Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antihipertensi
2.1.1 Definisi
Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk mengobati
hipertensi.14 Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke
maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari
modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi
konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolahraga.15,16
Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah
sistolik 140/90 mmHg . Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun
ditemukan
bukti
adanya
kerusakan
organ
tubuh
yang
parah
(seperti
6
Universitas Sumatera Utara
adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari) diharapkan tekanan
darah di bawah 150/75 mmHg.15
Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni 17,18 :
1.
lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3.
hipertensi maternal.
2.1.3 Klasifikasi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik
(-blocker),
penghambat
angiotensin
converting
enzyme
(ACE-inhibitor),
kerja
Diuretik
menurunkan
tekanan
darah
dengan
menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap
yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang
menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah
9
2.1.3.4 Penghambat Reseptor Angiotensin
Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1).
Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali
tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin.
20
10
paling sering terjadi, tetapi oedema larynx adalah yang paling serius karena
berpotensi menghambat jalan nafas.2
Efek samping obat obatan antihipertensi pada rongga mulut adalah
xerostomia, reaksi likenoid, pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang
parah, penyembuhan luka yang tertunda.1,2,9,21,22 Sedangkan efek samping yang
sistemik yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi, batuk, pusing, mengantuk,
letih, frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya konsentrasi, disfungsi seksual
dan rasa tidak enak pada perut.4
2.2 Xerostomia
2.2.1 Definisi
Xerostomia yang sering dikenal sebagai mulut kering adalah gejala umum
yang paling sering disebabkan akibat penurunan jumlah saliva atau terjadinya
perubahan pada kualitas saliva.7 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek
samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat.
Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar
saliva.21
2.2.2 Etiologi
Faktor penyebab timbulnya xerostomia:
1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang
11
mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva.
Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis.
Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kistakista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan
penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian
mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjgren merupakan penyakit autoimun
jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel
asini kelenjar
infiltrasi limfosit
sehingga sekresinya
berkurang.7,8,23,24
2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh
keadaan - keadaan fisiologis.23 Pada saat berolahraga dan berbicara yang lama dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas
melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.7,24 Gangguan
emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut
kering.22,24 Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya
pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik
yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.24
3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi
saliva.7,8,22,23 Prinsip dasar dari obat obatan yang menyebabkan xerostomia adalah
antikolinergik dan aksi simpatomimetik, adapun obat obatan yang paling sering
menyebabkan xerostomia adalah antidepresan, antipsikotopik, benzodiazepine,
atropinik, -blocker, dan antihistamin.2,3,8,22,23 Obat-obat tersebut mempengaruhi
12
aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung
beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat
secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan
dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.24
4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut.8,24 Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan
pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging.
Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus
intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah
aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan
obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan
pengaruh mulut kering pada usia lanjut.8,22,24
5. Keadaan-keadaan lain: Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi,
tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir.
Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva. Kelainan
syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan
hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus,
atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi
saliva.24 Belakangan telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami
mulut kering sebab terapi radiasi untuk mengurangi ketidaknyamanan pada sarkoma
13
kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva.8,24
14
Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting,
suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk
memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu.
Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk
mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah
ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan didalam mulut
pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting (metode yang digunakan Nederfords
sesuai dengan metode standard Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva
untuk tergenang di dalam mulut dan meludahkan kedalam suatu tabung setiap 60
detik selama 2-5 menit.27
Untuk mengukur saliva murni maka tidak diperkenankan makan dan minum
dalam kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva.25 Laju
aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated
salivary flow rate) dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow
rate). Laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) <0,1
ml/min dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate) <1,0
ml/min adalah merupakan indikasi xerostomia.27
2.3
15
Adapun penelitian yang dilakukan Nederfors, 1994 tentang hubungan adenoreseptor terhadap sekresi saliva menunjukkan adanya pengurangan laju aliran
saliva akibat penggunaan obat. Hal ini terjadi akibat perubahan pada sel asini dimana
kalsium disekresi mengubah konsentrasi kelenjar saliva menjadi lebih tinggi dan
adanya perubahan osmotik yang mengakibatkan penurunan laju alir saliva.9
Penelitian lain yang dilakukan Nederfors, 1995 tentang hubungan Kaptopril
terhadap sekresi saliva menunjukkan bahwa adanya peningkatan laju aliran saliva
baik yang distimulasi maupun tidak. Pada penelitian ini ditemukan kontroversi bahwa
yang terjadi adalah sebaliknya peningkatan dari laju alir saliva. Penyebabnya adalah
dari segi farmakodinamik seperti sistem renin-angiotensin yang berperan penting
dalam
regulasi
hemostasis
vasokontriksi arteri
kardiovaskuler.
Angiotensin
II
mengakibatkan
16
dari resistensi perifer total. Kemudian resistensi perifer total berkurang yang
mengakibatkan peningkatan curah jantung, penurunan dari resistensi perifer total
dijelaskan sebagai perubahan struktural dari resistensi arteri. Jadi, penurunan tekanan
darah yang terjadi dengan mengonsumsi obat ini diperkirakan akibat pengurangan
aktivitas saraf simpatis pada resistensi arteri. Hal ini menunjukkan perubahan yang
serupa pada saraf simpatis yang terjadi di dalam kelenjar saliva.11,22
17
2.4
Kerangka Teori
Antihipertensi
Diuretik
Penyekat
reseptor
beta
adrenergik
(-blocker)
Penghambat
angiotensin
converting
enzyme
(ACEinhibitor)
penghambat
reseptor
angiotensin
(Angiotensin
-receptor
blocker,
ARB)
Antagonis
kalsium
Efek Samping
Xerostomia