Oleh :
MUSRIFAH BUDI UTAMI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR MASALAH
No
Daftar Masalah
Masalah
Aktif
Masalah
Inaktif
Keterangan
21/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
E : cardiomiopati DM
9. MH MB tipe LL relaps reaksi 22/7/2011
ENL dependent steroid
dengan impetigo
10 Osteoartritis genu dextra
11 Klinis ISK
12 Struma Nodusa Kistik
bilateral hipertiroid subklinis
13 Dispepsia ulcer like tipe
14 Otalgia sinistra
15 Hipoalbuminemia
16 Hipocalcemia
17 Tubair catarrh
17 Pangastritis et duodenitis
erosi hemoragik
18 ISK
19 Fatty liver
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
USG tiroid,
FNAB tiroid
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
22/7/2011
25/7/2011
26/7/2011
Endoskopi
27/7/2011
27/7/2011
Kultur urine
USG abdomen
20 Atherosklerosis a. Carotis
27/7/2011
21 Cardiomiopati, MR mild
28/7/2011
USG dopler
a.carotis
Ekokardiografi
22 Struma koloides
29/7/2011
FNAB
LAPORAN KASUS
I.
ANAMNESIS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny.K
Umur
: 59 tahun
Suku
: Jawa
Alamat
Pekerjaan
Masuk RS
: 21 Juli 2011
Nomor CM
: 01015765
Ruang
: Melati 1
Dikasuskan
: 23 Juli 2011
Diperiksa
: 23 Juli 2011
DATA DASAR
Subyektif
Anamnesis
Keluhan Utama
benjolan di leher (-). BAK sehari 5-6 kali@1/2-1 gelas belimbing, warna kuning jernih
tanpa disertai rasa panas dan nyeri saat BAK. BAB sehari sekali, kurang lebih 200
gram, warna kuning kecoklatan, berbentuk, tidak disertai lendir maupun darah, diare
( - ), sulit BAB ( - ).
Sejak 2 minggu SMRS penderita mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga
kedua tungkai lecet dan tangan kanan luka, tidak sampai dijahit hanya diperban dan
diberi obat minum oleh puskesmas setempat. Lama-lama luka bertambah lebar, muncul
nanah, berbau, dan sulit keringnya. Kadang berdarah bila tersenggol barang. Demam (-).
Kadang mengeluhkan lesu, nyeri di badan, mata berkunang-kunang, lelah otot tangan
dan kaki, mudah lapar, haus, dan sering BAK 7-8x/hr @ -1 gelas belimbing terutama
malam hari, warna kuning jernih, nyeri BAK (-). Nyeri lutut kanan ( + ) terutama bila
untuk beraktifitas, sebelumnya tidak jatuh, bengkak (-), merah (-), panas (-). BAB tak
ada keluhan.
Sejak 1,5 tahun ini penderita muncul bentol-bentol merah disekujur tubuhnya,
dikatakan oleh dokter kulit mengalami reaksi lepra dan menjalani pengobatan khusus
dengan obat yang diminum 4 tablet pagi dan 3 tablet siang. Rasa tebal tebal dirasakan
di wajah, telinga, kulit tangan dan kaki, tidak begitu terasa pada bagian yang berbentol
merah. Pandangan mata kabur (+). Nyeri ulu hari seperti teririrs-iris dan panas terutama
bila terlambat makan atau makan makanan yang merangsang seperti pedas cabai, asam,
berbumbu banyak. Lebih enak bila diberi makanan akan lebih sedikit berkurang. Pernah
mengalami infeksi di telinganya, diberi obat tetes telinga kemudian membaik. Telinga
berdenging (-), nyeri telinga (-). BAK 7-8x/hr @ -1 gelas belimbing terutama malam
hari, warna kuning jernih, nyeri BAK (-). BAB tak ada keluhan.
Sejak 3 tahun yang lalu penderita mengalami sakit lepra dan menjalani
pengobatan paket di puskesmas selama 1 tahun dan sudah dinyatakan sembuh serta
tidak perlu minum obat lagi. Tidak lagi muncul bentol atau warna berlainan di kulit.
Periksa ke puskesmas tensinya 150an kemudian disarankan mengurangi makanan yang
berasa asin dan mengandung garam serta diberi obat captopril yang diminum 2x sehari.
Sejak 4 tahun yang lalu penderita merasakan sering kencing, sering makan,
sering haus, gata-gatal di selangkangan (+), gigi mudah rontok (-), mudah goyah (-),
penurunan BB tanpa sebab yang jelas (-). Kemudian periksa di RSU Sragen dinyatakan
sakit kencing manis dan meminum obat rutin Glikuidon dan Metformin 3 kali sehari.
Pandangan mata kabur (-).BAK sehari 8-9 kali / hari, nyeri BAK (-), anyang-anyangan
(-), BAB tak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit ginjal, darah tinggi, jantung, sakit kuning, liver disangkal.
Riwayat Pendidikan :
Pendidikan terakhir tamat SD, suami pendidikan tamat SMP
Riwayat Obstetri dan Ginekologi
Menarche umur 16 tahun siklus 28 hari, selama 5-6 hari tiap siklus, riwayat KB
spiral, saat ini sudah menopause sejak umur 50 tahun, melahirkan anak 3 berat
badan lahir 3 kg, 3,4 kg, dan 2,8 kg, tidak pernah mengalami abortus
Riwayat Pekerjaan :
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak umur 21 tahun, 19
tahun dan 17 tahun. Dulu bekerja pada tempat daur ulang botol aqua di Sragen.
Anamnesis Sistemik
1. Kulit
2. Kepala
3. Mata
4. Hidung
gatal (-)
: keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-),
5. Telinga
6. Mulut
(+)
: gusi berdarah (-), bibir kering (-), sariawan (-), gigi
7. Tenggorokan
8. Sistem respirasi
9. Sistem kardiovaskuler
13. Ekstremitas
Riwayat Perawatan :
Pada saat dikasuskan penderita dirawat di bangsal melati I, perawatan hari ke-2
dengan problem :
1. DM tipe 2 berat badan lebih terkontrol sedang
2. Ulkus antebrachii bilateral et cruris dextra infected
3. Neuropati DM
4. NPDR ringan
5. Anemia sangat ringan mikrositik hipokromik ec penyakit kronis
6. Dislipidemia
7. Hipertensi stage I
8. Diagnosa jantung : F : cor compensated
A : LVH
E : HT, cardiomiopati DM
9. Morbus hansen multi basiler tipe LL relaps dengan reaksi eritema nodusum
leprosum ( ENL ) dependent steroid
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
7
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Data Obyektif
II. Pemeriksaan Fisik tanggal 23 Juli 2011
Keadaan Umum
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 20 x/menit
Temperatur
: 38,4 oC (aksiler)
Status Gizi
TB
: 164 cm
BB
: 75 kg
Lingkar perut
: 92 cm
Lingkar pinggang
: 90 cm
BMI
: 29,2 kg/m2
RBW
: 117 %
Status gizi
ABI ( manual )
: 1,03
Kulit
: ikterik (-) petechiae (-) ruam kulit (+), hiperpigmentasi (+), turgor
cukup, eritema di extremitas superior et inferior
Kepala
Wajah
: simetris, plak eritema (+) berbatas tegas, moon face (-) atrofi m.
temporalis (-), fasies leonina (+), alis madarosis (+)
Mata
(-)/(-), rossenbach sign (-), Stelwag sign (-), Jaffroy sign (-), vongareff
sign (-), morbius sign (-)
Telinga
Hidung
: bentuk
(-)
: bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atropi papil
lidah (-), mukositis (-), mukosa mulut hiperpigmentasi (-), tonsil T1- T1, faring tidak hiperemis.
Leher
tidak teraba, kaku kuduk (-), tyroid teraba kanan dan kiri sebesar biji
kelereng, kenyal, mobile, permukaan rata, warna kulit sama dengan
kulit sekitar, NT (-), bruit (-)
Thoraks
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
vesikular
normal, suara
tambahan (-)/(-)
paru kiri
: suara dasar
tambahan (-)/(-)
: simetris
vesikuler
normal, suara
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
10
Inferior
Pretibial mixoedema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Eritema palmaris
-/-
-/-
Kuku sendok
-/-
-/-
Gerakan
N/N
N/N
Kekuatan
4/4
4/4
Reflek fisiologis
N/N
N/N
Reflek patologis
-/-
-/-
+/+
+/+
Skuama
-/-
-/-
Krusta
-/-
-/-
Sklerotic skin
-/-
-/-
Nodul eritem
+/+
+/+
Hiperpigmentasi
Pemeriksaan neurologik
Motorik N. Ulnaris
(+/+)
N. Radianus (+/+)
N. Medianus (+/+)
N. Peroneus communis (+/+)
Sensorik R. Facialis, extremitas superior et inferior bilateral, auricularis hipoestesi
Penebalan saraf N.auricularis dextra et sinistra, N.ulnaris, N. facialis
Otonom sekresi keringat normal
Gangguan GIT ( diare, konstipasi ) (-)
11
21/7
22/7
Nilai
Satuan
11,9
39,7
3,65
12,6
12,0
38
3,98
13,0
Normal
14-18
42-52
4,7-6,1
5,2-12,4
gr/dl
%
x 106/uL
x 103/uL
Eosinofil
1,00
0,0-0,4
Basofil
0,20
0,0-2,0
Neutrofil
84,40
55-80
Limfosit
11,70
22-44
Monosit
2,20
0,0-7,0
161
150-450
x 103/uL
SI
19
33-102
Ug/dl
TIBC
137
228-428
Ug/dl
Sat.Transferin
13
15-45
Feritin
516,5
20-200
Ng/dl
PT
13,4
10-15
detik
APTT
30,8
20-40
detik
60-140
g/dl
Hb
Hct
Eritrosit
Leukosit
Gol. Darah
Trombosit
INR
GDS
B
152
0,990
134
HbA1c
7,1
4,8-5,9
GDP
84
70-110
mg/dl
149
49
0,6
143
4,1
80-140
< 50
0,6-1,2
136-146
3,5-5,1
98-106
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
1,04
4,70
2,80
1,90
0,21
1,17-1,29
6,0-8,0
3,5-5,2
0,39
mmol/L
g/dl
g/dl
g/dl
mg/dl
GD2PP
Ureum
Creatinin
Natrium
Kalium
Clorida
Ion Calsium
Protein total
Albumin
Globulin
Bil Total
40
0,5
138
3,3
105
12
Bil Direk
Bil Indirek
SGOT
SGPT
Alkaliphosph
Gamma GT
KolesterolTotal
HDL_D
LDL-L
Triglycerid
Asam urat
HbsAg
0,17
0,04
19
16
88
31
209
30
140
149
6,0
Negatif
0,0-0,3
0,0-0,7
0-35
0-45
42-98
< 38
50-200
34-87
79-186
< 150
2,4-6,1
non
Reitz serum
Positif
reaktif
Negatif
mg/dl
mg/dl
u/L
u/L
u/L
u/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
BTA
terlihat
Foto PA, inspirasi cukup, kekerasan foto cukup, simetris, trakea di tengah,
jaringan lunak dan keras masih dapat dibedakan. Tak tampak infiltrat, Cor CTR
54%, tampak elongasio aorta, corakan bronkovaskuler normal, , diafragma licin,
sudut costophrenikus kanan-kiri lancip
Kesimpulan : Cor cardiomegali dg konfigurasi menyokong HHD
Foto cruris AP / Lat dextra, antebrachii AP / lat dextra et sinistra
Tanggal 21 Juli 2011
13
Urinalisa :
Makroskopis :
Warna
: yellow
Kejernihan
: clear
Kimia Urin :
Berat Jenis
PH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Mikroskopis :
- Eritrosit
- Leukosit
- Epitel :
Epitel sqamous
Epitel Transisional
Epitel Bulat
- Silinder :
Hyalin
Granuler
Lekosit
- Bakteri
- Yeast like cell
- Small Round cell
- Sperma
- konduktivitas
- Lain-lain
: 1.005
: 7.0
: 25/ul
: positif
: 25 mg/dl
: normal
: negatif
: normal
: negatif
: negatif
: 14 /ul (3/LPB)
: 236,4/ul (43/LPB)
: 2-4/LPB
:: 0-1/LPB
:0
: 0-1/LPK
: - /LPK
: 7025,2/ul
: 0,0
: 0,3/ul
: 0,0
: 17,9 mS/cm
: bakteri (+2)
Warna
Konsistensi
Lendir
Pus
Darah
: coklat
: lunak
: negatif
: negatif
: negatif
Mikrokopis :
15
Sel epitel
Eritrosit
Leukosit
Protozoa
Telur cacing
Kesimpulan
: positif
: negatif
: negatif
: negatif
: negatif
: tinja lunak warna coklat, tidak ditemukan parasit patogen
Irama
: sinus
Frekuensi
: 100 X/menit
Axis
: normoaxis
Gelompang P
: 0,04 detik
PR interval
: 0,12 detik
QRS komplek
: 0,04 detik
ST segmen
: isoelektrik
Gelombang T
: T inverted V1-V2
Gel. Q patologis : tidak ada
Zona Transisi
: di V3
Non progresing R : (-)
S di V1 + R di V5/V6 < 35 mm
R di V5 dan R di V6 < 27 mm
Kesan : Normo sinus ritme, HR 100x/menit
Hasil pemeriksaan gambaran darah tepi tanggal 22 Juli 2011 :
16
17
MP 4 mg ( 4 3 0 )
Fuson cr 2 x ue
Lain lain mengikuti TS
Atas kerjasamanya BTK
IV. RESUME :
Seorang wanita 59 tahun datang dengan keluhan luka di kedua tangan dan
tungkai kaki kanan sejak 2 minggu SMRS setelah kecelakaan. Penderita juga
mengeluhkan badan lemas, nggliyer dan pandangan mata kabur. Jimpe-jimpe dan
kesemutan pada tangan dan kaki. Nyeri ulu hati seperti teris-iris. Bertambah bila
terlambat makan dan berkurang bila diberi makan. Mudah lapar dan haus serta BAK
sering 9-10 kali@1/2-1 gelas belimbing, warna kuning, tanpa disertai rasa panas dan
nyeri saat BAK. Penderita muncul bercak-bercak kemerahan yang mati rasa sejak 1,5
tahun yang lalu, mendapat pengobatan tablet 4 pagi hari, siang 3 tablet. Penderita adalah
penyandang diabetes mellitus sejak 4 tahun, hipertensi sudah 3 tahun, riwayat
pengobatan lepra 3 tahun yang lalu, sudah dinyatakan sembuh 2 tahun lalu kambuh lagi.
V. DAFTAR ABNORMALITAS :
1. Mudah haus, lapar, sering kencing
2. Luka di kedua tangan dan tungkai kiri
3. Badan lemas/nggliyer
4. Mata berkunang-kunang
5. Jimpe-jimpe dan kesemutan.
6. Pandangan mata kabur
7. BMI 29,2
8. Conjungtiva palpebra pucat
9. Cardiomegali
10. Bising sistolik grade 2/6, penjalaran ke axila
11. Anemia ringan mikrositik hipokromik
12. Leukositosis
13. Nodul tiroid teraba bilateral
14. HbA1c 7,1
18
15. GDP 84
16. GD2PP 149
17. Si 19, TIBC 137, Feritin 516,5
18. Reitz serum BTA terlihat
19. Dislipidemia
20. Leukosituria
21. Nitrit (+)
22. Bakteriuria
23. GDT : anemia mikrositik hipokromik suspek ec proses kronis/def.Fe
bersamaan dengan proses infeksi.
24. Ro thorax PA : cor cardiomegali, menyokong HHD
25. Ro genu dextra : osteofit (+) OA grade 2
26. Neuropati DM
27. NPDR
28. TD 130/90
29. Nyeri ulu hati panas, teris-iris, dalam 1 tahun ini, membaik dg makanan
30. Nyeri telinga kiri
31. Calcium 1,04 mmol/L
32. Albumin 2,8 g/dl
3. 5, 26
4. 4, 27
5. 3,4 8, 11, 23
NPDR
Anemia sangat ringan mikrositik hipokromik ec
penyakit kronis
6. 19
Dislipidemia
7. 28
Hipertensi stage 1
8. 9, 10, 24
9. 5, 18
19
10. 25
OA genu dextra
12. 13
13. 29
14. 30
15. 31
Hipokalsemia
16. 32
Hipoalbuminemia
20
Assesment : komplikasi :
-Retinopati DM
-Neuropati DM
-Nefropati DM
- Aterosklerosis
- Cardiomiopati DM
- Dislipidemia, fatty liver
penatalaksanaan
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
: Etiologi kuman
21
Penatalaksanaan
Komplikasi ( PAD, osteomielitis, sepsis )
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
: penatalaksanaan
IpDx
: -
Ip
IpMx
IpEx
: KU/VS
: penjelasan tentang penyakit, komplikasi dan penatalaksanaanya
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
22
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
: penatalaksanaan
IpDx
:-
IpTx
:-
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Assesment
: penatalaksanaan
IpDx
:-
IpTx
:-
IpMx
: DR3
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
: penatalaksanaan
komplikasi : aterosklerosis
fatty liver
IpDx
23
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
: penatalaksanaan
komplikasi : aterosklerosis
HHD
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
: Penatalaksanaan
Diagnosa
IpDx
: Ekokardiografi
IpTx
24
Captopril 3x25mg
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
: Penatalaksanaan
Komplikasi
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
25
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Diagnosa Kerja 12 : Struma Nodusa Bilateral
Assesment : Diagnosa
Komplikasi ( jantung, GIT, osteoporosis )
Etiologi ( endogen, eksogen )
26
IpDx
IpTx
:-
IpMx
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Diagnosis kerja 13 : Dispepsia ulcer like tipe
Assesment
: Diagnosa
IpDx
: Endoskopi
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
IpDx
: Konsul THT
27
Ip
: -
IpMx
: Keluhan
IpEx
Prognosis :
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
Diagnosis kerja 15
Assesment
: Hipocalcemia
: Etiologi dd intake kurang
Hipoalbumin
Metabolic disorder
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
: Hipoalbumin
: Etiologi dd intake kurang
Gangguan sintesis
Ekskresi berlebih
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
Prognosis
28
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
CATATAN KEMAJUAN :
Hari Senin, 25 Juli 2011
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
t : 36,5oC
25 -7-2011
103
Nilai Normal
60-110
Satuan
mg/dl
220
2,9
138
4,1
1,10
80-140
3,5-5,2
136-146
3,5-5,1
1,17-1,29
mg/dl
g/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
29
TSH
FT4
Esbach
O,27
12,85
0,0
0,50-8,90
10,30-34,70
uIU/mL
Pmol/l
g/24 jam
Hasil SPE :
c.
TENS, US
2. Terapi okupasi
Program :
- Proper body mechanism
3. Ortotik Prostetik
Program : 4. Sosial Medik
Program :
- Memotivasi pasien untuk mengikuti latihan yang dianjurkan dan
terus berobat secara teratur.
- Memotivasi pasien agar melakukan aktifitas atau pekerjaan yang
tidak banyak membebani lutut sebagaimana telah diajarkan di
bagian terapi okupasi.
- Menjelaskan kepada keluarga untuk mendukung penyembuhan
pasien,misalnya dengan menemani pasien bila akan bepergian
berjalan kaki ke tempat yang menanjak.
5. Psikologi
Program :
- Penjelasan dan motivasi pada keluarga tentang pentingnya
peran serta keluarga dalam pengobatan pasien ( support
mental )
6. Terapi wicara
Program :
- Saat ini belum memerlukan terapi wicara.
Demikian atas perhatian dan kerjasamanya BTK
Hasil konsultasi dengan TS THT :
Terima kasih atas konsulannya,
S : pasien mengeluh telinga kiri terasa nyeri, daun telinga tebal, kadang
berdenging, riwayat keluar cairan (-), batuk (-), pilek (-)
O : Status THT
Telinga ADS : Lubang telinga lapang, membran timpani intak, ada sikatrik,
discharge (-), reflek cahaya normal
Hidung
31
sekret (-)
Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1-T1, dinding tenang
A : Otalgia Auricula sinistra ec tubair catarrh
P:
- Timpanometri
- Audiometri nada murni
- Belum ada tindakan khusus dari THT
AD : AC 13,75
AS : AC 17,5
BC 7,5
BC 7,5
32
8.
Diagnosa jantung :
F : cor compensated
A : LVH
E : HT, cardiomiopati DM
post pemberian
antibiotika, FNAB tiroid, CT scan kepala, Rontgent VL, coxae, caput femur
Ip.Tx :
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
33
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, albumin dan
elektrolit post koreksi, profil lipid post terapi.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Hari Selasa, 26 Juli 2011
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
34
t : 36,5oC
Esofagus
Gaster
3,0
140
4,1
1,19
3,5-5,2
136-146
3,5-5,1
1,17-1,29
g/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
8.
37
Ip.Dx : USG abdomen, USG Dopler, USG tiroid, ekokardiografi, Kultur pus, kultur
urin, urin rutin ulang dan DR3 ulang 7 hari post pemberian antibiotika, FNAB
tiroid, hasil PA biopsi endoskopi, Rontgent VL, coxae, caput femur
Ip.Tx :
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
38
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, albumin dan
elektrolit post koreksi, profil lipid post terapi.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Hari Rabu, 27 Juli 2011
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
t : 36,5oC
: Escherichia coli
Hitung kuman
39
Alignment baik
Tampak lesi kistik, bercampur solid dan papiler pada glandula thyroidea bilateral,
terukur tyroid kanan 20,41 x 13,64 mm, thyroid kiri 22,76 x 16,54 mm
Kesan : Struma nodule kistik bilateral
Hasil USG dopler a carotis
a.Carotis communis, a.carotis externa et interna tampak penebalan tunika intima disertai
gambaran plak positif, trombus negatif
kesan : Atherosklerosis bilateral ( CCA, ECA, dan ICA )
Assesment Hari Rabu, 27 Juli 2011
1. DM type 2 berat badan lebih terkontrol sedang, tegak diagnosa dalam
perawatan hari ke-6
2. Ulkus antebrachii bilateral et cruris dextra infected, tegak diagnosa
dalam perawatan hari ke-6
3. Neuropati DM, tegak diagnosa dalam perawatan hari ke-6
4. NPDR ringan, tegak diagnosa dalam perawatan hari ke-6
5. Anemia sangat ringan mikrositik hipokromik ec penyakit kronis, tegak
diagnosa dalam perawatan hari ke-6
42
8.
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
43
Cotrimoxazole 2x960 mg
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, albumin dan
elektrolit post koreksi, profil lipid post terapi
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Hari Kamis, 28 Juli 2011
44
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
t : 36,5oC
Measurement
Aorta
Left atrium
Right Ventricle
Root diameter
Dimension
LA/AO
Dimension
26
45
2,3
33
45
Normal
20-39 mm
15-40 mm
<1,3
<30 mm
Heart function
Left Ventricle
EF
IVS/PW ratio
EPSS
MVA ( planim )
LVIDd
LVIDs
IVSd
IVSs
IVS Frac T
LVPWd
LVPWs
PW Fract T
59
53
36
10
10
8
12
53-77 %
<1,3
<10 mm
>3 cm
35-52 mm
26-36 mm
7-11 mm
>30%
7-11 mm
>30 %
MR moderate
Kontraktilitas LV baik ( EF 59 % )
Suggestion : medikamentosa
Hasil Laboratorium, kamis 28 Juli 2011
GDP
GD2PP
Hs-CRP
90
189
60,5
60-110
80-140
<8,5
Mg/dl
Mg/dl
Mg/l
46
7.
8.
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
Cotrimoxazole 2x960 mg
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Metformin 1x500mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, albumin dan
elektrolit post koreksi, profil lipid post terapi.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Hari Jumat, 29 Juli 2011
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
48
O :
t : 36,5oC
Mikroskopis :
sel-sel epithel folikel kelenjar dari organ tiroid. Sel sel uniform, sitoplasma cukup, inti
bulat, oval dengan kromatin inti halus. Massa koloid di antaranya.
Tidak didapatkan sel ganas.
Kesimpulan :
AJH tiroid, pendapat : Struma koloides
Hasil Biopsi endoskopi :
Makros : Diterima jaringan 2 buah diameter 0,2 cm, coklat, cetak semua
Mikros : Satu keping kecil jaringan mukosa gaster
Ulkus (-), degerasi epitel permukaan ringan, infiltrat neutrofil sedikit, agregat sel
limfosit banyak, infiltrat sel plasma di lamina propria (-), Metaplasi intestinal : sedang,
displasia (-), atrofi kelenjar (-), fibrosis lamina propria (-), kongesti / dilatasi pembuluh
darah ( ringan ), H. Pylori (-)
49
Satu keping kecil jaringan mukosa duodenum : ulkus / degenerasi epitel permukaan (-),
kongesti / dilatasi pembuluh darah ( sedang ), lamina propria (infiltrat sel limfosit dan
neutrofil ), displasia (-).
Tidak didapat tanda-tanda ganas
Kesimpulan : Biopsi mukosa gaster : Gastritis kronis superfisialis tanpa H. pylori
Biopsi duodenum
: Duodenitis
8.
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
Cotrimoxazole 2x960 mg
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
51
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, profil lipid post
terapi.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan. Persiapan pulang
O :
t : 36,5oC
52
: 1.0015
: 7.0
: negatif
: negatif
: negatif
: normal
: negatif
: normal
: negatif
: negatif
: 1,3 /ul (3/LPB)
: 8,6/ul (43/LPB)
: 0-1/LPB
:: 0-1/LPB
:0
: 0-1/LPK
: - /LPK
: 6,1/ul
: 0,0
: 0/ul
: 0,0
: 21,6 mS/cm
:-
30/7
Nilai
Satuan
Normal
53
Hb
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
12,7
40,1
4,65
7,6
201
14-18
42-52
4,7-6,1
5,2-12,4
150-450
gr/dl
%
x 106/uL
x 103/uL
x 103/uL
8.
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
Cotrimoxazole 2x960 mg
Clindamicin 2 x 300mg
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
55
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx :KU/VS/BC, urin rutin dan Dr3 post pemberian antibiotika, albumin dan
elektrolit post koreksi, profil lipid post terapi.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Hari Senin, 1 Agustus 2011
S :
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
t : 36,5oC
98
137
60-110
80-140
Mg/dl
Mg/dl
Diet DM nasi 1600 kkal, rendah garam < 5 gram/hari, rendah lemak, extra putih
telur
57
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
58
59
60
Lemas, panas (-), nafsu makan membaik, mual(-), muntah (-), tidak nyeri
dada ataupun sesak nafas. BAK lancar, tidak nyeri/anyang-anyangen, BAB
tidak ada keluhan.
O :
t : 36,5oC
BB : 70 kg
Lingkar perut 89 cm
Lingkar panggul 91 cm
St. Lokalis R. Antebrachii bilateral, cruris dextra
I : Ulkus kering, luka ( - ), bula (- ), pus (-), darah (-),
P : Perabaan hangat, pulsasi a. Dorsalis pedis (+), a. Tibialis posterior (+),
a. Femoralis (+), a. Radialis ( + ), a. Brachialis ( + )
Regio generalisata : multiple makula eritematosa, hipoestesi, nodul (-)
Hasil laboratorium, Senin 5 September 2011
Kimia Darah
Hb
Hct
Eritrosit
Trombosit
GDP
GD2PP
Ureum
Creatinin
Natrium
Kalium
Ion Calsium
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkaliphosph
Gamma GT
TSH
FT4
5/9/11
Nilai
Satuan
13,0
38
4,38
178
Normal
14-18
42-52
4,7-6,1
150-450
gr/dl
%
x 106/uL
x 103/uL
88
70-110
mg/dl
112
41
0,6
139
4,4
1,12
5,70
3,4
2,3
19
16
88
31
O,28
14,65
80-140
< 50
0,6-1,2
136-146
3,5-5,1
1,17-1,29
6,0-8,0
3,5-5,2
0-35
0-45
42-98
< 38
0,50-8,90
10,30-
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
g/dl
g/dl
g/dl
u/L
u/L
u/L
u/L
uIU/mL
Pmol/l
34,70
61
Kol. Total
HDL_D
LDL-L
Triglycerid
Hs-CRP
Reitz serum
187
47
110
147
16,5
Positif BTA terlihat
<200
34-87
79-186
< 150
<8,5
Negatif
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
Mg/l
-
BI +2, MI 2 %
: 1.0012
: 7.0
: negatif
: negatif
: negatif
: normal
: negatif
: normal
: negatif
: negatif
: 2,3 /ul (3/LPB)
: 3,7/ul (43/LPB)
: 0-1/LPB
:: 0-1/LPB
:0
: 0-1/LPK
: - /LPK
: 1,1/ul
: 0,0
: 0/ul
: 0,0
: 21,6 mS/cm
:-
62
2.
3.
Neuropati DM
4.
NPDR ringan
5.
6.
Dislipidemia
7.
8.
9.
Morbus hansen multi basiler tipe LL relaps dengan reaksi eritema nodusum
leprosum ( ENL ) dependent steroid dengan impetigo
Captopril 3x25 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 0-0-0-100 mg
Omeprazole 2x1
Sucralfat 3xCII
Vitamin C 3x1
63
Mecobalamin 3x500mg
Ofloxacin 400mg / hr
Siklosporin 1x50mg
Urea 10% cr
Fisioterapi
Ip.Mx : GDP, GD2PP, HBA1C, profil lipid, BB, lingkar perut, tekanan darah, reaksi
ENL, fungsi jantung, osteoporosis, kemungkinan fraktur patologis, keluhan GIT
.
Ip.Ex : Penjelasan mengenai penyakitnya dan penatalaksanaanya
Plan
:-
64
65
66
PEMBAHASAN
A. Hubungan DM dengan Penyakit Infeksi
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit/gangguan metabolik yang
berhubungan dengan fenotip hiperglikemia kronis, beberapa tipe DM disebabkan oleh
interaksi genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah kelompok gangguan yang
67
heterogen dengan karakteristik berupa resisten insulin, gangguan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa.(Alvin C Powers, 2008)
Pada pasien diabetes mellitus (DM) terdapat angka kejadian infeksi tinggi.
Beberapa dari kejadian infeksi ini cenderung lebih berat dibandingkan dengan pasien
non diabetes. Dalam studi prospektif pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit, dari
1000 pasien rawat inap yang diteliti, 2/3 kejadian bakteriemia ditemukan pada pasien
dengan DM dan 1/3 pada pasien non DM. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
penurunan imunitas menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian infeksi pada pasien
DM.Pada sebuah studi tentang gambaran perbedaan imunitas pada pasien diabetes dan
non diabetes, didapatkan hasil sebagai berikut :
1.Imunitas bawaan :
1.1.Humoral
a).komplemen
Dalam sebuah penelitian terhadap 86 pasien DM (26%) memiliki serum (C4) di
bawah kisaran normal. Nilai C4 rendah tampaknya bukan merupakan imunitas
yang didapat, karena pada kembar identik nondiabetes juga memiliki konsentrasi
C4 di bawah normal, dan pengkodean gen C4 dihubungkan dengan antigen DR3
dan DR4. C4 yang berkurang mungkin merupakan imunitas bawaan, kekurangan
C4 terisolasi bukan merupakan faktor risiko untuk infeksi pada pasien
nondiabetes, dengan demikian tampaknya C4 tidak memainkan peran penting
dalam peningkatan risiko infeksi pada DM.
b).sitokin
Pada studi dengan menggunakan darah lengkap, peripheral blood mononuclear
cells (PBMCs) dan monosit terisolasi dari penderita diabetes yang dibagi ke
dalam kelompok studi dengan dan tanpa stimulasi. Didapatkan hasil yaitu : pada
perlakuan tanpa stimulasi konsentrasi TNF-, IL- 6 , dan IL-8 terjadi
peningkatan pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol non diabetes.
Sedangkan pada perlakuan dengan stimulasi menunjukkan hasil sebagai berikut;
sekresi IL-1 dari PBMC dalam merespon lipopolisakarida (LPS) mengalami
penurunan pada diabetes, sedangkan TNF- memiliki respon yang sama seperti
dalam kontrol. Dalam studi lain menunjukkan monosit pada pasien DM secara
signifikan lebih rendah kadar IL-1 dan IL-6, tapi tetap tidak ada perbedaan
68
sekresi
sitokin
lebih
rendah
setelah
yang
stimulasi.
Substansi lain yang mungkin ikut berperan dalam sekresi sitokin adalah AGEs,
yang merupakan produk dari glukosa dan residu lisin atau arginin. Penelitian
menunjukkan bahwa pengikatan AGEs pada sel-sel non diabetes tanpa stimulasi,
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi sitokin. Dengan demikian
peningkatan AGEs pada penderita diabetes akan meningkatkan sekresi sitokin
basal yang meningkatkan resiko infeksi pada pasien DM.
c).hiperglikemia/glukosuria
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan virulensi mikroorganisme tertentu.
Misalnya Candida albicans, yang mengekspresikan protein permukaan yang
memiliki homolog dengan reseptor complemen faktor 3b (CR3). Biasanya,
opsonisasi mikroorganisme terjadi karena adanya komplemen faktor 3b (C3b).
Dalam keadaan hiperglikemia, ekspresi reseptor protein seperti C. albicans
meningkat. Contoh lain adalah keadaan glukosuria dapat meningkatkan
pertumbuhan strain bakteri Escherichia coli, yang mungkin memainkan peran
dalam peningkatan kejadian infeksi saluran kemih pada penderita diabetes.
1.2.selular
a.kemotaksis
Respon kemotaksis secara signifikan lebih rendah ditemukan pada PMNs pasien
diabetes
berbeda dari PMNs dan perbedaan dalam karakteristik pasien dalam studi yang
disebutkan di atas dapat menjelaskan hasil : bahwa ditemukan korelasi antara
konsentrasi glukosa atau hemoglobin A1C (HbA1c, yang merupakan penanda
serum untuk regulasi DM) dengan respon kemotaksis, studi lain juga
menunjukkan pengurangan lebih lanjut dalam kemotaksis pada pasien dengan
69
dari
DM
mengarah
ke
fungsi
fagocytotis
yang
meningkat
d. Kemampuan Oxidative
Chemiluminescence (CL) sesuai dengan emisi cahaya langsung atau tidak
langsung yang dihasilkan dalam proses reaksi kimia. Fenomena ini sering
digunakan untuk mengevaluasi potensi oksidatif PMNs, sebuah proses di mana
radikal bebas disintesis pada awal proses fagocytotis. CL berkorelasi baik
70
71
Adherence
(Suzanne E.G,2006).
72
telah
bergeser
ke
arah
abses
psoas
primer
terjadi
pada
pasien
immunocompromised, seperti yang menjalani terapi kanker atau pasien dengan infeksi
HIV, diabetes mellitus, serta pengguna narkoba. Jumlah temuan kasus abses psoas
tampaknya baru-baru ini meningkat, kemungkinan karena penggunaan teknik imaging
yang lebih baik sehingga diagnosa lebih tepat. Beberapa studi telah melaporkan bahwa
primer abses psoas terjadi lebih sering pada kelompok usia yang lebih muda, mungkin
karena tingginya tingkat pengguna narkoba suntikan dan infeksi HIV di kelompok usia
73
ini, sedangkan abses psoas sekunder sering terjadi pada kelompok usia yang lebih tua.
Tidak ada kecenderungan gender untuk abses psoas.
Patogenesis Otot psoas disuplai oleh darah vena dari tulang belakang. Otot psoas
memanjang dari tulang dada ke-12 ke vertebra lumbar ke-5 ke trokanter minor dari
femur. psoas ini juga berdekatan dengan struktur intraabdominal, termasuk usus besar,
usus buntu, terminal ileum, jejunum, ureter, pelvis ginjal, dan pankreas, maka, sangat
rentan terhadap infeksi. Abses psoas sekunder berkembang sebagai akibat penyebaran
infeksi dari struktur berdekatan, seperti infeksi vertebral dari osteomielitis
Staphylokokus aureus atau penyakit Pott karena M. tuberculosis. Sumber lain mungkin
dari intraabdominal, paling sering pencernaan, yang mencakup penyakit Crohn,
kanker, radang usus buntu, atau diverticulitis. Jarang, abses psoas dapat berkembang
dari hubungan terhadap infeksi genitourinari, seperti abses perinephric, infeksi dari
vagina, operasi cesarian, aborsi, atau hematoma retroperitoneal terinfeksi. Yang
terakhir
ini
mungkin
terjadi
dalam
kaitannya
dengan
sejarah
trauma.
Abses psoas Primer timbul dari bakteremia dan biasanya karena Staphylokokus
aureus. Kasus-kasus ini sering ditemukan di antara pengguna narkoba suntikan serta
orang immunocompromised. Populasi pasien lain yang muncul pada risiko tinggi
untuk abses psoas termasuk penderita diabetes, orang tua, immunocompromised, dan
pecandu alkohol. Diabetes melitus menyebabkan beberapa kelainan didalam sistem
pertahanan tubuh yang memungkinkan peningkatan risiko tinggi terkena infeksi yang
lainnya. Adapun kelainan tersebut termasuk kelainan imunologi seperti kegagalan migrasi,
intracellular killing, fagositosis dan kemotaksis pada leukosit polymorphonuclear, serta
melemahkan mekanisme pertahanan alamiah lokal, baik intrinsik maupun ektrinsik,
sehingga pasien DM lebih rentan terhadap infeksi. (Nancy F,2008).
Etiologi
Staphylococcus aureus adalah kuman patogen pada 80% kasus abses psoas
primer, penyebab yang lain termasuk Serratia s marcescen, Pseudomonas aeruginosa,
Haemophilus aphrophilus, dan Proteus mirabilis. Sedangkan abses psoas sekunder
biasanya disebabkan oleh bakteri enterik. Dalam hal ini termasuk Escherichia coli,
Streptococcus sp, Enterobacter sp, dan Salmonella enteritidis. Staphylococcus aureus
resisten methicillin juga merupakan patogen yang cukup dikenal. Mycobacterium
74
tuberculosis sebagai penyebab abses psoas saat ini jarang terjadi di Amerika Serikat.
Di tingkat dunia tuberkulosis masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai, dan
merupakan penyebab penting abses psoas. Mycobakterium non tuberculosis juga
penting, sebagaimana dibuktikan oleh laporan kasus baru-baru ini dimana abses psoas
dapat disebabkan oleh M kansasii dan M xenopi.(B.Taiwo, 2010)
Diagnosa
Gejala yang timbul sering tidak spesifik. Seperti demam, nyeri panggul, sakit
perut, atau lemas. Karena persarafan dari otot psoas oleh L2, L3, dan L4, sehingga nyeri
akibat peradangan pada lokasi ini kadang dijalarkan sampai anterior pinggul dan paha.
Gejala lain adalah mual, malaise, dan penurunan berat badan. Pemeriksaan fisik yang
baik sangat penting untuk diagnosis segera abses psoas. Diagnosis dapat ditegakkan,
bila pasien berada pada posisi yang nyaman. Seperti posisi terlentang, dengan lutut agak
tertekuk dan pinggul agak dirotasikan eksternal. Abses psoas jarang dikaitkan dengan
massa subinguinal. Terdapat tanda-tanda peradangan pada abses musculus psoas,
dimana dokter seharusnya mencari setiap pasien yang diduga abses psoas. Musculus
psoas adalah fleksor hip primer. Dimana fleksi dan peregangan atau kontraksi dari
musculus psoas yang mengalami radang akan menimbulkan rasa nyeri/sakit. Uji
laboratorium sangat membantu dalam mengevaluasi pasien yang dicurigai abses psoas.
Leukositosis (jumlah rata-rata, 15.900 / mm
3),
(rata-rata, 90 mm / jam), dan peningkatan BUN. (30,5 mg / dL) dilaporkan pada 100%
pasien menurut Johns Hopkins. Ini bukan merupakan penemuan universal. Pyuria
kadang-kadang ditemukan. Untuk menunjang diagnosis selain klinis juga diperlukan
pemeriksaan radiologi seperti USG dan CT-scan. Setiap ada kecurigaan abses psoas,
diperlukan CT-scan yang sangat membantu untuk penegakkan diagnosis definitif.
Ultrasonografi dapat membantu diagnostik hanya 60% kasus abses psoas, sedangkan
CT-scan mampu 80% sampai 100%. Sedangkan MRI tidak memiliki peran dalam
mendiagnosis abses psoas, disamping biaya tinggi dan menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pasien.(B.Taiwo, 2010)
75
Terapi
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Adapun komplikasi kronik DM
meliputi ; 1.Makroangiopati (penyakit jantung koroner, penyakit cerebrovaskuler,
penyakit arteri perifer). 2.Mikroangiopati (retinopati diabetik, nefropati diabetik).
3.Neuropati ( neuropati perifer sampai terjadi ulkus diabetik/infeksi).
Kriteria pengendalian DM menurut PERKENI, 2006 adalah sebagai berikut :
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Parameter
GDP(mg/dl)
GD2PP(mg/dl)
A1C(%)
Kolesterol Total(mg/dl)
Kolesterol LDL(mg/dl)
Kolesterol HDL(mg/dl)
7.
8.
9.
Trigliserida(mg/dl)
IMT(kg/m2)
Tekanan darah(mg/dl)
Baik
80 - <100
80 - 144
< 6,5
< 200
< 100
P : >40, W :
>50
< 150
18,5 - < 23
130/80
Sedang
100 - 125
145 - 179
6,5 - 8
200 - 239
100 - 129
Buruk
126
180
>8
240
130
150 - 199
200
23 -25
> 25
>130-140 / >80- > 140/90
90
(PERKENI, 2006)
abses psoas primer, terapi antibiotik anti staphylococcal harus dimulai sebelum
diagnosis bakteriologis keluar . Namun, identifikasi organisme nonstaphylococcal pada
beberapa pasien dengan abses psoas primer dan identifikasi staphylococcus pada pasien
dengan abses psoas sekunder dalam semua kasus abses psoas untuk memulai
pengobatan dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologis. Cakupan meliputi organisme enteric staphylococcal, dimana antibiotik
seperti Clindamisin, Penisilin antistaphyloccocal, dan Aminoglikosida mungkin dapat
digunakan. Drainase abses dapat dilakukan melalui drainase perkutan. Tetapi drainase
perkutan kurang invasif dan efektif untuk membersihkan abses psoas. Secara teknis
sama dengan drainase bedah, dan telah dianjurkan sebagai metode drainase pilihan.
Drainase bedah mungkin ideal untuk pasien dengan penyakit Crohn's yang mendasari
atau penyakit pencernaan lainnya. Pada kasus tertentu, dilakukan operasi tunggal untuk
mengeringkan abses dan usus yang terinfeksi dilakukan reseksi. Seorang pasien kadang
akan memerlukan beberapa operasi
membersihkan abses. Drainase Abses perlu dilanjutkan sampai rongga abses bersih dan
ada bukti perbaikan klinis. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan
pemulihan klinis termasuk penurunan suhu badan sampai tingkat normal dan
normalisasi leukosit count (WBC), serta perbaikan subjektif. Durasi terapi antibiotik
harus individual. Antibiotik kadang-kadang diteruskan sampai 2 minggu setelah
drainase abses lengkap.(B.Taiwo, 2010)
77
Infeksi ini juga merupakan penyakit infeksi bakterial tersering yang didapat pada praktek
umum dan bertanggung jawab terhadap morbiditas khususnya pada wanita dalam kelompok
usia seksual aktif. Dikatakan juga bahwa ISK merupakan penyebab utama sepsis gram
negatif pada penderita yang dirawat dirumah sakit. Gambaran klinis ISK bervariasi mulai
dari asimtomatik, uretritis, sistitis, pielonepritis sampai sepsis (Gupta K, 2005).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang diderita oleh 16 juta
orang di Amerika Serikat yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ISK.
Diabetes melitus menyebabkan beberapa kelainan didalam sistem pertahanan tubuh yang
memungkinkan peningkatan risiko tinggi terkena infeksi yang lainnya. Adapun kelainan
tersebut termasuk kelainan imunologi seperti kegagalan migrasi, intracellular killing,
fagositosis dan kemotaksis pada leukosit polymorphonuclear, serta melemahkan mekanisme
pertahanan alamiah lokal, baik intrinsik maupun ektrinsik, sehingga pasien DM lebih rentan
terhadap infeksi. Konsentrasi glukosa yang tinggi didalam urine juga merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen (Boyko EJ, 2005).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini karena anatomi saluran kemihnya yang
lebih pendek dan terbuka daripada pria. Insidennya meningkat terutama pada usia
menopause karena pengaruh hormonal, terjadinya prolaps dan turunnya rahim atau kandung
kemih. Infeksi saluran kemih merupakan masalah klinis umum pada penderita DM, oleh
karena penderita DM mempunyai kemungkinan menderita ISK lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita tidak menderita DM dan juga menderita infeksi yang lebih berat, yang
akan meningkatkan risiko untuk masuk rumah sakit (Harding GK, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Boyko dkk mendapatkan wanita DM tipe 2 dengan
bakteriuri asimtomatik setelah dilakukan pemantauan selama 18 bulan mengalami
peningkatan risiko mendapatkan ISK sebanyak 34% dibandingkan dengan wanita yang
tidak mengalami DM sebesar 19% (Boyko EJ, 2005).
Oleh karena meningkatnya prevalensi ISK dan bakteriuri asimtomatik pada
penderita DM dibandingkan penderita tanpa DM dan juga seringnya komplikasi ISK seperti
abses ginjal, nekrosis papil ginjal, dan bakterimia pada penderita DM, serta besarnya
kejadian bakteria asimtomatik yang mendahului simtomatik ISK pada penderita DM , maka
penting meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah kejadian ISK dan komplikasi yang
lebih berat terjadi pada penderita DM.( Made A,Ketut S, 2007)
Diagnosis
Anamnesa : ISK bawah : disuria terminal, polakisuria, nyeri supra pubik.
78
79
oleh penyakit yang mendasari anemia penyakit kronis melalui infiltrasi sel TNF ke
sumsum tulang atau dari mikroorganisme, seperti yang terlihat dalam Human
Immunodeficiency Virus (HIV) infeksi, hepatitis C, dan malaria. Selain itu, sel-sel
tumor dapat menghasilkan proinflamasi sitokin dan radikal bebas yang merusak sel-sel
progenitor erythroid. Adanya perdarahan, kekurangan vitamin (misalnya, dari
cobalamin dan asam folat), hipersplenisme, autoimun hemolisis, disfungsi ginjal, dan
intervensi radio dan kemoterapi sendiri juga dapat memperburuk anemia. Disregulasi
homeostasis besi sebuah tanda anemia penyakit kronis adalah pengembangan dari
gangguan besi homeostasis, dengan retensi besi dalam sel dari retikuloendotelial sistem
yang meningkat. Hal ini menyebabkan pengalihan besi dari sirkulasi ke penyimpanan
sistem retikuloendotelial, sehingga eritropoetin untuk eritropoiesis besi-terbatas.
Dalam peradangan kronis, retensi besi oleh makrofag yang paling menonjol
terjadi melalui erythrophagocytosis dan impor transmembran besi ferrous oleh protein
divalen metal transporter 1 (DMT1). Mekanisme patofisiologi yang Mendasari Anemia
Penyakit kronis adalah : adanya invasi mikroorganisme, munculnya sel ganas, atau
disregulasi autoimun menyebabkan aktivasi sel T (CD3 +) dan monosit. Sel-sel ini
menyebabkan mekanisme efektor kekebalan tubuh, sehingga memproduksi sitokin
seperti interferon (Dari sel T) dan tumor necrosis factor sebuah (TNFa ), Interleukin-1,
interleukin- 6, dan interleukin-10 (dari monosit atau makrofag). Interleukin-6
lipopolisakarida merangsang ekspresi fase-akut protein hepcidin dari hati, yang
menghambat penyerapan duodenum dari besi. Interferon, lipopolisakarida, atau
keduanya meningkatkan ekspresi transporter logam divalen 1 pada makrofag dan
merangsang penyerapan besi (Fe 2). Interleukin-10 meningkatkan ekspresi reseptor
transferin dan memediasi penyerapan besi ke monosit. Selain itu, makrofag yang
diaktifkan memfagositosis eritrosit tua untuk daur ulang besi, suatu proses yang
selanjutnya diinduksi oleh TNF yang merusak eritrosit dan menstimulasi fagositosis.
Interferon, dan lipopolisakarida mengatur ekspresi transporter makrofag besi ferroportin
1, sehingga menghambat transport besi dari makrofag, suatu proses yang juga
dipengaruhi oleh hepcidin. Pada saat yang sama, TNF, Interleukin- 1, interleukin-6,
dan interleukin-10 mendorong ekspresi feritin dan merangsang penyimpanan besi di
makrofag. Secara ringkas, mekanisme ini menyebabkan penurunan konsentrasi besi
sehingga ketersediaan besi untuk erythroid sel terbatas. Interferon, lipopolisakarida, dan
80
Kriteria anemia(Hb)
< 13 gr/dl
< 12 gr/dl
< 11 gr/dl
Etiologi
Anemia adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab :
1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2.Kehilangan darah dari tubuh (perdarahan)
3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya(hemolisis)
(Franklin, 2008)
Klasifikasi
1.Anemia Hipokromik Mikrositik
-anemia defisiensi besi
-thalasemia
-anemia penyakit kronis
-anemia sideroblastik
2.Anemia Normokromik Normositik
81
82
83
Dalam
pengamatan the Multiple Risk Factor Intervention Trial mendapatkan bahwa mortalitas
akibat Penyakit Kardiovaskular diantara pasien diabetes mencapai 4 kali lebih tinggi
daripada individu non DM dengan kadar kolesterol serum yang sama. Selanjutnya,
pasien2 diabetes dengan kadar kolesterol serum terendah, mempunyai angka kematian
yang lebih tinggi dibandingkan kelompok individu non DM yang mempunyai kadar
kolesterol tertinggi. Meningkatnya sifat aterogenisitas ini disebabkan karena adanya
pengaruh proses glikosilasi, oksidasi dan tingginya kandungan trigliserida didalam
lipoprotein. Glikosilasi LDL akan meningkatkan waktu paruhnya, sehingga bentuknya
84
menjadi lebih kecil dan padat serta lebih bersifat aterogenik. Bentuk ini lebih mudah
mengalami oksidasi serta lebih mudah diambil oleh makrofag untuk membentuk sel-sel
busa (foam cells). Glikosilasi HDL akan memperpendek waktu paruhnya dan
membentuk lebih banyak varian HDL3 yang kurang bersifat protektif dibandingkan
varian HDL2. Kemampuan HDL untuk mengangkut kolesterol dari jaringan perifer
kembali ke hati mengalami penurunan bila HDL banyak mengandung trigliserida.
Perbaikan kendali glukosa darah melalui perubahan gaya hidup atau dengan terapi
insulin dan OHO dapat menurunkan kadar trigliseridaa, meningkatkan kadar HDL,
mengurangi glikosilasi lipoprotein dan menurunkan kandungan trigliseridaa didalam
lipoprotein. (Ramprasad G, Frederick F, 2007)
Tabel : Batasan kadar lipid dalam darah
Komponen Lipid
Kolesterol total
Kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Trigliserida
Batasan(mg/dl)
< 200
200-239
240
< 100
100-129
130-159
160-189
190
< 40
60
< 150
150-199
200-499
500
Klasifikasi
Yang diinginkan
Batas tinggi
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Batas tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
Normal
Batas tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
(Adam, 2006)
Diagnosa Dislipidemia
Untuk menegakkan diagnosa dislipidemia perlu dilakukan pemeriksaan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan kolesterol HDL dalam darah. Sampel
darah diambil dari vena.(Adam, 2006)
Pemeriksaan kolesterol :
-Untuk pemeriksaan kolestero(lipid) lengkap diperlukan puasa 12 jam
-Untuk pemeriksaan kolesterol total saja tidak diperlukan puasa.
-Untuk pemeriksaan kolesterol LDL secara direk, tidak diperlukan puasa
(Adam, 2006)
85
86
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J MF.2006.Dislipidemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
ke empat. Editor: Suyono S, Waspadji S, dkk. Jakarta: Balai Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.Hal:1926-1931.
Alvin C.Powers, 2008. Diabetes Mellitus in Harrisons Principles of Internal
Medicine. Hal 2275-2276
Ashley M. Shilling, 2008. The effects of hyperglycemia on the
immune system. Taken with permission from Mauermann WJ,
Nermergut EC. Anesthesiologists role in the prevention of surgical
site infection. Anesthesiology 2006; 105(2):413-421
Boyko EJ, Fihn SD, Scholes D, Abraham L, Monsey B, 2005. Risk of symptomatic
urinary tract infection and asymptomatic bacteriuria among a cohort of diabetic and
non-diabetic post-menopausal women: a prospective study.
Am J
Epidemiol;161(6):557-564
Bakta, 2006. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Editor : Aru W Sudoyo dkk, jilid II, Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Hal : 632-636.
Franklin B. H, 2008. Anemia dalam Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
Volume 1. Editor : Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, SpPD-KE, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal : 258-362.
87
Introduction
88
89