA AKU, KAMU, DIA DAN MANTAN PACARMU

" JADWAL KEGIATAN TENSI GRATIS DAN TEST GULA


DARAH...

UKM PARAMEDIS SIAGA

KEGIATAN TENSI GRATIS DI TAMAN KOTA KUNINGAN

KEGIATAN PELANTIKAN UKM PARAMEDIS SIAGA

" LOMBA PHOTOGROUP AINI KUNINGAN "

"ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPILEPSI"

" MAKALAH ASKEP PADA PENYAKIT STROKE HEMORAGIK "

TANGISAN MATA BUNDA Puisi Monika Sebentina Dala...

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN DENGAN ASMA


BRONCHIAL...

TUGAS PSIKOLOGI KEPERAWATAN

CARA MEMBUAT BLOG GRATIS DI BLOGGER/BLOGSPOT

CARA MENDAFTAR Gmail.com

PENYAKIT EPILEPSI PADA ANAK

" JADWAL KEGIATAN TENSI GRATIS "

7 FAKTA MENGEJUTKAN TENTANG CIUMAN

UKM PARAMEDIS SIAGA

2013 (2)

youtube

Total Tayangan Laman


4646

powered by

Daftar Blog Saya

Cerpen dan Puisi Online Indonesia - Loker Seni


Kebahagiaan Sesaat - Cerpen Cinta Sedih

Uka Fahrurosid's Personal Blog


Olimpiade Online Nasional Ainun Habibie Award 2013

Blog Yhudiyuba
Tips dan Trik Aman Berbelanja Online

My Documentku
Asuhan keperawatan anak Faringitis

Kumpulan Cerita Pendek


Beginilah Jadinya Kalau Anak ALAY Interview Kerja

DUNIA KU
PENYAKIT EPILEPSI PADA ANAK

Hitam and Biru


Cek Nama Jepang Agan..

Sinopsis Korean drama


[Spoiler] Dream High 2

PENKES Blog's
Dampak penyalahgunaan narkoba

sepuluh satu
Perlihatkan Semua
ROHMAT HIDAYATULOH (S1 KEPERAWATAN ) STIKKU. Template Awesome Inc..
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai