Anda di halaman 1dari 10

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS

TUGAS BACA TIM JAGA SELASA 5 NOVEMBER 2013


Oleh : Yani Dewi Suryani
Lenny Lesmaria
Yanuar Anggara
Ahmad Hafidz
Dian Triasari
Sitoresmi
Prabaningrum
Elda Khalida
Tammy Utami Dewi
Ike Dwi Wahyuni
Ludmilla Budikusuma
Sri Utami Suwarto
Ketut Indriani
Edy Novery
Tisa Rahmawaty
Savitri
Shita Paurani Abe
Vanda Elfira
Rizky Handayani
M. Akbar Tirtosudiro
_____________________________________________________________________________________

MENINGITIS SEROSA
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi
dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Invasi atau
penetrasi berarti penembusan. Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh
dibentuk oleh epithelium permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai
kulit, konjungtiva, dan mukosa.
Penyakit-penyakit

( 1, 2 )

inflamasi

pada

sistem

saraf

pusat

terutama

adalah

meningitis dan ensefalitis, dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari
penyakit sistemik. Berbagai jenis mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak
dengan pola yang bervariasi banyak atau sedikit dalam hal keakutan, intensitas,
durasi, dan kekhususan. Gambaran klinis utama yang timbul pada seorang pasien
bergantung pada jenis mikroorganisme, jumlah, keadaan umum dan daya tahan
tubuh pasien, adanya infeksi ikutan, dan penatalaksaan klinis.

(3)

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter,
arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial.

(2)

Meningitis dibagi berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang :


1. Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah durameter
2. Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah arakhnoid dan piameter

Sedangkan berdasarkan penyebabnya :


1. Meningitis karena bakteri
2. Meningitis karena virus
3. Meningitis karena riketsia
4. Meningitis karena jamur
5. Meningitis karena cacing
6.

Meningitis karena protozoa

(2)

Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang
ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Istilah
meningitis aseptik mengacu pada kasus dimana pasien dengan gejala meningitis
tapi pertumbuhan bakteri pada kultur tidak ditemukan. Banyak faktor yang berbeda
yang dapat menyebabkan penyakit ini, seperti virus atau mikobakterium.

(5)

ETIOLOGI
Bervariasi, Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa,
jamur, ritketsia atau yang paling sering virus.

(3)

Kelompok virus yang paling sering adalah enterovirus (echo, coxsackie, polio),
diikuti oleh parotitis, herpes II, koriomeningitis limfositik dan adeno virus. Yang
termasuk arbovirus adalah virus yang ditransmisikan oleh kutu, meningoensefalitis
musim semi.

(3)

PATOFISIOLOGI
Kuman dapat tumbuh dan berbiak tergantung pada kondisi ruang lingkupnya,
kuman yang sudah masuk dalam tubuh dapat berbiak subur atau tidak, proses
multiplikasi ini tidak berlalu tanpa pergulatan antara kuman dan unsur-unsur sel dan
zat biokimiawi tubuh yang dikerahkan untuk mempertahankan keutuhan tubuh. Aksi
kuman dan reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan kuman dan unsur-unsur
tubuh yang merupakan racun bagi tubuh.

(1)

Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat
tiba disusunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Pada kuman yang
bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkontinuitatum. Sutura memberikan
kesempatan untuk invasi semacam itu. Invasi hematogenik melalui arteria
intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung. ( 1 : 305 )
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri ini kuman dapat tiba di likuor

dan invasi kedalam otak melalui penerobosan dari piamater. Akhirnya, saraf saraf
tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba disusunan saraf
pusat.

( 1 : 306 )

Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat. Daya pertahanan susunan saraf
pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna,
struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat,
sistem imunologik, hormonal dan seluler yang berfungsi sempurna.

(1)

Meningitis viral dan meningitis tuberkulosa merupakan bagian meningitis


serosa. Meningitis tuberkulosa adalah komplikasi sistemik dari tuberkulosis dan
merupakan hasil penyebaran secara hematogen ke piamater atau arakhnoid. Ada
respon seluler dengan adanya limfosit, sel plasma, histosit, dalam waktu yang
singkat terjadi perubahan giant sel dan tipe granulomatous. Tuberculoma bisanya
berada pada hemisfer, serebellum atau serabut spinal.

(8)

Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru-paru,


melepaskan mikrobakterium tuberkulosis. Melalui lintasan hematogen ia tiba
dikorteks serebri, dan akhirnya ia mati di situ atau berbiak dan membentuk eksudat
kaseosa. Leptomeninges yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena
dan menimbulkan meningitis sirkumskripta. Tetapi eksudat kaseosa dapat meletus
dan masuk serta membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruangan subaraknoidal.
(1)

Meningitis viral yang benigne tidak melibatkan jaringan otak pada proses
radangnya, gejala-gejalanya dapat sedemikian ringannya sehingga diagnosis
meningitis luput dibuat. Tetapi pada pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limfositer.
Jika gejala-gejalanya agak berat, maka gejala yang paling menggangu ialah sakit
kepala dan nyeri kuduk. Virus yang biasanya bertanggung jawab atas terjadinya
infeksi di susunan saraf pusat tergolong pada keluarga enterovirus. Mereka
melakukan invasi dan penetrasi melalui usus dan ditemukan dalam feses dan
sekresi nasofaring. Selanjutnya pada mula timbulnya cairan serebrospinal sudah
mengandung virus. Penularan dapat terjadi melalui lintasan oral-fekal atau melalui
droplet spray.

(1)

GEJALA KLINIS( 3 :59- 62, 5 )


Gejala dan tanda meningitis serosa :

1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus.


2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis
purulenta.
4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
6. Nausea dan vomitus
7. Mengantuk dan pusing
8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik
9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada )
10.Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa
11.Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabangcabangnya
The

British

Medical

Research

Council

membuat

sebuah

metoda

untuk

menentukan tingkatan derajat beratnya penyakit Meningitis Serosa.


Stadium I

tanda dan gejala awal termasuk apatis, iritabel, sakit kepala,

malaise, demam, anorexia, mual dan muntah tanpa disertai adanya penurunan
kesadaran.
Stadium II

penurunan kesadaran

somnolen hingga sopor dengan gejala

neurologi fokal. Tanda dan gejala meningismus dan meningitis sudah mulai tampak
seperti defisit neurologis, kelumpuhan sistem saraf pusat dan gerakan involunter
abnormal.
Stadium III

: sopor hingga koma, defisit neurologis yang berat, kejang, gerakan-

gerakan abnormal.

DIAGNOSIS
Pada anamnesis yang ditanyakan adalah ada tidaknya gejala prodromal berupa
nyeri

kepala,

anoreksia,

mual/muntah,

demam

subfebris,

disertai

dengan

perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset sub akut, riwayat
penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.

( 10 )

Pemeriksaan fisis yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningitis


serosa adalah :

( 10 )

1. Pemeriksaan

rangsang

meningeal

dengan

pemeriksaan

kaku

kuduk.

Biasanya pada pasien meningitis terdapat kaku kuduk yang positif


2. Pemeriksaan nervi craniales yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII, biasanya
kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
Pemeriksaan penunjang :

( 10 )

1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia dan elektrolit


2. Pemeriksaan radiologik : foto polos paru, dan Ct-Scan kepala sebelum
dilakukan lumbal pungsi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.
Pungsi

lumbal

penting

untuk

menegakkan

diagnosis

dan

untuk

membedakannya dari meningitis purulenta. Hasilnya memperlihatkan hitung sel


yang kurang dari 100-1000 sel/ml. Lebih dari 1000 sel umumnya ditemukan pada
koriomeningitis limfositik, parotitis dan infeksi echo 9. Pada hari pertama sampai
50% sel PMN dapat ditemukan, setelah itu unsur mononuclear dan limfositik yang
dominan. Kadar protein agak meningkat pada kebanyakan kasus, glukosa pada
meningitis viral adalah normal. Jika glukosa berkurang, infeksi bakteri spesifik
(tuberkulosis) atau jamur harus dicurigai. Pemeriksaan sediaan langsung pada
meningitis viral tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri
dapat diidentifikasi dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur
dan

tes

serologis

terutama

penting

pada

kelompok

penyakit

ini

untuk

mengidentifikasi mikroorganisme penyebabnya. ( 3 : 62, 63 )


Meningitis tuberkulosa
Anamnesis

diarahkan

pada

riwayat

kontak

dengan

pasien

penderita

tuberkulosa, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi dan sebagainya. Sementara itu


gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai dengan tekanan
intrakranial meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif dan pada
bayi terdapat fontanela yang menonjol.

(9)

Meningitis tuberkulosa sudah jarang ditemukan dan sekarang sudah dapat


diobati. Tetapi, prognosisnya buruk jika pengobatannya terlambat. Oleh karena itu,
penyakit ini harus dicurigai pada pasien pasien :
1. Dengan gambaran klinis meningitis yang timbul dalam waktu beberapa
minggu.
2. Dengan hitung sel limfosit kurang dari 300 sel disertai kadar glukosa yang
menurun
3. Dengan kelumpuhan saraf kranialis bagian bawah.

4. Dengan riwayat sebelumnya atau bukti klinis tuberkulosis paru atau organ
lainnya.
5. Dengan adanya tuberculosis dalam masyarakat pasien.

( 3 : 63,65 )

Untuk menghindari kesalahan diagnosis dari meningitis tuberculosa maka


harus diperhatikan cairan serebrospinal, adanya limfositosis dan hipoglicorrhachia
pada susunan saraf pusat terdapat kira-kira 1 % pada diagnosis awal kasus
tuberkulosa. Keadaan ini menjadi prioritas untuk dilaksanakan pencegahan dan
terapi. Diagnosis defenitif meningitis tuberkulosa tergantung pada identifikasi
mikobakterium tuberkulosa pada cairan serebrospinalis.

( 4, 8 )

Diagnosis yang cepat sangat bergantung atas tiga sumber informasi yaitu :
1.

Data epidemiologi mengenai keaktifan atau ketidakaktifan tuberkulosis


pada sebuah keluarga

2.

Tanda/ gejala klinik atau diagnosis tuberkulosis di luar dari susunan saraf
pusat.

3.

Karakteristik perubahan cairan serebrospinal yang terdiri dari limfositosis


sedang ( < 500 1500 sel/ml), hipoglicorrhachia ( glukosa darah kurang
dari 40%, tetapi lebih besar 10 mg/dl )

(4)

Meningitis viral
Pada pemeriksan laboratorium didapatkan jumlah sel darah putih biasanya
normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal biasanya normal atau sedikit
meningkat. Cairan serebrospinal biasanya berisi pleocytosis antara 20 1000 WB/
mm3, limfosit yang lebih dominan. Glukosa CSF biasanya normal tetapi kadangkadang pasien dengan meningitis akut mumps, varicella zoster, herpes simplex tipe
2, limfosit choriomeningitis terjadi sedikit penurunan kadar glukosa CSF. Kadar
protein CSF dapat normal atau sedikit meningkat. Antigen bakteri dan jamur tidak
terdeteksi di CSF dan pada pewarnaan dan kultur tidak ditemukan bakteri maupun
jamur. Pada EEG dan CT-Scan otak nampak normal. ( 7 )

DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis purulenta
2. Meningoensefalitis

PENATALAKSANAAN

( 9,10)

Meningitis tuberkulosa

( 4, 11 )

1. Umum
2. Terapi kausal : kombinasi anti tuberkulosa
-

obat-obat lini pertama : terapi obat lini pertama untuk meningitis


tuberkulosa terdiri atas dua macam obat, isoniazid (INH) dan rifampisin.
Isoniazid diberikan dengan dosis 10 -20 mg/KgBB/hari dengan dosis
maksimal 300 m/hari untuk anak-anak dan 600 mg/ hari untuk dewasa.

Obat-obat lini kedua : terdapat tiga obat antituberkulosa lini kedua untuk
meningitis

tuberkulosa

yang

digunakan

sebagai

tambahan

ataupun

pengganti INH dan rifampisin. Ethambutol, pyrazinamid dan ethionamid


sangat

efektif

penetrasinya

ke

dalam

cairan

serebrospinal

untuk

menghilangkan inflamasi.
-

Obat-obat lini ketiga : lima obat yang paling sering digunakan adalah
aminoglikosida pada terapi tuberkulosis adalah golongan aminoglikosida
yaitu

streptomisin,

capreomisin,

kanamisin,

viomisin

dan

amikatin.

Kesemuanya adalah antibiotik polipeptida dan kesemunya berpotensi


menimbulkan nefrotoksik dan ototoksik. Kelima obat tersebut penetrasinya
sangat jelek kedalam otak atau cairan serebrospinal.
3. Kortikosteroid
Pada meningitis viral tidak ada pengobatan spesifik. Pada kebanyakan
kasus pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik. Analgetik dibutuhkan
untuk keluhan sakit kepala dan antiemetik untuk mual dan muntah.
Perawatan

rumah

sakit

jarang

dibutuhkan

kecuali

ketika

muntahnya

mengakibatkan dehidrasi. Pada pasien dengan herpes simpleks meningitis


viral dilakukan terapi simptomatik, dan pada beberapa kasus pengobatannya
dapat dipertimbangkan pemberian acyclovir. Acyclovir 30 mg/kg yang dibagi
dalam 3 kali per hari dan harus diberikan lebih awal untuk mendapatkan hasil
yang maksimal

( 6, 7 )

KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus
2. Kelumpuhan saraf kranial
3. Epilepsi
4. Iskemi dan infark pada otak

PROGNOSIS
Meningitis aseptik adalah penyakit yang tidak berbahaya dan pada umumya
pasien sembuh sempurna setelah 4 sampai 5 hari setelah munculnya gejala. Pada
meningitis tuberkulosa faktor prognosis yang paling penting adalah panjangnya
waktu antara permulaan gejala dengan permulaan pengobatan anti
sembuhnya lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis

tuberkulosa,

( 6, 8,11)

SIMPULAN
Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang
ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Etiologi
bervariasi, mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa,
jamur, ritketsia atau yang paling sering virus
Gejala dan tanda meningitis serosa :
1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus.
2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis
purulenta.
4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
6. Nausea dan vomitus
7. Mengantuk dan pusing
8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik
9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada )
10.Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa
11.Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabangcabangnya
Pada pemeriksaan lumbal pungsi hasilnya memperlihatkan hitung sel yang
kurang dari 100-1000 sel/ml. Pemeriksaan sediaan langsung pada meningitis viral
tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri dapat diidentifikasi
dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur dan tes serologis
terutama

penting

pada

kelompok

penyakit

ini

untuk

mengidentifikasi

mikroorganisme penyebabnya.
Pengobatan disesuaikan dengan penyebab dari meningitis tersebut apakah
oleh karena virus maka diberikan antivirus atau karena tuberkulosa maka diberikan
antituberkulosa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono,

Mahar.

Priguna

Sidharta.

NEUROLOGI

KLINIS

DASAR

in

Mekanisme Infeksi Susunan Saraf. Dian Rakyat. Jakarta; 2004. hal. 303 320.
2. Harsono. KAPITA SELEKTA NEUROLOGI in Meningitis Purulenta. Ed.
Harsono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta; 2003. hal.165 - 167.
3. Mumenthaler, Mark. NEUROLOGI Jilid 1 in Penyakit-penyakit Inflamasi pada
otak dan selaput otak. Binarupa Aksara. Jakarta Barat ;1995. hal. 62 65.
4. Johnson, T. Richard. CURRENT THERAPY IN NEUROLOGIC DISEASE-2 in
Tuberculous Meningitis. B.C Decker Inc. Toronto; 1987. hal. 111 113.
5. Christus Health. Aseptic Meningitis. Available at www.yahoo.com
6. Levy, Daniel. Aseptic meningitis. Available at www.yahoo.com
7. Marsden, C.,D. INFECTIONS OF THE NERVOUS SYSTEM in Acute viral
meningitis and encephalitis. Butterwotths. London :1987. hal. 158
8. Davis, Larry E., et al. MANUAL of CLINICAL PROBLEMS in NEUROLOGY in
Tuberculous Meningitis. Ed. Kennedy, peter G. E., Rischard T. Johnson. Little,
Brown and Company. Boston; 1989. hal. 198 199.
9. Harsono. BUKU AJAR NEURILOGI KLINIS in Meningitis Tuberkulosa. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta; 2005. hal.
10.Ahmad, Airiza. NEUROLOGI in meningitis tuberkulosa. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta; 2006. hal. 30 31.

Anda mungkin juga menyukai