LATAR BELAKANG
Pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia oleh pemerintah secara terus
menerus bertujuan mengakatkan kesejahteraan rakyat di seluruh wilayah republik
Indonesia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang dihubungkan
oleh lautan secara geografis sangat memerlukan kebijakan yang baik agar
pembangunan di segala bidang dapat merata dan berkelanjutan (Susanto 2010).
Saat ini luas lahan lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 13,28 juta ha
yang terdiri atas lebak dangkal 4.167 juta ha, lebak tengahan 6.075 juta ha, dan
lebak dalam3.038 juta ha, tersebar di Sumatera, Papua dan kalimantan. Lahan
tersebut belum diusahakan secara maksimal untuk usaha pertanian, padahal
dengan menerapkan teknologi penataan lahan serta pengolahan lahan dan
komoditas pertanian secara terpadu, lahan lebak dapat dijadikan sebagai salah satu
andalan sumber pertumbuhan agribisnis dan ketahanan pangan nasional.
Penyebaran lahan lebak menempati posisi peralihan diantara daratan dan
sistem perairan, yaitu antara lahan kering dan sungai/danau, atau antara daratan
dan lautan, oleh sebab itu sepanjang tahun atau dalam waktu beberapa bulan
dalam setahun selalu jenuh air (water logged), mempunyai air tanah dangkal, atau
tergenang. Lahan lebak terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah
di pelimbahan dan penyebar di dataran rendah sampai tinggi.
Berkurangnya lahan subur untuk usaha pertanian serta meningkatnya
kebutuhan pangan nasional terutama beras akibat pertambahan jumlah penduduk
menyebabkan pilihan pemenuhan kebutuhan pangan diarahkan pada pemanfaatan
lahan lebak, untuk kepentingan pertanian. Penggunaan lahan lebak untuk
pertanian dengan semestinya dan dilakukan secara efisien. Dengan kata lain,
pemanfaatan lahan lebak dengan tidak semestinya akan menyebabkan kehilangan
salah satu sumberdaya yang berharga, dikarenakan lahan lebak merupakan lahan
merginal dan merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Pemanfaatan
lahan lebak sebagai areal produksi pertanian khususnya tanaman pangan
1 | Page
merupakan alternatif yang sangat tepat, mengingat arealnya yang sangat luas
pemanfaatannya belum dilakukan secara intensif dan ekstensif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Rawa Pasang Surut.
2. Peningkatan produktifitas lahan rawa pasang surut di Sungai Denai
sebagai areal pertanian jagung.
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui tingkat kelembaban tanah dan pemberian pupuk
organik yang tepat untuk tanaman jagung guna meningkatkan produktifitas
lahan rawa pasang surut.
D. PEMBAHASAN
2 | Page
dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh pasang surut air laut
atau sungai-sungai sekitarnya. Bila musim penghujan lahan-lahan ini
tergenang air sampai satu meter di atas permukaan tanah, tetapi bila
musim kering bahkan permukaan air tanah menjadi lebih besar 50 cm di
bawah permukaan tanah. Bahwa lebak ialah lahan rawa yang tidak
memperoleh pengaruh pasang surut air laut.
Dalam menjaga kelembaban tanah untuk memperbaiki sifat fisik
tanah rawa pasang surut penelitian ini menggunakan faktor yang harus
diperhatikan yakni air tawar serta mampu memberi respon positif terhadap
peningkatan produktifitas lahan rawa pasang surut sebagai areal pertanian.
Gambar 2. Kascing
Kascing merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari proses
pencernaan dalam tubuh cacing dan dibuang sebagai kotoran cacing yang
telah terfermentasi (Mashur, 2001). Kascing ini memiliki banyak
kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk organik lain, karena kascing
kaya akan unsur hara makro dan mikro esensial serta mengandung hormon
tumbuh tanaman seperti auksin, giberelin dan sitokinin yang mutlak
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang maksimal (Marsono dan
Sigit, 2001). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kascing dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman hortikultura, seperti jagung
manis, mentimun, dan melon, dan untuk padi.
3 | Page
4 | Page
5 | Page
6 | Page