Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Buah kelapa merupakan salah satu jenis produk hasil pertanian yang dapat

diolah untuk menghasilkan minyak. Minyak merupakan produk yang sangat


dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat sehingga pengolahan
berbagai macam produk pertanian untuk mendapatkan minyak semakin
ditingkatkan. Pengolahan buah kelapa menjadi minyak sudah banyak dilakukan
baik oleh industri besar maupun instri minyak rakyat. Namun yang menjadi
kendala adalah kualitas minyak yang dihasilkan masih sangatlan rendah.
Masyarakat pada umumnya masih melakukan pengolahan kelapa menjadi
minyak dengan memanaskan hasil ekstraksi santan kelapa segar sehingga minyak
yang dihasilkan menjadi kurang berkualitas. Upaya meningkatkan kualitas
minyak kelapa yang dihasilkan dilakukan dengan melakukan pengurangan kadar
air kopra sehingga didapat minyak yang lebih murni dan tidak tercampur air.
Pengurangan kadar air ini tentunya dilakukan dengan proses pengeringan kopra.
Pengeringan bahan pangan merupakan salah satu penanganan pascapanen
yang sangat penting. Pengeringan merupakan tahapan operasi rumit yang meliputi
perpindahan panas dan massa serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik
atau kimia, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan mutu hasil maupun
mekanisme perpindahan panas dan massa. Proses pengeringan dilakukan sampai
pada kadar air seimbang dengan keadaan udara atmosfir normal (Equilibrium
Moisture Content) atau pada batas tertentu sehingga aman disimpan dan tetap
memiliki mutu yang baik sampai ke tahap proses pengolahan berikutnya
(Widyotomo dan Mulato, 2005).
Selama proses pengeringan, tentunya dibutuhkan energi panas yang besar
untuk menguapkan kandungan air kopra. Terlebih pada alat pengering buatan
yang memanfaatkan energi panas buatan. Jika panas tang dihasilkan oleh sumber
pemanas tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka proses pengeringan
dapat dikatakan tidak efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis energi
panas yang dibutuhkan selama proses pengeringan untuk mengetahui seberapa
besar energi yang masuk, energi yang digunakan dan energi yang hilang selama

proses pengeringan berlangsung. Sehingga dalam perancangan suatu alat


pengering, dapat ditekan kehilangan panas dari sistem pengering agar panas yang
diberikan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dengan demikian, praktikum
ini perlu dilakukan untuk mengetahui analisis energi panas pada proses
pengeringan kopra menggunakan alat pengering hybrid.
1.2.

Tujuan praktikum
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk menganalisis

energi panas dan kesetimbangan energi pada proses pengeringan kopra


menggunakan alat pengering hybrid.
1.3.

Manfaat praktikum
Adapun manfaat praktikum ini adalah dapat mengoptimalkan penggunaan

panas selama proses pengeringan guna menekan biaya dan waktu yang
dibutuhkan dalam pengeringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kopra
Bahan pertanian yang dipilih adalah kopra dikarenakan suhu gas buang
yang dimanfaatkan untuk pengeringan sangat besar. Guarte et al (1996)
mengatakan suhu pengeringan kopra yang optimum sekitar 90 o celsius untuk
menghasilkan kopra berkualitas dalam warna, aroma, dan rasa. Lama pengeringan
pada suhu tersebut 21 jam dan 34 jam untuk suhu 80 oC. Suhu pengeringan kopra
bisa dilakukan lebih rendah lagi yaitu 65-85oC. (Niamnuy dan Devahastin 2005).
Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan
Pemanfaatan kopra antara lain sebagai bahan baku minyak kelapa. Junaidi
et al (2011) mengeringkan kopra dengan pengering tipe rak dengan sumber energi
dari tungku pemanas. Proses pengeringan bertujuan menurunkan kadar air suatu
bahan sehingga mencapai kadar air yang aman untuk penyimpanan dan
pengolahan berikutnya. Pada kelapa, pengeringan bertujuan menurunkan kadar air
putih lembaga dari kadar air 50-55% menjadi 7% (Mohanraj & Chandrasekar
2008). Menurut Thanaraj (2007), dengan menurunkan kadar air daging buah
kelapa akan memperoleh keuntungan antara lain; Terhindar dari pertumbuhan

berbagai jenis jamur, bakteri, dan serangga yang dapat merusak minyak dalam
kelapa. Jamur yang tumbuh pada daging kelapa antara lain asperqillus niger dan
aspergillus flavus. Menurunkan biaya pengangkutan dan penanganannya
disebabkan menurunnya berat kelapa. Meningkatkan kandungan minyak kelapa.
Daging buah kelapa segar pada umumnya mengandung minyak 34%, sedangkan
pada kopra mengandung sekitar 65%.
2.2. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas.
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya
berupa panas (Sari, 2014).
Sari (2014) menyatakan bahwa tujuan pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air pada bahan sampai pada batas tertentu dimana
perkembangan mikroorganisme seperti bakteri, khamir atau kapang yang dapat
menyebabkan pembusukan dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih
lama. sementara volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang
sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan biaya produksi
lebih

murah.

Disamping

keuntungan-keuntungannya,

pengeringan

juga

mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan
dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan
sebagainya. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami maupun
dengan cara buatan (artificial drying) dengan memakai alat pengering seperti
oven.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeringan
Menurut Taufiq (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada
dua golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor
yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor-faktor yang

termasuk golongan pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara


pengering dan kelembaban udara. Faktor-faktor yang termasuk golongan kedua
adalah ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan.
Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila
kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar
bahan menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan
ke luar.
2.4. Neraca Energi Panas
Ricki Murti (2010) menyatakan bahwa sebuah sistem pengeringan
memiliki kesetimbangan energi termal, tentunya kesetimbangan tersebut
merupakan fungsi daripada waktu artinya kesetimbangan energi termal selalu
berubah-ubah terhadap waktu. Variabel kesetimbangan energi termal terdiri dari
beberapa jenis yaitu : Laju energi masuk sistem pengeringan, laju energi keluar
sistem pengeringan, laju energi berguna sistem, laju perubahan energi tersimpan
sistem pengeringan. Pernyataan tersebut terlihat dalam bentuk persamaan umum
kesetimbangan energi termal yang menyatakan bahwa : Laju energi masuk sistem
dikurangi laju energi keluar sistem ditambah dengan laju energi yang
dibangkitkan ke dalam sistem adalah sama dengan laju perubahanenergi tersimpan
didalam sistem.
2.5. Kehilangan Energi (Heat Losses)
Berbagai

macam

zat

yang

ada

dialami

kekentalan,meskipun demikian dalamberbagai perhitungan

ini

mempunyai

mekanika fluida

ada yang dikenal atau dianggap sebagai fluida ideal. Adanya kekentalan pada
fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak.
Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi
lain

seperti

panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut

menyebabkan terjadinya kehilangan energi (Rahman, 2013).


Secara umum di dalam suatu instalasi jaringan pipa, dikenal dua macam
kehilangan energi menurut Rahman (2013), diantaranya ;

1. Kehilangan energi akibat gesekan.


Kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer
atau major loss. Terjadi akibat adanya kekentalan zat cair dan turbulensi karena
adanya kekasaran dinding batas pipa dan akan menimbukan gaya gesek yang
akan menyebabkan kehilangan energi disepanjang pipa dengan diameter konstan
pada aliran seragam. Kehilangan energi sepanjang satu satuan panjang akan
konstan selama kekasaran dan diameter tidak berubah.
2. Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya.
Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya
disebut juga kehilangan energi sekunder atau minor loss terjadi pada pembesaran
tampang (expansion), pengecilan penampang (contraction), belokan atau
tikungan. Kehilangan energi sekunder atau minor loss ini akan mengakibatkan
adanya tumbukanantara partikel zat dan meningkatnya gesekan karena turbulensi
serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang pipa.
2.6. Kesetimbangan Energi
Sebuah system pengering memiliki kestimbangan energi thermal, tentunya
kesetimbangan tersebut merupakan fungsi daripada waktu. Artinya kesetimbangan
energy thermal selalu berubah-ubah terhadap waktu. Variable kesetimbangan
energy thermal terdiri dari beberapa jenis yaitu: laju energy masuk ke system
pengering, laju energy keluar system pengering, laju energy berguna system, dan
laju perubahan energy tersimpan system pengeringan (Duffei, dkk., 2006)

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 13-24 Oktober 2015 di

Laboratorium Daya dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pangan dan


Agroindustri, Universitas Mataram.
3.2.
Alat dan Bahan Praktikum
3.2.1. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat
pengering hybrid tipe rak, termokopel, termometer bola basah dan bola kering,
anemometer, timbangan analitik, dan Luxmeter.
3.2.2. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging buah
kelapa (kopra).
3.3.

Parameter Penelitian
Adapun parameter yang diukur dalam analisis energi panas pada

pengeringan kopra menggunakan alat pengering hybrid (surya-listrik) tipe rak ini
antara lain:
1. Suhu Pengeringan
a. Suhu Kolektor (oC)
b. Suhu Ruang Pengering(oC)
c. Suhu Produk (oC)
d. Suhu Radiasi Matahari (oC)
2. Kelembaban Relatif (%)
3. Kadar air bahan (%)
4. Kesetimbangan Energi
Menurut Murti (2010) prinsip dasar kesetimbangan energi adalah energi
yang masuk harus sama atau seimbang dengan energi uang keluar.
Persamaan umum kesetimbangan energi:
E
OUT = E
ST
E
.....................................................................................(1)
E
ST
( LossesTotal Sistem E USE)= E
.....................................................(2)

E
a. Laju energi yang masuk ke dalam ruang pengering,

E
(kJ/Jam)

Laju energi yang masuk ke dalam ruang pengering dapat dihitung


mengunakan persamaan berikut:
=m
x C pw x T ......................................................................................(3)
E
Laju aliran udaran masuk dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
m=

x v x A ............................................................................................(4)

b. Laju energi yang berguna, EUSE

(kJ/Jam)

Laju energi yang berguna dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:


USE=mw x L H
E
........................................................................................(5)
c. Laju energi yang keluar melalui ventilasi

Losses
E
(kJ/Jam)

Laju energi yang keluar melalui ventilasi dapat dihitung menggunakan


persamaan berikut:

Losses = V x C pw x (T dT a )
E
N
d. Laju energi yang tersimpan

.....................................................................(6)
ST
E

(kJ/Jam)

Laju energi yang tersimpan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:


E
USE )= E ST
( Los ses Total Sistem E
......................................................(7)

E
E
( LossesTotal Sistem E USE)
................................................................(8)
E ST=E

3.4.

Prosedur Kerja Praktikum


Adapun prosedur kerja pada praktikum ini antara lain:
Disiapkan alat-alat dan bahan-bahan
praktikum

Dimasukkan kopra yang telah


disiapkan kedalam alat pengering dan
diletakkan diatas maisng-masing rak.

Dilakukan pengamatan suhu alat


pengering dan suhu lingkungan serta
kecepatan aliran udara masuk dan
keluar setiap selang waktu 30 menit.

Dilakukan pengamatan berat kopra


setiap selang waktu 1 jam.

Dilakukan pengamatan perubahan


intensitas cahaya pada siang hari
mulai dari jam 07.00 sampai jam
17.00.

Dihitung nilai kesetimbangan energi:


1. Energi masuk
2. Energi berguna
3. Energi tersimpan
4. Energi keluar

Gambar . Diagram alir proses praktikum Analisis Energi Panas Pada Pengeringan
Kopra Menggunakan Alat Pegering Hybrid (Surya-Listrik) Tipe Rak BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Energi Panas
Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dari suatu bahan

karena adanya perbedaan tekanan pada permukaan bahan dengan lingkungan


akibat adanya perbedaan suhu sehingga terjadi perpindahan massa air dari bahan
ke

lingkungan.

Untuk

menguapkan

kandungan

air

tersebut

tentunya

membutuhkan energi panas. energi panas dapat diperoleh dari radiasi sinar
matahari langsung ataupun energi panas dari sumber panas buatan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan suplai energi panas kepada bahan sehingga proses
pengeringan dapat berlangsung lebih cepat.
Pada praktikum kali ini, pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat
pengering hybrid (surya-listrik) tipe rak. Namun yang digunakan sebagai sumber
pemanas hanya energi panas dari radiasi matahari. Radiasi matahari ditangkap
oleh kolektor surya dan dialirkan secara konveksi paksa menuju ruang pengering.
Selama proses pengeringan, energi panas yang diberikan atau yang diserap
oleh kolektor tidak dapat digunakan secara maksimal untuk digunakan meguapkan
kandungan air kopra. Namun energi itu juga dapat keluar dari sistem atau yang
disebut heat lossis. Sehingga untuk dapat memperhitungkan besar kebutuhan
energi panas untuk proses pengeringan kopra ini perlu diperhitungkan jumlah
energi yang masuk, energi yang keluar, energi yang berguna dan energi yang
tersimpan di dalam sistem. Dengan demikian dapat kita ketahui terjadinya proses
kesetimbangan energi dimana energi yang masuk sama dengan total energi yang
digunakan dan energi yang tidak digunakan atau keluar dari sistem.
4.2.

Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang

terjadi dalam suatu sistem dimana besar energi yang masuk kedalam sistem
tersebut sama besarnya dengan total energi yang berguna, energi yang tersimpan
dan energi yang keluar dari sistem tersebut. Jika jumlah energi yang berguna,
energi tersimpan dan energi yang keluar melalui ventilasi lebih kecil dari jumlah

energi yang masuk ke dalam sistem, maka ada sejumlah energi yang hilang (heat
lossis) melalui dinding-dinding alat pengering yang bersifat konduktif maupun
semi konduktif. Dalam bidang keteknikan, jumlah energi yang hilang inilah yang
harus diperkecil.
4.3.

Energi masuk
1600000
1400000
1200000
1000000
kJ

800000
600000

E masuk (kJ) -

400000
200000
0
0

10

12

Jam ke -

Gambar 1. Grafik hubungan waktu pengeringan (jam) dengan laju energi masuk
ke ruang pengering
Berdasarkan hasil praktikum yang terlihat pada grafik diatas, diperoleh
peningkatan energi yang masuk ke dalam sistem pengering, dimana pada jam ke-2
energi yang masuk sebesar 653541,95 KJ kemudian pada jam ke-3 menjadi
783861,33 KJ dan pada jam ke-4 menjadi 904455,38 KJ. Peningkatan ini terjadi
seiring dengan peningkatan radiasi matahari karena dari proses pengeringan dari
jam ke-1 sampai jam ke-3 menuju waktu siang hari dimana energi radiasi yang
dipancarkan matahari semakin tinggi.
Jumlah energi yang masuk juga dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara
yang masuk ke sistem pengering. Dimana jika udara yang masuk semakin cepat,
maka jumlah udara yang akan dipanaskan oleh kolektor juga akan semakin
banyak. Sehingga jumlah energi panas yang masuk pun akan semakin tinggi.
4.4.

Energi berguna

12
10
8
kJ

6
E berguna (kJ) -

4
2
0
0

10

12

Jam ke -

Gambar 2. Grafik hubungan waktu pengeringan (jam) dengan laju energi berguna
Untuk pengeringan kopra
Peningkatan juga terjadi pada jumlah energi berguna seiring dengan
meningkatnya radiasi matahari. Energi berguna adalah energi panas yang masuk
ke sistem pengering dan berhasil digunakan untuk menguapkan kandungan air
bahan. Peningkatan energi berguna pada jam-jam awal ini disebabkan karena
kandungan air kopra masih tinggi dan energi yang masuk semakin besar.
Sedangkan pada jam selanjutnya terlihat penurunan energi berguna seiring dengan
semakin lama waktu pengeringan karena kandungan air dalam kopra semakin
sedikit sehingga energi yang dibutuhkan untuk menguapkannya pun sedikit.
Seperti yang terlihat pada hasil pengamatan yakni pada jam ke-6 sebesar 14840
KJ menjadi 10593,33 KJ pada jam ke-7.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya energi berguna selama proses
pengeringan adalah lama waktu pengeringan, tinggi suhu udara pengeringan dan
kecepatan aliran udara pengering. Kecepatan udara pengering yang semakin tinggi
akan memepercepat proses pengangkutan uap air dari permukaan bahan sehingga
pengeringan menjadi lebih cepat. Dengan demikian, energi yang digunakan untuk
menguapkan kandungan air dari bahan akan semakin kecil.

4.5.

Energi keluar
12
10
8
kJ

6
E keluar (kJ) -

4
2
0
0

10

12

Jam ke-

Gambar 3. Grafik hubungan waktu pengeringan (jam) dengan laju energi keluar
dari ruang pengering
Jumlah energi yang keluar juga mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan jumlah energi masuk. Seperti yang terlihat pada hasil pengamatan
yakni sebesar 626068,98 KJ pada jam ke-2 kemudian 758925,56 KJ pada jam ke3 dan 866623,58 KJ pada jam ke-4. Namun energi yang masuk akan selalu lebih
besar dari jumlah energi yang keluar. Energi yang keluar merupakan total dari
energi yang keluar dari ventilasi ruang pengering dengan energi berguna yang
membawa uap air hasil pengeringan kopra.
Jumlah energi panas yang keluar tidak jauh berbeda dengan jumlah enerdi
yang masuk. Besarnya energi yang keluar ini disebabkan karena bahan yang
dikeringkan sedikit sehingga panas yang masuk lebih banyak yang terlewatkan
tanpa mengenai kopra yang dikeringkan. Pengeringan kopra pada praktikum ini
tidak menggunakan seluruh rak pengering.

4.6.

Energi tersimpan
12
10
8
kJ

6
E tersimpan (kJ) -

4
2
0
0

10

20

Jam ke -

Gambar 4. Grafik hubungan waktu pengeringan (jam) dengan laju energi yang
tersimpandalam ruang pengering
Adapun jumlah energi yang tersimpan merupakan energi yang
terperangkap di dalam ruang pengering. Baik itu karena diserap oleh bahan-bahan
logam dalam ruang pengering seperti rak maupun kerangka alat pengering.
Dengan demikian, jika energi masuk sama dengan energi yang keluar, maka
energi yang tersimpan atau terperangkap dalam sistem pengering sama dengan
nol. Jumlah energi yang tersimpan dalan sistem pengering dapat dipengaruhi oleh
kecepatan aliran udara dalam ruang pengering. Jika kecepatan aliran udara rendah,
maka panas akan lebih lambat dan sukar keluar dari ruang pengering melalui
ventilasi. Dan panas yang terperangkap inilah yang diserap oleh material-material
yang terdapat dalam alat pengering ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesetimbangan energi terjadi apabila energi yang masuk sama dengan jumlah
antara energi yang tersimpan, energi berguna dan energi yang keluar
2. Jumlah energi masuk semakin meningkat seiring dengan meningkatnya radiasi
matahari yang diterima kolektor dimana pada jam ke-2 energi yang masuk
sebesar 653541,95 KJ kemudian pada jam ke-3 menjadi 783861,33 KJ dan
pada jam ke-4 menjadi 904455,38 KJ.
3. Jumlah energi berguna akan semakin menurun dengan semakin lamanya
waktu pengeringan Seperti yang terlihat pada hasil pengamatan yakni pada
jam ke-6 sebesar 14840 KJ menjadi 10593,33 KJ pada jam ke-7.
4. Besarnya energi yang keluar dari sistem pengering diakibatkan oleh besarnya
panas yang hanya terlewatkan tanpa mengenai kopra akibat kopra yang
dikeringkan terlalu sedikit.
5. Energi tersimpan akan bernilai nol apabila energi yang masuk sama dengan
energi yang keluar.
5.2.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlunya diperhatikan posisi

peletakan alat untuk memastikan sudut dan arah datangnya radiasi matahari
supaya jumlah energi yang diserap oleh kolektor lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Duffie, John A. and Backman, Willian A. 2006. Solar Engineering and Thermal
Processes, John Wiley and Sons, fourth edition.
Niamnuy C, Devahastin S.2005. Drying kinetics and quality of coconut dried in a
fluidized bed dryer. Journal of food engineering. 66:267-271.
Sari, S., P., 2014.Analisis Energi pada Pengeringan Jagung Sistem Fluidized
Bed.Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri. Universitas Mataram.
Thanaraj T, Dharmasena ND, Samarajeewa U. 2007. Comparison of quality and
yield of copra processed in CRI improved kiln drying and sun drying.
Journal of food engineering. 78(4). 1446-1451.

Rahman, H. 2013. Kehilangan Head Aliran Akibat Perubahan Penampang Pipa


Pvc Diameter 12, 7 MM (0, 5 Inchi) Dan 19, 05 MM (0, 75 Inchi).
Ricki Murti, M. 2010. Balance of Transient Thermal Energi on the Forced Flow
Rotary dryer. Jurnal Energi Dan Manufaktur, 4(1).
Widyotomo, S. dan Sri Mulato, 2005. Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi
Robusta Lapis Tebal. Study of Drying Characteristic Robusta Coffe With
Thick Layer Drying Method. Buletin Ilmiah INTIPER Vol. 12, No. 1 Page
15.37.

Anda mungkin juga menyukai