Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu dan bayi saat ini masih tinggi. Terutama untuk ibu
hamil yang tinggal di desa-desa selain karena pengetahuan ibu hamil yang
kurang dan tidak begitu mengerti tentang kesehatan, juga karena perawatan
dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan sistem rujukan
yang belum sempurna.Persalinan merupakan keadaan fisiologis yang normal.
Persalinan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan persalinan normal
(pervaginam) dan dengan pembedahan atau sectio caesarea (Sukarni, 2013).
Persalinan tidak hanya dilakukan secara normal saja tetapi juga dapat
dilakukan secara sectio caesarea. Sectio caesarea adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut
dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).Sectio caesarea biasanya dilakukan
karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi kehamilan disproporsisefalo
pelvic, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal, presentasi
bokong dan pre eklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsi dibagi menjadi dua diantaranya adalah preeklampsi ringan
(PER) dan preeklampsi berat (PEB). PEB merupakan komplikasi persalinan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
dengan proteinuria dan edema padakehamilan 20 minggu atau lebih, PEB
adalah suatu penyakit yang menjadi indikasi seorang ibu hamil dilakukannya
tindakan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2010).
World

Health

Organization(WHO)

menetapkan

standar

rata-rata

sectiocaesarea di sebuah Negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di


dunia. Persalinansectio caesarea dengan indikasi PEB pada ibu menurut WHO
pada tahun 2013 adalah sekitar 0,51%- 38,4%(Sinha Kounteya, 2013). Angka
kejadian PEB di Indonesia cenderung meningkat yaitu 1,0%- 1,5%

pada sekitar 20112012, meningkat menjadi 4,1% - 14,3% pada sekitar 2013
2014 (Soefwan, 2014).
Angka kejadian PEB di ruang Permata Hati RSUD Banyumas pada periode
Januari-Desmber 2016 sebanyak 70 kasus atau sekitar 5,8 %. Angka kejadian
PEB yang tinggi di ruang flamboyan maka perlu adanya penanganan yang
khusus karena apabila tidak di tangani dengan baik maka akan menambah
angka kematian bayi dan ibu, oleh karena itu perawat harus melakukan
penanganan secara baik untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Ny. F dengan Post Partus Spontan atas indikasi
preeklampsia berat.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penyusunan ini bertujuan agar penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada Ny. F dengan post Partus Spontan atas
indikasi pre eklampsia berat.
b. Menegakan diagnosa keperawatan pada Ny. F dengan post Partus
Spontan atas indikasi pre eklampsia berat.
c. Menyusun rencana keperawatan pada Ny. F dengan post Partus
Spontan atas indikasi pre eklampsia berat.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. F dengan post Partus
Spontan atas indikasi pre eklampsia berat.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. F dengan post Partus
Spontan atas indikasi pre eklampsia berat
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada Ny. F dengan post Partus
Spontan atas indikasi pre eklampsia berat.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TEORI POST PARTUS SPONTAN INDIKASI PEB


1. Pengertian
a. Persalianan normal
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan,
merupakan hasil konsepsi yang telah mampu hidup diluar kandungan
melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan pembukaan
serviks, serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu tertentu
tanpa adanya penyulit (Rohani, 2011).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin (Asri, 2010).
Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak
belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat
serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam (Asrinah, 2010).
b. Post Partum
Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali kepada keadaan tidak hamil serta penyesuaian terhadap
anggota keluarga baru (Mitayani, 2009).
Masa post partum adalah masa yang di mulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Maryunani, 2009).
c. Pre-eklamsia berat
Pre Eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah
persalinan (Mansjoer, dkk, 2007). Sedangkan Pre eklampsia berat
menurut Nugroho (2010) adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih

disertai dengan proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu


atau lebih.
Menurut Maryunani (2009) Pre eklampsia berat adalah suatu
sindrom klinik dalam kehamilan viabel usia kehamilan > 20 minggu
atau berat janin 500 gram yang ditandai dengan hiperproteinuria dan
oedema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan viable
padapenyakit troploblast.
2. Etiologi
Penyebab timbulnya Pre Eklampsia pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh Vasospasme arteriola.
Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya Pre
Eklampsia antara lain : Primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, mola
hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun
atau lebih dari 35 tahun serta anemia (Maryunani,2009).
3. Patofisiologi
Beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan kerusakan vaskuler
dan tensi meningkat menjadi 140-160 mmHg dan, akibatnya akan terjadi
vasospasme arteriola yang mengakibatkan kelainan pada ibu hamil yaitu
pre eklampsia berat. Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan
mempengaruhi timbulnya Pre Eklampsia antara lain : Primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa, multigravida, malnutrisi
berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta
anemia.Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah kesemua
organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati, dan otak menurun
sampai 40-60%.
Terjadinya beberapa kelainan pada ibu dan janin menyebabkan janin
tidak dapat lahir secara normal, misalnya kelainan yang terjadi yaitu preeklamsia berat. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC) untuk menghindari
adanya gangguan pada ibu yaitu: eklampsia, solusio plasenta, pendarahan

subkapsula

hepar,

kelainan

pembekuan

darah

DIC(Disseminated

Intravascular Coagulation). Sindrom HELPP (H= Hemolysis, ELL=


Elevated Liver Enzyme, P=Low Platelet Count), ablasio retina dan agal
jantung hingga syok dan kematian. Pada janin untuk menghindrai adanya
gangguan terhambatnya pertumbuhan dalam uterus premature, asfiksia
neonatorum, kematian dalam uterus dan untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan perinatal. Namun banyak kasus pada pasien pre
eklamsi berat persalinan dilakukan secara spontan.
Persalinan spontan dapat terjadi perubahan fisologis maupun
psikologis. Pada adaptasi fisiologis pasien akan mengalami perubahan
seperti involusi uterus, involusi tempat plasenta, perubahan ligamen,
perubahan pada serviks, lochea, perubahan pada vulva, vagina dan
perineum,

perubahan

sistem

pencernaan,

perubahan

sistem

muskuloskeletal. Sedangkan adaptasi psikologis yang pasien alami yaitu


Fase Taking In (Perilaku Dependen) merupakan periode ketergantungan
dimana ibu mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain. Fase
Taking Hold (Perilaku Dependen-Independen), secara bergantian timbul
kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang
lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Fase Letting Go (Perilaku Interdependen), Fase ini merupakan fase
menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung setelah
10 hari pasca melahirkan
Post partum menyebabkan pasien mengalami penurunan estrogen
dan

progesteron

yang

merangsang

pertumbuhan

kelenjar

susu,

peningkatan prolaktin dan merangsang laktasi oksitoksin, pengeluarani


ASI yang tidak efektif maka menyebabkan payudara menjadi bengkak dan
menimbulkan ketidakefektifan pada pengeluaran ASI. Pada pasien post
partum biasanya terjadi penurunan sensitivitas dan sensi kandung kemih
yang mengakibatkan gangguan pada eliminasi urin.
(Hardhi 2013, Jitowiyono 2010)

4. Tanda dan Gejala


Menurut Maryunani (2009) Pre Eklampsia dinyatakan berat bila ada
satu diantara gejala-gejala berikut :
a. Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
b. Proteinuria 5gr/24 jam atau lebih, 3 gram protein per liter atau > 10
gram perliter pada pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, urine 400 ml/ 24 jam atau kurang.
d. Edema paru-paru, sianosis.
e. Tanda dan gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah
penglihatan, pandangan kabur dan spasme arteri retina pada
funduskopi, nyeri epigastrium, maul atau muntah serta emosi mudah
marah.
f. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat.
g. Adanya HELLP Syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver
Enzyme, P=Low Platelet Count).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, pada
kecurigaan adanya Pre Eklampsia berat sebaiknya diperiksa juga :
a. Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah

: urium-kreatinin,

SGOT(Serum Glutamin Oxaloacetic Transaminase), LDH (Lactat


Dehydrogenase)dan bilirubin.
b. Pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin dan sedimen.
c. Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat dengan konfirmasi
ultrasonografi (bila tersedia).
d. Kardiografi untuk menilai kesejahteraan janin.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pre eklampsia berat menurut Nugroho (2010).
Ditinjau

dari

umur

kehamilan

dan

perkembangan

gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :


a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal. Perawatan aktif sedapat mungkin
sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan

fetal assesment (NST Non Stress Test dan USG Ultrasonografi)


indikasi:
1) Ibu
a) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
b) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia,
kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan
meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada
perbaikan).
2) Janin
a) Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG).
b) Adanya tanda IUGR (Intra Uterine Growth Restriction :
pertumbuhanjanin terhambat).
3) Laboratorium
a) Adanya HELLP Syndrome(H= Hemolysis, ELL= Elevated
Liver

Enzyme,

P=Low

Platelet

Count)hemolisis

dan

peningkatan fungsi hepar, trombositopenia.


b. Pengobatan mediakamentosa pasien preeklampsia berat adalah :
1) Segera masuk rumah sakit.
2) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap
30 menit, refleks patella setiap jam.
3) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL
(60-125 cc/jam) 500 cc.
4) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
5) Pemberian obat anti kejang: Diazepam 20 mg IV dilanjutkan
dengan 40 mg dalam Dekstrose 10% selama 4-6 jam. Atau MgSO4
40 % 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam RL 500cc
untuk 6 jam.
6) Diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/IV.
7) Anthipertensi diberikan bila : Tekanan darah sistolik > 180 mmHg,
diastolic >110 mmHg atau MAP(Mean Arterial Pressure) lebih 125
mmHg.
B. KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Pengkajian dimulai dengan pemeriksaan dan observasi menurut


Mitayani (2009), adalah sebagai berikut:
1) Temperatur
Periksa satu kali pada 1 jam pertama sesuai dengan peraturan
rumah sakit, suhu tubuh akan meningkat bila terjadi dehidrasi atau
keletihan. pada hari pertama suhu naik 38 C dan akan normal
kembali pada hari berikutnya.
2) Nadi
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama atau sampai
stabil, kemudian setiap 30 menit pada jam-jam berikutnya. Nadi
kembali normal pada 1 jam berikutnya, mungkin sedikit terjadi
bradikardi.
3) Pernapasan
Periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali normal
setelah 1 jam postpartum.
4) Tekanan Darah
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam atau sampai stabil,
kemudian setiap 30 menit untuk setiap jam berikutnya. Tekanan
darah ibu mungkin sedikit meningkat karena upaya persalinan dan
keletihan, hal ini akan normal kembali setelah 1 jam.
5) Payudara
Payudara teraba lunak dan akan mengeras, membesar, dan
hangat pada hari kedua. Putting utuh dan dapat mengalami luka
yang memerah. laktasi kolostrum keluar.
6) Kandung kemih
Kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis postpartum dan
cairan intravena.
7) Fundus uteri
Periksa setiap 15 menit selama satu jam pertama kemudian
setiap 30 menit, fundus harus berada dalam midline, keras, dan
fundus setinggi umbilicus serta pada hari kedua 1-2cm di bawah
umbilicus. Bila uterus lunak, lakukan masase hingga keras dan
pijatan hingga berkontraksi ke pertengahan.
8) Sistem gastrointestinal
Pada minggu pertama postpartum fungsi usus besar kembali
normal, abdomen lembek dan kendur.
9) Kehilangan berat badan

10

Pada masa postpartum ibu biasanya akan kehilangan berat


badan lebih kurang 5-6 kg yang disebabkan oleh keluarnya plasenta
dengan berat lebih kurang 750 gram, darah dan cairan amnion lebih
kurang 1.000 gram, sisanya berat badan bayi.
10) Lochia
Periksa setiap 15 menit, alirannya harus sedang. Bila darah
mengalir dengan cepat, curigai terjadinya robekan serviks. Lochea
hari pertama rubra, jumlah sedang dan baunya amis.
11) Perineum
Perhatikan luka episiotomi jika ada dan perineum harus bersih,
tidak berwarna, terjadi edema pada hari pertama, edema akan
berkurang pada hari kedua dan tiga dan jahitan harus utuh.

12) Eliminasi
Pada hari pertama berkemih lebih dari 3.000 ml dan pasien
tidak defekasi. Serta pada hari kedua dan selanjutnya berkemih
jumlah banyak berkurang dan defekasi 2-3 hari.
13) Sistem muskuloskeletal
Selama kehamilan otot-otot abdomen secara bertahap melebar
dan terjadi penurunan tonus otot. Pada periode postpartum
penurunan tonus otot jelas terlihat.

Abdomen menjadi lunak,

lembut, dan lemah, serta muskulus rektus abdominaalis memisah.


2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan post partum
menurut Amin Huda (2015), yaitu:
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (trauma jalan lahir,
episiotomi).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko: episiotomi, laserasi
jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan.
c. Ketidakefektifan

pemberian

ASI

berhubungan

dengan

defisit

pengetahuan, pasangan atau keluarga yang tidak mendukung, riwayat


pembedahan payudara
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan

11

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan: penurunan atau kurangnya


motivasi, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri,
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.
f. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum berhubungan dengan:
keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
g. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

tindakan

anestesi,

kelemahan, penurunan sirkulasi.

3. Fokus intervensi
Intervensi keperawatan menurut Amin Huda (2015) yaitu :
a.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (trauma jalan lahir,
episiotomi).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama jam
diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
1)

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)

2)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan


manajemen nyeri

3)

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda


nyeri)

4)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya
wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi
secara efektif.

12

3) Kaji pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,


tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4) Ajarkan dengan teknik nonfarmakologi.
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)
6) Tingkatkan istirahat
7) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko: episiotomi, laserasi


jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama jam
diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
1) Luka episiotomi robek kering dan membaik
2) Tidak adanya tanda-tanda infeksi
3) Lochea tidak berbau
Intervensi:
1)
Kaji faktor risiko terhadap infeksi nosokomial.
2)
Kurangi organisme yang masuk dalam individu: cuci
tangan, personal hygiene, vulva hygiene, teknik aseptik dan
antiseptik, teknik steril untuk perawatan luka.
3)
Ajarkan individu dan keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi.
4)
Kurangi

kerentanan

terhadap

infeksi:

motivasi

dan

pertahankan masukan kalori dan protein, minimalkan lamanya


tinggal di rumah sakit, anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
5)
Pantau tanda-tanda infeksi : demam, nyeri, lochea, keadaan
luka.
6)

Kolaborasi pemberian terapi antibiotic.

c. Ketidakefektifan

pemberian

ASI

berhubungan

dengan

defisit

pengetahuan, pasangan atau keluarga yang tidak mendukungan,


riwayat pembedahan payudara.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... jam yang
diharapkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi dengan
kriteria hasil:

13

1) Klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan menyusui.


2) Klien mampu menyusui dengan cukup.
Intervensi:
1) Identifikasi pengeluaran ASI.
2) Lakukan perawatan payudara.
3) Beri dukungan kepada ibu untuk melakukan pemberian ASI
esklusif.
4) Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien
5)
6)
7)
8)

dalam pemberian ASI.


Ajarkan cara perawatan payudara.
Anjurkan klien untuk menyusui setiap 2 jam sekali.
Berikan penkes ASI esklusif.
Ajarkan teknik menyusui yang benar.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama jam
diharapkan pola tidur efektif dengan kriteria hasil:
1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2) Pola tidur, kualitas dalam batas normal
3) Perasaan segar setelah tidur atau istirahat
Intervensi:
1) Determinasi efek- efek medikasi terhadap pola tidur.
2) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
4) Kolaborasi pemberian obat tidur.
5) Fasilitasi

untuk

mempertahankan

aktivitas

sebelum

tidur

(membaca).
6) Monitor waktu makan dan minum dengan teratur.
7) Diskusikan dengan keluarga

dan pasien tentang teknik tidur

pasien.
8) Ciptakan lingkungan yang nyaman.

14

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan: penurunan atau kurangnya


motivasi, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri,
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.....defisit
perawatan diri teratas dengan kriteria hasil:
1) Klien terbebas dari bau badan
2) Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
3) Dapat melakukan ADLs dengan bantuan
Intervensi :
1) Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
4) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
5) Ajarkan klien atau keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
f. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . pasien
menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria
hasil:
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan.
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar.
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Rencana tindakan keperawatan
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.

15

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini


berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat.
4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat.
7) Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat.
g. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan
sirkulasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . pasien
dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi dengan kriteria
hasil: klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh
umum.
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan /kondisi klien.
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Januari 2016 pada jam 10 WIB di
ruang Permata Hati RSUD Banyumas diperoleh data, mengenai identitas
pasien yang bernama Ny. F, umur 21 tahun, alamat Kebasen, agama islam,
status menikah, pendidikan terakhir pasien SMP, pekerjaan ibu rumah tangga,
pasien masuk RS pada tanggal 19 Januari 2016 jam 10.00 dengan diagnosa
medis P1A0 post partum spontan indikasi PEB. Selama dirawat di rumah sakit

16

penanggung jawab pasien adalah Tn. S, usia 24 tahun, hubungan dengan


pasien adalah suami, pekerjaan buruh, beralamat di Kebasen.
Saat dilakukan pengkajian didapatkan data keluhan utama

pasien

mengatakan nyeri kepala dengan P : hipertensi, Q: tertusuk-tusuk, R: kepala,


S: skala 4, T: hilang timbul. Keluhan tambahan klien mengatakan pusing, asi
sudah keluar namun belum banyak,klien mengeluh anaknya rewel, klien
belum BAB selama 3 hari. Riwayat penyakit sekarang klien mengatakan
kontrol di poli kandungan RSUD Banyumas saat usia kehamilan 30 minggu
+3, namun ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan tekanan darah yang
tinggi yaitu 160/90 mmHg, sehingga pasien disarankan untuk meminta surat
rujukan dari puskesmas. Kemudian klien masuk RS pada tanggal 18 Januari
2016, masuk ke poli dan kemudian masuk ke ruang vk. Klien melahirkan pada
tanggal 19 Januari 2016 jam 07.00 WIB dengan persalinan normal, pada jam
10.00 WIB klien dipondahkan ke ruang permata hati.
Riwayat kehamilan masa lalu klien mengatakan persalinan kali ini
merupakan persalinan anak pertama. Riwayat kehamilan saat ini, paritas
P1A0, HPHT: 25 April 2015, klien mengatakan sudah diberikan imunisasi TT,
menarkhe klien saat usia 13 tahun. Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan
tidak memiliki riwayat hipertensi atau penyakit yang lain. Riwayat kesehatan
keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami
darah tinggi atau PEB dalam kehamilan.
Pada pengkajian pola persepsi kesehatan klien mengatakan kesehatan
sangat penting, klien rutin kontrol kehamilannya ke pelayanan kesehatan
(bidan). Pola nutrisi klien saat dirumah makan 3-4 kali sehari dengan nasi,
sayur dan lauk pauk, klien minum air putih 4-5 gelas/hari, minum susu hamil
2x (pagi dan sore), minum wedang teh 2-3 gelas/hari. Selama dirumah sakit
klien makan habis 1 porsi dari RS dengan nasi, sayur, lauk pauk, klien minum
air putih 2-3 gelas/hari, minum wedang teh 2-3 gelas/hari.
Pada pola eliminasi klien mengatakan selama di RS belum BAB selama
3 hari, BAK klien dibantu dengan DC no 16 , dengan urin output 100 cc. Pola

17

aktivitas klien saat di rumah sakit seperti makan, minum, mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, ambulasi dibantu oleh keluarganya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan

data keadaan umum klien baik,

kesadaran composmentis GCS: E4M6V5, hasil tanda-tand vital TD: 160/90


mmHg, N: 88 x/menit, S: 36,7 oC, RR: 20 x/menit, Mata : simetris,
konjungtiva anemis, sklera anikterik dan pupil isokor. Hidung : simetris, tidak
ada polip. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis. Pada
pemeriksaan dada : payudara simetris, puting menonjol, payudara keras, tidak
ada benjolan, aerola coklat, ASI keluar. Paru-paru : I : tidak ada luka, dada
simetris, P : fokal fremitus kanan + dan kiri +, tidak ada retraksi dinding dada,
P : bunyi paru sonor, A : vesikuler. Jantung : I : Ictus cordis tidak terlihat, P :
Ictus cordis teraba, P : bunyi jantung pekak, A : s1 > s2. Abdomen : terdapat
linea nigra, terdapat strie gravidarum.
Tinggi fundus uteri : dua jari diatas pusar, diastasis rectus abdominalis:
lebar 2cm dan panjang 5cm, kontraksi uterus keras, bising usus pada kuadran
satu 8x/m, kuadran dua 10x/m, kuadran tiga 12x/m, kuadran empat 8x/m dan
terdengar timpani. Genetalia : Jenis lochea rubra jumlah 240 cc/24jam, warna
merah muda, terdapat luka jahitan episiotomy, terpasang DC, urin 400 cc/24
jam. Ekstremitas atas: Tidak ada edema, terpasang infus RL 500cc (20 tpm).
Ekstremitas bawah: edema, reflek patela baik. Pada pemeriksaan anus tidak
ada hemoroid, turgor kulit baik.
Pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 19 Januari 2016 jam
09.08 didapatkan hasil WBC 24.0 10e3/uL (N: 3.70 10.1), MONO 2.16 (N:
2.20-12.7), RBC 3.56 10e6/uL (N: 4.06-4.69), HGB 7.96 g/dL (N: 12.9-14.3),
HCT 25.3 % (N: 37.7-53.7), PLT 256 10e3/uL (N: 155-366). Klien diberikan
tranfusi PRC 2 kolf pada tanggal 19 Januari 2016 (tranfusi PRC gol B
V1417B9A, dan V5419465A).
Terapi obat pada tanggal 19 Januari 2016 yaitu injeksi MgSO4 1gr/jam, 6
jam PP diberikan jika urine output dalam batas normal, paracetamol 3x500
mg, amoxicillin 500 mg/8 jam, asam mefenamat 500 mg/8 jam, aptoprol
3x125 mg, amlpodipin 1x10 mg.

18

C. Analisa Data
Waktu
Rabu, 20 Jan
2016
Jam 14.30

Data fokus
DS : Klien mengatakan nyeri
kepala.
P: hipertensi
Q: cekot-cekot
R: kepala
S: skala 4
T: hilang timbul
DO: TD: 160/90 mmHg, klien
tampak bedrest, klien tampak
menahan
nyeri,
sikap
melindungi area nyeri.
DS: klien mengatakan terdapat
luka di perineum.
DO: Tampak terdapat hecting
episiotomi, luka tampak basah,
o
suhu
36,7
C
terdapat
pengeluaran lochea rubra, Hb:
7,96 g/dL, HCT: 25,3 %, WBC:
24,0 10e3/uL.

Penyebab
Agen
injury
biologis

Masalah
Nyeri akut

Trauma jaringan
(episiotomi)

Resiko infeksi

19

DS: klien mengatakan belum


bab selama 3 hari
DO: bising usus 10 x/menit,
mampu flatus, keletihan

Kelemahan otot

Perubahan
eliminasi

pola

D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis yang ditandai dengan
klien mengatakan nyeri kepala, P: hipertensi, Q: cekot-cekot, R: kepala, S:
skala 4, T: hilang timbul, TD: 160/90 mmHg, klien tampak bedrest, klien
tampak menahan nyeri, sikap melindungi area nyeri.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (episiotomi) yang
ditandai dengan klien mengatakan terdapat luka di perineum, tampak
terdapat hecting episiotomi, luka tampak basah, suhu 36,7 oC terdapat
pengeluaran lochea rubra, Hb: 7,96 g/dL, HCT: 25,3 %, WBC: 24,0
10e3/uL.
3. Perubahan pola eliminasi BAB berhubungan dengan kelemahan otot yang
ditandai dengan klien mengatakan belum bab selama 3 hari, bising usus 10
x/menit, mampu flatus, keletihan.

E. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam diharapkan
masalah nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil:
a.

Indikator
Mampu mengontrol nyeri

b.

Mampu mengenali nyeri

c.

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Keterangan :
1) Keluhan ekstrim
2) Keluhan berat
3) Keluhan sedang
4) Keluhan ringan
5) Tidak ada keluhan

IR

ER

20

Intervensi:

Monitor

TTV, lakukan

pengkajian

nyeri

secara

komprehensif, ajarkan teknik non farmakologis, kontrol lingkungan yang


dapat mempengaruhi nyeri, tingkatkan istirahat, kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik.
Implementasi yang penulis lakukan selama 2 hari untuk mengatasi
masalah nyeri akut yaitu: pada hari Rabu, 20 Januari 2016 jam 15.00
melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, respon pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan yaitu klien mengatakan nyeri kepala skala
4, nyeri hilang timbul. TD: 160/90 mmHg. Jam 15.10 mengajarkan teknik
nonfarmakologis. Respon: telah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam
pada pasien untuk mengurangi nyeri. Jam 16.20 memonitor TTV. Respon
pasien: TD: 160/90 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 18 x/menit, S: 36,5 oC.
Pada hari kedua yaitu Kamis, 21 Januari 2016 jam 15.00 penulis
melakukan tindakan memonitor TTV. Respon pasien: pasien mengatakan
sudah tidak pusing, TD: 120/80 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, S:
36,5 oC. Jam 15.15 melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik, Respon: diberikan terapi oral asam mefenamat 500 mg. Jam
15.30 melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Respon klien
mengatakan sudah tidak nyeri kepala.
Evaluasi masalah keperawatan nyeri akut setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 hari yaitu hari Kamis, 21 Januari 2016 jam 19.00 S:
klien mengatakan sudah tidak nyeri kepala. O: TD: 120/80 mmHg, klien
tampak tenang. Assesment masalah nyeri akut teratasi.
d.

Indikator
Mampu mengontrol nyeri

IR
3

Tujuan
5

ER

e.

Mampu mengenali nyeri

f.

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Planning/intervensi lanjutan masalah nyeri akut yaitu pasien boleh


pulang sehingga dilakukan discharge planning: jika sering merasa nyeri
kepala atau pusing dianjurkan untuk cek tekanan darah secara rutin.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (episiotomi)

21

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam diharapkan


masalah resiko infeksi teratasi. Dengan kriteria hasil:
a.

Indikator
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b.

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

c.

Menunjukkan perilaku hidup sehat

IR

ER

Keterangan:
1) Tidak pernah menunjukkan
2) Jarang menunjukkan
3) Kadang-kadang menunjukkan
4) Sering menunjukkan
5) Selalu menunjukkan
Intervensi: batasi pengunjung, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan, tingkatkan intake nutrisi, monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal, berikan penkes tentang cara menghindari
infeksi, kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.
Implementasi yang penulis lakukan selama 2 hari untuk mengatasi
masalah nyeri akut yaitu: pada hari Rabu, 20 Januari 2016 jam 16.10
membatasi pengunjung. Respon : telah dilakukan pembatasan pengunjung
sesuai dengan jam pengunjung, jam 15.30 meningkatkan intake nutrisi.
Respon: klien mengatakan makan habis 1 porsi dengan nasi, sayur dan
lauk pauk. Jam 16.20 mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan. Respon: setiap akan melakukan tindakan keperawatan tenaga
kesehatan cuci tangan sesuai dengan 5 momen cuci tangan.
Pada hari kedua yaitu kamis, 21 Januari 2016 jam 14.30 mengkaji
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. Setelah diobservasi tidak ada
perdarahan, pengeluaran lochea dalam batas normal, terdapat jahitan
episiotomi. Jam 14.45 memberikan pendidikan kesehatan tentang cara
menghindari infeksi. Saat dilakukan motivasi dan penkes pasien tampak
mengerti.
Evaluasi masalah keperawatan resiko infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 hari yaitu hari Kamis, 21 Januari 2016 jam

22

19.15. S: klien mengatakan luka pada perineum sering dibersihkan dan


rutin ganti pembalut. O: tampak terdapat hecting episiotomi, luka tampak
basah, pengeluaran lochea dalam batas normal. Assesment masalah resiko
infeksi belum teratasi.
d.

Indikator
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

IR

Tujuan
5

ER

e.

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi
f.

Menunjukkan perilaku hidup sehat

Planning/lanjutan intervensi masalah resiko infeksi yaitu klien boleh


pulang, discharge planning yang dilakukan: anjurkan mengganti pembalut
3-4 x/hari, anjurkan untuk melakukan vulva hygiene, motivasi menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Perubahan pola eliminasi BAB berhubungan dengan kelemahan otot


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam diharapkan
masalah perubahan pola eliminasi BAB teratasi. Dengan kriteria hasil:
Indikator
a.

Pola eliminasi teratur

b.

Tidak ada kesulitan BAB

c.

Tidak ada konstipasi

d.

Feses lunak dan warna khas fese

IR

ER

Keterangan:
1) Keluhan ekstrim
2) Keluhan berat
3) Keluhan sedang
4) Keluhan ringan
5) Tidak ada keluhan
Intervensi: kaji pola BAB dan kesulitan BAB, anjurkan ambulasi
dini, anjurkan pasien untuk minum banyak, kaji adanya hemoroid,
anjurkan diet makanan tinggi serat dan peningkatan cairan, kaji bising
usus setiap 8 jam.

23

Implementasi yang penulis lakukan selama 2 hari untuk mengatasi


masalah nyeri akut yaitu: pada hari Rabu, 20 Januari 2016 jam 16.45
mengkaji pola BAB dan kesulitan BAB. Respon klien mengatakan sudah 3
hari belum BAB namun bisa flatus, bising usus 10 x/menit. Jam 17.00
mengkaji adanya hemoroid. Respon klien tidak menunjukkan adanya
hemoroid. Jam 17.10 menganjurkan diet makanan tinggi serat dan
peningkatan cairan. Respon klien mengatakan makan habis 1 porsi dengan
nasi, sayur dan lauk pauk, data obyektif klien makan tampak habis 1 porsi,
klien terpasang infus RL 20 tpm.
Pada hari kedua yaitu Kamis, 21 Januari 2016 jam 19.30. S: klien
mengatakan sudah BAB. O: bising usus 12 x/menit, klien dapat flatus,
klien tampak tenang dan nyaman. Assesment masalah perubahan pola
eliminasi BAB teratasi.
e.

Pola eliminasi teratur

Indikator

IR
4

Tujuan
5

ER
5

f.

Tidak ada kesulitan BAB

g.

Tidak ada konstipasi

h.

Feses lunak dan warna khas fese

Planning atau lanjutan intervensi masalah perubahan pola eliminasi


BAB yaitu pasien boleh pulang, dilakukan discharge planning: anjurkan
pasien untuk diet makanan tinggi serat seperti sayur dan buah-buahan.

24

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. F dengan P1A0 Post Partum Spontan
indikasi Pre-Eklamsia Berat hari kedua diruang Permata Hati selama 2 hari mulai
tanggal 20 sampai 21 Januari 2016, membahas tentang kesenjangan yang muncul
antara teori yang ada dengan kasus yang nyata.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Wilkinson dalam Nurjannah 2010).
Penulis dalam melakukan pengkajian menggunakan empat metode
pengumpulan data yang terdiri dari metode yang pertama adalah wawancara.
Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi klien dan merupakan komunikasi yang direncanakan
(Nurjannah, 2010). Selama wawancara penulis tidak menemukan hambatan

25

karena respon dari keluarga cukup baik dan kooperatif. Sehingga penulis
mendapat data yang sesuai harapan.
Metode yang kedua adalah pengkajian, pengkajian yang penulis lakukan
menggunakan pola fungsional Gordon. Penulis memilih pengkajian menurut
Gordon karena pola tersebut tepat untuk diterapkan pada pasien post partum,
dimana pengkajian mencakup nutrisi, eliminasi, latihan dan aktivitas, istirahat
dan tidur, reproduksi dan seksual, serta beberapa aspek psikologis dan
pengetahuan, dimana hal tersebut sering kali menjadi masalah bagi ibu post
partum, seperti depresi, manageman kesehatan, konsep dan persepsi diri.
Peran dan pola hubungan, koping dan toleransi, serta keyakinan dan nilai yang
di anut.
Pada pengkajian pola fungsional gordon, didapatkan data pola persepsi
kesehatan klien mengatakan kesehatan sangat penting, klien rutin kontrol
kehamilannya ke pelayanan kesehatan (bidan). Pola nutrisi klien saat dirumah
makan 3-4 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk, klien minum air putih
4-5 gelas/hari, minum susu hamil 2x (pagi dan sore), minum wedang teh 2-3
gelas/hari. Selama dirumah sakit klien makan habis 1 porsi dari RS dengan
nasi, sayur, lauk pauk, klien minum air putih 2-3 gelas/hari, minum wedang
teh 2-3 gelas/hari.
Pada pola eliminasi klien mengatakan selama di RS belum BAB selama
3 hari, BAK klien dibantu dengan DC no 16 , dengan urin output 100 cc. Pola
aktivitas klien saat di rumah sakit seperti makan, minum, mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, ambulasi dibantu oleh keluarganya.
Berdasarkan teori menurut Maryunani (2009), tanda dan gejala pre
eklamsia berat yaitu hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg,
proteinuria 5 gr/24 jam, oliguria, edema paru atau ekstremitas, sakit kepala
yang berat, pandangan kabur, mual dan muntah.
Tanda dan gejala berdasarkan teori tersebut muncul pada kasus nyata
yaitu hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg, edema ekstremitas, sakit
kepala yang berat. Sedangkan tanda dan gejala yang muncul pada kasus nyata

26

tidak terdapat pada teori yaitu klien mengeluh kesulitan BAB karena sudah 3
hari klien tidak BAB.
Metode yang ketiga adalah dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Pada pemeriksan fisik ini
menggunkan format pengkajian secara head to toe dengan tehknik pendekatan
meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Nurjannah, 2010). Dalam
pelaksanaan pengkajian dengan pemeriksaan fisik penulis tidak menemui
hambatan yang berarti.
Pada pemeriksaan fisik yang penulis lakukan didapatkan hasil yaitu
konjungtiva pasien anemis karena Hb : 7,96 g/dL sehingga pasien diberikan
tranfusi PRC 2 kolf, pada pemeriksaan tinggi fundus uteri didapatkan hasil
TFU pasien dua jari diatas pusat. Pemeriksaan genetalia didapatkan jenis
lochea rubra dengan konsistensi cair, berwarna merah segar, jumlah 240 cc/24
jam, terdapat luka jahitan episiotomy. Kemudian pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan bahwa ekstremitas bawah klien edema.
Metode keempat dapat dilakukan dengan cara studi dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip,
buku dan sebagainya, sebagai data penunjang (Arikunto, 2002). Pada studi
dokumentasi diperoleh identitas pasien dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan darah lengkap.
Pada keempat metode yang penulis lakukan, didapatkan data keluhan
utama pasien mengatakan nyeri kepala dengan P : hipertensi, Q: tertusuktusuk, R: kepala, S: skala 4, T: hilang timbul. Keluhan tambahan klien
mengatakan pusing, asi sudah keluar namun belum banyak, klien belum BAB
selama 3 hari.
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak mengalami kendala karena
pasien dan keluarga kooperatif dan bersedia menjawab pertanyaan yang
diberikan penulis, adanya rekam medis atau status pasien sangat membantu
penulis dalam melengkapi data.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa merupakan cara mengidentifikasi, memfokuskan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual dan resiko

27

tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi masalah dari proses


keperawatan (Nursalam, 2005).
Dalam teori pada kasus post partum spontan indikasi PEB terdapat 7
diagnosa keperawatan menurut Amin Huda (2015). Dari 7 diagnosa
keperawatan menurut teori, penulis menemukan 2 diagnosa keperawatan pada
kasus yang sesuai teori, 1 diagnosa kasus namun tidak ada pada teori dan 4
diagnosa pada teori dan tidak muncul pada kasus.
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata yang sesuai
dengan teori.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya
peningkatan tegangan otot sedangkan nyeri kronis merupakan nyeri
yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung cukup lama,
yaitu lebih dari 6 bulan.
Batasan karakteristik yang ada di teori yaitu: perubahan perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi
pernafasan, masker wajah (misal, mata kurang bercahaya, gerakan
mata berpancar atau tetap pada satu fokus meringis), sikap melindungi
area nyeri, fokus menyempit (misal, gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan), indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, melaporkan
nyeri secara verbal.
Penulis menegakkan diagnosa nyeri akut sebagai prioritas karena
nyeri merupakan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien dan
menurut Maslow kebutuhan yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu
kebutuhan aman dan nyaman.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Resiko infeksi adalah keadaan dimana seorang individu beresiko
terserang oleh organisme potogenik atau oportunitas seperti virus,
jamur, bakteri, protozoa, atau parasitnya (Amin Huda, 2015). Dengan
batasan karakteristik sesuai dengan teori adalah ada batasan mayor dan
batasan minor. Batasan mayor yaitu pasien menunjukkan adanya

28

tanda-tanda infeksi (adanya kemerahan, bengkak, nanah, panas,


fungsiolesa). Sedangkan batasan minornya antara lain adanya sarana
untuk berkembangnya mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Diagnosa keperawatan sesuai teori namun tidak muncul pada kasus
a. Ketidakefektifan

pemberian

ASI

berhubungan

dengan

defisit

pengetahuan.
Ketidakefektifan pemberian ASI adalah merupakan ketidakpuasan
atau kesulitan ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian ASI
(Amin Huda, 2015). Diagnosa keperawatan ini tidak penulis angkat
karena pada saat pengkajian, penulis tidak menemukan data-data yang
mendukung sesuai batasan karakteristik untuk diagnosa defisit
perawatan diri.
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI sesuai
dengan teori dan sebenarnya muncul pada kasus nyata dengan
didapatkannya data klien mengatakan ASI sudah keluar namun belum
banyak, kemudian anak rewel, menunjukkan anak belum kenyang
dengan

produksi

asi

ibu.

Data

tersebut

dapat

memperkuat

ditegakkannya diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI


namun karena ketidaktelitian penulis maka penulis tidak menegakkan
diagnosa tersebut.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal (Amin Huda, 2015). Pada saat dilakukan
pengkajian tidak ditemukan respon pada pasien yang menunjukan
tanda- tanda gangguan pola tidur. Pasien dapat tidur, pasien pun tidak
nampak tanda- tanda kurang tidur, misalnya: ada lingkaran hitam
dibawah mata atau mata panda. Pasien mengatakan tidak merasa
terganggu dengan bayinya walaupun sering terbangun untuk menyusui
bayinya oleh karena itu penulis tidak mengangkat diagnosa tersebut.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan: penurunan atau kurangnya
motivasi.

29

Defisit perawatan diri merupakan hambatan kemampuan untuk


melakukan atau menyelesaikan aktivitas untuk diri sendiri. Penulis
tidak mengangkat diagnosa ini karena pasien mengatakan bisa
melakukan perawatan diri secara mandiri (Amin Huda, 2015).
Diagnosa keperawatan ini tidak penulis angkat karena pada saat
pengkajian, penulis tidak menemukan data-data yang mendukung
sesuai batasan karakteristik untuk diagnosa defisit perawatan diri.
d. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum berhubungan dengan:
keterbatasan kognitif.
Kurang pengetahuan menurut Amin Huda (2013) adalah ketiadan
atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan

topik

tertentu. Diagnosa ini tidak penulis angkat karena pasien sudah


mengetahui tentang cara perawatan post partum.
e. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

tindakan

anestesi,

kelemahan, penurunan sirkulasi.


Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energy psikologis
atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan (Amin
Huda, 2015).
Diagnosa keperawatan ini tidak penulis angkat karena pada saat
pengkajian, penulis tidak menemukan data-data yang mendukung
sesuai batasan karakteristik untuk diagnosa intoleransi aktivitas.
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer menurut Amin Huda
(2013) adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik yang ada pada teori yaitu tidak ada nadi,
perubahan tekanan darah, waktu pengisian kapiler >3 detik, edema,
nyeri ekstremitas, parestesia, warna kulit pucat saat elevasi,
kelambatan penyebuhan luka, perubahan karakteristik kulit (warna,
elastisitas, sensasi, suhu).

30

Preeklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai


dengan timbulnya hipertensi dengan tekanan daraah 160/110 mmHg
atau lebih disertai dengan proteinuria dan edema (Nugroho, 2009).
Penyebab preeklamsia adalah vasospasme arteriola, dalam hal ini
jantung yang berfungsi untuk memompa darah keseluruh tubuh
mengalami peningkatan kerja pada katup aorta dan bikuspidalis
sehingga muncul hipertensi. Jika pasien mengalami preeklamsi maka
tekanan darah meningkat, terdapat proteinuria, dan edema sehingga
masalah tersebut berfokus pada perifer.
Pada kasus nyata didapatkan adanya edema ekstremitas, tekanan
darah 160/90 mmHg, nyeri kepala hebat, perubahan pada nadi. Dalam
hal ini sesuai dengan batasan karakteristik ketidakefektifan perfusi
jaringan. Namun karena penulis kurang teliti dan kurang pemahaman
pada konsep teori sehingga penulis tidak mengangkat diagnosa
keperawatan tersebut.
3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus tidak sesuai dengan teori
a. Perubahan pola eliminasi BAB berhubungan dengan kelemahan otot
Perubahan pola eliminasi BAB adalah perubahan pada frekwensi
normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran feses
yang kering, keras dan banyak (Amin Huda, 2015). Dengan batasan
karakteristik nyeri abdomen, anoreksia, perubahan pada pola defekasi,
bising usus hiperaktif atau hipoaktif, sering flatus, sakit kepala. Penulis
mengangkat diagnosa perubahan pola eliminasi BAB karena saat
pengkajian muncul data-data sesuai dengan batasan karakteristik di
teori.

31

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengelolaan kasus selama 2 hari pada Ny. F dengan Post
Partum Spontan Indikasi PEB di Ruang Permata Hati RSUD Banyumas, hasil
asuhan keperawatan adalah:
Dari hasil pengkajian pada Ny. F didapatkan keluhan utama

pasien

mengatakan nyeri kepala dengan P : hipertensi, Q: cekot-cekot, R: kepala, S:


skala 4, T: hilang timbul. Keluhan tambahan klien mengatakan pusing, asi
sudah keluar namun belum banyak, klien belum BAB selama 3 hari. Pada pola
eliminasi klien mengatakan selama di RS belum BAB selama 3 hari. Pada
pemeriksaan fisik genetalia didapatkan data : Jenis lochea rubra jumlah 240
cc/24jam, warna merah muda, terdapat luka jahitan episiotomy, terpasang
DC, urin 400 cc/24 jam.
Setelah dianalisis maka muncul masalah keperawatan pada kasus dan
sesuai teori meliputi nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis,
resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (episiotomy).
Diagnosa keperawatan yang mucul pada kasus namun tidak ada di teori
yaitu perubahan pola eliminasi BAB berhubungan dengan kelemahan otot.
Dan diagnosa keperawatan pada teori namun tidak muncul pada kasus yaitu
Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan defisit pengetahuan,
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan, Defisit perawatan diri
berhubungan dengan: penurunan atau kurangnya motivasi, Defisiensi
pengetahuan: perawatan post partum berhubungan dengan: keterbatasan
kognitif, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan.

B. Saran
Saran ditujukan kepada Rumah Sakit, institusi pendidikan, dan profesi
keperawatan untuk kemajuan dan terjaganya mutu keperawatan yang baik
dimasa yang akan datang adalah:
1. Rumah sakit

32

Meningkatkan pelayanan terhadap pasien, memberikan informasi


tentang penyakit secara lengkap agar pasien maupun keluarga tidak salah
persepsi dan dalam melakukan tindakan keperawatan seharusnya tidak
hanya menjalin hubungan terapeutik pada pasien tetapi kepada keluarga
pasien karena keluarga merupakan bagian dari proses penyembuhan
pasien.
2. Institusi pendidikan
Semoga laporan kasus ini bisa menambahkan sumber-sumber pustaka
terutama pada pembuatan asuhan keperawatan pada klien post partum
spontan indikasi pre eklamsia berat dan dalam mengembangkan ilmu
keperawatan serta dapat meningkatkan kualitas standar pelayanan
kesehatan dalam pembelajaran perkuliahan di Akper Serulingmas.
3. Profesi keperawatan
Untuk perawat, pasien dengan post partum spontan indikasi pre
eklamsia berat, senantiasa memotivasi pasien dan keluarga agar
mengurangi faktor resiko terjadinya PEB berulang yaitu dengan tidak
merencanakan memiliki anak pada usia yang tua, memperbanyak
konsumsi vitamin C dan tidak merokok, mengurangi konsumsi makanan
tinggi garam menghindari trauma.

Anda mungkin juga menyukai