Anda di halaman 1dari 4

CERPEN

DONGENG JEMARI BISU


Mufti Fauzi

Malam semakin larut, wajah awan yang semakin sendu menyuruhku segera
beranjak dari teras. Kulihat lagi bintang yang menggoda dengan kerlap-kerlipnya,
Bagai seorang gadis yang mengedipkan sebelah mata, centil. Entah kenapa aku enggan
meninggalkan malam ini. Kulirik jam tangan, Pukul 00.00 WIB. Kulihat langit lagi,
tampak bulan yang sedang menggoda dengan seribu cahaya. Ku masuk kedalam rumah
lalu mengunci pintu dan merebahkan punggungku di sofa.
Mataku terlelap, aku tidak tau apakah aku sudah memasuki alam relaksasi atau
belum. Namun aku sadari ada beberapa orang yang sedang yang ribut membicarakan
sesuatu.
“ Ah ini mimpi ” aku bangun sambil mengusap wajah. Saat kucoba
memejamkan mata lagi, suara itu semakin terdengar keras. Seperti suara seekor nyamuk
lapar yang siap memangsa buruanya. Dan tak jauh seperti suara pedagang yang
menawarkan dagangannya dipasar, Bising. Kukira ada beberapa orang yang sedang
meronda, Anehnya setiap kucari sumber suara tak ada satu orang pun yang sedang
berbincang. aku tak bisa tidur, akhirnya kuputuskan mendengar apa yang mereka
bicarakan.
“Manusia itu sebenarnya siapa ?”
“ nggak tau, bosan aku membicarakan tentang manusia”
“Mungkin manusia itu sejenis syetan atau iblis ?”
“Bodoh! Syetan ya syetan, Iblis ya Iblis dan manusia, ya….apa ya? Yang jelas
bukan sejenis syetan dan iblis.
“Lalu apa dong ? soalnya ada sebagian orang yang mengikuti langkah syetan
dan menjadi hambanya.”
“sstss…, diam! orang tidur itu mau bangun”

Kubuka mata, tak ada siapa-siapa. Tapi aku bisa dengar intisari diskusi mereka,
manusia dan syetan. Sedikit mistis tapi menarik. Tetap ingin kuremas bibir mereka,
menganggu tidurku.
***

1
“Setiap malam yang berganti, kata kerinduan selalu hadir. Pernah suatu malam,
entah malam apa itu, aku duduk diteras langit dan mengadukan tentang batu-batu
kehidupan, angin topan dan hujan badai. Mereka seakan-akan menjadi roh jahat bagi
sebagian orang. Memang, makhluk hidup pintar mengadu dan kaupun tau yang
mengadu adalah Mahluk yang lemah. Dan salah satu makhluk yang lemah adalah
manusia. Namun aku heran dari kelemahan manusia, selalu saja ingin melebihkan
dirinya sendiri dan menendang orang lain”.
“Sstss…,diam! Sudah malam. Waktunya mengunci mulut kalian” Tegur jari
tengah. Dia adalah jari tertinggi diantara kelima jari, karena itu ia dijadikan pemimpin
oleh jari yang lain. Sayangnya kebijakan yang diberikan sang Pemimpin tak pernah
didengar. Kasian.
“ Bisakah kamu membiarkan kami berbicara? Kau kan tau, dimalam hari kami
mendongeng tentang orang-orang yang bisu. Kau memang pemimpin, tapi bukan
berarti kau lepas dari kesalahan. Dan kami harap kau jangan malu bila kebenaran
datang padamu” tegas telunjuk
“Aku hanya mengingatkanmu. Seharusnya aku yang berkata seperti itu. Ingin
sekali kucekik lehermu, tak sopan.”

Suasana hening, mata tajam saling memandang.


“ Kita hanyalah sebuah jari yang menempati satu posisi kehidupan. Kita
berbicara ketika orang yang memiliki kita tidur. Dan kita bersendau gurau ketika
mereka tak sadarkan diri. Lantas hanya ini yang bisa kita lakukan ?” Jari manis
membuyarkan keheningan.
“Oh, Jari manis dan anggun, entah apa yang kau bicarakan. Kau harus tau siapa
dirimu. Kau mau apa, Mau berubah? Mustahil, kita takkan bisa merubah diri kita”
“ Itulah kelemahan kita, belum apa-apa sudah membunuh diri. Kita percaya
bahwa satu tepukan bisa menggema, kita percaya satu tamparan bisa membuat kupu-
kupu ditaman mati, dan kau takkan memalingkan wajahmu pada kilauan sebuah
mutiara. Namun, perkataanmu membuat kamu tak punya apa-apa”
“ Sudah, sudah !!Berisik!. aku lapar, aku lapar.” Teriak kelingking.
“Hei bocah kecil, kau hanya mengurusi perutmu. Kami juga lapar. Tahan rasa
laparmu. Banyak jemari lain yang lebih lapar dari kita”
“AAAAaaa…” teriak kelingking dengan keras.

2
***
Apa yang sebenarnya terjadi, selalu sada suara-suara yang misterius. Apakah
suara Genderowo yang butuh wadal atau suara hatiku yang galau. Apa mungkin
semenjak peristiwa tiga tahun yang lalu, ketika aku menjadi manusia yang utuh dan
selalu mengerjakan titah Tuhan, duduk bersimpuh manis mengharap iba Tuhan. Setiap
hari, setiap waktu embun pagi seolah-olah selalu ada didaun hati. Cahaya mentari tak
pernah bosan menghangatkan hati yang sepi, dan semua hal terindah menjadi surga
bagi para perindu Dia.
Perempuan dengan sejuta kata, begitu luluhnya aku ketika dia mengurai air
mata. Dan Ketenangan itu menjadi sirna, bagai debu tertiup angin. Dia datang dengan
sejuta warna. Tapi aku tau dia mempunyai satu warna, Hitam. Tak disangka, tinta hitam
muncul dipelupuk matanya, dan menyembur mataku. Kini aku “ Buta”.
Begitulah sebab tuhanku hilang. Dan sekarang tinggal retakan-retakan kaca hati
yang tersisa
***
“ Dia menangis” Jemari saling berbisik
“Apa karena kita ?”
“Bukan. Dia menangis karena ingat masa lalunya” jawab jari manis
“Masa lalu kok ditangisin” seloroh kelingking
“Seperti itulah masa lalu, selalu menjadi sebuah tangisan. Baik itu kesedihan
maupun kebahagiaan. Kadang ia menjadi sungai yang jernih, kadang menjadi selokan.
Dia adalah cermin yang tidak harus selalu kita tatap dan pakaian yang tidak selalu kita
pakai.”
“Kau terlalu berfilsafat, aku tak mengerti.”
“Ssstss..manusia itu berdoa”
Tuhan, wujudku dan kelemahanku bagai tinta air. Menggores, menulis dan
menggambar tapi tak berbekas. Aku berjalan bagai tak berkaki, berucap bagai orang
yang bisu. Sendi-sendi hati serasa keropos dan tatapan mata seperti orang buta. Dimana
kulabuhkan segala godaan syurga.
***
“Ha..ha.., kasian sekali. Meminta sesuatu tapi diam. Manusia bodoh!” ungkap
jari manis

3
“Suatu saat jawaban Tuhan akan datang padamu, lihatlah jawabannya di tetesan
embun. Temukan jawabannya pada kicauan burung dan rasakan jawabannya ketika
kamu bercermin. Dan apapun yang kau lakukan selalu ada jawaban-Nya”
“Hei, hei, Lihat!! Dia membawa kapak untuk apa ya? “
“Mungkin untuk menebang pohon”
“tidak mungkin. Dia tidak pernah membelah kayu”
“O, tidak. Kita akan mati…”
“Cret, CRak,CRAk”
Darah mengalir, seorang mayat lelaki tergeletak dilantai dengan jari tangan
terpotong-potong.

Anda mungkin juga menyukai