Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan
karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina sehingga terdapat
cairan didalam rongga subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan
ikat atau membran vitreoretina.1 Ablasio retina merupakan kondisi yang dapat menimbulkan
kebutaan apabila tidak ditangani dengan segera melalui tindakan operasi. Resiko paling besar
timbulnya ablasio retina terdapat pada rentang usia 55-70 tahun. Apabila salah satu mata
mengalami ablasio retina, sebanyak 3,5%-5,8% mata kontralateral akan mengalami ablasio
retina pada tahun pertama dan 9%-10% dalam kurun waktu 4 tahun.2
Terdapat tiga macam ablasio retina, yaitu ablasio retina regmatogenous, ablasio retina
traksi dan ablasio retina eksudatif. Ablasio retina regmatogenous merupakan tipe yang paling
sering ditemukan di klinik dengan rasio 1:10.000 orang dimana 8.000 kasus ablasio retina
ditemukan di Jerman dan 7.300 kasus di UK setiap tahunnya. Faktor resiko timbulnya ablasio
retina regmatogenous adalah miopia (50% penderita ablasio retina menderita miopi), riwayat
operasi, terutama operasi katarak sebelumnya (30% penderita ablasio retina mempunyai
riwayat operasi katarak), dan trauma tumpul pada mata dengan rasio 0,2 per 10.000 orang. 2
Sebuah penelitian selama 8 tahun pasien yang memakai flurokuinolon oral menunjukkan
terdapat efek penggunaan fluorokuinolon (khususnya siprofloksasin) terhadap kejadian
ablasio retina dimana 3,3% diantara seluruh pasien mengalami ablasio retina (resiko
meningkat 5 kali dibandingkan pasien yang tidak mengkonsumsi flurokuinolon).3
Pasien ablasio retina sering mengeluh seperti melihat tabir atau tirai yang meluas dari
perifer ke seluruh lapang pandang, penurunan tajam penglihatan, dan fotopsia. Pada

pemeriksaan fundus okuli ditemukan adanya retina yang terlepas berwarna pucat dengan
pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa adanya robekan retina.
Penatalaksanaan ablasio retina adalah pembedahan dengan tujuan melekatkan kembali bagian
retina yang lepas. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya 1-2 hari.
Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan Scleral buckling, Retinopeksi pneumatik,
dan vitrektomi. Komplikasi yang sering terjadi pada ablasio retina adalah penurunan
ketajaman penglihatan dan kebutaan. Prognosis ablasio retina baik bila dilakukan penanganan
dengan segera namun pada ablasio retina ini prognosis juga ditentukan kondisi macula.1,2
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi dan patogenesis, diagnosis,
tatalaksana serta prognosis ablasio retina.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi dan
patogenesis, diagnosis, tatalaksana serta prognosis ablasio retina.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk ke beberapa
literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
2.1.1 Anatomi Retina
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang
yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari jaringan saraf dan
jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan
eksterna, serta sel-sel glia (Gambar 1).1
Lapisan-lapisan retina dari dalam ke luar, adalah sebagai berikut :
o Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
o Lapisan sel saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
o Lapisan sel ganglion, merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
o Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrim dengan sel ganglion.
o Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller,
lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
o Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat
sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
o Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel batang.
o Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
o Lapisan fotoreseptor terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan
sel kerucut, merupakan sel fotosensitif.
3

o Epitel pigmen retina.

Gambar 1. Lapisan-Lapisan Retina


Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar
membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di
antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan
batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini
tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan
dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh
darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan
berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer
makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi
menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel
pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. Di mana aksis mata memotong retina, terletak
makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi,
tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah
4

ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar
makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea
sentralis.4
Struktur makula lutea :1
1. Tidak ada serat saraf;
2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak
ada;
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di
fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2
diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di mana N II menembus
sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan
kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari
retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya
1/3 diameter papil, yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri
dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke
atas dan ke bawah (Gambar 3).

Gambar 2. Gambar Fundus normal


5

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang
tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan
perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya
terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.1,4
A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana
limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel
kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi
dari kapiler koroid.1,4
2.1.2. Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,4,5
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
6

dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.1,4
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada
bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi
warna tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor
kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan
malam oleh fotoreseptor batang.1,4
2.2 Definisi Ablasio Retina
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya
lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina sehingga terdapat cairan didalam rongga
subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran
vitreoretina (Gambar 3).1,4 Antara sel kerucut-sel batang retina tidak memiliki suatu ikatan
yang kuat dengan sel epitel pigmen sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk
lepas secaa embriologis.
Istilah ablasio retina menandakan pemisahan retina sensorik, yaitu foto reseptor dan
lapisan jaringan dibagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Biasanya Ablasio
retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia
tinggi, dimana akan terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreous. Lepasnya retina
atau sel kerucut dan batang dari sel epitel pigmen akan mengakibatkan gangguan nutrisi pada
retina yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan.2,4

Gambar 3. Ablasio Retina


2.3 Epidemiologi
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5
dari 100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.5
Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia 4050%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuli
10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina pada salah satu mata akan
mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat (25-30%) pada
pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak bilateral.1,2,4
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi.
Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa
Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia tinggi, telah menjalani
operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus, pernah
mengalami ablasio retina pada mata kontralateral, dan baru mengalami trauma mata berat.2

2.4

Patogenesis
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga

vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dan
dapat terpisah. Pemisahan retina sensoris dari lapisan epitel retina disebabkan oleh tiga
mekanisme dasar. Tiga mekanisme dasar pemisahan retina sensoris dari lapisan epitel retina
ialah (Gambar 4) : 4,5
1. Lubang atau robekan pada retina yang menyebabkan cairan vitreous masuk dan
memisahkan antara lapisan neuro retina dan lapisan epitel pigmen. (ablasio retina
regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Pengeluaran eksudat kedalam ruang subretina. Eksudat ini berasal dari pembulu darah
retina, yang disebabkan oleh karena hipertensi, oklusi vena retina setralis, vaskulitis, atau
papiledema. (ablasio retina eksudatif).

Gambar 4. Mekanisme Dasar Ablasio Plasenta


Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
9

Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi
kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah
retina tertentu, cedera, dan sebagainya.1,2
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu
tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10
sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering
terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai
4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata afakia.1
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup
di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.

10

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :
2.5.1. Ablasio retina regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa.
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina
sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina (Gambar 5).
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan
atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari
lapis epitel pigmen koroid.1,2,4
Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di retina
sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya korpus vitreum
cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa
spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia,
degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.2,6
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api
(fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah
supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun
secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.2,4
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah
(Gambar 5). Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan
retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan
sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan
11

jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di
kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan
retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain. Pada ablasio
retina regmatogenosa kronis dapat disertai dengan penipisan retina, kista intraretinal, dan
fibrosis subretinal.4
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadangkadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.1,4

Gambar 5. Ablasio Retina Regmatogenosa


2.5.2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Ablasio retina traksi adalah lepasnya jaringan retina yang terjadi akibat tarikan
jaringan parut pada korpus vitreous dan disertai penglihatan turun tanpa rasa sakit. 4 Ablasio
retina akibat traksional adalah jenis tersering kedua dan terutama disebabkan oleh retinopati
diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma
mata, kontraktil vitreoretina, epiretina, intraretina (sangat jarang) atau subretina membran
yang mendorong neurosensory retina menjauh dari epitel pigmen retina.1,6

12

Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio retina


akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal,
biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina
sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa,
epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina
(Gambar 6).
Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik
jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus vitreum.
Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat
terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina midperifer dan makula.1
Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif adalah
pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di permukaan korpus
vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan
menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa-traksional.6

Gambar 6. Ablasio Retina Traksi

13

2.5.3 Ablasio retina eksudatif


Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina (Gambar 7). Penimbunan cairan subretina sebagai akibat
keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan
penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang
uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi
kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini penglihatan
dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahuntahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.1,4
Komposisi cairan interstisial choroidal memainkan peranan penting dalam
patogenesis dari ablasio retina eksudatif. Komposisi cairan interstisial choroidal pada
gilirannya dipengaruhi oleh tingkat permeabilitas vaskular koroidalis. Setiap proses patologis
yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah choroidal berpotensi menyebabkan ablasi
retina eksudatif. Akan tetapi kerusakan pada epitel pigmen retina dapat mencegah
pemompaan cairan dan dapat menyebabkan akumulasi cairan dalam ruang subretinal. 1

14

Gambar 7. Ablasio Retina Eksudatif

2.6 Manifestasi Klinis


Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar 60 %
setelah beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer kemudian
berlanjut menjadi kehilangan penglihatan sentral.
1. Photopsia/ light flashes (kilatan cahaya)
Light flashes yaitu sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer dan
bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata. Hal ini disebabkan oleh
tarikan pada vitreo retina di daerah perifer.
2. Floaters.
Yaitu gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina, (terlihat
benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah,
pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasa
ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam
15

lapangan pandang.4 Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih
nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan memburuk di siang
hari, terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di
jalanan yang bergelombang.1
3. Defek Lapang Pandangan.
Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh menyebarnya cairan sub retina ke
daerah ekuator, defek ini kadang menghilang pada saat bangun pagi dan timbul lagi sesudah
bekerja atau jalan pada siang hari.

4. Penurunan visus
Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal. Akan
tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun total (O)
pada ablasio retina total.
5. Metamorfopsia.
Adalah terjadinnya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien, yang terjadi
apabila ablasio retina sudah mengenai makula.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ablasio retina bisa ditegakkan dengan anamnesis yang baik mengenai
keluhan pasien, perjalanan penyakit, faktor-faktor pencetus penyakit diikuti pemeriksaan
mata mulai dari visus , lapangan pandangan, pemeriksaan warna, pemeriksaan segmen depan
mata, segmen belakang mata dengan oftalmoskop dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
laboratorium, radiologis, imaging dll.
2.7.1 Anamnesis
16

Sebagian besar pasien datang dengan keluhan melihat bayangan berupa photopsi,
floater pada awal penyakit, diikuti dengan penyempitan lapangan pandangan perifer
kemudian bila proses berlanjut pasien akan kehilangan lapangan penglihatan sentral. Pada
pasien ablasio retina regmatogenosa perlu pula ditanyakan adanya riwayat operasi mata
seperti ektraksi katarak, afakia, myopia, trauma tumpul dll. Kelainan sistemik pada pasien
berupa hipertensi berat, eklampsia, atau gagal ginjal sering terjadi pada pasien dengan ablasio
retina eksudatifa. Diabetes mellitus, retinopati prematuritas dan trauma tembus perlu juga
dicari pada ablasio retina traksional.1,4,5

2.7.2 Pemeriksaan oftalmologi


a. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan
Pada pasien ablasio retina dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut
terangkat. Jika makula lutea tidak terlibat, penglihatan pasien tidak terganggu sehingga visus
pasien bisa normal.5
b. Pemeriksaan lapangan pandang
Kelainan pada lapangan pandangan bisa terjadi pada ablasio yang telah lanjut.
Pemeriksaan ini bisa juga mendeteksi lokasi dari ablasio retina. Apabila ablasio retina terjadi
pada posterior ekuator bisanya keluhan penyempitan pada lapangan pandangan

belum

ditemukan sampai terjadi defek pada kutup posterior dan makula. Ablasio retina yang terjadi
pada bagian anterior retina tidak bisa ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandangan.
Pasien dengan defek lapangan pandangan pada bagian superior menandakan ablasio pada

17

bagian inferior retina, akan tetapi pemeriksaan ini lebih bermakna menentukan diagnosis dan
lokasi ablasio pada kelainan yang sudah lanjut.1,5
c. Pemeriksaan segmen anterior mata
Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi mata pasien apakah ada tanda-tanda trauma
pada segmen depan mata yang bisa dijadikan petunjuk adanya kemungkinan kelainan yang
berhubungan dengan trauma yamg mencetuskan ablasio retina. Pemeriksaan selanjutnya
dapat digunakan slit lamp. Segmen depan mata biasanya normal. Pemeriksaan tekanan intra
okuler menurun pada ablasio retina regmatogenosa, normal pada ablasio retina traksional dan
bervariasi pada ablasio retina eksudativa.6

d. Pemeriksaan pada segmen posterior mata


Kelainan pada segmen posterior berupa kelainan vitreus dan retina dapat dilakukan
dengan menggunakan oftalmoskop. Kelainan yang bisa ditemukan pada vitreous berupa :

Tobacco dust atau shafer sign yaitu sel berpigmen pada vitreus. Tanda ini
patognomonis terjadi pada sebagian besar kasus robekan retina tanpa adanya riwayat
operasi.

Membrane pada vitreus terutama pada proliferatif vitreoretinopathy

Darah didalam vitreous terutama di dalam ruangan retrohyaloid.


Kelainan yang ditemukan pada retina berupa (Gambar 8):

Robekan retina bisa berbentuk tapal kuda bila terdapat pada segmen superior
temporal, dan superior nasal. Lobang pada retina (hole) sering ditemukan pada
kelainan pada segmen superior temporal dan segmen inferior nasal

18

Konfigurasi retina biasanya berbentuk konveks (mencembung), retina yang lepas


berwarna keabu-abuan, pucat, keruh, serta kehilangan bayangan konfigurasi
pembuluh darah koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak.

Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok,
dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat
lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid di bawahnya.

Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah dan pigmen
atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas.(3,4,11,14)

Mobilitas retina biasanya bergerak bebas,undulasi (+) kecuali bila sudah terjadi PVR

Macular pseudohole berupa keadaan yang terjadi akibat tipisnya retina pada fovea
dimana polus posterior retina terlepas.

Gambar 8. Gambaran Funduskopi Ablasio Retina


19

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan penyakit yang bisa
menyebabkan ablasio retina (underlying diseases) seperti hemoglobin dan slide darah tepi
pada pasien dengan anemia sel sabit, pemeriksaan gula darah serologis, protein urin dll
b. Pemeriksaan ultrasonografi (ocular B-Scan ultrasonografi).
Apabila retina tidak bisa dilihat karena adanya defek pada kornea seperti sikatrik,
kekeruhan pada lensa (katarak) ataupun kekeruhan pada vitreus akibat adanya sel-sel radang
ataupun membran(uveitis) dan perdarahan vitreus maka USG bisa membantu kita dalam
menentukan adanya

ablasio retina, jenis ablasio dan faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya ablasio retina serosa seperti tumor pada koroid, sub retinal tumor ataupun
perdarahan koroid. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
2.8 Diagnosis Banding
Beberapa kelainan pada retina ataupun bagian mata lainnya yang menyerupai ablasio
retina adalah : 1,7
1. Retinoskisis
Retinoskisis

dapat

dibedakan

dari

ablasio

retina

dengan

membandingkan

permukaannya yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam
vitreus, selalu muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan dengan
fotokoagulasi, tidak ada pergerakan cairan seperti pada ablasio retina.
2. Tumor koroid

20

Tumor koroid disini termasuk melanoma malignan koroid, metastasis tumor ganas
dari tempat lain, atau hemangioma koroid. Oftalmoskop direk sukar membedakan
dengan ablasio karena adanya elevasi dari neurosensorik dan epitel pigmen retina.
Akan tetapi dengan pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi oftalmoskop
indirek akan terlihat massa dalam koroid, tidak ditemukan robekan retina.
3. Ablasio koroid
Sering terjadi setelah operasi katarak. Berbeda dengan ablasio retina cairan pada
ablasio koroid ini terus ke anterior melewati ora serata sehingga pars plana dan ora
serata terlihat lebih jelas dari biasanya.
4. Perdarahan retrohyaloid massif
Biasanya terdapat pada pasien diabetes mellitus dimana darah akan masuk ke dalam
rongga retrohyaloid membentuk membrane bullosa berwarna merah sehingga
menyerupai retina akan tetapi bila dilihat lebih lanjut akan terlihat membran ini tidak
mempunyai pembuluh darah seperti halnya retina.
5. Subretinal Cysticerus
Pada subretinal cysticerus terlihat retina berwarna abu-abu, dengan cairan dalam kista
yang menyerupai cairan subretinal akan tetapi di dalam cairan ini bisa terlihat parasit
penyebabnya.
6. Oklusi Retina sentralis
Pada funduskopi terlihat retina sangat pucat, putih sehingga menyerupai ablasio yang
berwarna abu-abu, Perlu dicari tanda lain yang tidak terdapat pada ablasio retina
seperti cattle track appearance atau cherry red spot.
2.9

Tatalaksana

21

Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,
penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Beberapa teknik
operasi pada ablasio retina :
-

Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama

tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk
ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe
atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina.
Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.1,2,8

Gambar 9. Metode Scleral Buckle


-

Pneumatic retinopexi

22

Pneumatic retinopexi merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio
retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.
Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan
lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan
kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi
kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.1,6,7

Gambar 10. Metode Pneumatic Retinopexi


-

Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat

diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding
bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan

23

kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang
digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.1,6,7
Vitrektomi terkadang juga digabung dengan tindakan pneumatic retinopeksi dengan
cara menyuntikkan gas udara ke dalam rongga vitreus. Udara dapat bertahan hingga kurang
lebih 14 hari dan diharapkan dapat membantu mempercepat perlekatan antara retina dan
epitel pigmen.9 Selain gas udara, pada keadaan yang sulit dapat digunakan silicone oil untuk
membantu mendorong retina mendekati epitel pigmen dibelakangnya. Keuntungannya,
silicone oil lebih stabil tanpa menyebabkan perluasan. Namun silicone oil memiliki beberapa
kekurangan diantaranya dibutuhkannya operasi untuk mengeluarkan silicon dari dalam
vitreus dan resiko penglihatan kabur dikemudian hari.10

Gambar 12. Metode Virektomi

Post operatif manajemen : 7

24

Mobilisasi pasien secepat mungkin seperti menyisir rambut sendiri, mandi, bercukur
akan tetapi apabila operasi dilakukan dengan memasukkan gas atau udara ke dalam
vitreus maka pasien harus tirah baring total.

Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometer aplanasi karena bila operasi yang
digunakan skleral buckling maka rigiditas sclera akan menurun.

Atropin 1% diberikan 2 kali sehari

Antibiotik-kortikosteroid 3 kali sehari

Analgesik diberikan sesuai dengan ambang nyeri pasien. Ada yang membutuhkan
analgetik oral dosis rendah rendah, tinggi, bahkan pemberian intramuscular.

Pasien dipulangkan setelah 3 atau 4 hari post operatif dan disuruh kontrol kembali
setelah 1 minggu.

2.10

Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling

umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.1,4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous, yaitu vitreoretinopati proliferatif (PVR).
PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2
2.11

Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,

diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.2 Terapi yang cepat prognosis lebih baik.
Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula
melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan

25

sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.4,6

DAFTAR PUSTAKA
26

1. American Academy Ophthalmology. Retinal Detachment. Retina and Vitreous. BCSC


Secsion 12. P. 245-252.
2. Nicoloas

Feltgen,

Peter

Walter.

Rhegmatogenous

Retinal

Detachment-an

Ophthalmologic Emergency. Deutsches Arztebl Int. 2014. 111. P 12-22.


3. Etminan M, Forooghian F, Brophy JM, Birf ST, Maberley D. Oral Fluoroquinolones
and Risk of Retinal Detachment. JAMA. 2012. 307. P. 1414-1419.
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Retina & Tumor Intraokular. In: Oftalmologi Umum.
14th ed. Widya Medika: Jakarta; 2006.
5. Ilyas H. Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
6. Subhadra Jalali MS. Retinal Detachment. Community Eye Health. 16(46). 2003
7. Wong. T. Y. Retinal Detachment. Surgical Retina in The Ophthalmologist
Examinations Review. World Scientific. Singapore. 2001.
8. Heimann H, Bartz-Schmidt KU, Bornfeld N, Weiss C, Hilgers RD, Foerster MH:
Scleral buckling versus primary vitrectomy in rhegmatogenous retinal detachment: a
prospective randomized multicenter clinical study. Ophthalmology 2007; 114: 2142
54.
9. Silvanus MT, Moldzio P, Bornfeld N, Peters J: Visual loss following ntraocular gas
injection. Dtsch Arztebl Int 2008; 105(6):10812.
10. Mitry D, Fleck BW, Wright AF, Campbell H, Charteris DG: Pathogenesis of

rhegmatogenous retinal detachment: predisposing anatomy and cell biology. Retina


2010; 30: 156172.

27

Anda mungkin juga menyukai