Anda di halaman 1dari 2

Bab VI

Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan
Data yang diperoleh mengenai DBD di dunia, Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009,
WHO mencatat kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara adalah Indonesia. Provinsi di
Indonesia dengan angka insiden tertinggi pada tahun 2006 ialah DKI Jakarta dan
berdasarkan data surveilans DKI Jakarta pada tahun 2011 peringkat pertama insidens
DBD tertinggi ialah Jakarta Timur. Pada tahun 2014 di wilayah Jakarta Timur,
peringkat pertama kasus DBD tertinggi ialah kecamatan Duren Sawit dan pada tahun
2013 dan 2014, kelurahan Pondok Kelapa adalah peringkat pertama kasus DBD
terbanyak se-kecamatan Duren Sawit.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, didapatkan permasalahan komunitas
berupa kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) secara urut dari tingkat dunia sampai
tingkat kelurahan. Karena permasalahan di atas, penulis menyarankan intervensi berupa
pemanfaatan media audio sebagai upaya promotif untuk menurunkan kasus DBD.
Upaya promotif merupakan tingkat pencegahan penyakit yang paling atas menurut
Leavell dan Clark (1965), selain itu upaya promotif merupakan hal yang sangat penting
karena dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Dipilihnya media audio sebagai media promotif adalah
dikarenakan media audio merupakan media yang murah, pengoprasiannya relatif
mudah, peralatan yang mudah dijangkau masyarakat, sifatnya mudah untuk
dipindahkan, dapt diulang atau diputar kembali, dapat mengatasi keterbatasan ruang
dan waktu, dan rekaman dapat digandakan sehingga isi pesan dapat berada di tempat
lain secara bersamaan.
Berdasarkan hasil dan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan yaitu
Program Kunjungan Peserta Rujukan Pengguna BPJS dan Penggalangan Pemeriksaan
Sarang Nyamuk Mandiri adalah sebagai berikut
1. Warga banyak yang sudah mengerti apa itu DBD, akan tetapi pengetahuan
mengenai keberadaan jentik dan cara-cara penanggulangan akan hal(jentik)
tersebut masih sangat minim.
2. Hampir seluruh Peserta Rujukan yang menjadi sample peneliti sadar akan
Keberadaan Kader Jumantik,akan tetapi banyak warga yang menganggap
48

Pemeriksaan Jentik nyamuk yang dilakukan Tidak Penting atau bahkan


mengganggu, reaksi penolakan bisa beragam seperti

beralasan yang

menyatakan rumahnya tidak ada bak mandi dan tidak menggunakan


dispenser,sedang mau pergi keluar dengan buru-buru, bahkan tidak mau
membukaan pintu sama sekali.
3. Sebagian Kecil Warga menganggap FOGGING adalah jawaban utama dari
pencegahan kejadian DBD.
4. Pendataan ini Peneliti kira mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi
mengingat hasil dari kunjungan pertama dan kunjungan kedua memperlihatkan
penurunan keberadaan jentik, akan tetapi peneliti menyadari kekurangan akan
waktu sehingga evaluasi hanya bisa dilakukan satu kali
5. Untuk pengetahuan mengenai siklus, keberadaan ,dan penanggulangan jentik,
peneliti rasa cukup,dan peneliti juga berterima kasih akan keberadaan dokter
dokter Internsip sebelumnya yang bekerja sama dalam menanggulangi angka
kejadian DBD baik melauli spanduk, media suara, dan jumantik sekolah,karena
keberadaan mereka serta peran serta baik dari Puskesmas Kelurahan Pondok
Kelapa maupun Dari Kelurahan Pondok kelapa, dengan dibentuknya Kader
Jumantik, sangat membantu sekali dengan pengetahuan akan DBD
6.
6.2 Saran
o Puskesmas tetap melaksanakan upaya promotif dengan bekerjasama lintas
program seperti bekerjasama dengan petugas program promosi kesehatan atau
bekerjasama dengan para kader.
o Puskesmas melakukan follow up kepada petugas atau kader pelaksana kegiatan
o Puskesmas tetap menggalakkan program PSN-Jumantik.
o Peningkatan kerja sama lintas sektor antar petugas Puskesmas Kelurahan
Pondok Kelapa, Kelurahan Pondok Kelapa, dan Pengurus Kelurahan Pondok
Kelapa untuk mendapatkan dukungan baik berupa tenaga, dana, maupu sarana
untuk melaksanakan upaya promotif

49

Anda mungkin juga menyukai