Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM POLITIK AGRARIA

HAK ATAS TANAH

Disusun oleh :
1. Farry Primandita
2. Khadijah Khairunnisa
3. Rochana Apriyanti

H0413016
H0413020
H0413040

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2016

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh
masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya
diwilayah pedesaan diluar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum adat tak tertulis
baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan
perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik bersama
masyarakat adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui
penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai
dikenal didalam sistem pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung
didalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang
seiring kedatangan colonial Belanda pada abad ke tujuh belas yang membawa
konsep hukum pertanahan mereka.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan
menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum
Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum
pertanahan colonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat
perorangan adalah tanah dibawah penguasaan Negara. Hak individual atas
tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada
hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah diperkotaan
dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi
pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.
Persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah
tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang
amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja
sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada
akhirnya tempat manusia berkubur. Sebagaimana diketahui sebelum
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat

hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat


disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut
hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional
(UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun
tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui
lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih saja ada masalah yang
lingkupnya pada hak atas tanah, seharusnya ada suatu peraturan yang
menjelaskan lebih jelas dan mengikat mengenai hak atas tanah. Undangundang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan diundangkan
agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum
kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah?
2. Apa saja yang termasuk Jenis-jenis Hak Atas Tanah?
3. Bagaimanakah Proses Pencabutan Hak Atas Tanah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Pembuatan makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini memiliki tujuan yang
ingin dicapai, yaitu :
1. Agar kita dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan Hak Atas
Tanah
2. Agar kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam Hak Atas
Tanah
3. Agar kita mengetahui bagaimana pencabutan Hak Atas Tanah

II.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA


Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945 dikaatakan bahwa bumi air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara. Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara termasuk dalam UUPA
pasal 1 ayat 2 memberi wewenang kepada negara untuk: mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan memelihara
bumi, air dan luar angkasa tersebut menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air daan ruang angkasa
atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud pasal 2 sebagai
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut
tanah, yang diberikan kepada dan dimiliki oleh orang-orang baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, serta badan-badan humum (UUPA,
pasal 4 ayat 1). Pasal ini memberikan kewenangan untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi,air dan ruang angkasa
yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dan peraturan-peraturran hukum lain yang lebih tinggi.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas
tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
yang menjadi haknya.
Hakhak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16, pasal
53 UUPA, antara lain:
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha

3. Hak Guna Bangunan


4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
6. Hak Membuka Tanah
7. Hak Memungut Hasil Hutan
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.
Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang
sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan
hak memungut hasil hutan karena hakhak itu tidak memberi wewenang
untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak
tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah
hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat.
Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak
ulayat. Selain hakhak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga
lembagalembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah
Nasional diberi sifat sementara. Hakhak yang dimaksud antara lain :
1. Hak gadai,
2. Hak usaha bagi hasil,
3. Hak menumpang,
4. Hak sewa untuk usaha pertanian.
Hakhak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya
akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hakhak tersebut
menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan
ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai

dengan asasasas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak
hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan
bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri
secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut
digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang
hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hakhak atas tanah dengan
eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA
menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan
dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat
hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah
si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar
kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai
oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari
penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner,
pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan
warisan

budaya

masyarakat

Indonesia

yang

masih

rentan

dengan

pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan


tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenangwenang dan
mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai
dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir
pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari
Indonesia. Pada Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang
sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai
hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya.

B. Jenis-Jenis Hukum Atas Tanh


Dalam UUPA, hakhak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
1) Hak Milik
Hak milik diatur didalam pasal 20-27 UUPA.
Berikut adalah karakteristik Hak Milik:
a. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain atau
siapa saja dan dapat didirikan Hak guna bangunan diatasnya
b. Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik
dan Badan hukum tertentu ( PP No. 38 tahun 1963) yaitu, badan
hukum perbankan negara, koperasi pertanian, dan usaha
sosial/keagamaan.
c. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (bank Negara,
perkumpulan koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan
social)
d. Hak milik bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh,
berfungsi sosial. Maksudnya adalah, turun temurun contohnya
dapat diwariskan, terkuat maksudnya dapat dipertahankan,
terpenuh maksudnya adalah tidak mengenal jangka waktu, dan
berfungsi sosial yaitu harus sesuai dengan sifat dan tujuannya
(pasal 6 UUPA).

e. Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan


Pemerintah, serta karena ketentuan undang-undang
f. Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan
setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang
kuat.
Berakhirnya suatu hak milik atas tanah yaitu dapat dengan cara :
a. Pencabutan hak
b. Melanggar prisip nasionalitas
c. Terlantar
d. Penyerahan secara sukarela
e. Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor
Dasar hak milik :
a. Konversi dari tanah-tanah eks-BW dan dari tanah eks-tanah adat
b. Dari hasil pengelolaan yang teruang dalam perjanjian pendirian hak tersebut
c. SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN
2) Hak Guna Usaha
Hak guna usaha diatur didalam pasal 28-34 UUPA, dan PP No. 40
tahun 1996. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian,

perikanan atau peternakan dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat


diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
(berdasarkan pasal 11 PP 40 Tahun 1996) Sesudah jangka waktu
dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan sekaligus 30 tahun diperbarui.
Berikut adalah Karakteristik Hak Guna Usaha:
a. Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25
hektar harus dikelola dengan investasi modal yang layak dengan
teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan
zaman.
b. Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
(WNI) berdasarkan prinsip azas nasionalitas
c. Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan
Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
d. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah
Tanah Negara
e. Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
f. Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan
setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang
kuat
g. Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan
Berakhirnya hak guna usaha atas tanah yaitu dapat dengan cara:
a.

Apabila waktunya berakhir

b.

Melanggar syarat pemberian

c.

Dilepas haknya,

d.

Dicabut haknya untuk kepentingan umum,

e.

Tanahnya musnah,

f.

Melanggar prinsip nasionalitas.


Dasar Hak Guna Usaha:
a. PMDN No 6 Tahun 1972
b. Peraturan kepala BPN No 16 Tahun 1990 sampai dengan 100 HA asal
tidak dengan fasilitas penanaman modal oleh Kanwil BPN ; diatas 100
HA oleh Kepala BPN (Pasal 2 s.d 18 PP No 40 Tahun 1996)

3) Hak Guna Bangunan


Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang
dapat berupa tanah Negara, tanah hak pengelolaan, tanah hak milik
orang lain dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 20 tahun. Setelah berakhir jangka waktu
dan perpanjangannya dapat diberikan pembaharuan baru Hak Guna
Bangunan di atas tanah yang sama.
Karakteristik Hak Guna Bangunan:
a. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain. (WNI) berdasarkan asas nasionalitas
b. Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia,
dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
c. Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah
d. Hak

Guna

Bangunan

setiap

peralihan,

hapusnya

dan

pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor


Pertanahan

setempat.

Pendaftaran

dimaksud

merupakan

pembuktian yang kuat


e. Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan
Berakhirnya hak guna bangunan:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir

c. Dilepas oleh pemegang hak,


d. Dicabut untuk kepentingan umum,
e. Ditelantarkan,
f. Tanah musnah,
g. Bukan WNI lagi (pasal 30 ayat 2 jo pasal 20 PP 40/ 1996
Dasar hak guna bangunan
1. PMDN 6/1972 sampai 2000m2 oleh kepala BPN ps 22 PP
40/1996
2. Hak pengelolaan Vide PMDN 1/77 jo PMDN 6/1972 jo ps
22 ayat (2) PP 40/1996
3. Konversi tanah ex adat
4. Kinversi tanah ex BW : hak eigendom, hak opstal, hak
erfacht
5. Karena perjanjian, pemilik HM dan seseorang untuk
menimbulkan hak guna bangunan
4) Hak Pakai
Hak

pakai

adalah

hak

untuk

menggunakan

dan/atau

memunguthasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara


atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban

yang

ditentukan

dalam

keputusan

pemberiannya olehpejabat yang berwenang memberikannya atau


dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa
sesuatu

atau

perjanjian

pengolahan

tanah,

segala

asaltidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-

ketentuan Undang-undang
Karakteristik Hak Pakai
a. Hak pakai dapat diberikan
-

Selama

jangka

waktu

yang

tertentu

atau

selama

tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu


-

Dengan pembayaran atau pemberian jasa pemberian hak


pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.

b. Yang dapat mempunyai hak pakai adalah


-

Warga Negara Indonesia


Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia.
c. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan
izin penjabat yang berwenang.
d. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada
pihak

lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang

bersangkutan.
Jenis dari Hak Pakai
a. Hak pakai keperdataan
Hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang
dikuasai negara/ tanah yang dikuasai seseorang dengan hak
milik. Dapat dialihkan ; dapat menjadi objek tanggungan

Subjeknya : WNI, Badan Hukum Indonesia, orang asing


penduduk Indonesia ( pasal 39 PP 40/ 1996), badan hukum asing
yang mempunyai manfaat bagi penduduk Indonesia dan badan
hukum asing yang ada ijin operasional
Berakhirnya hak : jangka waktu berakhir, tanah musnah, dicabut
untuk kepentingan umum, ditelantarkan
Jangka waktu :
-

Tidak jelas ( pasal 41-43 UUPA),

MDN 6/1972 = 10 tahun

Pasal 45 PP 40/ 1996 -25 tahun dengan perpanjangan 20


tahun

Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan


pembaharuan 25 tahun

b. Hak pakai khusus :


Hak milik mempergunakan tanh untuk pelaksanaan tugas yang
berasal dari tanah yang dikuasai negara. Tidak dapat dialihkan
dan tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan
Subjeknya ialah departemen, LPND, PEMDA, perwakilan
negara asing, lembaga keagamaan, dan lembaga sosial
(Lembaga pemerintah non departemen).
Berakhirnya hak yaitu jika tidak dapat dipergunakan lagi
kembali kepada negara.

Jangka waktu: Tidak terbatas selama masih dipergunakan (pasal


45 ayat 1 PP. 40 tahun 1996).
5) Hak Sewa Tanah Bangunan
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas
tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemilikna
sejumlah uang sebagai sewa.
Karakteristik Hak Sewa Tanah Bangunan
a. Dari penggunaan tanah milik orang lain (sewa) untuk
keperluan

bangunan,pembayaran

uang

sewa

dapat

dilakukan
-

Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu

Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam


pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.

b. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :


-

Warga negara Indonesia;

Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia


dan berkedudukan di Indonesia;

Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di


Indonesia.

2. Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :


1)Hak Gadai
Berasal dari hukum adat Jual Gadai, yaitu penyerahan sebidang
tanah oleh pemilik kepada pihak lain dengan membayar uang kepada
pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah itu akan dikemalikan
apabila pemilik mengembalikan uang kepada pemegang tanah. Hal
itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No.56/ Prp/ 1960
tentang penetapan luas tanah pertanian, pasal 7 : Barangsiapa
menguasai tanah pertanian dengan hak gadai, sudah berlangsung 7
tahun atau lebih, wajjib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya
dalam waktu sebulan stelah tanaman selesai dipanen. Dengan tidak
ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan.
2)Hak Usaha Bagi Hasil
Berasal dari hukum adat hak menggarap, yaitu hak seseorang untuk
mengusahakan pertanian diatas tanah milik orang lain dengan
perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi bagi kedua belah pihak
berdasarkan perjanjian. Diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun
1960 tentang perjanjian bagi hasil, Permenag No. 8 tahun 1964,
Inpres No.13 tahun 1980.
3)Hak Menumpang
yaitu hak yang mengizinkan seseorang untuk mendirikan serta untuk
menempati rumah diatas tanah pekarangan orang lain dengan tidak

membayar kepada pemilik pekarangan tersebut, seperti hak pakai,


tetapi sifatnya sangat lemah, karena setiap saat pemilik dapat
mengambil kembali tanahnya.
4)Hak Sewa Tanah Pertanian
Hak Sewa Tanah Pertanian, bersifat sementara karena berkaitan
dengan pasal 10 ayat 1 UUPA yang menghendaki setiap orang atau
badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian. Pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara
aktif dengan cara mencegah cara pemerasan.
C. Pencabutan Hak Atas Tanah
Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah
secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa
yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi
kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut
Undangundang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan
bendabenda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat
merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah
benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut,
pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum
dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar
pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan
Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah
yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan
besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding
pada pengadilan tinggi.

III.

PENUTUP

Dari pembahasan terkait Hak Atas Tanah dapat ditarik kesimpulan yaitu
1. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas
tanah tersebut. Di dalam pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah
akibat ketidaktahuan atau ketidakmengertian masyarakat terhadap hak-hak
atas tanah.
2. Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
1) Hak Milik
2) Hak Guna Usaha
3) Hak Guna BangunanHak Pakai
4) Hak Sewa Tanah BangunanHak Pengelolaan
Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :
1) Hak Gadai
2) Hak Usaha Bagi Hasil
3) Hak Menumpang
4) Hak Sewa Tanah Pertanian
3. Pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh
negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi
kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut
.

DAFTAR PUSTAKA
Harsono,Boedi,2008, Hukum Agraria Indonesia ,Himpunan Peraturan-peraturan
Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta
Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah pembentukan Undangundang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta
Perangin, Effendi, 1986, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai