Anda di halaman 1dari 38
TOE) Pere nen Tinggi Kesenian ects 16 Mei 1965 emer b rent See Ren ent ent y pertunjukan mengintip tubuh penari Kumpulan esay pertunjukan sastra tari musik Oleh R. Djoko Prakosa Peristiwa per Diterbitkan oleh merangsang tumbuhn Tapel Press Juli 2008 Klampis Ngasem 89 b Surabaya kandungan nilai pert Telp. 031 5949 ig pada prinsipnya_m tumbuhnya pemakna seorang pengamat j cesay pertunjukan Catatan kecil untuk Kethoprak Siswo Budoyo: Realitas Semu dan Kenangan Indah Kethoprak Komersial - 60 Ngamen: Estetika Lewat Dan Yang Kelewatan - 71 Perselingkuhan Kethoprak Siswa Budaya - 77 PENGEMBANGAN TARI Wacana Retorik Pengembangan Kesenian dalam Era Otonomi Daerah - 82 Mencermati Tari anak: MONOPOLI KEPENTINGAN ESTETIK - 87 Pendekatan Estetik Tari pada Siswa Tuna Rungu-99 TOKOR Pengembaraan Imajinasi yang Terabaikan - 114 Sastra Jawa: Dari Mana Mau Kemana? - 134 PAPARAN KILAS SENI PERTUNJUKKAN ADATI Renungan Singkat Tentang Tradisi Kehidupan Pertunjukan Adati - 144 Bedaya Santri: ‘Tradisi Keraton Menuju Tafsir Islami - 153 Tandhak Becakan Potret hiburan komunitas Urban di Surabaya -160 Vii say pertunjukan Untuk anak istri tercinta Yang selalu setia pada cinta kasih Djoko Siswanto dan Painem Ayah bundaku Murti Karsan Mertua terkasih Wayang theng Tradisi Pertunj Seni, Ritual, d Thong Thong | mengintip tul kumpulan esay pertunjuke Pengantar iii ‘esay pertunjukan Catatan Pinggir: FESTIVAL KARYA TARI DAERAH DI JAWA TIMUR Dari Konyensi ke Inovasi R. Djoko Prakosa Pengantar Merebaknya festival seni yang diselenggarakan oleh berbabagai lembaga kesenian maupun lembaga yang merasa berhak mengurus kesenian, memberikan kemungkinan tumbubnya perubahan pada kesenian dari penuturan konvensional kearah inovasi yang bersifat baruan. Festival sebagai salah satu produk kebijakan publik mengarahkan proses kreatif seniman kearah pengembangan kesenian lokal adati pada visi dan misi festival. Kemungkinan tumbuh dan berkembangannya kesenian akan terseret oleh berbagai visi dan misi festival akan semakin menguat, dengan sendirinya kesenian akan kehilangan kepentingannya yang lebih subtasial yaitu merdeka menjalankan fungsinya sebagai Komponen budaya adati masyarakat, Sejauh ini inovasi yang berakar pada festival tumbuh dan berkembang karena kepentingan sepihak, kepentingan birokrasi pemerintah, atau kepentingan LSM seni dan say pertunjukan Kultur area budaya Jawa dengan orientasi budaya adati Mataraman bersumber pada budaya adati Jawa Surakarta atau Yogyakarta. Dari lingkup Budaya adati ini dapat diamati beberapa bentuk kesenian Mataraman antara Jain, Wayang orang, kethoprak, bentuk-bentuk tari yang berakar pada pengaruh gaya dan teknik tari R. Djoko Prakosa budaya yang kerap kali mempertimbangkan rea Dengan demiki muncul dalam berbag Jingkungan, karya seni Nilai karya seni cende trophi, dan uang tanp fersebut terhadap reali ‘cenderung tercerabut da Konvensi dan Akar Ad Jawa Timur mei - adati etnik Jawa dan Bi dapat dipandai dari bagian-ba \luduk Jawa Ti is disebut diale ). Berdasarkan R, Djoko Prakosa Pasuruan, Kabupaten Kabupaten Malang. Kultur area Jav pada pengaruh Budaya Budaya adati Madura. B say pertunjukan Kultur area Using yaitu wilayah Budaya adati masyarakat Using di wilayah Kabupaten Banyuwangi (Supriyanto, 1987/1988:5-6). Dari Wilayah Budaya adati Using dapat disebut beberapa kesenian adati, antara lain Tari Seblang, Gandrung, Janger, Angklung caruk Gambar 1 Gandrung Banyuwangi Akar tari adati osing cukup potensial untuk ‘merasuiki dunia seni kemas (Photo R. Djoko Prakosa) Bentuk Karya Baruan Berbagai bentuk festival tari di Jawa Timur yang lahir dari Konteks State lebih mengacu pada misi dan visi Nation Building, memacu lahirnya bentuk karya tari baruan yang secara kultural tidak lagi memiliki hubungan fungsional dengan akar budaya adatinya. Hampir sebagian besar karya baruan secara bentuk masih dapat dilihat 5 R, Djoko Prakosa ‘akar genetik budaya ad ‘menjadi pernyataan nila baruan tersebut cenderu kemasan visual. Karya tidak lagi menjadi p masyarakat pendukungr Juklak m efektif, lahirnya kar dan ragam buday: secara subur di ber Kreatif yang mendas lebih mengacu ku @enderung member belaka. x Juklak d Hbematif untuk meneap: Miran ini adalah i. Hampir dap ipakkan citi sebas 1, Berbentuk kel cesay pertunjukan 2. Kesaragaman dalam penataan rias dan busana 3. Keseragaman bentuk kualitas gerak 4.Kebersandararan pada penataan visual auditif’ sangat menyolok. R. Djoko Prakose R. Djoko Prakosa * cesay pertunjukan Hal tersebut di atas cenderung menimbulkar Dari _dampak kemandegan proses kreatif yang hanya berkutat dalam bentu pada permasalahan kemas visual semata, dalam konteks membangun penataan tidak akan pernah lahir kebaruan teknik yang membangun berakar pada ekstase ekspresi estetis gerak. Konteks ragam gerak penataan tari hanya akan melahirkan penataan unsur serapan inderawi __Keutuhan belum semata, teknik penataa Penampakan gejala kemandhegan teknis karya tari Kompleksitas ya baruan pada berbagai festival tari di Jawa Timur merupakan gejala Kesi umum yang pewacanaanya dapat diamati pada tampilan visual yang eonderung te cenderung glamour, sehingga menepis kualitas estetis gerak unsur twtama dalam Komunikasi estetis tari, Bahasa tubuh sebagai basis pengembangan media komunikasi kurang mendapatkan eksplorasi mendalam. Hal ini menyebabkan sajian tari cenderung menyajikan kenikmatan visual semata, dan kurang memberikan keleluasaan berkembangnya makna secara mendalam, Penataan artistik visual yang melekat pada karya tari secara dominan dirasakan mengganggu munculnya ekspresi gerak baik secara teknis pelaksanaan gerak ‘maupun munculnya inner beauty dalam mengeksplorasi gerak tubuh penari secara maksimal cesay pertunjukan agai kesenian yang alu mengacr merdeka memiliki kepentingannya sebagai kesenian yang sel 8 lahir dfati masyarakat yang membutuhkannya, Festival telah ngan estetik dan kepentingan cultural ‘memonopoli kepentin esay pertunjikan Ulasan Festival Penata Tari Muda: Kembali Pada Nurani Pertunjukan R. Djoko Prakosa Festival Penata Tari Muda II yang diselengggarakan di Surakarta pada tanggal 30 september 2 Oktober 2003 menampilkan 14 karya kreatif penata tari dari berbagai_ kota. Empat belas penampilan karya dalam festival tersebut memiliki fokus komunikasi estetik pada pengolahan kualitas gerak. Hal ini ditengarai melalui tampilan Koreografi yang didominasi oleh pameran-pameran ketrampilan gerak sehingga makna yang ingin dikomunikasikan lewat estetika gerak. Pada beberapa koreografi nampak secara jelas kecenderungan pengungkapan gerak yang cenderung bersifat atraktif, Hal tersebut mengingatkan kita pada gejala awal budaya pertunjukan yang cenderung berupa pameran- pameran ketrampilan, kekuatan, maupun bentuk-bentuk komunikasi yang lebih bersifat harfiah, Kecenderungan membentuk gugus komunikasi harfiah nampak secara jelas pada Lapar karya tari yang ditata oleh Risa Setiana, Suminten Edan karya D Satya Amijaya. Risa setiana cenedrung memilih beberapa motif gerak realistik (mengunyah, atau secara mimetik menampilkan aktivitas kescharian secara realistik), hal ini 13 * ‘say pertunjukan > Ri. Djoko Prakosa -eenderung membangun hanya memberikan gus _Penafsran yang beraga _ kesan kering makna tc i penari melalui Kualitas gerak pola bakuan tra realistik, Gug konvensi tran ‘maupun 1. Djoko Prakosa tumbuhnya makna melalui pengembarsan imaji, hal disebabkan karena —_mglayang pada rua secara potensial garap medium yang tersaji belum memiliki kekenyalan bentuk maupun makna, Ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi kondisi tersebut antara lain: (1) karena proses kurang memungkinkan untuk melakukan eksplorasi mendalam sehingga kekenyalan bentuk tidak tereapai , (2) Kematangan yang cukup untuk memungkinkan | gugus imaji per Secara kesel ‘bagi tumbul esay pertunjukan KOREOGRAFI LORONG Dimensi Kerupaan Kaburkan Imaji Dan Realitas. R. Djoko Prakosa Saryuni Padminingsih menggelar koreografi dalam konsep ruang teatrikal dan kolosal dalam sebuah tanah lapang seluas kurang lebih empat hetar. Partisipa atau audien satu kampung tersebut terheran-heran mengamat tontonan aneh, orang menari dan _berteriak berteriak-teriak dibalik pagar dan gedheg, mandi lumpur, dan ‘menampilkan sosok-sosok patung pada lorong akhir. Citra keruangan, bangunan artistik, serta pelibatan partisipasi audien tanpa sekat yang. jelas antara ruang profan dan ruang imaji_mengaburkan komunikasi cstetik yang ingin dibangun melalui koreografi Lorong. Realitas sosia!, yang dikomunikasikan lewat lorong-lorong dan citra keruangannya Kurang didukung oleh situasi komunikasi yang sesak.oleh aktivitas fisik audien yang harus turut mondar mandir mengikuti adegan pada tiap-tiap lorong. Aktivitas simbolis penari maupun media artistik cenderung kabur. : Pengggunaan ruang terbuka, jumlah penari yang relatif banyak, kerupaan seting yang rumit, serta kompleksitas makna pada ‘koreografi Lorong cenderung menampilkan citra penta ceremonial o 7 cesay pertunjukan secara visual secara optimal. Sisi auditif yang muncul oleh rangsang kinetik penari dan juga vokal penari_ membangun sentuhan emosional yang cukiip kuat, tetapi kurang terintegrasi dengan tampilan visual Gangguan terhadap pengamatan visual juga terjadi pada lorong dua yang lebih menampilkan pesan dan kesan keterkurungan say pertunjukan mengamati secara intesif. Bagian ini hampir menjadi bagian paling. memikat dari keseluruhan koreografi, sekaligus menjadi bagian paling tajam dari keseluruhan struktur dramatik yang tersaji,Namun demikian hampir sebagaian besar audien yang awam terhadap ‘gambaran simbolis tersebut menjadi heran Gambar 6: Daya pikat kesan artistik lumpur melekat pada bentuk tubuh penari (Photo R. Djoko Prakosa) Lorong setapak yang diharapkan menimbulkan kesan’ perjalanan jauh dari koreografi ini dirasakan tidak efektif. Kesan perjalanan jawh itu tidak akan muncul jika jarak antara audien dengan peristiwa estetik terlalu dekat. Dalam lorong ini audien secara fisik dan ‘emosional terlalu dekat, schingga kesan itu tidak dapat dirasakan oleh 2 say pertunjukan ™ Secara keseluruhan gambaran simbolis yang terungkap lewat Sim koreografi Lorong mendapatkan determinasi yang kuat dari citra ruang. panggung. Garis plastis tubuh penari, kualitas vokal, maupun aktivitas simbolis estetik lainnya tidak nampak secara kuat. Aktivitas fisik dan emosional audien juga memberikan tekanan yang kuat terhadap menunjukan gejala resistensinilai pertunjukan dai estetika formal menyju pada estetika publik, esttka klasik yang filosofis dengan estetika natural yang lugas. Bagi masyarakat seni yang dibentuk oleh pemikiran akademis tawaran tersebut bukan sesuatu yang anch,tetapi bagi masyarakat awam yang pada umumnya memiliki persepsi estetik yang prasaja tawaran tersebut merupakan sesuatu yang anch dan ‘menimbulkan asumsi yang neka-neka. Persoalan pelik yang menyertai fenomena tersebut adalah eraguan Konsepsi dan konsistensiterhadap aktualisasi koreografi yang telah ditawarkan kepada publik. Analog yang muncul adalah seni yang ‘merasuki ruang publik setara dengan kebijakan publik, schingga “suka atau tidak suka” seni dihadapkan pada permasalahan public policy. | Gerakan Estetika dalam Kontcks ini pada ujung penawarannya | dibadapkan pada tiga prosedur hirarkies yaim fore casting) | implementation, dan impact of implementation. Sudah barang tenty pemikiran ini berakar pada kearifan membuka ruang kesadaran bahyva wahana kesenian memiliki keleluasaan untuk membuka dir terhadap berbagai sisinilai. esay pertunjuken karya tari tradisi dengan gagrak anyar yang lebih beroreintasi padi reaktualisasi dan revitalisasi tari tradisi. Bedaya dan srimpi mull dipadatkan untuk dapat memasuki ruang dan zaman yang baru yang relevan dengan kebutuhan masa mendatang. Tarian wireng mula diolal dengan dinamika baru sesuai dengan nafas dunia generasi baru yang) serba sigrak, padat. Sementara itu pula lahir seniman yang secari cesay pertunjukan Gerakan baru dalam tari tersebut cenderung mengangkat gerak dan bahasa natural sebagai media estetik, hal menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat awaml yang dalam konteks apresiasi tari masih terkungkung olelt persepsi estetik lama. Gerakan estetika ini melebarkan wacana apresiatif yang menyengat bagi kemapanan estetik: klasik, bahkan dalam konteks tertentu justru mengaburka estetika tari yang dibangun berdasarkan formalita estetika, disiplin gerak sebagai medium pokok tari. Dalam formalitas tersebut diberikan jarak yang jelas antara bentule gerak natural dengan gerak indah yang imajinatif dan kontemplatif. Masyarakat akan selalu mempersoalkan tari dan yang bukan tari dari standar formalnya. Bagaimanapun orang akan sulit menerima bahasa tubuh Wahyu Inong dalam memerankan bakul yang sedang nyekar sebagai gerak tari, orang tentu menolak bahasa tubuh natural Kuli pasar gede yang bergerak menggendong keranjang sayur adalah tarian. Persepsi estetik: masyarakat dalam mengapresi mang profan dengan ruang imajinatif. Tari mulai menggunakan i ruang tari menjadi kabur antara 2 say pertunjukan universal. Tuntutan untuk membangun wacana ungkapan yang luas dan universal merupakan ruang baru yang menjanjikan pengembaraan ‘say pertunjukan Seblang: Konteks Religi Dan Rekayasa Budaya R. Djoko Prakosa Pengantar Tari seblang di Banyuwangi merupakan salah bentill peristiwa ritual penting dalam konteks kehidupan buday! masyarakat banyuwangi. Seblang menjadi media pentin bagi masyarakat desa Olehsari sebagai media yang mampl menghubungkan dunia nyata yang fisikal dengan dunia roll leluhur. Tarian ini dilakukan oleh seorang gadis, dalam penutur masyarakat setempat tidak setiap gadis mendapat kesempatan mens seblang. Penari seblang dipilih oleh Dhayang--Roh leluhur yay menjaga keselamatan desa--melalui mimpi. Dalam konteks tersebut menari menjadi kewajiban yang s dan harus dilakukan demi keselamatan desa dari malapetaka dan balay Penari seblanng menjadi media berkomunikasi antara duania reali dengan dunia yang lebih imanent dan transtendental. Seblang dia ‘mengelilingi desa dan menari ditempat yang telah ditentukan sebagal ‘tempat turunnya roh leluhur. Peristiwa ini ditandai dengan peristiwl kkerasukan/kesurupan yang dalam penuturan budaya masyarakal 33 say pertunjukan Gerak yang dilakukan oleh penari seblang merupakan pol gerak yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakatnya, lebil memiliki fungsi pencipataan suasana magis dan sakral, Suasana yan dibentuk oleh pola gerak penari, musik tari maupun wewangian sang penting untuk mencapai ekstase emosi religi, dari suasana in memberikan kemungkinan yang kuat turunnya roh leluhur maup bebisehaerineseniicns chanel anes esay pertunjukan ‘semangat kerja, dalam konteks ini mitos dalam budaya masyatt menjadi pemandu yang mempengaruhi pandangan hidup, serta sist nilai dalam tuturan budaya adati masyarakatnya. Suasana magis nampak lebih pekat dan kuat ketika pet seblang memasuki kalangan, tempat diselengearakannya itt seblangan, Matahari telah tepat ditengah vertikal diatas (tengan) penari telah mulai kerasukan dan melakukan gerakan-gerakan yi sebelumnya tidak pemah dipelajari oleh penari seblang. Tarian yi dilakukan merupakan gerakan bawah sadar yang dibimbing ol kondisi trance. Oleh masyarakatnya diyakini sebagai tarian leluht memiliki daya magis yang melindungi masyarakat dari bala memberikan kemakmuran bagi masyarakat. Gambar 11: Seblang dalam kerumunan masyarakat pendukungnyé 37 cesay pertunjuken nampak pada pola sajian tari yang selalu lekat dengan kajiman dalam ‘Konteks upacara ritual desa. Selanjutnya ketika sistem nilai dalam masyarakat secara akumulatif berbabaur dengan tatanilai Islam maka nilai ritual seblang secara akulturatif bertoleransi dengan budaya Islami. Gejala tersebut nampak secara jelas pada pelaksanaan upacara leita i ce say pertunjukan 1 Aspek waktu penyelenggaraan 2. Aspek audien (pelaku, masyarakat konsumen) Dari sisi waktu penyelenggaraan, dapat diasumsikan bahwa telah terjadi pergeseran persepsi nila religi. Penyclenggaran seblang pada Hari Raya Idulfitri lebaran ke tujuh sangat dipengaruhi pandangan Islam, masyarakat pemeluk Islam menarik seblang kedalam acara ritual | Islam, Hal ini sangat wajar, Islam tidak mengajarkan bahkan. ‘cenderung melarang syamanisme dan praktik magic apapun, sementara secara kultural masyarakat tidak dapat meninggalkan budaya ad: Jama. Dengan demikian sangat wajar apabila masyarakat, berusaha: ‘merekatkan aktivitas-aktivitasritual itu secara akumulatif. Dari sisi audien, telah terjadi peregangan jarak. Seblang secar pelan-pelan tidak lagi didudukan sebagai media berkomunikasi deng: oh leluhur, tetapi lebih berperan sebagai manifestasi estetis ys menggambarkan penghormatan pada lelulur. Secara pelan-pelan pi tercipta jarak antara seblang sebagai bentuk yang diamati dinikmati, masyarakat merupakan subyek yang mengamati peristi estetik. Secara subtansif perubahan hubungan sebla ‘dengan masyarakatnya dapat digambarkan sebagai berikut: cesay pertunjukan Hal tersebut sangat berbeda dengan perkembangan berikutny ketika sistem religi lama (Hindu, Buda Dan Syaman) harus sink dengan religi Islam yang dalam konmteks syariat melarang pemu) dan praktek syamanisme, Posisi peran tari seblang dalam saji peristiwa ceremony tidak lagi menjadi mediator antara dunia hall dengan dunia wadag, tetapi lebih menjadi media komunikasi sos ‘yang cenderung bersifat profan. Seblang hanya menjadi media est say pertunjukan Surabaya Mati Suri : Masa Jenuh Bagi fs ; menielang Seniman Tari eames as inculnya kelo Surabaya de Surabaya terbujur pucat ekspresi tari Bersetubuh Dalam tempik sorak Art, Rff DC. Setan politik canetinena . Tri Broto, d Demokrasi Sial Aku benci Tubuh terbujur pucat Terkapar dalam sekatat ‘Dibawah stengenge yang sigar nanar Salam Budaya Kegelisahan beberapa pemerhati tari, atau bahkan beberapy wacana yang sedang berlangsung. Nampak kian kuat arus rutini membawa seniman dan komunitas tari Surabaya semakin asik dk kepentingan masing-masing. Ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada sai cesay pertunjukan memberikan rangsang laku kreatif yang menyajil pengembaraan estetis bagi pelaku seni ataupun pemer| seni Hampir sebagian besar sanggar tari Surabaya bergel dilingkup kreatif anak, tentu saja cenderung komersial al mungkin lebih bersifat paedagogis. Tentu saja ini ‘esay pertunjukan dan eksklusif. Dalam situasi dan kondisi saat ini, memungkinkan tumbuhnya kejenuhan dan kelesuan yang berkepanjary dan keterbiasaan tergantung pada lembaga, ataupun fo insidentil yang cenderung komersial nampak masih dikapus, dan sulit, dan kemandirian untuk menumbu neka bentuk sikap dan laku kreatif itu semakin sulit, tumbuhnya lembaga kreatif dan produktif juga kemb kempis. dal “Perlukah kita mengambil jarak , meresensi diri” _jawabnya mati ba cari! as MM Februari SL cesay pertunjukan tujuan artistiknya merambah pada ambang ambivalen. Antara antau ant sosial ~ Proses pencapaian bentuk ekspresi merupakan ruang pet sa terus menerus, terbentang dalam ruang dan waktu yang tak ter Proses estetikasi yang individualistik melibatkan totalitas ketrar phisik dan psikis seniman sangat penting berhenti pada satu titi: penanda bahwa telah dicapainya sesuatu nilai yang perlu dinyatal cesay pertunjukan benturan ungkapan khas dari sumber bunyi yang berbi atau meluapnya aspek emosional Pertemuan dalam kolaborasi musik dipahami seb integrasi dan agregasi semua unsure musical sehitl perbedaan yang muncul mampu dibaurkan dalam kon membangun makna dan ungkapan yang “sama” “beragl dalam wacana ruang, waktu dan peristiwa diwahanakan. Ini merupakan proses _penggambaran bahwa_integrasi individualitas ke dalam proses sosial, ini menentang asi kebanyakan orang bahwa individualitas adalah ego yang anti $0 Titik jemnih yang ditawarkan bahwa individualitas merupakan by dari kelompok sosial, karena kelompok sosial (komunitas) terdiri individu dengan ketegaran egonya. Konsep yang diwacanakan dalam konteks ru kolaborasi musik mencoba mendestruksi asumsi bahwa gj yang rekat dalam individualitas adalah ego yang terle dari ruang-ruang sosial. ‘say pertunjukan ‘menampilkan kesan dan suasan mists, Selanjutnya dalam sajian emping bacang dody satya merigangkat Kembali kearifan cultural yang berarkar pada ‘mamaca secara filosofis mengungkapkan Konsep riang mané timur barat utara dan selatan yang kemudian kembali pada satu ph Oposisi biner baik baik buruk kemurkaan kesabaran,......i selalu saja ditemukan kemurkaan.........ditimur ditemukan ke cette Bilt be ee Se esay pertunjukan yang, pada selalu dipertanyakan lewat proses integrative dan koh Ada ruang-ruang yang sangat luas dan terbuka dalam kolabot ‘musical tetapi ada yang sangatterbatas ketika bersentuhan dengan gi personalitas, dan mungkin juga egoisitas musikal. Sebagai sebuah bangunan baru kolaborasi mu menawarkan keleluasaan kreatif untuk bebas menjelaj ruang-ruang estetika etnik, dan gaya pribadi. Keliary imajinasi, keliaran eksplorasi, akhirnya sampai pada nafl eksploitasi untuk selalu menemukan kesegaran dal wahana, sasana, dan wacana musical. Kekayaan, keragaman imajinasi dan sentuhi emosional estetika etnik dan gaya pribadi merupak bangunan yang penuh dengan perbedaan, sumber konfh dan benturan akan tetapi dalam secara kontekst perbedaan, konfik, dan benturan merupakan merupal dinamika yang sangat dibutuhkan dalam membang} kohesivitas dan integrasi. Struktur dinamik musik bukan $ tergantung pada suasana mengalir tetapi--..bentu (Surabaya, 9 juni 2005), ‘esay pertunjuken cukup menggembirakan, seluruh kursi selalu penuh pada $6 pementifan Kucuran dana partai politik menjadikan ju seniman pelakunya untuk sementara puas k banyak orang. Senimannya merasakan kembali kejayaalll Mans rash basittt--~ radia hath n tepuk ta cesay pertunjukan beberapa ungkapan seniman yang mendukung kethopl Siswo Budoyo, mereka main dan pentas hanya uli melestarikan kesenian yang mereka yakini sebil kesenian adi fuhung. Rabman salah seorang pimpinan ketho) Siswo Budoyo menguatkan ungkapan tersebut: “kami memang i menawarkan nilai Kethoprak tradisonal yang masih asli”. Taw konservatif ini menjadikan siswa budoyo menjadi sangat ter ditengah-tengah hiruk pikuk kota Surabaya yang penuh berbagai tawaran media hiburan. Keunikan kethoprak yang ditaws hanya menjadi bahan olok-olokan, setelah tidak ada lagi Support ‘memadai dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk kali pementasan, Pelestarian hanya akan menjadi bahasa klise yang gal diueapkan tapi sulit untuk menegakkan subatansi permasalaban dikandungnya. Pelestarian selalu ditafsirkan secara ‘mengawetkan bentuk, pola, ragam, dan nilai yang dianggap tanpa melihat realitas masyaraket yang berubah pada setiap ra zaman. Kecerdasan menejerial Siswo Budoyo tidak lagi mm melahirkan gagasan kreatif’ beri dalam menyikapi pasa pemikiran yang beku terscbut menjerumuskan Siswo Budoya 63 esay pertunjukan bentuk dan nilai pertunjukan kethoprak. Penggarapan subantsi yang lebih significan sangat tergantung pada keterbatasan tanj jawab subyektif profesi kesenimanan, aspek menejemen att nampak kedodoran. Ini dirasakan oleh beberapa pemerhati seni seb kecerobohan Siswo Budoyo. Penggarapan subtansi_pertun kethoprak tidak memposisikan penonton sebagai apresian yang. esay pertunjukan melahirkan desain pertunjukan kethoprak secara aktual. Scniméi da juragan ketoprak Siswo Budoyo harus segera sadar secara gern mereaktualisasi diri, meresposisi diri -cara responsif jati dirin tetap eksis ditengah hiruk pikuk kota yang sarat dengan tawaran hill bent Selama ini tidak ada upaya pencagihan sisi tekhnis kemas ah penyajian. Penampilan Siswo Budoyo masih berkutat pada pen konvensional. in de Ketidakmampuan melakukan pembaharuan tekhis ii stat penyajian tentu saja sclalu mengkambinghitamkan keterbatasan perangkat dan peralatan tekhnis yang tidak terjangkau, Tent berbuntut pada alasan klasik manjerial bahwa pemasukan sangal itm sehingga Juragan fekor atau harus tombok. werd Ironis Bud Manjemen internal Juragan secara utuh tidak membd an kemungkinan tumbuhnya sikap berorganisasi yang beroreintas) ay’ ‘moderat operation, sehingga kemuingkinan besar dana sani jasala dipahami sebagai rejeki juragan. Apabila hal tersebut benar besar terjadi pada Siswo Budoyo, maka pengembangan aset kethoprak hidu perangkat fisik pemanggungan dan seniman tidak akan meni -pengg perhatian yang layak dan lebih baik. Dengan kata lain sebesar ap mung 67 say pertunjukan Siswo Budoyo terima kontrak dari salah satu partai politik ) Budoyo « kontrak tayang JTV atau. TVRI sama sekali belum menjamin ya) de iswo Budoyo akan bertahan hidup, apa lagi berkembang? sseum hi Hal tersebut berkaitan erat dengan sistem manajerial fan huru! diterapkan, sistem juragan dan patron mungkin tidak lagi coco 50 Budo} Siswo Budoyo, schingga perlu ada perombakan total. Cara ket eenai dilandasi pemikiran moderat dalam penerapan sistem manajerial yang sa perlu ditumbuhkan, sehingga citra hubungan juragan dengan (Seniman) tidak lagi dimaknai sebagai hubungan bendara dail sebut 4 antara mandor dan kul i peno Pemain atau seniman kethoprak Siswo Budoyo harus nl dan pal pandum dengan gaji yang relatif kecil. Tidak ada protes kare ertunjuks atau tidak suka mereka harus patuh pada juragan, atau paliny hharus © meraka harus patuh pada nurani kesenimanan mereka. loprak kethoprak telah menjadi bagian penting dari sisi psikis seniman, yak panggung meraka masih mendapatkan imaji, kenangan ind kemerdekaan menyatakan diri sebagai seniman. Panggung) menjadi candu untuk menghilangkan sakit yang berkepanjaty sekaligus menjadi liang lahat bagi kenangan-kenangan indah. Dalam posisi yang demikian hanya ada beberapa tawaratl say pertunjukan Bedaya Santri: dari Wacana Tradisi Keraton ke Budaya Isl baru tari bedaya y wsebut Bedaya s kan pada istil Bedhaya sebagai gugus koreografi memiliki_ nilil inmasyarakat ke! berkaitan erat dengan kosmologi dalart budaya Jawa. Maki fada yang secara sul yang terrefleksikan dalam garap ruang serta dinamika ger Bapet diamati ds dasar ruang yang mengacu pada filosofi ruang tubuh dan esay pertunjukan adalah spirit religi yang mendasari koreogrilh di sana, misalny pokok tentang perjuangan RM Said yang ditt bedaya santri tidak dilandasi oleh latar politi berlatar pada pemaknaan ekspresi estetik baik dari sisi ‘maupun teknik penggarapan artistiknya, Kkedua tangan luru wwadag. Penyamp Santri: gagasan ideologis ke garap artistik a gerak ini secar ‘Santri dalam konteks garapan Hartato adalah ori terapkan dalar ‘mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Hidup dilingkuny Jantai yang telah pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Hal ini nmapak py mabur, tiga bentuk gerak yang berakar pada gerakan orang bersemball jandirasakan men berdo'a, bersujud. Proses stilisasi yang dilakukan meni harfiah tentang santri dan keislamannya, Pola gerak tradi: gaya Surakarta yang mél dalam garapan ini. Hartanto sebagai koreografer sosok Mas Said dipahami sebagai pejuang yang didasari oleh santri, muslim yang taat menjalankan syariah, tarikat atau Pola gerak tari tradisi putra alus sebagai dasar 6 span ini_men tidak lepas dari latar belakang koreografer sebagai dosen t tidak menutup kemungkinana gerakan-gerakan di lat 155 esay pertunjukan makna, Tulisan tersebut mempersempit ruang_tafst dbut akan dibangun kedalaman batin penghayat. dipertanyakan b: Garap musikal yang berakar pada kekuatan matraill jai dengan perang terpola dengan sentuhan nada dan laras gamelan meng menjadi lestari di pada rasa gendhing laras madya. Lantunan matram ber i, dan makna t hide hice eco Deere Besse onifi tibehy si terus-menerus 8 kabeh”, menumbuhkan emosi kejiwaan pasrah. Kes cesay pertunjukan inovasi lahir hanya pemenuhan kepentingan REECAKAN nilai dan kualitas akademik, setelah meni —oo kepentingan exercise academicnya karya itil Bi erpurakan eko berarti. Juga dihindarkan dari eforia budaya fell intnre desa da cenderung instan. Ratusan karya tari hanya labi in ie ou sekejap kemudian mati seterusnya tanpa arom Si siriulasi van Prakosa Solo menjelang fajar) menjadi tukang b pinggiran jalan fan bentuk di ji beberapa tem} jtemukan be tukang becak, | Jenis hiburan ini dan berkembang r0, Tuban, Ngaj Tandhak becakan urban. Genten tempat pinggira 159 esay pertunjukan gunung, Dinoyo, dan lain-lain- menjadi yang dilak tandhakan untuk mengkais rejeki, nya mamp Pelaku Tandhakan Ik delapan ing mas kita Pemain gamelan, tandhak , dan r ling m berasal dari berbagai kota di Jawa Timp Rukamin, Muktiani, Sutomo merupakitt ing pada becakan yang telah puluhan tahun menelusitl fan.” Ya biar dak: veidis 2 R. Djoko Prakosa R, Djoko Prakosa para seniman tandhakan mencoba membuka_peluang mengibing. lam bisnisnya dalam komunitas urban. Sudah barang tentu Jang’ teratir bentuk kesenian ini hanya dimaui oleh komunitas yang berbunyi. Pola memiliki latar belakang budaya yang sama, atau setidak~ yang dijumpai di tidaknya dalam residu budaya yang sama, Samirah ‘Tandhakan : Romantisme Agraris di Tengah Metropolis, en Tandhak becakan biasa pentas dalam keremangan pinggir jalan, ae, pebt stasiun Kereta api, dan beberapa tempat dimana tukang becak Se ‘melepaskan lelah di malam hari, Seniman tandhakan yang terdiri dari Biefoine coding penari perempuan (tandhak) dan pemain gamelan mengusung Spleen’ gent peralatan pentas dengan menggunakan gerobak yang ditarik dengan Jas cese mace it. Perh ‘motor atau diangkut dengan becak. Perangkat gamelan dan seperangkat ene berlangsung sampai Tandhakat sound sederhana ditata dipinggir jalan oleh S orang pemain gamelan, sementara 2 orang tandhak sibuk merapikan dandanan. Gamelan Jalusegera dimainkan tandhak mulai ngungrum. bert culatral Para tukang becak pun mulai bmengibing berpasang ee dengan tandhak. Beberapa diantara tukang becak dapat cee mengambil kesempatan melantunkan tembang kasmaran ponanale’ ousing yang dikuasai dengan baik, sembari mengibaskan sampur. oo Beberapa tukang becak menikmati gerakan tarinya ketika beagles al 163 ay pertunjukan R. Djoko Prakosa | tayuban dan tandhakan. Minuman, erotisme gerak dan birahi kemeriahan pane musical merupakan gambaran inrefleksi agraris tentang 2 istaptgameian spirit kehidupan, dipinggiran jala Ketika petani-petani diguncang prahara ekonomi sejenak yang men kapitalistik,tradisi tani mulai tergusur oleh industri, Beberapa tegukan ci sirkulasi uang yang tidak merata. Sebagian petani mulai masyuk dalam taria bangkrut para buruh tani mulai berdatangan ke kota menjadi i i Bel Me i e say pertunjukan Wilayah-Wilayah Suram Sebagai sebuah bentuk hiburan tandhakan yang melekat dalam komunitas urban terutama sekali tukang becak maupun kuli batu merupakan gambaran kehidupan yang terpinggirkan dari kemegahan dan gemerlapnya kota Surabaya. Ketidakmampuan komunitas urban dalam menjawab tantang kehidupan kota Surabaya. Membangun sebuah ekologi kesenian pinggiran. Masyarakat urban membawa citarasa dan selera kesenian dari residu budayanya kedalam kehidupan kota. Dalam ekologi kesenian ini tumbuh ekosistem antara komponen-komponen masyarakat urban pemain gamelan’ tandhak, pengibing, penonton , pedagang kaki lima dan beberapa perempuan yang menawarkan hiburan sekedarnya dalam Keremangan pinggir jalan. Hubungan simbiosis antara komponen-komponen dalam ekologi tandhak becakan ‘shampir menjadi bagian dari psikopatologi Kota. Tidak akan pernah surut sebagai pemenuhan kebutuhan sebagaian masyarakat urban di kota Surabaya. Gambaran suram dalam ekologi kesenian semacam ini dicemburui sebagai pengganggu keindahan dan ketertiban kota, 167 R, Djoko Prakosa Pendekat mampu merumu bagi warga kota tertutup bagi je ke kota. Tidak « kemungkina b tandhak becaka lain--untuk hid yang manusiawi. ( cesay pertunjukan WAYANG THENGUL ‘Tradisi Pertunjukan Bojonagaro Wayang Thengul Wayang thengul merupakan salah satu bentuk pertunjukan wwayang golek yang tum,buh dan berkembang di Bojonagoro, Sisi {stilah ini terdengar janggal dan lucu namun bertolak belakang dengan nilai dan makna yang terkandung dalam pertunjukan, masyarakat Sugih R. Djoko Prakosa Ceritera Menak dat perjuangan yang d percintaan dan per pandangan filosofi harta, tahta, dan we epos panji, cerit ‘mensiarkan agam: cesay pertunjukan hedonismerupakan reflcksi cita dan citra kehidupan yang setalu diidealkan oleh masyarakat. Secara filosofis wayang thengul memberikan ruang renungan, pengambaraan spiritual yang merambah dimensimistik. Perangkat artistik dimaknai sebagai simbol-simbol alam, keselaran hidup, dan kesempurnaan hidup. Kayon merupakan simbol keselaran hidup terbagi menjadi tiga bagian. Bagian paling dasar adalah cempurit bagian yang dimaknai bahwa hidup harus memiliki pegangan yang teguh, keimanan/keyakinan atau dalam tuturan lokal disebut dengan istilah gegebengan, Bagian tengah merupakan wadah ‘tempat sub atau wengkon yang bermotifkan kala, bagian paling ujung adalah bulu merak. Ini lebih menyiratkan makna keselarasan hidup antara baik dan buruk, antara nafsu dan budi nurani yang indab, Kelir, wayang, dan dalang merupakan simbol dunia mistik yang sufistik tentang Tuhan, manusia, dan kehidupan. Secara filosofis menggambarkan tiga ruang mistik yaitu dunia nyata “ kasunyatan”, dunia samar transtendental, dan ruang hampa “klowong;bolong; Jowong”. Bagian paling tengah kelir yang terbuka “lowong” menyiratkan Konsep “suwung nanging kebak”, kehampaan dan kekosongan dimaknai sebagai inti kehidupan, Diruang kosong tersebut dalangdalam tuturan simbolis dimaknai sebagai “sing urip lan mm R. Djoko Prakosa nguripake"/Yangma Dalam pertunjukan v lakon, memesan gen ‘maupun menikmati menjadi semacam w untuk mendapatke “Slimuran” dari ke hanya bekerja di lade “Rém-réma erat dengan tradis melekan(2J, slimura ditanggap tanpa alas “besa”/ “begsa” stimuran/pelipur lar dengan harga minim dalang maupun pel yang punya hajatren Sisi lain tontonan mennjanjikan bagi ‘menjadi harapan ba cesay pertunjukan Keramaian tontonan wayang thengul. Pertunjukan wayang thengul dalam realitas,ekonomi yang terpuruk ini memberikan harga yang sangat melayani masyarakat penanggapny sekali main ditanggap dengan harga sekitar 2,5 juta sampai dengan S ja, Ki Among Sudamo, Ki Suntoro dan beberapa dalang muda yang menekuni pertunjukan wayang thengul sebagai profesi seni R. Djoko Prakosa Kemasan Generi Tari mena wayang_ thengul pertunjukan yang. satu peristiwa per pertunjukan tayub eae cesay pertunjukan Dengan tombokan tradisi_melekan, rem-reman, maupun ‘gawe(hajat) yang lainnnya mendapatkan dukungan dana dan fasilitas yang cukup. Pertunjukan wayang thengul, seniman, masyarakat, dan elaku pertunjukan lainnya menjadi terperhatikan dan “kopen”” Hal ini mendorong tradisi pertunjukan tayub dan wayang thengul dapat luluh sebagai sebuah kemasan yang relevan dengan realitas tradisi masyarakatnya, Pertunjukan wayang thengul dan para pelakunya memiliki kearifan kemas dalam penuituran tradisi pertunjukannya untuk dapat mengku dan madahi berbagai keperluan dan hajat tradisi masyarakatnya, Salah seorang pendhemen melontarkan guyonan Segamya, “Biar tetap methentheng......... dan mecungul., Kedah wonten sindhire, begsane,..nginum sakcekapipun kajenge angek....(R. Djoko Prakosa) R. Djoko Prakosa SENI, RITUAI Tutub Ngiso Magelang, sibuk r ritual simbolik kemakmuran desa (panen), kesejahte sengkala. Spirit ag mereka, Budaya k Dan kesenian mer Dalam menyambut yang dianggap wi masyarakat Jawa : | candi diselenggaral Yang palin pasang sesaji, s¢ Mbangun Lumbun sangat erat dengan hi budaya Jawa, lakon (pengaruh magis). ‘say pertunjukan biasanya berkisar pada lakon Sri Mulih, Lumbung Roro Dhenok, dan beberapa lakon wahyu (Wahyu Purba Kayun, Pura Kencana, dan ‘ainnya). Pemilihan akon sangat erat dengan perilaku mists, magis, dan simbolis yang berkaitan dengan mitos kesuburan. Wayang sakral memiliki posisi penting dalam Penyelenggaraan ritual suran. Pertunjukkan wayang orang sakral tersebut dilengkapi sesaji yang terdiri dari berbagai macam winsh dan wifi (biji-bijian yang digunakan sebagai benih), wulu ‘vena (basil bumi), bunga, masalah saji,jajanan tradisional (iaian pasar), degan ijo (Kelapa muda), dan bubur manca wana. Sajian digantung di sepanjang panggung bagian atas depan (upround) Wayang Wong Sakral Pertunjukan wayang sakral pada prinsipnya menggunakan struktur pertunjukkan wayang orang konvesional, yang terbagi dalam beberapa adegan yaitu : adegan jejer kraton 1, adegan jejer kraton sabrang, adegan paseban njaba, jaranan (rampogan), adegan perang gagal, adegan pertapan, gara-gara, perang kembang, jeer kraton 2 atau kedhaton, perang brubuh, tayungan, dan tancep kayon, 177 cesay pertunjukan antara prajurit raksasa dipimpin Barhara Kala yang mau merebut lumbung kencana. Akhirnya perang dimenangkan oleh Pendawa. Bathara kala diruwat oleh Krisna dengan membaca raiah kala cakra. Pertunjukan wayang orang sakraldikhiti dengan beksan tayungan Werkudara (Bima) dengan membawa sapu gerang. ~ R.Djoko Prakosa Adegan | sakral berupa ; semedi untuk m panakawan dengs pengrawit. Dalam lantai pentas yang Semar membakar ‘melantunkan Kid Kullu geni. Ades dengan kemakmu esa dari ancaman, Dalam ade semua dewa ya dan kemakmu menyatakan do adegan tersebu (Dewa cinta kas dan kemakmur: Syiwa, Adegan b R. Djoko Prakosa ini berupa mitos I alegoris penabura jimat; penggunag pembacaan mantr ‘mantra rajah kalac Mitologi t say pertunjuken keselarasan dan kelestarian hidup dianggap yang harus dimusnahkan dengan berbagai cara. Pola pikir mitis mendorong masyarakat melakukan tindakan mitis setara dengan kehadiran sengkala. Pembacaan mantra kulhu balik kulhu geniserta mantra rajah alacakra merupakan tindakan mistis yang secara tradisional diwarisi masyarakat Jawa, Menolak bala dan sengkala yang mengancam keselamatan, kesejahteraan, kelestarian hidup, Mantra ini selalw hadir dengan tokoh mitis Jawa mulai Dewa Wisnu, Panakawan, dan Wali Sanga (terutama Sunan Kalijaga), meyakni sebagai pemeliharaan keselarasan dan kelestarian hidup, Keraguan : Reka-Rekayasa, Reaktualisasi Atau.... Secara historis peristiwa ritual suran Tutub. Ngisor ini diawali Rama Yasa Rama, seorang seniman dan juga guru spiritual kejawen tahun 1937 xxx mendirikan padepokan seni Ciptobudaya, Pengembaraan spiritual kesenian Rama Yasa Sudarma di berbagai wilayah Merapi menjadikan xxxx sangat lekat dengan jagad kejawer Anggota masyarakat Rama Yasa xxx menjadi Communal Support bagi ritual kesenian yang secara rutin diselenggarakan pada bulan Sura, 181 say perninjukan Hubungan Tutub Ngisor dengan jaringan kerja seni lainnya semakin intens. Peristiwa kesenian di Tutub Ngisor mendapat banyak perhatian dan dukungan dari berbagai Komunitas seni, Waskitho yakin selama masyarakat masih membutuhkan kesenian dalam kehidupan batin dan ritual, maka kesenian akan selalu hidup. Dengan terbukanya jaringan kerja ini berarti Tutup ite tala mendanat sentihen dar} hanval tancan nilciran R. Djoko Prakosa Setidaknya dilaksanakan rakya Syawal so0exx) da selaluterselenggare Menjelang Ngisor melemat Pendapa dan pe roboh. Dan bar budaya glob: mengumandang! Persinggungan | Anjilin, Bambany luar Tutub Negi semakin luas. Sutanto me Neisor terutar akademisi_ seni Yogyakarta. ST! tinggi non sen membawa akut R, Djoko Prakosa memandu, Sitras kesenian yang lain makna yang bara Ngisor sekarang belakang dengan Prakosa.) cesay pertunjukan ' Thong-Thong Klek di Festival ‘Thong-thong klek merupakan tradisi musik yang telah lama hidup dan berkembang di lingkungan budaya masyarakat Rembang. Tradi tersebut berakar pada emosi religi masyarakat dalam ‘menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Nama thong-thong klek diambil

Anda mungkin juga menyukai