Anda di halaman 1dari 6

Laporan Kasus

Abses Subkutis Regio Frontal dan


Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut
pada Penderita Infeksi HIV

Robert Sinto, Retno S. Wardani


Departemen Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Abstrak: Sinusitis meliputi hampir 50% kasus rawat jalan Rinologi Departemen Telinga Hidung
TenggorokanKepala Leher RSUPN Cipto Mangunkusumo. Komplikasi sinusitis beragam,
beberapa jarang dijumpai, dan pada mereka dengan penyakit komorbid dapat memiliki tampilan
klinis yang menyimpang dari gejala klasik, menyebabkan kesulitan mengkaitkan temuan klinis
yang sesungguhnya dapat merupakan komplikasi sinusitis. Salah satu komplikasi sinusitis
adalah abses subperiosteal (tumor Potts puffy) yang dapat merupakan diagnosis banding
massa pada regio frontal. Dilaporkan sebuah kasus pada seorang laki-laki 29 tahun, pengguna
narkoba suntik, yang datang dengan keluhan utama benjolan pada dahi sebelah kiri yang
semakin membesar sejak 4 minggu sebelumnya. Pasien juga didiagnosis menderita sinusitis
(dikonfirmasi melalui CT-scan). Pemberian antibiotika oral tidak memperbaiki keluhan pasien,
benjolan dirasakan semakin membesar, nyeri, panas, kemerahan. Pada pemeriksaan THT
didapatkan temuan sesuai multisinusitis. Pada regio frontal sinistra tampak dan teraba benjolan
soliter diameter 6 cm, kenyal, tidak berbenjol-benjol, nyeri tekan +, berbatas tegas, mobile,
hiperemis. Pada pasien ditegakkan diagnosis tumor regio frontal sinistra suspek tumor Potts
puffy, dengan diagnosis banding abses subkutis; multisinusitis kronis eksaserbasi akut; deviasi
septum nasi; dan suspek infeksi HIV. Pasien diberi edukasi dan medikamentosa berupa injeksi
antibiotika, injeksi steroid, dekongestan semprot hidung. Dilakukan pembedahan tumor,
didapatkan 25 cc pus dari tumor. Diagnosis tumor pasca operasi adalah abses subkutis frontal
sinistra.
Kata kunci: abses subkutis, sinusitis, infeksi HIV, tumor Potts puffy

180

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut pada Penderita Infeksi HIV

Subcutaneous Abscess on Frontal Region and


Acute Exacerbated Chronic Multisinusitis on HIV-Infected Patient
Robert Sinto, Retno S. Wardani
Ear Nose Throat - Head Neck Departement, Faculty of Medicine,
University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo National Hospital

Abstract: Sinusitis, covers almost 50% cases on rhinology clinic Ear Nose Throat Head Neck
Departement Cipto Mangunkusumo National Hospital. Because of the variety of sinusitis complications, some of which are rarely found, and the different clinical manifestations found in patient
with comorbid diseases, doctors often miss linking the clinical manifestation, which actually can
be a sinusitis complication, with the diagnosis of sinusitis. One example of sinusitis complication
is subperiosteal abscess (Potts puffy tumor), which can be thought of as a differential diagnosis of
tumor found on frontal region. A 29 year old male, an intravenous drug user, with chief complaint
a mass on frontal region which getting bigger since 4 weeks before admission. Came to the clinic
patient has also been diagnosed of sinusitis (confirmed by CT-scan). Oral antibiotic administration gave no improvement on patient condition. The mass got bigger, more painful, and hotter.
ENT examination showed finding as with multisinusitis. On left frontal region, a solitary hyperemic elastic mass with 6 centimeter diameter, was showed and felt. The mass was painful on
palpation and was well circumscribed. The working diagnosis is frontal region tumor suspected
Potts puffy tumor, with differential diagnosis subcutaneous abscess; acute exacerbated chronic
multisinusitis; nasal septum deviation on HIV-infected patient. Education and drugs, i.e. intravenous antibiotic, intravenous steroid, nasal spray decongestant, were given to the patient. Tumor
was then operated. From the tumor, 25 cc pus was aspirated. The post operation tumor diagnosis
was right frontal region subcutaneous abscess.
Keywords: subcutaneous abscess, sinusitis, HIV infection, Potts puffy tumor

Pendahuluan
Sinusitis, selain otitis media, rinitis dan tonsilitis
merupakan penyakit THT yang sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis
maksila dan etmoid, sedangkan sinusitis frontal dan etmoid
lebih jarang.1 Data sub bagian rinologi THT-KL RSUPN Cipto
Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis yang
tinggi yaitu 248 dari 496 (50%) pasien rawat jalan pada tahun
1996. Data tahun 1999 Departemen THT-KL dan Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo
menunjukkan prevalensi sinusitis maksila akut yang cukup
tinggi pada penderita infeksi saluran napas akut anak-anak
yaitu 25%. Angka ini 2-3 kali lipat angka literatur luar negeri.2
Belum seragamnya tata laksana oleh dokter dalam
menangani kasus sinusitis, menyebabkan sinusitis tidak
tuntas ditangani dan berlanjut menjadi penyakit akut dengan
komplikasi yang dapat mengancam nyawa maupun penyakit
kronis. Komplikasi banyak terjadi pada sinusitis akut atau
pada sinusitis kronis eksaserbasi akut. Komplikasi dapat
dibagi dalam 4 kelompok besar yaitu osteomielitis dan abses
subperiosteal, kelainan orbita, kelainan intrakranial, kelainan
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

paru.1,3-6 Komplikasi, tidak seluruhnya sering dijumpai dan


dapat memiliki tampilan klinis yang menyimpang dari gejala
klasik pada mereka dengan penyakit komorbid, menyebabkan
kesulitan untuk mengkaitkan temuan klinis pada pasien yang
sesungguhnya dapat merupakan komplikasi sinusitis dengan
diagnosis sinusitis yang ditegakkan. Pada laporan kasus ini
akan diuraikan komplikasi sinusitis berupa abses subperiosteal (tumor Potts puffy) sebagai diagnosis banding temuan
massa pada pasien.
Laporan Kasus
Pasien laki-laki 29 tahun datang dengan keluhan utama
benjolan pada dahi sebelah kiri yang semakin membesar
dengan cepat sejak 4 minggu sebelumnya. Benjolan mulanya
sebesar kelereng (kurang lebih 2-3 cm), terasa nyeri bila
ditekan, panas, bewarna kemerahan. Benjolan muncul setelah
sehari sebelumnya pasien terluka pada tempat tersebut dan
tidak dibersihkan. Dua minggu sebelum muncul benjolan,
pasien didiagnosis dokter umum menderita sinusitis, diberi
obat antibiotik dan obat minum lain. Keluhan ingus dan rasa
tersumbat pada hidung masih tetap ada.
181

Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut pada Penderita Infeksi HIV


Pasien berobat ke dokter THT, dikatakan benjolan
tersebut masih terkait dengan sinusitis pasien. Pasien diberi
antibiotik dan diberi saran agar dipanasi daerah wajahnya
sebanyak 10 kali. Benjolan dirasakan pasien semakin
membesar, nyeri, panas, kemerahan. Keluhan ingus dan rasa
tersumbat pada lubang hidung sebelah kiri masih ada. Pasien
kemudian dirujuk ke dokter THT lain.
Empat belas tahun yang lalu, pasien pernah didiagnosis
sinusitis dan dikatakan sekat hidung bengkok. Selama empat
belas tahun berikutnya pasien masih merasa sering tertelan
seperti ingus. Pasien merokok 6 batang/hari. Sejak kurang
lebih 2 tahun terakhir hingga 6 bulan yang lalu pasien
menggunakan narkoba suntik.
Pada pemeriksaan THT ditemukan konka media kavum
nasi sinistra edema, hiperemis, meatus medius kavum nasi
sinistra tertutup sekret mukopurulen penuh, post nasal drip
nampak pada kedua kavum nasi, mukoid, jumlah tidak terlalu
banyak; nyeri tekan minimal dahi sebelah kiri; pada dinding
faring posterior nampak post nasal drip mukoid, jumlah tidak
terlalu banyak; Pada regio frontal sinistra, nampak dan teraba
benjolan soliter diameter 6 cm, kenyal, tidak berbenjol-benjol,
nyeri tekan +, berbatas tegas, mobile, hiperemis.
Berdasarkan temuan di atas, pada pasien ditegakkan
diagnosis tumor regio frontal sinistra suspek tumor Potts
puffy, dengan diagnosis banding abses subkutis; sinusitis
frontal sinistra et sfenoid sinistra et etmoid sinistra et maksila
sinistra et dextra kronis eksaserbasi akut; deviasi septum
nasi; dan suspek infeksi HIV.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan berupa darah
perifer lengkap menunjukkan leukositosis, CT-scan sinus
menunjukkan kesan pansinusitis dan septum nasi deviasi
(gambar 1), CT-scan kepala saat masuk Instalasi Gawat
Darurat (IGD) menunjukkan kesan tumor jaringan lunak di
subkutis regio frontal kiri yang tidak menyangat setelah
pemberian kontras. Tidak nampak lesi intrakranial dengan
tulang kranium intak (gambar 2). Hasil pemeriksaan penyaring
HIV menunjukkan hasil reaktif (sementara).

Gambar 2. CT-scan Kepala Pasien Menunjukkan Tumor Jaringan Lunak Subkutis Regio Frontal Kiri

Pasien kemudian diberi edukasi dan medikamentosa


berupa pemasangan jalur infus, ceftriakson 1 x 2 gram i.v.,
metronidazol 3 x 500 mg i.v., dexametason 3 x 1 ampul i.v., dan
oxymetazolin semprot hidung 2 x 2 puff (pada kavum nasi
sinistra). Pasien direncanakan menjalani prosedur bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) dan eksplorasi tumor
regio frontal sinistra 5 hari berikutnya (dikarenakan adanya
hari libur nasional) atau dipercepat bila klinis perburukan.
Selama pengamatan dari saat masuk IGD sampai
menunggu hari operasi, keadaan pasien jauh membaik dengan
terapi medikamentosa. Keluhan ingus dan hidung tersumbat
jauh berkurang. Diputuskan penundaan BSEF, hanya
dilakukan eksplorasi terhadap tumor regio frontal sinistra.
Pada pembedahan diaspirasi pus 5 cc dari tumor,
dilakukan cek resistensi dari bahan pus. Bekas aspirasi
dilebarkan, aspirasi pus tambahan 20 cc. Abses dicuci dengan
betadine dan H202. Dilakukan balut tekan. Diagnosis pasca
operasi adalah abses subkutis frontal sinistra.
Pasca operasi benjolan tidak ada lagi, esoknya didapatkan pus pada luka bekas operasi bewarna kuning
kemerahan sebanyak 1 cc dengan pemijatan. Terapi

Gambar 1. CT-scan Sinus Pasien Menunjukkan Pansinusitis dan Deviasi Septum


A. Potongan transversal B. Potongan koronal

182

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut pada Penderita Infeksi HIV


melanjutkan terapi sebelumnya, ditambah tindakan perawatan
luka dan ganti verban 1 kali/hari.
Empat hari pasca tindakan, pasien pulang ke rumah
dengan obat pulang klindamisin 3 x 300 mg, ambroksol 3 x 1
sendok, tablet (loratadin 5 mg dan pseudoefedrin HCl 60 mg)
2x1, ditambah tindakan perawatan luka dan ganti verban 1
kali/hari. Pasien diminta kontrol ke poliklinik tiga hari
berikutnya. Saat kontrol poliklinik keluhan sudah tidak ada
lagi, hasil pemeriksaan nasoendoskopi menunjukkan post
nasal drip mukoid pada meatus medius sinistra dan di
belakang torus tubarius sinistra. Diagnosis yang ditegakkan
saat itu multisinusitis (sesuai diagnosis saat masuk IGD),
abses subkutis frontal sinistra perbaikan, deviasi septum,
infeksi HIV. Terapi yang diberikan pada pasien ceftriakson 1
x 2 gram i.v., ambroksol 3 x 1 sendok, tablet (loratadin 5 mg
dan pseudoefedrin HCl 60 mg) 2x1, ditambah tindakan
perawatan luka dan ganti verban 1 kali/hari, kontrol ke
poliklinik 5 hari berikutnya.

ditemukan konka media kavum nasi sinistra edema, hiperemis;


meatus medius kavum nasi sinistra tertutup sekret mukopurulen penuh, post nasal drip nampak pada kedua kavum
nasi, mukoid, jumlah tidak terlalu banyak; nyeri tekan minimal dahi sebelah kiri; pada dinding faring posterior nampak
post nasal drip mukoid, jumlah tidak terlalu banyak, yang
cocok untuk gambaran klinis seorang pasien sinusitis.1,3,4,8
Pemeriksaan sinar tembus sebenarnya dapat juga membantu
penegakan diagnosis, namun tidak dilakukan di IGD.
Berdasarkan temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
THT, sangat besar kemungkinan diagnosis penyakit yang
diderita pasien adalah sinusitis. Keadaan pasien memenuhi
pula trias sinusitis, yaitu hidung tersumbat, ingus di meatus
media/ superior, dan post nasal drip; juga kriteria diagnosis
lain yang pernah diajukan Lanzel, DC et al pada tahun 1997
seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. Sinusitis dapat
dicurigai bila ditemukan 2 kriteria mayor + 1 minor atau 1
mayor + 2 minor. 5

Pembahasan
Seorang laki-laki 29 tahun datang dengan keluhan utama
adanya benjolan pada dahi sebelah kiri yang semakin
membesar sejak 2 minggu sebelumnya. Keluhan tersebut
membawa pada pemikiran awal apakah benjolan tersebut
merupakan benjolan infeksi, lesi jinak atau lesi ganas kulit,
jaringan lunak dan tulang frontal. Jika merupakan infeksi,
perlu pula ditentukan apakah infeksi tersebut merupakan
infeksi kulit dan jaringan lunak setempat atau merupakan
penjalaran infeksi organ lain di wajah baik secara perkontinuitatum ataupun secara hematogen.
Terjadinya pembesaran benjolan dalam waktu cepat,
disertai rasa nyeri bila ditekan, panas, bewarna kemerahan,
menunjukkan besar kemungkinan benjolan tersebut
merupakan infeksi. Status lokalis menunjukkan massa tidak
keras, tidak terfiksir lebih sugestif bagi lesi jinak. Adanya
riwayat luka kotor pada daerah tersebut memperbesar
kemungkinan infeksi yang terjadi adalah infeksi kulit dan
jaringan lunak sekitar. Namun demikian, kemungkinan bahwa
infeksi tersebut merupakan penjalaran infeksi lain di wajah
belum dapat disingkirkan karena pasien didiagnosis pula
menderita sinusitis pada saat yang sama. Perlu ditelusuri
terlebih dahulu ikthisar penegakan diagnosis sinusitis
sebelum dibicarakan kemungkinan benjolan tersebut adalah
benjolan akibat komplikasi sinusitis.
Keluhan hidung yang dialami pasien adalah terutama
ingus kental, kehijauan dan sedikit berbau. Berbagai penyakit
atau keadaan yang dapat menyebabkan keluhan tersebut
adalah sinusitis, rinitis kronis (hipertropi, atropi, spesifik,
jamur), adanya benda asing di hidung. 1,7 Anamnesis
menyatakan pasien juga merasa sering tertelan sesuatu
seperti ingus, disertai pula keluhan nyeri kepala yang
memberat pagi hari, pembengkakan sisi kiri wajah, semua ini
mengarahkan pada sinusitis sebagai kemungkinan besar
penyakit yang dialami pasien.1,3,4,8 Pada pemeriksaan THT

Tabel 1. Kriteria Mayor dan Minor Sinusitis Menurut Lanzel,


DC et al5

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

Kriteria mayor

Kriteria minor

Nyeri wajah/nyeri wajah saat ditekan


Kongesti/rasa penuh di wajah
Sumbatan hidung
Sekret nasal purulen/aliran post
nasal berubah warna
Hiposmia/ anosmia
Demam (pada keadaan akut)

Sakit kepala
Demam
Halitosis
Rasa lemas
Sakit gigi
Batuk
Nyeri, rasa tertekan,
penuh pada telinga

Karena keluhan menelan seperti ingus terus ada pada


pasien sudah dialami pasien dalam waktu belasan tahun
dengan perburukan gejala dalam 6 minggu terakhir ini, maka
sinusitis pada pasien ini adalah sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut.1,2 Sinus mana perlu diselidiki karena dapat
diprediksi kelainan yang dapat terjadi akibat penjalaran infeksi
dari sinus ke organ wajah lain. Lokasi nyeri yang dirasakan
pasien mengarahkan pada diagnosis sinusitis frontal dan
maksila sinistra, sesuai dengan temuan yang menunjukkan
sekret mukopurulen menutupi meatus medius. Namun untuk
mengetahui secara lebih jelas sinus mana saja yang mengalami
peradangan, dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan sinus.
Diagnosis sinusitis tidak lengkap tanpa upaya
penelusuran faktor predisposisi yang dimiliki pasien dan
komplikasi yang sudah dialami pasien, karena terkadang
dibutuhkan tata laksana khusus baik bagi faktor predisposisi
maupun komplikasi yang jauh berbeda dengan terapi bagi
sinusitis saja. Pada pasien, faktor predisposisi adalah deviasi
septum nasi ke kanan. Pemeriksaan pencitraan berupa CT
scan daerah nasal dapat mengkonfirmasi temuan ini. Tidak
didapatkan komplikasi pada orbita pasien berdasarkan hasil
anamnesis maupun jawaban konsul mata. Komplikasi

183

Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut pada Penderita Infeksi HIV


osteomielitis dan abses subperiosteal belum dapat disingkirkan, karena adanya benjolan pada regio frontal sinistra
pasien yang secara klinis masih sesuai untuk gambaran tumor Potts puffy. Menurut Guillen et al, tumor Potts puffy
adalah satu atau beberapa kumpulan abses subperiosteal
pada tulang frontal yang terjadi akibat adanya osteomielitis.9
Definisi lain menyatakan, tumor Potts puffy adalah
pembengkakan kenyal pada dahi karena destruksi tulang
dengan osteomielitis yang terlokalisir (lihat gambar 3). 5

Gambar 3. Gambaran Klinis Tumor Potts Puffy 6

Komplikasi ini sangat jarang ditemukan. Kaabia et al


dalam 11 tahun (1996-2007) pengamatan hanya dapat
mengumpulkan 14 kasus tumor Potts puffy sebagai
komplikasi sinusitis. Di RSCM, hanya terdapat satu laporan
kasus tumor Potts puffy, yaitu perempuan remaja pada tahun
2007. 10
Proses ini terjadi akibat penyebaran infeksi pada
sumsum tulang frontal dari sinus frontal. Secara teoritis,
gambaran klinis berupa pembengkakan lokal di daerah dahi,
disertai tanda-tanda radang, serta nyeri dan bengkak di
permukaan kulitnya. Gambaran ini sesuai dengan gambaran
benjolan pada pasien. Penjalaran infeksi dapat terjadi secara
perkontinuitatum ataupun melalui tromboflebitis. Aliran darah
di mukosa sinus frontal dialirkan melalui vena-vena diploik
yang berjalan di antara batas anterior dan posterior tulang
sinus. Vena-vena ini membentuk saluran kanal Breschet yang
tidak berkatup, yang kemudian akan menyatu dengan
pleksus di dura, periorbita dan periosteum di kranial. 4,7
Hal yang membedakan tumor Potts puffy dengan abses
subkutis adalah jelas adanya keterlibatan infeksi tulang pada
tumor Potts puffy yang dapat dikonfirmasi pada temuan CT
scan kepala dan hasil operasi.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap, selain untuk persiapan
184

bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) juga untuk


mengkonfirmasi adanya infeksi yang ditandai dengan
leukositosis. Untuk menggambarkan sinus paranasalis mana
saja yang terinfeksi, mengkonfirmasi deviasi septum,
menentukan adakah keterlibatan infeksi pada tulang frontal
pasien, juga untuk menyingkirkan adanya komplikasi
intrakranial, dilakukan pemeriksaan CT scan sinus paranasalis
dan kepala.2,3 Hasilnya, menunjukan infeksi yang melibatkan
sinus frontal sinistra, sfenoid sinistra, etmoid sinistra, maksila
sinistra dan dextra sehingga pada pasien ditegakkan diagnosis sinusitis frontal sinistra et sfenoid sinistra et etmoid
sinistra et maksila sinistra et dextra kronis eksaserbasi akut.
CT scan juga mengkonfirmasi adanya deviasi septum nasi ke
kanan.
Tidak adanya keterlibatan tulang frontal pasien dalam
proses infeksi yang terlihat dengan CT scan kepala
sebetulnya mengecilkan kemungkinan diagnosis tumor Potts
puffy pada pasien, namun diagnosis pasti didapatkan melalui
tindakan pembedahan. Pemeriksaan kultur dan resistensi
sekret pasien perlu dilakukan untuk menentukan antibiotika
yang tepat bila memang antibiotika yang sekarang diberikan
secara empiris tidak menunjukkan perbaikan klinis. Bahan
pemeriksaan dapat diambil dari sekret yang terlihat saat
nasoendoskopi atau yang didapat saat BSEF.
Terapi yang diberikan pada pasien terbagi dalam 3
kelompok. Terapi edukasi diberikan pada pasien untuk
mencegah perburukan kesehatan hidung pasien. Edukasi
meliputi anjuran tidak merokok, minum minuman dingin.
Pasien juga diedukasi agar tidak menggunakan semprot
hidung yang diberikan dokter dalam jangka waktu panjang
dan dilarang menggunakan tanpa sepengetahuan dokter.
Terapi medikamentosa yang diberikan berupa ceftriakson 1x2 gram dan metronidazol 3x500. Ceftriakson adalah
antibiotika spektrum luas terutama poten untuk gram negatif,
juga untuk gram positif yang diharapkan dapat menangani
kuman gram negatif yang kebanyakan menjadi penyebab sinusitis kronis.2,8 Penambahan metronidazol didasarkan pada
pemahaman bahwa pada keadaan kronis, campuran kuman
anaerob sebagai penyebab juga sering ditemukan.2,8 Oleh
karena itu, dibutuhkan antibiotika yang poten melawan kuman
anaerob. Deksametason digunakan sebagai antiinflamasi
yang efektif pada keadaan rinosinusitis baik yang memiliki
dasar alergi ataupun tidak. Terapi dengan menggunakan
kortikosteroid efektif menghilangkan keluhan yang
mengganggu pasien dan dapat membantu membuka sumbatan
hidung sehingga bila pada pasien diberikan obat topikal,
distribusi obat topikal akan lebih merata. Pemberian dalam
jangka waktu pendek tidak memberi efek samping imunosupresi dan perburukan kondisi pasien.2,4,8 Dekongestan lokal
pada kondisi akut dapat diberikan karena dapat mengurangi
keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium
dan meningkatkan ventilasi.2,4,8
Terapi medikamentosa lain pada fase akut adalah mukolitik, misalnya ambroksol 3x1sendok. Mukolitik dapat
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

Multisinusitis Kronis Eksaserbasi Akut pada Penderita Infeksi HIV


mengurangi kekentalan sekret sinus sehingga memudahkan
pengeluaran sekret.4
Terapi tambahan yang dapat diberikan pada pasien
adalah cuci hidung atau irigasi larutan garam (NaCl) pada
rongga hidung, yang dapat memberikan efek dekongestan
ringan di samping dapat pula membantu pengeluaran debris
dan sekret. Upaya ini dapat dibantu dengan diatermi
gelombang pendek selama 10 hari di daerah sinus yang sakit.
Diatermi memperbaiki sirkulasi pembuluh darah sehingga
antibiotika dapat berpenetrasi dengan baik. 2,8 Upaya lain
yang dapat dilakukan adalah upaya irigasi sinus, untuk
membantu memperbaiki drainase dan pembersihan sekret dari
sinus yang sakit.1,2 Upaya ini tidak direncanakan, karena pada
pasien direncanakan BSEF (gambar 4). Prinsip BSEF adalah
membuka dan membersihkan daerah kompleks osteo-meatal
yang mengalami penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi
dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami.
Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal. 1,2,4,6,8,11

Gambar 4. Ilustrasi BSEF A. Keadaan Sebelum BSEF


B. Sesudah BSEF 11

Prosedur BSEF sebenarnya dilakukan bila upaya irigasi


dan pencucian sebanyak 5 kali gagal memperbaiki keluhan
klinis.1 BSEF direncanakan pada pasien ini karena awalnya
diduga sudah terdapat komplikasi abses subperiosteal dan
kegagalan prosedur diatermi yang menunjukkan perlunya
memperbaiki drainase dan ventilasi sinus secara segera. Selain
itu, jika diduga benjolan tersebut merupakan tumor Potts
puffy, BSEF dikombinasikan dengan operasi perkutan adalah
salah satu pilihan terapi.10 Pengamatan selama menunggu
jadwal BSEF menunjukkan perbaikan klinis pasien yang
signifikan dengan hanya pemberian terapi medikamentosa
saja. Selain itu hasil CT scan kepala pasien menunjukkan
kecil kemungkinan benjolan di dahi pasien adalah tumor Potts
puffy. Hal tersebut menyebabkan ditundanya BSEF. Terapi
selanjutnya berupa optimalisasi pemberian antibiotika
didukung terapi medikamentosa tambahan. Klindamisin
diberikan menggantikan ceftriakson sebagai terapi pulang
pasien, mengingat klindamisin adalah salah satu pilihan
antibiotika untuk kasus sinusitis yang tidak membaik dengan

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

antibiotika lini II. Pertimbangan pemberian kembali


ceftriakson pada pasien (direncanakan selama 2 minggu)
didasarkan pada kondisi imunokompromais pasien sehingga
tatalaksana infeksi harus diberikan secara tuntas.
Operasi yang dilakukan pada benjolan di regio frontal
pasien memastikan diagnosis abses subkutis. Terapi untuk
abses subkutis ini mempergunakan antibiotik yang serupa
dengan terapi sinusitis, ditambah tindakan perawatan luka
dan ganti verban 1 kali/hari. Upaya tatalaksana faktor
predisposisi sinusitis pada pasien yaitu deviasi septum juga
harus dipikirkan. Operasi septoplasti dapat menjadi pilihan,
jika memang nantinya keluhan serupa berulang kembali.
Hal penting lain yang ditemukan pada pasien adalah
adanya riwayat pemakaian narkoba suntik tidak steril yang
menyebabkan besarnya kemungkinan infeksi HIV pada
pasien. Hasil pemeriksaan penyaring HIV memang
mengkonfirmasi hal ini. Adanya status imunokompromais
pasien dapat membantu menjelaskan timbulnya abses besar
yang cepat berkembang dari luka kotor biasa yang mungkin
tidak ditemukan pada pasien imunokompeten. Dengan
kondisi imun yang rentan ini, tatalaksana infeksi harus
diberikan secara tuntas, karena itu optimalisasi antibiotik
adalah hal yang mutlak, selain untuk mencegah perburukan
penyakit juga untuk mencegah munculnya infeksi oleh
patogen multiresisten dan jamur akibat berlarutnya penggunaan beragam antibiotika. Tatalaksana spesifik untuk
infeksi HIV juga perlu dilakukan.
Prognosis pasien ini adalah dubia mengingat berbagai
penyakit lain yang dapat muncul akibat rendahnya status
imun pasien. Untuk kekambuhan dan fungsi sinus sangat
tergantung pada kemauan pasien menjalankan edukasi seperti
yang sudah diberikan pada pasien.
Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus tumor regio frontal
sinistra suspek tumor Potts puffy, dengan diagnosis banding abses subkutis; multisinusitis kronis eksaserbasi akut;
deviasi septum nasi; dan suspek infeksi HIV pada seorang
laki-laki 29 tahun, pengguna narkoba suntik. Pemberian
injeksi antibiotika, injeksi steroid, dekongestan semprot
hidung, dan pembedahan tumor memperbaiki gejala dan tanda
klinis pasien. Diagnosis akhir pasien ini adalah abses subkutis
frontal sinistra, multisinusitis, deviasi septum nasi, infeksi
HIV. Tumor Potts puffy (abses subperiosteal), yang merupakan salah satu komplikasi sinusitis, dapat merupakan diagnosis banding massa pada regio frontal.
Daftar Pustaka
1.

2.

Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam Soepardi EA, Iskandar


N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p.1204.
Soetjipto D. Penatalaksanaan Baku Sinusitis. Jakarta: Perhati
Jaya; 2000.p.1-9.

185

Anda mungkin juga menyukai