PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit yang terjadi akibat
penurunan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang disebabkan oleh
penyempitan dan penyumbatan arteri koronaria
Terdapat beberapa nama lain dari CAD yakni panyakit jantung koroner (PJK),
Coronary Heart Disease (CHD), Atherosclerotic Heart Disease (AHD), dan
Ischemic Heart Disease (IHD). Kesemuanya menyatakan tentang penyumbatan
pembuluh darah koroner sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen ke otot
jantung terhambat (Grech, 2003)
CAD merupakan penyakit yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya
sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi akut yang
dikenal dengan Sindrom Koroner Akut (SKA). Mekanisme terjadinya perubahan
secara tiba-tiba dihubungkan dengan terjadinya thrombosis akut pada plak
aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, atau rupture (Beltrame, Rachel, &
Tavella, 2012)
CAD saat ini menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia, angka
kejadiannya terus meningkat dan telah menjadi sebuah pendemi tanpa mengenal
batas. World Health Organization (WHO) pada 2002 mencatat lebih dari 11,7 juta
orang meninggal akibat CAD. Angka ini terus meningkat pada 2005 CAD
menyebabkan 17,5 juta kematian di dunia, diperkirakan angka ini akan meningkat
terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia (WHO, 2008).
Di Indonesia angka kematian akibat CAD juga meningkat setiap tahunnya.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) pada tahun 1975,
penyakit jantung menyebabkan kematian sebesar 5,9 %, tahun 1981 meningkat
menjadi 9,1 %, tahun 1986 meningkat menjadi 16%, tahun 1995 meningkat
menjadi 19 dan tahun 2001 meningkat menjadi 26,4 % (Depkes RI, 2003). Angka
kejadian CAD di Kalimantan Timur berdasarkan data rekam medis RSUD AW
dasar
terjadinya
CAD
adalah
aterosklerosis.
Proses
aterosklerosis dimulai pada usia anak-anak dan berkembang cepat pada remaja
dan dewasa (Cotran, Kumar, & Robbins, 2007). Aterosklerosis merupakan istilah
generik untuk penebalan dan hilangnya elastisitas dinding arteri karena
pembentukan deposit-deposit plak kekuningan yang mengandung kolesterol, dan
bahan lipid lainnya di tunika intima dan tunika media interna pada arteri besar dan
sedang (Cotran, Kumar, & Robbins, 2007).
Faktor risiko utama aterosklerosis adalah dislipidemia. Faktor risiko
inilah yang dapat mengganggu fungsi endotel sehingga menyebabkan terjadinya
disfungsi endotel (Anwar, 2004). Disfungsi endotel dapat terjadi secara
lokal dan akut dengan perubahan kronik yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas
bioavibilitas
plasma
lipoprotein,
hiperadesi
pengurangan
lekosit,
gangguan
patofisiologi,gejala,
diagnosis,
penatalaksanaan
serta
mempelajari kasusnya langsung dari pasien rawat inap RSUD A.W. Sjahranie
Samarinda.
2.
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah memenuhi syarat dalam
menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam serta sebagai
penambah wawasan dan ilmu khususnya tentang Sindrom Arteri Koroner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jantung
2.1.1. Anatomi
Jantung merupakan organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh
tubuh, bentuknya seperti kerucut dan besarnya sedikit lebih besar dari
kepalan tangan. Letak jantung berada di ruang mediastinum, diantara kedua
paru-paru dan di atas diafragma (Phibbs, 2007; Snell, 2006).
Ventrikel memiliki otot yang lebih tebal dari atrium dan ventrikel kiri
memiliki otot yang lebih tebal daripada ventrikel kanan. Diantara atrium dan
ventrikel terdapat katup yang berfungsi mencegah aliraha darah balik
selama jantung berkontraksi. Katup ini disebut katup atrioventrikel (AV).
Katup AV memisahkan atrium dextra dan ventrikel dextra disebut katup
trikuspidalis, katup AV sinistra disebut katup mitral (Moore, Dalley, & Agur,
2010).
Katup AV sinistra disebut katup mitral, katup AV terbuka saat kontraksi
atrium untuk melakukan pengisian ventrikel saat tekanan intraarterial lebih
besar daripada tekanan intraventrikuler. Saat ventrikel mulai berkontraksi,
katup AV menutup (Moore, Dalley, & Agur, 2010)
Katup yang lain di jantung ialah katup semilunar. Katup ini mencegah
aliran balik ke ventrikel setelah berkontraksi. Kedua katup semilunar adalah
katup pulmonal yang terletak di saluran ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
dan katup aorta antara ventrikel kiri dan aorta (Moore, Dalley, & Agur,
2010).
Jantung memiliki dinding yang terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan
pertama merupakan lapisan yang menyelubungi jantung yakni perikardium.
Perikardium terdiri dari lapisan parietal dan viseral, diantara lapisan ini ada
rongga perikardial yang berisi sejumlah kecil pelumas cairan untuk
mencegah gesekan selama kontraksi jantung. Lapisan dinding jantung
sendiri terdiri dari beberapa lapisan yakni epikardium, miokardium, dan
endokardium (Jones, 2008).
2.1.2. Fisiologi
Siklus jantung dimulai atrium kanan yang menerima darah dari vena
kava superior dan vena kava inferior. Darah melewati atrium kanan
melintasi katup trikuspidalis ke ventrikel kanan lalu darah dipompa ke arteri
pulmonalis melalui katup pulmonalis. Arteri pulmonalis mendistribusikan
darah ke paru-paru untuk pertukaran darah gas di kapiler paru. Darah yang
mengandung banyak oksigen kembali ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis. Setelah melalui katup mitral darah memasuki ventrikel kiri,
dimana darah akan dipompa melintasi katup aorta dan masuk ke sirkulasi
sistemik melalui aorta (Jones, 2008).
Kontraksi atrium kanan dan kiri pada siklus ini terjadi sebelum
kontraksi ventrikel. Sebagian besar aliran darah ke ventrikel terjadi karena
gravitasi tetapi kontraksi atrium diperlukan untuk pengisian kapasitas
maksimum. Ventrikel kiri dan kanan berkontraksi bersamaan setelah atrium
relaksasi. Tekanan yang dihasilkan membuat katup AV menutup, katup aorta
dan pulmonal membuka dan mendorong darah ke dalam paru dan sirkulasi
sistemik. Tahap kontraksi dari siklus jantung disebut sistol, yang umumnya
mengacu pada kontraksi ventrikel dibandingkan atrium. Diastol adalah fase
relaksasi dari siklus jantung yang terjadi ketika ventrikel dalam keadaan
pengisian. Fase ini lebih lama daripada sistol. Jumlah darah yang
dikeluarkan dari kedua ventrikel dengan satu kontraksi disebut sebagai
stroke volume . Stroke volume dipengaruhi oleh preload, afterload, dan
kontraktilitas jantung (Jones, 2008).
2.2. Coronary Artery Disease
2.2.1. Definisi
Coronary Artery Disease memiliki beberapa nama lain seperti
Coronary Heart Disease (CHD). Atherosclerotic Heart Disease (AHD),
DAN Ischemic Heart Disease (IHD). Semua istilah ini menyatakan
tentang penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga
aliran darah yang menyuplai oksigen ke otot jantung terhambat (Grech,
2003). Penyempitan serta penyumbatan di pembuluh darah terjadi akibat
menopause
dengan
jumlah
estrogen
yang
menurun,
10
bahwa
riwayat
PJK
pada
keluarga
tingkat
pertama
11
12
Hiperkolesterolemia
Dislipidemia campuran
Hipertrigliseridemia
Peningkatan
Lipoprotein
Lipid Plasma
LDL
Kolesterol 240 mg/dl
LDL + VLDL
Trigliserida 200
mg/dl + Kolesterol
240 mg/dl
VLDL
Trigliserida 200
md/dl
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya PJK.
Pada penelitian Framingham, Individu dengan tekanan darah diatas 160/95
memiliki risiko 2-3 kali lebih besar untuk timbulnya penyakit jantung
daripada individu dengan tekanan darah normal. Bila seseorang menderita
tekanan darah tinggi, lapisan dari dinding pembuluh darah menebal sebagai
usaha untuk melakukan kompensasi terhadap tekanan darah yang tinggi. Hal
ini menyebabkan penyempitan lumen untuk aliran darah yang mengalir di
dalam arteri dengan tekanan yang meningkat, akibat adanya kerusakan lebih
lanjut pada arteri dan tekanan darah yang makin meningkat. (Hull, 1996)
The seventh report of the joint national committee on detection,
evaluation and treatment of high blood pressure (JNC-VII) telah
memperbaharui
klasifikasi,
definisi,
serta
stratifikasi
risiko
untuk
13
Tekanan darah
<120/80
120-139 / 80-89
>140/90
140-159/90-99
160/100
(Chobanian, et al., 2003)
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit
jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan
kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok akan
mengurangi risiko terjadinya serangan jantung. Merokok menaikkan risiko
serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24 % kematian akibat
PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan kebiasaan
merokok (Roger, et al., 2011).
Rokok berperan dalam patogenesis PJK melalui beberapa mekanisme,
diantaranya :
a. Merusak lapisan endotel pembuluh darah
b. Meningkatkan plak kolesterol
c. Meningkatkan bekuan darah
d. Meningkatkan kadar LDL dan menurunkan HDL
e. Menyebabkan spasme arteri koroner
f. Nikotin meningkatkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
(Mackay & Mensah, ND).
Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu perokok aktif
dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap
asap rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang
yang tidak merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap
utama yang dihembuskan oleh perokok. (WHO, 2000)
Menurut WHO, perokok adalah seseorang yang masih merokok saat
dilakukan survey baik harian (daily smoker) maupun hanya sesekali saja
14
15
Kategori
Kurus
BB Normal
BB Lebih
Obesitas
Diabetes melitus
Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih progresif,
lebih kompleks, dan lebih difus dibandingkan kelompok kontrol dengan usia
yang sesuai. Diabetes melitus berhubungan dengan perubahan fisik patologi
pada sistem kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi endotelial
dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko
terjadinya PJK. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati,
fibrosis otot jantung, dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung
(Bauters, Lamblln, McFadden, Belle, Millare, & Groote, 2003).
Pada diabetes tergantung insulin (NIDDM), penyakit koroner dini
dapat dideteksi pada studi populasi sejak dekade keempat, dan pada usia 55
tahun hingga sepertiga pasien meninggal karena komplikasi PJK, adanya
mikroalbuminemia atau nefropati diabetik meningkatkan risiko PJK secara
16
bermakna. Risiko terjadinya PJK pada pasien dengan NIDDM adalah dua
hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum. Sumber lain
mengatakan bahwa, pasien dengan diabetes melitus berisiko lebih besar
(200%) untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada individu yang
tidak diabet (Liu, Sempos, & Donahue, 2005).
2.2.5. Manifestasi Klinis
1. Angina Pektoris Stabil (APS): Rasa tidak enak di dada menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, punggung, dan jari-jari bagian ulnar. Nyeri
dipicu oleh aktifitas fisik, stress emosional, udara dingin dan setelah
makan. Nyeri dada ini hanya terjadi selama kurang dari 10 menit dan
dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin.
2. Angina Prinzmetal: Nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri
koronaria, sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan
kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama
tiap harinya).
3.
2.2.6. Diagnosis
Anamnesis
Nyeri dada pada angina pektoris (AP) stabil berlangsung kurang
dari sepuluh menit. Nyeri dada terletak di substernal dan menjalar ke
leher, rahang, dan lengan kiri. Sifat nyeri angina pektoris stabil biasanya
17
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien AP stabil sering kali tidak didapatkan kelainan
khusus atau hal-hal spesifik pada pemeriksaan fisik. Namun dapat
ditemukan kelainan pada kondisi yang menyertai seperti gagal
jantung, penyakit katup jantung atau perbesaran otot jantung. Suara
gesekan yang terdengar pada auskultasi menunjukkan adanya penyakit
pada perikardium atau pleura. Tanda adanya aterosklerosis antara lain
bruit pada arteri karotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis
18
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
Beberapa pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti
total kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, serum kreatinin dan
pemeriksaan gula darah perlu dilakukan. Beberapa petanda biokimia
juga telah dilaporkan berpengaruh terhadap kejadian PJK antara lain,
lipoprotein(a), apoprotein B dan LDL densitas rendah. Homosistein
juga berhubungan proses aterogenesis. Bila nyeri dada mirip dengan
angina pektoris tidak stabil maka perlu dilakukan pemeriksaan
19
Elektrokardiografi (EKG)
Kelainan EKG 12 sadapan yang khas adalah perubahan ST-T
yang sesuai dengan iskemia miokardium. EKG istirahat waktu sedang
nyeri dada dapat ditemukan adanya iskemia sampai 50% lagi.
Kelainan yang paling sering muncul adalah depresi segmen ST,
sedangkan perubahan-perubahan lain seperti takikardi, BBB, blok
fasikular apalagi yang kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai
pula untuk iskemia (Morrow & Gersh, 2008).
APTS / NSTEMI didefinisikan oleh EKG sebagai depresi
segmen ST atau inversi gelombang T yang jelas dan atau biomarker
nekrosis (misal, troponin) yang positif pada saat tidak ditemukan
elevasi segmen ST dan pada keadaan klinis tertentu (rasa tidak
nyaman di dada atau angina equivalent) (ACC/AHA, 2007). EKG
merupakan alat stratifikasi risiko APTS / NSTEMI yang kuat, adanya
ST depresi > 0,5 Mv meningkatkan risiko kematian yang sangat tajam.
Seseorang dengan inversi gelombang T memiliki prognosis yang lebih
baik daripada seseorang dengan depresi segmen ST (Fuster, Walsh, &
Harrington, 2011).
STEMI didefinisikan oleh European Society of Cardiology /
ACCF /AHA / World Heart Federation sebagai ST elevasi baru pada J
Point setidaknya pada 2 sadapan 2 mm (0,2 mV) pada pria atau
1,5 mm (0.15mV) pada wanita di lead V2-V3 dan / atau 1 mm (0,1
mV) di sadapan yang lain (ACCF/AHA, 2013). Oklusi total arteri
akan menunjukkan elevasi segmen ST pada rekaman EKG. Sebagian
besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST akan
mengalami evolusi menjadi gelombang Q sedangkan sebagian kecil
menetap menjadi infark non Q. Jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara, atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan segmen ST dan pasien dikatakan mengalami
20
angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. Pada sebagian besar pasien
tanpa elevasi ST akan berkembang menjadi infark non Q. Gelombang
Q patologis menunjukkan nekrosis miokardium, sedangkan R
menunjukkan miokardium yang masih hidup.
c.
Treadmill test
Suatu tes pembebanan yang digunakan untuk mendiagnosa dan
memperkirakan prognosis PJK dan sangat berguna untuk pasien yang
dicurigai PJK tapi pada EKG istirahat tidak ditemukan adanya
kelainan. Treadmill test juga digunakan untuk pasien yang telah stabil
dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda risiko tinggi.
Interpretasi hasil tes ini didasarkan antara lain pada: gelombang Q
yang abnormal, segmen S-T yang abnormal dan gelombang T
abnormal.
Dari
interpretasi
tersebut
disimpulkan
adanya
Foto toraks
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai ukuran jantung pasien
dan kalsifikasi koroner atau katup jantung, juga tanda-tanda lain
seperti gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis, aneurisma
dissekan, dekompensasi kordis dengan atau tanpa oedem pulmonal.
Jika ditemukan adanya kardiomegali maka PJK yang diderita sudah
parah dengan riwayat infark miokard akut (IMA) sebelumnya,
preexisting hipertensi atau berhubungan dengan kondisi non iskemia
seperti penyakit katup jantung atau kardiomiopati (Morrow & Gersh,
2008).
e.
Ekokardiografi
21
Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat lumen arteri koroner.
Angiografi dilakukan pada pasien AP stabil kronik yang gejalanya
masih timbul meskipun sudah dilakukan terapi medis dan sedang
dipertimbangkan untuk revaskularisasi yakni percutaneous coronary
intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG),
pasien dengan gejala yang tidak jelas sehingga kesulitan untuk
menegakkan dan menyingkirkan diagnosa PJK, pasien angina pektoris
yang selamat dari cardiac arrest, bukti iskemia pada pasien angina
berdasarkan pemeriksaan non invasif atau hasil laboratorium yang
menandakan disfungsi ventrikel dan pasien yang dinilai memiliki
risiko tinggi. Angiografi bermanfaat untuk stratifikasi prognostik yang
berkolerasi dengan jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis
(Fauci, et al., 2012).
g.
22
23
Terapi Antiiskemia
Terapi Antiplatelet
Terapi Invasif
- Perawatan Sebelum Meninggalkan RS dan Sesudah Perawatan RS
(Trisnohadi, 2009).
Terapi Iskemia
24
dan
penyekat
beta
oral.
Antagonis
kalsium
25
perkembangan klot. Oleh karena itu terapi antiplatelet dan anti thrombin
menjadi komponen kunci dalam perawatan (Trisnohadi, 2009).
Terapi Antiplatelet
Aspirin
Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang
telah dibuktikan dari penelitian klinis multiple dan beberapa meta-analisis,
sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan UA atau
NSTEMI. Pasien dengan resisitensi aspirin mempunyai resiko tinggi
kejadian rekuren. Walaupun penelitian prosprektif secara acak belum
pernah dilaporkan, adalah logis untuk memberikan terapi klopidogrel,
walaupun aspirin sebaiknya juga tidak dihentikan(Trisnohadi, 2009).
Klopidogrel
Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphospate P2Y12
pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi
platelet.
Penggunaanya
pada
UA/NSTEMI
terutama
berdasarkan
dan
kelompok
yang
memiliki
skor
resiko
TIMI
rendah(Trisnohadi, 2009).
Berdasarkan
hasil
hasil
penelitian
tersebut,
maka
klopidogrel
26
27
TERAPI ANTIKOAGULAN
UFH (Unfaractionated Heparin)
Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh
penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam
tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun demikian
terdapat banyak kerugian UFH, termasuk di dalamnya ikatan yang nonspesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet, endotel vascular, fibrin,
platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi. Produksi antibody
antiheparin
mungkin
berhubungan
dengan
heparin-induced
Pertama
menggunakan
klasifikasi
Killip
berdasarkan
28
Klas
I
II
III
IV
Definisi
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+ S3 dan/atau ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik
Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80
29
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
: Ny.SR
Umur
: 45 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: kilo 26 Samboja
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk
: 11 Januari 2016
RM
: 2016.130393
3.1 Anamnesis
Keluhan Utama
30
Riwayat Obat
-
Pertama kali kena PJK obat yang dikonsumsi adalah Bisoprolol dan
Isosobid dinitrat.
Obat rutin gaout arthritis Meloxicam 2x15 mg dan Allupurinol 2x100 mg.
- Kesadaran
: Compos mentis
31
- Tekanan Darah
: 140/100 mmHg
- Nadi
: 66x/menit
- Pernafasan
: 20x/menit
- Suhu
: 36,3 oC
- Keadaan Gizi
: BB = 85 kg, TB = 156 cm
Indeks Massa Tubuh (IMT): BB (kg) : TB (m)2
= 80 = 32,87 (Obesitas grade II)
1,562
Tabel 3.1 Kategori IMT pada Ras Asia Dewasa
Kategori IMT
< 18,5
18,5-22,9
23
Pengertian
Berat Badan Kurang
Berat Badan Normal
Berat Badan Lebih
Keterangan
Kurus
Normal
23-24,9
Gemuk
25-29,9
Obesitas I
30
Obesitas II
Kepala/leher
Umum
Ekspresi
: sakit sedang
Rambut
Kulit muka
Mata
Palpebra
: edema (-/-)
Konjungtiva
: anemis (-)
Sclera
: ikterus (-)
Pupil
Hidung
Septum deviasi (-)
Sekret (-)
32
Telinga
Bentuk
: normal
Lubang telinga
Proc. Mastoideus
: nyeri (-/-)
Pendengaran
: normal
Mulut
Nafas
Bibir
Gusi
: perdarahan (-)
Mukosa
Lidah
Faring
: hiperemis (-)
Leher
Umum
Kelenjar limfe
: membesar (-)
Trakea
Tiroid
: membesar (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
33
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas:
Superior
- Ekstremitas hangat
- Edema (-)
- Eritematosa (-)
- Sianosis (-)
- Clubbing finger (-)
- Palmar eritema (-)
- Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)
Inferior
- Ekstremitas hangat
- Edema tungkai (+)
- Sianosis (-)
- Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)
- Tes nyeri dan sensorik halus (+)
Hasil laboratorium
Darah Lengkap (11 Januari 2016)
-
Leukosit
: 11.400/l
Hemoglobin
: 13,2 gr/dl
34
Hematokrit
Trombosit
: 39%
: 282.000/ l
Ureum
: 33,0 mg/dl
Kreatinin
: 0,8 mg/dl
Natrium
: 142 mmol/L
Kalium
: 3,9 mmol/L
Chloride
: 108 mmol/L
35
Elektrokardiografi
36
37
38
Interpretasi EKG:
-Heart rate
= 1500/kotak kecil
= 1500/20
= 75 kali/menit
39
40
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal
11
Nyeri
O
dada TD: 140/80 mmHg
Januari
rtan 1x 80
2016
mg
CAD
RR 18x/i
Ane (-|-), ikt (-|-) whz (-|-),
rho
(-|-),
s1s2
P
Telmisa
tunggal
Bisopro
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Telmisa
12
CAD
Januari
Sesak
<<, N 76x/i
Syn.dispepsia
rtan 1x 80
2016
Demam
(+), RR 22x/i
tipe ulkus
mg
Dinitrat
(-|-),
s1s2
tunggal
Bisopro
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
Dinitrat
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Ranitid
in 2x150 mg
13
CAD
Sukralf
at syrup 3xCI
Telmisa
41
Januari
Syn.dispepsia
rtan 1x 80
2016
nyeri
tipe ulkus
mg
ulu
hati RR 20x/i
(-|-),
s1s2
tunggal
Bisopro
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
Dinitrat
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Ranitid
in 2x150 mg
Sukralf
at syrup 3xCI
Telmisa
Syn.dispepsia
rtan 1x 80
tipe ulkus
mg
14
Sesak
Januari
2016
<<
CAD
(-|-),
s1s2
tunggal
Bisopro
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
Dinitrat
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Furose
mid 40 mg 11-0
Ranitid
in 2x150 mg
15
Sesak
CAD
Sukralf
at syrup 3xCI
Telmisa
Januari
Syn.dispepsia
rtan 1x 80
2016
tipe ulkus
mg
hati <<
Bisopro
42
rho
(-|-),
s1s2
tunggal
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
Dinitrat
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Furose
mid 40 mg 11-0
Ranitid
in 2x150 mg
16
Sesak
CAD
Sukralf
at syrup 3xCI
Telmisa
Januari
Syn.dispepsia
rtan 1x 80
2016
tipe ulkus
mg
hati <<
(-|-),
s1s2
tunggal
Bisopro
lol 1x2,5 mg
Isosorb
id
Dinitrat
3x5 mg
-
Aspirin
1x80 mg
Furose
mid 40 mg 11-0
Ranitid
in 2x150 mg
Sukralf
at syrup 3xCI
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny.SR umur 45
tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU AWS Samarinda pada 4 September
2014 dengan keluhan nyeri dada kiri dan sesak. Diagnosis masuk dan diagnosis
kerja pasien ini adalah Coronary Artery Disease. Diagnosa ini ditegakkan
berdasarkan
hasil
dari
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,
dan
pemeriksaan
laboratorium.
Tabel 4.1 Perbandingan Teori dan Kasus dari Anamnesis
Teori
Laki-laki > wanita
Usia >40 tahun
kemungkinan CAD 49%
untuk pria dan 32% untuk
wanita.
Faktor risiko
Merokok
Dislipidemia
Hipertensi
Diabetes Mellitus
Faktor predisposisi
Kurang aktivitas fisik
Riwayat Keluarga
memiliki penyakit
jantung
Nyeri dada menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang,
punggung, dan bagian jarijari ulnar.
Kasus
Wanita
Usia 49 tahun, pertama
kali keluhan saat usia 43
tahun
Memiliki riwayat
hipertensi sejak 18
tahun yang lalu.
Memiliki riwayat
Diabetes Mellitus, baru
saja diketahui.
Pasien mengaku sangat
jarang pernah
berolahraga.
Pasien mengalami
keluhan nyeri dada
dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, tembus
ke belakang, dan
menjalar ke lengan kiri.
44
Kasus
o Pasien nampak cemas, gelisah,
ekstremitasnya pucat, keringat
dingin, dan meletakkan tangan
diatas sternum (Levines sign)
selama pemeriksaan.
o Tekanan darah pasien tergolong
hipertensi grade II
o Suhu badan pasien normal
(36,3oC) , namun pemeriksaan
suhu badan tidak dilakukan saat
baru selesai serangan.
o Pada auskultasi suara jantung
didapatkan suara jantung 1 dan 2
tunggal regular.
45
pada infark miokardium. Pada pasien ini didapati bahwa tekanan darahnya di atas
nilai normal yakni 140/100 dan memenuhi kategori hipertensi stage II.
Pemeriksaan tanda-tanda vital lainnya dalam batas normal, salah satunya suhu
(36,3oC).
Pada pasien CAD terkadang terjadi peningkatan tekanan darah yang
memang merupakan faktor risiko dari penyakit ini. Bila seseorang menderita
hipertensi, lapisan dari dinding pembuluh darah menebal sebagai usaha untuk
melakukan kompensasi terhadap tekanan darah yang tinggi, hal ini menyebabkan
penyempitan lumen untuk aliran darah yang mengalir di dalam arteri dengan
tekanan yang meningkat. Pada penelitian Framingham, individu dengan tekanan
darah yang tinggi memiliki risiko 2-3 kali lebih besar untuk timbulnya penyakit
jantung dibandingkan pada pada individu dengan tekanan darah normal. Hal ini
sesuai karena pasien ini memiliki riwayat hipertensi sejak 18 tahun yang lalu.
Tabel 4.3 Perbandingan Teori dan Kasus dari segi Pemeriksaan Penunjang
Teori
o Pemeriksaan laboratorium : LDL,
HDL,
trigliserida,
serum
kreatinin, dan pemeriksaan gula
darah perlu dilakukan
o Elektrokardiografi :normal pada
angina pectoris tidak stabil dan
NSTEMI,
sedangkan
pada
STEMI didapatkan elevasi dari
ST segmen.
o Treadmill test : gelombang Q,
segmen ST, dan gelombang T
abnormal.
o Foto thorax: mencari apakah ada
pembesaran jantung, kalsifikasi
koroner atau katup jantung.
o Ekokardiografi
o Angiografi
o Biomarker kerusakan jantung
(CKMB
dan
troponin)
peningkatan nilai enzim 2 kali di
atas nilai normal menunjukkan
adanya lerusakan miokardium.
o
o
o
o
o
Kasus
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan:
- Ureum: 33,0 mg/dl (10-40)
- Creatinin : 0,8 mg/dl (0,5-1,5)
- Glukosa sewaktu: 158 mg/dl
(60-150)
- Natrium : 142 mmol/L (135155)
- Kalium: 3,9 mmol/L (3,6-5,5)
- Chloride: 108 mmol/L (95108)
Elektrokardiografi
- Hasil EKG dalam batas
normal
Belum dilakukan pemeriksaan
treadmill test.
Belum dilakukan pemeriksaan
foto thorax
Belum dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi
Belum dilakukan pemeriksaan
angiografi
46
selanjutnya
yang
dilakukan
pada
pasienini
adalah
47
juga tanda-tanda lain seperti gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis,
aneurisma dissekan, dekompensasi kordis dengan atau tanpa oedem pulmonal.
Pemeriksaan ekokardiografi belum dilakukan. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menentukan luasnya iskemia saat nyeri dada berlangsung.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk melihat adanya gangguan faal ventrikel kiri,
insufisiensi mitral, fungsi miokardium segmental dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung.
Pemeriksaan angiografi belum dilakukan. Angiografi dilakukan pada
pasien AP stabil kronik yang gejalanya masih timbul meskipun sudah dilakukan
terapi
medis
48
o
o
o
o
o
Kasus
Isosorbid dinitrat 3x5 mg
Bisoprolol 1x2,5 mg
Telmisartan 1x80 mg
Aspirin 1x80 mg
Furosemid 40 mg 1-1-0
suplai
oksigen
dengan
vasodilatasi
pembuluh
koroner
dan
49
BAB V
KESIMPULAN
1. CAD merupakan penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah koroner
sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen ke otot jantung terhambat.
2. CAD diawali oleh ateroslerosis akibat kerusakan dinding sel endotel dan
penumpukan kolesterol dalam jumlah besar yang bersirkulasi dalam
pembuluh darah.
3. Faktor risiko CAD dibagi menjadi faktor yang dapat dikendalikan
(modifiable risk factor) dan yang tidak dapat dikendalikan (non modifiable
risk factor). Faktor yang tidak dapat dikendalikan antara lain keturunan,
usia, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan antara
lain, tekanan darah tinggi, merokok, dislipidemia, diabetes melitus,
obesitas, stres dsb
4. Manifestasi klinis yang muncul pada CAD ialah angina pektoris stabil,
angina prinzmetal, dan Sindroma Koroner Akut (Angina Pektoris Tak
Stabil, Infark Miokardium Akut dengan atau tanpa ST elevasi).
5. Diagnosis CAD ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang berupa laboratorium, EKG, treadmill test, foto toraks,
ekokardiografi, angiografi, dan biomarker kerusakan jantung.
50
DAFTAR PUSTAKA
ACC/AHA. (2007). ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients
With Unstable Angina/Non-ST Elevation Myocardial Infarction: A Report
of the American College of Cardiology/ American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. Circulation, 150-280.
ACCF/AHA. (2012). 2012 ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS Guideline
for the Diagnosis and Management of Patients With Stable Ischemic Heart
Disease. Circulation, 15-18.
ACCF/AHA. (2013). ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation
Myocardial Infarction. Circulation, 364-425.
Antman, E. M., & Braunwald, E. (2008). ST Elevation Myocardial Infarction. In
E. Braunwald, Braunwalds Heart Disease a Text Book of Cardiovascular
Medicine Volume 2 Eight Edition (p. 1233). Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Anwar, B. (2004). Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ashley, E. A., & Niebauer, J. (2004). Coronary Artery Disease. In E. A. Ashley, &
J. Niebauer, Cardiology Explained (p. 45). Chicago: Remedica.
Bahri, A. (2004). Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. e-USU Repisitory
Universitas Sumatera Utara, 1-15.
Bauters, C., Lamblln, N., McFadden, E. P., Belle, E. V., Millare, A., & Groote, P.
D. (2003). Influence of Diabetes Mellitus on Heart Failure Risk and
Outcome. Cardiovascular Diabetology.
Beltrame, J. F., Rachel, D., & Tavella, R. (2012). Coronary Artery Disease Current Concepts in Epidemiology, Pathophyisiology, Diagnostic and
Treatment. InTech.
Cannon, C. P., & Braunwald, E. (2008). Unstable Angina and Non ST Elevation
Myocardial Infarction. In E. Braunwald, Braunwald Heart Disease a
Textbook of Cardiovascular Medicine Volume 2 Eight Edition (p. 1319).
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Chobanian, A. V., George, B. L., Henry, B. R., William, C. C., Lee, G. A., Joseph,
I. L., & Daniel, J. W. (2003). Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure. JNC 7.
Clarkson, P., Celermajer, D., Powe, A., Donald, A., Henry, R., & Deanfield, J.
(2000). Endothelium-Dependent Dilatation is Impaired in Young Healthy
Subjects with a Family History of Premature Coronary Disease.
Circulation.
Cotran, R., Kumar, V., & Robbins, S. (2007). Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi
7. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan R.I. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Survei Kesehatan Nasional : Laporan Studi Mortalitas 2001:
Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
51
52
Roger, V. L., S, A., Donald, M., Lloyd-Jones, Robert, A. J., Jarett, B. D., & Todd,
B. M. (2011). Heart Disease and Stroke Statistics-2011 Update: A Report
from the American Heart Association. Dallas: American heart association.
Snell, R. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC.
StaryHC, Chandler, B., & Glagov, S. (1995). A Definition of Initial, Fatty Streak,
and Intermediate Lesions of Atherosclerosis. A Report from the Committee
on Vascular Lesions of the Council on Arteriosclerosis. American Heart
Association. Circulation.
Tolonen, H., Wolf, H., Jakovljevic, D., & Kuulasmaa, K. (2002). Review of
Surveys for Risk Factor of Major Chronic Disease and Comparability of
the Results. European Health Risk Monitoring.
Trisnohadi, H. (2009). Angina Pektoris Tak Stabil. In Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (pp. 1737-1739). Jakarta: Interna Publishing.
WHO. (2000). Air Quality Guidelines for Europe: Volume 5 - Indoor. WHO
Regional Office for Europe, Copenhagen, Denmark.
WHO. (2008). The Globel Burden Disease. Switzerland: World Health
Organisation.
53