Anda di halaman 1dari 9

CONTOH CONTOH PENELITIAN

1. Penelitian Eksperimen Semu / Kuasi Eksperimen

Judul: Pengaruh Media Pembelajaran Portable Articulation Mirror (PAM) Terhadap


Kemampuan Bicara Huruf Bilabial Anak Tunarungu di Kelas 1-A Sekolah Luar Biasa
Wiyata Dharma I Tempel. (Skripsi)
Penulis: Erbi Bunyanuddin (2015)
Institusi: Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh media pembelajaran Portable
Articulation Mirror (PAM) terhadap kemampuan bicara huruf bilabial pada anak
tunarungu kelas 1-A di SLB Wiyata Dharma 1 Tempel. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Desain yang digunakan
adalah One Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian adalah 3 anak tunarungu
kelas I-A. Data diperoleh dengan menggunakan tes, observasi dan dokumentasi.
Instrumen penelitian berupa tes mengeluarkan suara dan panduan observasi pembentukan
huruf. Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan uji
nonparametrik. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif
yang ditampilkan dengan bentuk tabel dan grafik kemudian dilanjutkan uji nonparametrik
tes Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kemampuan bicara subjek mengalami
perubahan yang lebih baik setelah perlakuan dengan media Portable Articulation Mirror
(PAM) dibanding sebelum perlakuan, yang dapat dilihat dari perolehan skor pre-test dan
post-test. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan media Portable Articulation
Mirror (PAM) berpengaruh terhadap kemampuan bicara huruf bilabial anak tunarungu.
Pengaruh yang diberikan terhadap kemampuan bicara huruf bilabial tersebut dapat
ditunjukkan dengan perubahan capaian skor rata-rata ketiga subjek saat pre-test
memperoleh skor 36 dengan presentase 37,5%. Sedangkan rata-rata perolehan skor saat
post-test ketiga subjek mencapai skor 58 dengan presentase 60% sehingga terdapat
perubahan skor yang lebih baik sebesar 22 atau dengan presentase 22,5%. Uji
nonparametrik tes Wilcoxon juga menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak karena
T hitung T tabel dengan harga T hitung 0 dan harga T tabel 0 serta taraf signifikansi
yang digunakan = 0,01.
2. Penelitian Eksperimen tunggal / SSR

Judul: Efektivitas Media Komik Modifikasi Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan


Pada Anak Tunagrahita Kategori Ringan Kelas IV di SLB Yapenas Yogyakarta. (Skripsi)
Penulis: Rina Ajiningsih Catur (2015)
Institusi: Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektivan media komik modifikasi
terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak tunagrahita kategori ringan kelas
IV di SLB Yapenas Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Single
Subject Research. Desain yang digunakan yaitu desain baseline(A1)-intervensi (B)baseline(A2). Subjek penelitian ialah seorang anak tunagrahita kategori ringan kelas IV.
Data diperoleh dengan menggunakan tes membaca permulaan. Analisis data yang
digunakan yaitu analisis statistik deskriptif. Tahap analisis meliputi analisis dalam kondisi
dan analisis antarkondisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media komik modifikasi
efektif terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak tunagrahita kategori ringan
kelas IV di SLB Yapenas Yogyakarta.
Keefektivan media komik modifikasi dilihat dari persentase overlap 0% serta
peningkatan rerata nilai tes membaca permulaan yang diperoleh. Pada fase baseline (A1),
rerata nilai tes membaca permulaannya yaitu 51,25% sedangkan pada fase intervensi (B)
yaitu 64,25% sehingga peningkatannya sebesar 13%. Pada fase intervensi (B), rerata nilai
tes membaca permulaannya yaitu 64,25% sedangkan pada fase baseline (A2) yaitu 67,5%
sehingga peningkatannya sebesar 3,25%. Pada fase baseline (A1), rerata nilai tes
membaca permulaannya yaitu 51,25% sedangkan pada fase baseline (A2) yaitu 67,5%
sehingga peningkatannya sebesar 16,25%. Penguasaan kemampuan membaca permulaan
subjek ditunjukkan dengan subjek mampu mengenal dan mengucapkan huruf alfabet
(konsonan, vokal, konsonan ganda, dan diftong) serta membaca beberapa huruf yang
digabungkan menjadi suku kata, kata, dan kalimat. Peningkatan tersebut diperoleh
dengan bimbingan guru berupa: 1) guru membimbing siswa memusatkan perhatian pada
teks; 2) guru membimbing siswa menguraikan teks menjadi satuan bahasa yang lebih
kecil; 3) guru membimbing siswa menyimpulkan satuan bahasa menjadi kalimat bentuk
semula.
3. Penelitian Deskriptif

Judul: Analisis Kemampuan Berbahasa Anak Tunarungu


Ditinjau dari Peran Orangtua ( Penelitian Deskriptif terhadap anak tunarungu Kelas 1
SDLB Di SLB Prima Bhakti Mulia Cimahi).

Penulis: Amalia Wahyuni, 2014


Institusi: Universitas Pendidikan Indonesia
Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam mendengar sehingga memiliki
pengaruh terhadap berbagai aspek dalam dirinya. Salah satunya adalah pada kemampuan
bahasanya. Akibat dari ketidakberfungsian organ pendengaran, sehingga individu
tunarungu tidak dapat mengakses bunyi bahasa dengan kata lain sulit bagi anak
tunarungu memperoleh pengalaman bahasa. Akan tetapi, masalah serta keterbatasan itu
dapat diupayakan dengan diberikan pelayanan berupa intervensi dini, program layanan di
sekolah dan peran terpenting adalah keluarga khususnya orang tua dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Sebagaimana anak normal lain pada
umumnya, anak tunarungu juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai
dengan fase perkembangannya. Namun, dalam perkembangannya dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri anak dan faktor ekternal
yang berasal dari luar diri anak yaitu keluarga khususnya orang tua. Faktor yang berasal
dari luar diri anak inilah yang juga memiliki peran penting dalam mengembangkan
kemampuan berbahasa. Melalui studi pendahuluan dan tes yang diberikan kepada anak
dan rekomendai dari guru kelas, kemudian dilakukan pengamatan terhadap kemampuan
berbahasa pada tiga anak dari siswa kelas I SDLB SLB-B Prima Bhakti Mulia Cimahi
yang memiliki tingkat kemampuan berbahasa yang berbeda diantara ketiganya. Dari
masalah tersebut, melalui penelitian ini peneliti ingin mengungkap mengenai peran orang
tua dalam mengembangankan kemampuan berbahasa pada masing-masing anak tersebut.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa anak akan memiliki kemampuan
berbahasa yang baik jika didukung oleh peran orang tua yang baik pula dalam
mengupayakan perkembangan bahasa anak, begitu pula sebaliknya. Peran orang tua yang
kurang akan mempengaruhi kemampuan bahasa anak pun menjadi kurang. Rekomendasi
dari penelitian ini khususnya kepada orang tua yaitu agar hasil penelitian ini menjadi
sumber bahan evaluasi dan masukan tentang bagaimana upaya yang seharusnya
dilakukan untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak tunarungu.
4. Penelitian Fenomenologis

Judul: Pengalaman Bekerja pada Penyandang Disabilitas Tubuh (Studi Kualitatif


Fenomenologi) (Skripsi)
Penulis: I Made Adi Mahardika
Institusi: Jurusan Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman bekerja penyandang


disabilitas tubuh. Penelitian ini mempunyai tiga pertanyaan penelitian. Pertanyaan
pertama adalah bagaimana pengalaman bekerja penyandang disabilitas tubuh. Pertanyaan
kedua adalah bagaimana penyandang disabilitas tubuh menjalani pekerjaannya, dan
ketiga bagaimana sikap penyandang disabilitas tubuh terhadap tantangan. Tiga orang
subjek penyandang disabilitas tubuh yang bekerja dipilih dengan criterion sampling.
Pendataan dilakukan terhadap subjek melalui wawancara semi terstruktur. Proses
validitas yang digunakan adalah validitas member cheking; validitas member cheking
dilakukan dengan memberikan hasil analisis berupa tema-tema kepada subjek agar
memiliki pemahaman yang sama diantara subjek dan peneliti.
Penelitian ini menggunakan metode analisis fenomenologi deskriptif, sehingga
dapat menangkap sedekat mungkin pengalaman yang dialami dan menggambarkan
pengalaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman bekerja
disabilitas tubuh terdapat dua tipe. Secara umum penyandang disabilitas tubuh
mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan, diragukan kemampuannya bekerja. Pada
tipe pertama adanya keinginan untuk diakui kemampuannya bekerja, menjalin relasi,
menunjukkan kemampuannya sehingga dapat diterima dan diakui kemampuannya. Selain
itu, pada tipe kedua terdapat pengalaman dimana kurang diterima oleh lingkungan
kerjanya. Pengalaman tersebut juga memunculkan sikap terhadap kondisi disabilitasnya
yang disandang.
5. Penelitian Etnografis

Judul: Sebuah Kajian Etnografis: Penyandang kesulitan belajar yang memiliki kanker
(Penelitian)
Penulis: Tuffrey-Wijne I, Bernal J, Hubert J, Butler G, Hollins S.
Institusi: St George's, Division of Mental Health, University of London, London.
ituffrey@sgul.ac.uk
Penelitian ini berangkat dari kondisi dimana semakin meningkatnya jumlah
penyandang kesulitan belajar yang mengalami kanker. Sedangkan belum terdapat
penelitian yang diterbitkan dari studi tentang kebutuhan dan pengalaman orang-orang
penyandang kesulitan belajar yang juga mengalami kanker dari perspektif mereka sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan terkait pengalaman dan kebutuhan
orang-orang dengan ketidakmampuan belajar yang menderita kanker. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, mengingat tujuan dari proyek, sifat pribadi dari materi,
dan berbagai kemampuan yang berbeda, kebutuhan, dan konteks. Desain penelitian
menggunakan metode etnografi.

Penelitian ini dilakukan dalam seting penelitian yaitu rumah subjek, rumah sakit,
panti jompo, dan penampungan di London dan sekitarnya. Subjek penelitian ialah 13
penyandang kesulitan belajar mulai dari yang ringan hingga yang berat yang didiagnosis
mengalami kanker, berbagai usia. Metode utama pengumpulan data ialah observasi
(yang dilakukan lebih dari 250 jam). Penelitian dilakukan dalam kurun waktu sleama 2
tahun dengan masa observasi yang dilakukan kurang lebih selama 7 bulan. Peserta
dikunjungi di rumah dan dalam pengaturan rawat inap, dan kadang-kadang disertai
dengan dokter umum dan rawat jalan janji. Kerabat, staf perawatan sosial, dan staf medis
juga berkonsultasi dan ulasan kasus dihadiri dengan catatan kasus yang diteliti. Peran
peneliti adalah non-intervensionis, kecuali dalam kasus-kasus mengamati perawatan
suboptimal, dimana kelompok riset penasehat berkonsultasi sebelum intervensi. Data
yang kebanyakan terdiri dari catatan lapangan yang luas, yang ditulis oleh peneliti segera
setelah setiap sesi pengumpulan data.
Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa pengalaman subjek dibentuk oleh
pengalaman hidup sebelumnya. Termasuk kekurangan, kesepian, dan kurangnya otonomi
dan kekuasaan. Mereka bergantung pada orang lain untuk bernegosiasi kontak dengan
dunia luar, termasuk sistem kesehatan. Hal ini bisa mengakibatkan diagnosis kanker
tertunda dan kurangnya pilihan pengobatan yang ditawarkan. Sebagian besar peserta
tidak terbantu untuk memahami penyakit mereka serta implikasinya. Dokter tidak
membuat penilaian kapasitas, tetapi bergantung pada pendapat wali (pihak keluarga yang
merawat).
Kesimpulan penelitian ini menyebutkan bahwa tindakan segera dibenarkan oleh
temuan akhir diagnosis. Kemungkinan terjadi diskriminasi terkait pilihan pengobatan,
dan kurangnya keterlibatan pasien dan penilaian kapasitas dalam pengambilan keputusan.
Ada kesenjangan yang signifikan dalam pengetahuan dan pelatihan di antara sebagian
besar tenaga profesional kesehatan, yang mengarah ke layanan yang tidak menyadari
kebutuhan fisik, emosional, dan praktis dari orang-orang dengan kesulitan belajar, dan
perawat atau wali mereka.
6. Penelitian Studi Kasus

Judul: Studi Kasus tentang Manajemen Kelas dalam Proses Pembelajaran Anak Autis
Kelas 5 SD di SLB Yapenas Yogyakarta (Skripsi)
Penulis: Fransisca Octi (2015)
Institusi: Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Penddikan, Universitas Negeri
Yogyakarta

Penelitian ini berangkat dari kondisi dimana dalam sebuah sekolah luar biasa
terdapat tiga orang siswa autis yang belajar bersama dengan siswa berkebutuhan khusus
lainnya. Manajemen kelas yang demikian dirasa tidak tepat dengan kondisi siswa autis.
Terlebih lagi, masing-masing siswa autis memiliki sikap dan kebutuhan belajar yang
berbeda-beda. Fenomena manajemen kelas bagi siswa autis seperti ini terjadi setiap hari
di sekolah tersebut. Kasus manajemen kelas yang menempatkan siswa autis belajar dalam
satu ruang kelas bersama dengan siswa berkebutuhan khusus laiinya menjadi menarik
bagi peneliti untuk menguak bagaimana pelaksanaan manajemen kelas yang dilaksanakan
oleh pihak sekolah beserta faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen kelas dalam
proses pembelajaran anak autis.
Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif, dengan jenis penelitian
studi kasus. Subyek penelitian adalah manajemen kelas V/autis SD di SLB Yapenas
dengan informan kepala sekolah, tiga guru kelas, dan tiga anak kelas V/autis SDLB.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelaksanaan manajemen kelas
belum berjalan optimal. Prasarana belum sesuai dengan kebutuhan anak autis,
keterbatasan ruang gedung sekolah SLB Yapenas menciptakan ruang kelas terdiri dari
tiga kelas dan satu guru kelas mengajar tiga anak dengan karakteristik yang berbeda-beda
dalam satu kelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen kelas dalam
pembelajaran anak autis kelas V/autis di SLB Yapenas meliputi ruang tempat
berlangsungnya proses pembelajaran untuk anak autis membutuhkan ruangan yang
terpisah dengan anak lain yang memiliki karakteristik yang berbeda untuk meningkatkan
konsentrasi anak dalam pembelajaran, pengaturan tempat duduk bagi anak autis yang
sedikit mendapat gangguan, dan latar belakang pribadi guru yang ramah sehingga anak
autis tidak merasa terpaksa dalam mengikuti pembelajaran.
7. Penelitian R & D

Judul: Pengembangan Keterampilan Vokasional Produktif bagi Penyandang Tunarungu


Pasca Sekolah Melalui Model Sheltered-Workshop Berbasis Masyarakat. (Penelitian)
Penulis: Suparno, dkk. (2006)
Isntitusi: Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu model
pendidikan keterampilan vokasional produktif bagi penyandang tunarungu pasca sekolah
melalui sheltered workshop yang berbasis masyarakat. Ada dua target khusus yang ingin
dihasilkan dari penelitian ini, (1) diperolehnya suatu model pendidikan keterampilan

vokasional produktif bagi penyandang tunarungu pasca-sekolah yang efektif dan


adaptable, dan (2) terbentuknya sheltered workshop berbasis masyarakat, beserta
petunjuk teknis pelaksaannya, sebagai pusat pelatihan dan advokasi keterampilan
vokasional produktif bagi penyandang tunarungu di daerah. Dalam rangka pencapaian
tujuan dan target tersebut, maka pendekatan penelitian dan pengembangan (research and
development) digunakan pada penelitian ini, yang langkah-langkahnya mencakup lima
tahap kegiatan yaitu, studi pendahuluan, perencanaan, pengembangan, validasi, evaluasi,
dan pelaporan hasil. Subyek dalam penelitian ini (untuk tahun II) adalah penyandang
tunarungu

pascasekolah

(SLB)

yang

diambil

secara

purposive,

dengan

mempertimbangkan faktor usia (produktif), taraf ketunaan (berat dan sedang), dan
pendidikan, berjumlah 29 orang, masing-masing 15 orang di SLB WD I, dan 14 orang di
SLB Bakti Kencana. Data penelitian tahap pertama ini dikumpulkan melalui observasi,
wawancara, tes performan, dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul selanjutnya
diolah dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian yang telah dicapai, pada tahun kedua (a) data (input) mengenanai
subyek penyandang tunarungu pascasekolah (usia produktif (14-35 tahun) yang
mengikuti kegiatan workshop sebanyak 29 orang, (b) Sebagian besar subyek belum
memiliki pekerjaan tetap yang mandiri, baik sebagai pekerja maupun pelaku usaha., (c)
Subyek sangat bersemangat dalam mengikuti pelatihan keterampilan vokasional
produktif pada sheltered workshop, sesuai dengan kemampuan dan karakteristiknya, (d)
Jenis keterampilan produktif yang diikuti adalah; kerajinan meubel bambu, dan menjahit,
(e) Keterampilan vokasional produktif subyek telah mengalami peningkatan secara
signifikan hampir untuk semua aspek yang terkait yaitu, kemampuan dasar, kecermatan
kerja, koordinasi, operasional peralatan, penyelesaian pekerjaan, dan pemasaran., serta (f)
ternyata sheltered workshop berbasis masyarakat efektif untuk mengembangkan
keterampilan produktif anak tunarungu pascasekolah, (g) adanya dukungan dari beberapa
pihak untuk melakukan pembinaan keterampilan vokasional bagi para penyandang
tunarungu dalam bentuk sheltered-workshop di Kabupaten Sleman.
8. Penelitian Kebijakan

Judul: Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI


Jakarta (Skripsi)
Penulis: Kamal Fuadi (2011)
Institusi: Program Studi Manajemen Pendidikan, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Pemerintah

Indonesia

memiliki

komitmen

untuk

menyelenggarakan

pendidikan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung


tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa yang diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif. Provinsi
DKI

Jakarta merupakan satu-satunya daerah yang mengeluarkan kebijakan khusus

penyelenggaraan pendidikan inklusif yang tertuang dalam Peraturan Gubernur


Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Kebijakan
penyelenggaraan

pendidikan

inklusif

masih

menyisakan

berbagai permasalahan

seperti belum adanya pemahaman mengenai kebijakan penyelenggaraan pendidikan


inklusif,

belum tertampungnya anak-anak yang teridentifikasi berkebutuhan khusus

dalam sekolah-sekolah inklusif dan belum tersedianya sumber daya pendidik


sekolah inklusif yang memadai. Maka dari itu, penulis mengangkat permasalahan
tersebut

dalam

skripsi

yang

berjudul

Analisis

Kebijakan

Penyelenggaraan

Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta.


Penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif ini berusaha
untuk mendeskripsikan

kebijakan

penyelenggaraan

pendidikan

inklusif

dan

implementasi kebijakan tersebut di Provinsi DKI Jakarta. Peneliti melakukan


wawancara dengan Kepala Bidang TK, SD, PLB Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jakarta, Koordinator Program Opportunity for Vulnerable Children (OVC) Hellen Keller
International (HKI), dan Guru Program Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 223
Pasar Rebo Jakarta Timur dan SMA Negeri 66 Cilandak Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) pendidikan inklusif yang
diselenggarakan

di

penyatuan anak-anak
program

Provinsi

DKI

berkelainan

Jakarta

cenderung

(penyandang

untuk

mendeskripsikan

hambatan/cacat)

ke

dalam

sekolah. Walaupun peserta didik dengan kecerdasan dan/atau bakat

istimewa juga dimasukkan dalam salah satu peserta didik pendidikan inklusif,
keberadaan mereka tidak banyak menjadi isu dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif.

(2)

penyelenggaraan

pendidikan

inklusif

tidak

menggunakan

model

sebagaimana terdapat dalam literatur dan ketentuan umum pendidikan inklusif. Model
hanya merupakan bagian dari strategi yang perlu diketahui dan dilaksanakan guru.
(3) belum
didik

semua

program

kategori
pendidikan

anak berkebutuhan khusus diterima menjadi peserta


inklusif.

Hal tersebut

berkaitan

dengan

belum

terpenuhinya sumber daya sekolah yang memadai. (4) penunjukkan sekolah-sekolah


penyelenggara pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta melebihi ketentuan yang
ditetapkan pemerintah pusat. (5) pemerintah Provinsi DKI selalu bekerja sama dengan
pihak

sekolah dengan

finansial,

bantuan

memberikan

sarana

dan

penyelenggara pendidikan inklusif.

pelatihan bagi

prasarana,

dan

guru-guru

inklusi,

bantuan

beasiswa bagi sekolah-sekolah

Anda mungkin juga menyukai