Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat PT. Carsurin Samarinda
PT. Carsurin adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang pelayanan dan
pengawasan dengan mengutamakan factor-faktor kualitas, integritas, kooperatif dan
professional. Perusahaan ini pertama kali didirikan oleh Hein Cristopher Tiwan pada
tahun 1968 yang berpusat di Jakarta. Keadaan dari perusahaan dalam pelaksanaan
perdagangan adalah sebagai pihak ketiga, aktivitas dan pekerjaan sejajar dengan
kemampuan ekonomi dan industrilisasi. PT. Carsurin mempunyai fungsi dan tugas
untuk memeriksa dan menganalisa mineral-mineral, minyak kelapa sawit dan juga
batubara.
Untuk menjalankan semua ini, maka seluruh pegawai dan staf laboratorium PT.
Carsurin ditraining (dilatih) di Jakarta dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan
yang lebih luas bagi para pegawai maupun staf laboratorium tentang bagaimana
menganalisa

batubara,

gas

cair

dan

kelapa

sawit

serta

bagaimana

cara

penangananbatubara dilokasi. Selain itu juga mendatangkan analis asing (terutama


Amerika dan Inggris) guna meningkatkan kualitas kerja para pegawai dalam
mengoperasikan dan merawat alat-alat yang digunakan untuk menganalisa batubara, gas
cair dan kelapa sawit.
Karena pesatnya persaingan dibidang pelayanan dan pemasaran maka PT. Carsurin
mendirikan beberapa cabang yang sebagian berlokasi di pelabuhan besar baik di
Indonesia maupun di luar Indonesia (Batam, Medan, Banjarmasin, Padang, Cilegon,
Palembang, Surabaya, Balikpapn, Samarinda, Makassar, Lampung, Bitung, Dumai. Dan
Singapura). Dengan pelayanan utama terdiri dari bermacam-macam muatan dan Marine
Surveyor yang produk utamanya adalah batubara, gas cair dan kelapa sawit dan mineral
lain.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Industri
Pada umumnya kegiatan praktek kerja industry bertujuan:
1. Meningkatkan, memperluas dan mementapkan keterampilan yang membentuk
kemampuandari Mahasiswa sebagai bekal untuk memasuki dunia keja yang sesuai
dengan bidang studi.
1

2. Memberikan pengetahuan tambahan tentang hal-hal yang baru tentang dunia kerja
sesungguhnya.
3. Memberikan kesempatan kepada Mahasiswa untuk memasyarakatkan diri untuk
membina tumbuhnya sikap disiplin, rasa tanggung jawab, etos keja kemandirian dan
professional sebagai tenaga kerja analis.
4. Memenuhi persyaratan dalam melaksanakan Tugas Akhir di Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda.
1.3 Tujuan Pembuatan Laporan
Bagi mahasiswa yang telah melaksanak praktek keja industry diwajibkan menyusun
sebuah laporan dari apa yang telah didapatkan setelah melaksanakan praktek ketja
industri. Laporan yang telah dibuat sebagai salah satu syarat dalm menyelesaikan
pendidikan

di

Politeknik

Negeri

Samarinda,

yang

mana

dapat

menambah

pembendaharaan perpustakaan kampus dan perusahaan. Selain itu laporan ini sebagai
bahan acuan untuk membuat laporan berikutnya yang lebih sempurna.
1.4 Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan
Ruang lingkup praktek kerja lapangan yang dilaksanakan di PT. Carsurin Samarinda
meliputi tahapan sampel (preparation) dan tahap penganalisaan (analysis) batubara di
Coal Laboratory dengan menggunakan basis parameter analisa batubara yang
diterapkan di PT. Carsurin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan
yang mengandung mineral. Mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam
pemanfaatannya, kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis
pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara
konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor,
maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas
batubara tersebut.
Batubara Indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan
batubara bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun
1999 akhir, sumber daya batubara Indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan
sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an
membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan
bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran tidak
terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan dapat diperoleh dalam
jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu tinggi menjadi sumber
energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan bakar batubara
secara besar-besaran juga membawa dampak yang sangat serius terhadap lingkungan
terutama isu global warming dan hujan asam.
Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu:
1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak.
2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata.
Batubara jug memiliki kelemahan, antara lain:
1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar
yang kotor dan tidak ramah lingkungan.
2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara
jauh lebih besar.
3

Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian
juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas
bisa menjadi H2SO4 dan HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam.
2.2

Proses Pembentukan Batubara

2.2.1

Pembentukan gambut
Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-

tumbuhan subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak
tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin
tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material
tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal
dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia yang luas.
Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian
lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan bagian
tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah
dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai
sisa tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi
karbon dioksida, air dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut
proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah gambut.
2.2.2

Pembentukan Lignit
Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut

tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan di bebaskannya H 2O, CH4, dan sedikit
CO2. Terbentuklah material dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering akan
mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3% dan oksigen 38%.
Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi
tertimbun di bawah lapisan lanau (silt) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa.
Semakin dalam, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya. Sehingga
tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas. Tahap ini
merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau yang disebut Tahap
metamorfik.
4

Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan
penguraian dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO 2, sehingga kandungan
hidrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini
adalah tahap pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus
perkiraan C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%,
hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.
2.2.3

Pembentukan Batubara Subbitumen


Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara

bitumen rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi.
Selama tahap ketiga, kandungan hidrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap
ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal).
2.2.4

Pembentukan Batubara Bitumen


Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous

coal), kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahanlahan, tidak secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan
keempat ialah CH4, CO2, dan mungkin H2O.
2.2.5

Pembentukan Antrasit
Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan,

sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses


pembentukan batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi
kimia ini dapat diatur oleh suhu dan atau tekanan.

2.3 Reaksi Pembentukan Batubara


Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, komposisi utama
terdiri

dari

selulosa.

Proses

pembentukan

batubara

dikenal

sebagai

proses

pembatubaraan (coalification). Factor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah
selulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan
batubara adalah sebagai berikut :
5

5C6H10O5

C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

Selulosa

Lignit

gas metan

Keterangan:
Selulosa (senyawa organic), merupakan senyawa pembentuk batubara.
Unsur C pada lignit jumlahnya relative lebih sedikit dibandingkan jumlah unsur
C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
Unsur H pada lignit jumlahnya relative banyak dibandingkan jumlah unsur H
pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit semakin rendah kualitasnya.
Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relative lebih sedikit
dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit semakin baik
kualitasnya.

Masing-masing batubara mempunyai jumlah karbon, volatile matter, calorivic


value dan moisture yang berbeda-beda, ini bisa dilihat pada tabel 1.

Jenis Batu Bara Karbon

Volatile

Calorivic

Moisture

Gambut

60%

Matter
> 53%

Value
16,8 MJ/kg

> 75% insitu

Lignit

60-71%

53-49%

23,0 MJ/kg

35% insitu

Subbitumen

71-77%

49-42%

29,3 MJ/kg

25-10% insitu

Bitumen

77-87%

42-29%

36,3 MJ/kg

8% insitu

Tabel 1. Susunan unsur di berbagai jenis batubara


2.4

Klasifikasi Batubara

Klasifikasi batubara merupakan suatu cara untuk mengelompokkan batubara


menurut jenisnya. Klasifikasinya dimaksudkan untuk memenuhi keinginan dari
produsen, konsumen serta ahli ahli teknologi yang menggunakan batubara.
A. Klasifikasi Batubara Berdasarkan Tingkat Pembatubaraan
1. Batubara Lignit
Disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari batubara, berupa
batubara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya. Batubara ini
berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah dengan kandungan karbon yang
sangat sedikit, kandungan abu dan sulfur yang banyak. Batubara jenis ini dijual
secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
2. Batubara Sub Bituminous
Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien. Batubara Sub Bituminous
merupakan transisi anatara Lignit dan Bituminous, berwarna hitam gelap dengan
nilai kalor rendah yaitu 4,444 Cal/g 6,111 Cal/g.
3. Batubara Bituminous
Batu bara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat tua.
Bituminous coal mengandung 86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur
yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk
pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokasresidu karbon berbentuk padat.

4. Batubara Antrasit
Peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di
rumah dan perkantoran. Anthracite coal berbentuk padat (dense), batu-keras dengan
warna jet-black berkilauan (luster) metallic, mengandung antara 86% 98% karbon
dari beratnya, terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru (pale blue flame)
dengan sedikit sekali asap.
B. Klasifikasi Batubara Berdasarkan Metodenya
1. ISO British Standar
a. Hard Coal
Mengandung moisture, nilai kalori lebih dari 5700 Kkal/kg (10,260 Btu/lb) dalam
ash free basis. Batubara ini digolongkan dalam volatile matter (Dry, Ash free),
nilai kalori (Moisture, Ash free) dan sifat sifat coking.
b. Brown Coal and Lignit
Mengandung moisture, nilai kalori dibawah dari 5700 Kkal/kg (10,260
Btu/lb) dalam ash free basis. Batubara ini digolongkan berdasarkan Total
Moisture (Ash free) dan nilai suhu yang rendah.
7

2. ASTM Standar
Sistem klasifikasi ini berdasarkan tingkatan yang digunakan secara luas di
Amerika Serikat dan berdasarkan pada fixed carbon serta nilai caloric value pada
mineral matter free basis (mmfb). Nilai kalori mengacu pada batubara yang
mengandung moisture yang ada
Tabel 2. Klasifikasi batu bara menurut ASTM

No.

1
2.

3.

Class

Grup

Anthacite

Meta anthrac.
Athrac
semi antrac.
Bituminous
Low.Vol.Bit.Coal
Med.Vol.bit.coal
High Vol.A bit.coal
High Vol.B bit.coal
High Vol.C bit.coal
SubBit
1.
Subbit. A Coal

Fixed

Volatile

Carbon

Matter

Limit (%)

<
98
92
98
86
92
78
86
69
78
69
-

(%)
>
2
8
14
22
31
-

2
8
14
22
31
-

14000
13000
11000
10500

<
14000
13000
11500

9500
8300
6300
-

10500
9500
11300
6300

Calory Value
Limit (%)

Agglomerating
character
Non
Agglomerating

Commonly
agglomerating
Agglomerating
Non
agglomerating

Lignite

2.
3.
1.
2.

Subbit B coal
Subbit C coal
Lignite A
Lignite B

2.5 Kandungan Batu bara


Secara kimia, batubara tersusun atas tiga komponen utama yaitu :
1. Air yang tersusun secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu 105 C disebut
moisture.
2. Senyawa batubara atau coal matter yaitu senyawa organik yang terutama,
terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen.
3. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik.

Skema susunan kimia batu bara :


8

1. Moisture
Moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa tunggal, berbentuk air
yang dapat mengalir dalam batubara, senyawa teradsorpsi atau sebagai
senyawa yang terikat secara kimia. Moisture didefenisikan sebagai air yang
dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai temperatur 105 oC. Semua
batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keaadaan alami
pori-pori ini dipenuhi air. Di dalam standar ASTM air ini disebut moisture
bawaan.
Jenis jenis moisture dalam analisis batu bara adalah:
1) Total moisture (TM)
2) Free moisture (FM)
3) Residual moisture (RM)
4) Equilibrium moisture (EQM)
5) Moisture in the analis sample (Mad)
Penyebutan istilah moisture dalam standar batubara yang ada kadang-kadang
berbeda, hal ini sering ditemukan dalam pembuatan sertifikat. Untuk penyebutan
moisture pada sampel yang dianalisis dalam analisis proksimat, orang menyebutnya
sebagai moisture bawaan.
2. Zat Mineral
Zat mineral terdiri atas komponen-komponen yang dapat dibedakan secara kimia
dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (yang sering diterjemahkan menjadi abu,
padahal tidak sama dengan abu dalam istilah sehari-hari) dan zat organik yang
mudah menguap. Apabila batubara dibakar akan berbentuk ash yang terdiri atas
berbagai oksida logam pembentuk batuan. Sedangkan zat anorganik yang mudah
menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida, sulfur, dan air yang menguap
dari lempung. Material anorganik mineral bukan karbonat yang merupakan bagian
dari struktur tumbuhan, adalah zat mineral bawaan didalam batubara yang
presentasenya relatif kecil. Zat mineral dari luar kemungkinan berasal dari debu atau
serpih yang terbawa air atau yang larut dalam air selama pembentukan gambut atau
tahapan selanjutnya dari pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan
bervariasi baik jumlah maupun susunan. Mineral yang terdapat dalam batubara
adalah kaolin, lempung, pirit dan kalsit. Semua mineral itu akan mempertinggi
silicon oksida dan berbagai senyawa silicon lainnya.
9

3. Senyawa Batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap (volatile matter)
dan fixed carbon. Zat organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas:
1) Gas-gas yang dapat terbakar seperti hidrogen
2) Uap yang dapat mengembun seperti tar
3) Uap seperti karbon dioksida dan air
Kandungan volatile matter merupakan gabungan zat organik dan anorganik yang
mudah menguap dan berkaitan sekali dengan peringkat batubara dan merupakan
parameter

yang

penting

dalam

mengklasifikasikan

batubara.Fixed

carbon

merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter dihilangkan.
4. Sifat-Sifat Lainnya
Banyak sekali sifat-sifat dari batubara selain moisture, zat mineral dan
kandungan hirokarbon, yang ingin diketahui kuantitasnya karena diperlukan untuk
hal-hal tertentu. Sifatnya adalah kalor dan nilai panas (specific energy dan caloric
energy), sifat-sifat ash (suhu leleh ash atau fusion temperature, susunan ash atau ash
composition), sifat serta kandungan unsur klor dan fosfor. Setelah free moisture
dihilangkan dengan jalan dianginkan, maka batubara yang telah kering udara
tersebut dianalisis terhadap hampir semua parameter batubara dan dilaporkan dalam
air dried basis atau basis kering udara. Apabila parameter tersebut ingin dilaporkan
dalam basis lain, misalnya dalam basis kering atau dry basys dan dalam basis basah
atau wet basys, bebas ash sehingga seolah-olah batubara itu tidak mengandung
moisture (db) dan ash, maka kita dapat menghitungnya dari basis adb dengan syarat
persentase moisture dalam sampel yang dianalisis dan kandungan ash contentnya
sudah diketahui.

2.6

Pemanfaatan Batubara
Kegunaan batubara secara langsung dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok
yaitu:
a) Sebagai bahan bakar langsung

10

Batu bara dapat digunakan secara langsung dalam bentuk padatan tanpa
melalui pengolahan, misalnya digunakan sebagai bahan bakar pada ketel uap,
pabrik semen dan pada industri-industri kecil.
b) Sebagai bahan bakar tak langsung
Sebelum digunakan sebagai sumber energi, batu bara terlebih dahulu
diproses menjadi bentuk lain. Proses tersebut antara lain :
a. Pencairan
Proses pencairan ini menghasilkan bahan bakar minyak.
b. Gasifikasi
Proses ini menghasilkan bahan bakar gas.
c. Karbonisasi
Hasil utama dari proses ini berupa kokas atau semi kokas yang digunakan dalam
bentuk bongkahan/briket yang digunakan sebagai bahan bakar industri dan
rumah tangga.
d. Suspensi
Pada proses ini diperoleh Coal Water Fuel yang mempunyai sifat mirip dengan
bahan bakar minyak.
c) Bukan sebagai bahan bakar
Pemenfaatan batubara pada berbagai jenis industri yang penggunaanya
bukan sebagai bahan bakar, misalnya: Bahan bakar industri petrokimia, reduktor,
karbon aktif, elektroda dan lain-lain.
2.7

Dampak dari Pemanfaatan Batubara


Sebagai bahan bakar adalah adanyan pencemaran yang disebabkan karena

diemisikan gas gas campuran nitrogen oksida, campuran gas gas sulfur oksida dan
hasil sampingan dari pembakaran batubara (fly ash) yang ditampung ddialam suatu
kolom pengendapan ash. Dampak emisi tersebut dapat dikurangi dengan cara
mendesain boiler sedemikianrupa, sehingga pencemaraan dapat dihilangkan atau
sekurang kurangnya diperkecil sampai mencapai batas konsentrasi yang diijinkan oleh
pemerintah.
Supaya fly ash tidak keluar dari cerobong bersama gas gas buangan yang
lainnya sehingga tidak mengotori lingkungan sekitar PLTU, maka sebelum gas yang
11

membawa fly ash tersebut memasuki cerobong dialirkan dulu melalui pengendap listrik
statis atau kedalam karung karung penyaring yang berjumlah ribuan. Ash yang
tertangkap dijatuhkan jedalam selokan dibawah tadah jatuh yang kemudian akan dibawa
oleh aliran air kedalam kolom pengendap ash. Fly ash pembakaran tersebut mempunyai
sifat sifat tanah podzolan sehingga dapat dipakai sebagai pengganti semen Portland
dan telah dimanfaatkan untuk pembuatan beton gedung, jalan raya, bendungan dan
sebagianya
Abu yang terjadi pada pembakaran batubara akan membentuk oksida, oksida ini
akan bercampur (secara padatan) dengan klinker (pada semen) dapat mempengaruhi
kualitas semen. Salah satu masalah terburuk yang berkaitan erat dengan pembakaran
batubara adalah hujan asam. Gas yang tak terpakai membumbung ke udara. Beberapa
kilometer jaraknya dari tempat tersebut lalu berubah dan jatuh sebagai hujan asam yang
dapat merusak tanaman dan hutan.
2.8

Bahan Baku Produk dan Pemasaran Produk


Bahan baku produk yg diperlukan adalah batu bara. Baik batu bara yang berasal

dari tambang maupun batu bara yang telah loading atau bisa disebut dengan pengapalan.
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa, dimana mulai dari proses survey tempat,
pengambilan sampel (sampling), preparasi, hingga analisa kualitas batu bara di lakukan
oleh PT.Carsurin. Hasil akhir dari semua kegiatan dipublikasikan dalam sertifikat agar
bisa dilampirkan pada saat pengiriman batu bara melalui kapal. Setelah sertifikat
diterbitkan, kemudian dilaporkan ke shipper (pemilik batu bara) agar dapat dijual ke
buyer (pembeli batu bara).
2.9

Sampling
Tujuan utama dari pengambilan sampel ialah untuk mengambil sebagian kecil

material yang akan mewakili sifat-sifat keseluruhan material tersebut. Syarat utama
adalah sampel itu harus mewakili (respresentatif) bahan yang di sampling.Pengambilan
sample batubara harus dilakukan menurut standar yang telah ditentukan. Karena
banyaknya standar batu bara yang ada, pemilihan akan bergantung pada persetujuan
antara pembeli dan penjual.
2.10

Preparasi Sampel
Ada dua istilah yang hampir sama bunyinya tetapi artinya berlawanan: coal

preparation dan sample preparation. Coal preparation adalah istilah yang digunakan
12

untuk pencucian batu bara di pusat pencucian, sedangkan sample preparation bertujuan
untuk menyediakan suatu sample yang jumlahnya sedikit yang mewakili sample asal.
Sample ini dapat dikirim ke laboratorium untuk dianalisis yang umumnya disebut
sebagai analytical sample atau sample analitik. Sample analitik ini terdiri atasbatu bara
yang sudah dilumatkan atau digerus halus samapi top size (yakni ukuran partikel yang
95% lolos ayakan) tidak lebih dari 0,2 mm atau -0,2 mm (-200m). Berat sample
analitik akan bergantung pada parameter apa yang akan ditentukan dalam sample
tersebut.
Untuk mempreparasi 40-150 g sample analitik sesuai dengan berat seperti yang
tercantum pada Tabel 3. Ada beberapa pengujian yang tidak cocok dengan sample
berukuran -0,2 mm. jika parameter ini perlu diuji, maka harus dipreparasi secara khusus
berapa ukuran butirnya dan berapa berat yang diperlukan. Parameter khusus ini dengan
berat yang diperlukan dapat dilihat pada table 2 yang dikutip dari AS 4264.1 Higher rank
coal Sampling procedures.

2.10.1 Proses preparasi sample


1.

Pengeringan
Pengeringan udara atau air driying kadang-kadang diperlukan dalam tahapan

kerja preparasi sample. Factor yang menentukan diperlukan atau tidaknya pengeringan
udara adalah apakah batubara akan melalui peralatan pembagi sample atau melalui
penggerus. Jika sample langsung akan dibagi melalui peralatan pembagi, maka sample
tersebut tidak perlu dikeringkan dulu.
Pengeringan sampai berat yang konstan serta suhu yang terus di tinggikan itu
tidak perlu untuk General Analysis, karena hal ini dapat berakibat terjadinya oksidasi
pada batu bara rank rendah. Pengeringan dapat dilakukan di dalam oven atau Drying Set
suhu 10C di atas suhu kamar. Aturan pengeringan dalam standard ISO, ASTM, British
Standard, dan AS.
Tabel 3. Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS
Waktu pengeringan

13

Suhu C

15

ISO1988

ASTM
D2013

BS 1017;

AS 2646.6

part 1

< 24 jam

24 jam

6 jam

6 jam

25C
30C
40C

6 jam

45C

3 jam

105C

1 Jam

10C- 15C
diatas suhu
ruangan,
tapi tidak >
40C,
kecuali suhu
ruangan >
40C

2.

24 jam

3 jam

3 jam

Sampai
konstant

Pengecilan ukuran butir


Memperkecil ukuran partikel, dengan cara milling ( crushing dan grinding ) yang

disebut sebagai reduction.


Dalam ISO R-1213 diberikan definisi beberapa cara memperkecil ukuran partikel ini:
1. to mill ; memparkecil ukuran partikel dengan cara crushing, grinding, atau
pulverizing.
2. to crush (meremukkan) ; memperkecil ukuran partikel sample sampai ukuran
partikel kasar (>3 mm).
3. to grind, to pulverized (menggerus, melumatkan) ; memperkecil ukuran partikel
sample sampai ukuran partikel halus (<1.5 mm).
Beberapa aturan dalam cara memperkecil ukuran partikel antara lain:
1)

Permukaan harus dilakukan secara mekanis

2)

Tidak diperbolehkan mengayak material yang tertahan ayakan (oversize).


Misalnya jika akan meremukkan material sampai melalui 10 mm maka tidak boleh
hanya mengayak yang -10mm-nya saja dan kemudian hanya meremukkan material
+10 mm-nya saja dan kemudian hanya meremukkan material yang +10 mm-nya
14

saja. Alasannya, karena antara batu bara halus dan kasar ada perbedaan sifat
petrografi, fisika, dan kimia, serta dalam langkah pencampuran yang perlu
menghomogenkan kembali sample akan sukar untuk dilakukan.
3)

Semua penggerus dalam preparasi sample tidak boleh menghasilkan material


yang tertahan ayakan lebih dari 1%. Penggerus-penggerus itu, termasuk Raymond
mill, harus dicek secara teratur pada waktu-waktu tertentu untuk meyakinkan bahwa
99% hasil gerusan melalui ayakan.

4)

Semua penggerus harus selalu bersih. Misalnya pada pemakaian hammer mill
yang selalu menahan batu bara setelah penggerusan, sehingga pada penggerusan
selanjutnya dapat mengotori sampel yang akan digerus.

5)

Memperkecil ukuran dengan tangan tidak diperbolehkan, kecuali untuk batu


bara lempengan.
Peralatan untuk memperkecil ukuran dalam standar ISO harus yang bekerja

secara mekanis, mesin demikian disebut mill. Yang lebih disukai adalah high speed mill.
Peralatan tersebut bermacam-macam jenisnya, mulai dari jaw crusher sampai roll
crusher dan dari mill sampai high speed impact pulveriser yang khusus diperuntukkan
menggerus sample sampai berukuran -0,2 mm.
3.

Mixing atau Pencampuran


Mixing adalah proses pengadukan sampel agar diperoleh sampel yang homogen.

Pencampuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode manual
menggunakan riffle atau dengan membaentuk timbunan berbentuk kerucut dengan
metode mekanis menggunakan alat Rotary Sampler Divider.
4.

Pembagian atau Dividing


Bila preparasi sample dimulai dengan memperkecil ukuran menjadi ukuran

pertengahan dan pada langkah kedua diperkecil lagi menjadi ukuran akhir, yakni
-200m, maka cara ini disebut two-stage preparation. Ukuran pertengahan umumnya
10 mm atau 3 mm. Setiap pembagian dalam two-stage preparation harus mempunyai
berat minimal:
Apabila ukuran asal dari batubara adalah 120 mm atau lebih besar lagi, maka
cara preparasinya adalah theree-stage preparation yang mempunyai dua ukuran
pertengahan. Dalam cara ini berat minimal untuk pembagian tersebut adalah:
15

2.10.2 Peralatan Preparasi


1) Pengering
Untuk mengeringkan sample batu bara dapat dipakai lantai pengering-udara
(air-drying floor) atau oven pengering (air-drying oven).

Lantai pengering-udara. Suatu lantai yang rata dan halus


serta bersih yang terletak di dalam ruangan bebas kontaminasi debu atau material
lainnya. Ruangan tersebut mempunyai sirkulasi udara yang baik tanpa panas yang
berlebihan atau aliran udara yang berlebihan. Kondisi lantai pengeringan-udara
sedapat mungkin harus mendekati kondisi yang di syaratkan untuk oven pengering-

udara.
Oven pengeruing udara. Suatu alat yang digunakan
untuk mengalirkan udara yang yang sedikit panas pada sample. Oven harus dapat
menjaga suhunya antara 10C-15C di atas suhu kamar. Suhu maksimal oven adalah
40 C. Untuk batu bara yang mudah sekali teroksidasi, suhu oven tidak boleh
melebihi 10C diatas suhu kamar.

2) Penggerus
Alat- lat penggerus antara lain :
Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk
memcahkan sample secara pukulan atau benturan, jaw crusher yang fungsinya untuk

memcahakan sample secara menekan, contohnya roll crusher dan jaw crusher.
Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggin, dapat memperkecil
batu bara lempengan (150 mm) dan mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya
murah, serta tidak terlalu makan banyak ruang. Kerugiannya adalah mempunyai
angin yang

deras sehingga dapat berpengaruh terhadap sample Moisture,

menghasilkan fines yang banyak dan tidak dapat dipakai pada batu bara basah.
Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk
memperoleh hasil yang halus susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas

rendah (kecuali lempengannya besar) dan tidak dapat mengerjakan batu bara basah.
Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan
panas dan angin, tidak menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani
batu bara basah.

3) Pencampur
16

Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone
mixer (untuk batubara berukuran 1.0-0.2 mm). Yang dioperasikan secara manual adalah
riffle.
4) Pembagi
Pembagian sample dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika
pembagian akan dilakukan secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat
dilakukan dengan cara yang disebut sebagai cara coning and quartering. Prinsipnya
ialah batu bara dibentuk seperti gunung (timbunan mirip kerucut pendek), ditekann
sampai rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Dua bagian yang
berlawanan disatukan untuk kemudian dibagi empat lagi, begitu seterusnya sampai
diperoleh berat yang diinginkan. Dua bagian lainnya dibuang. Umumnya cara ini
dipakai untuk membagi sample apabila tidak tersedia riffle di lapangan.

2.11

Analisa Batubara
Analisis batubara untuk bahan bakar digolongkan menjadi dua golongan yakni

analisis dasar yaitu analisis proksimat (moisture, ash, volatile matter, dan fixed carbon),
analisi ultimate (karbon, hydrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen), penentuan unsur
tertentu dalam batu bara, serta penentuan khusus untuk batu bara bahan bakar (nilai
panas, indeks hardgrove, indeks abrasi, suhu leleh ash, analisis ash, klor, dsb).

2.11.1 Analisis Total Moisture


Total moisture (TM) yang disebut pula sebagai as received moisture (istilah yang
digunakan oleh pembeli batu bara) atau as sampled moisture (istalah yang digunakan
oleh penjual batu bara) menunjukan suatu pengukuran semua air yang tidak terikat
secara kimia, yaitu air yang teradopsi pada permukaan, air yang ada dalam kapiler (poripori) batu bara, dan air terlarut dalam batu bara.
Penentuan TM ada dua cara, yaitu cara satu tahap dan dua tahap. Pada cara satu
tahap, semua moisture ddalam batu bara langsung ditentukan; sedangkan pada dua
tahap, pertama-tama ditentukan moisture yang hilang bila batu bara dikeringkan di
udara terbuka (free moisture), kemudian sample yang kering udara ini diperkecil ukuran
17

butirnya dan diambil sebagian untuk penentuan moisture yang tersisa dalam sample
kering udara (residual moisture). Total moisture adalah penjumlahan dari kedua jenis
moisture ini. Cara penentuan total moisture secara langsung atau cara satu tahap ialah
TM ditentukan pada batu bara yang telah digerus sampai ukuran -10 mm dan -3 mm.
Dalam standar ISO 589-1974 dikemukakan tiga cara penentuan TM dalam hard coal.
Cara pertama ialah destilasi dengan toluene (Dean and Strak method), air yang
terkumpul dari hasil destilasi dihitung terhadap berat sample, yaitu persen TM.
Cara ini disebut pula cara volumetri yang termasuk pada cara langsung. Cara
kedua ialah cara gravimetri langsung dimana sample dipanaskan pada suhu 105-110C
dalam oven yang dialiri gas nitrogen dan moisture yang menguap ditampung dalam
absorbans, misalnya magnesium perklorat. Pertambahan berat dari absorbans
menyatakan berat TM.
Cara ketiga sama dengan cara kedua, tetapi tanpa mengaliri gas nitrogen. Jka
cara pertama dan kedua dapat dipakai dalam penentuan TM untuk semua hard coal,
maka cara ketiga hanya untuk hard coal yang tahan terhadap oksidasi saja.
Sample batu bara untuk penentuan TM harus diterima di tempat yang rapat
sekali. Banyaknya sample untuk cara pertama dan kedua tidak kurang dari 300 g,
ukuran partikel -3 mm. Untuk cara ketiga, digunakan sample batu bara berukuran
partikel -20 mm dan banyaknya (dalam kg) 0,06 kali ukuran partikel (dalam
mm).Standar AS 1038, Bagian 1 memuat cara yang sama, sedangkan BS 1016, Bagian 1
memberikan syarat berat sample dengan ukuran -20 mm ini sekitar 1 kg.
Penentuan TM dalam brown coal dan lignit diberikan dalam ISO 1015-1975
(cara volumetric Dean and Strak) dan ISO / DIS 5068 (cara gravimetric). Tetapi AS
23433.1-1981 hanya memberikan cara gravimetric saja sehingga tersirat bahwa cara
volumetric tidak cocok untuk brown coal. Dengan cara volumetri digunakan sample
berukuran -3 mm sebanyak 150 g, sedangkan dalam cara gravimetric sample berukuran
-3 mm sebanyak 10g.
2.11.2 Analisis Proximate
Hasil dari analisis proksimat memberikan gambaran banyaknya senyawa organik
ringgan (volatile matter) secara relatif, karbon dalam bentuk padatan (fixed carbon),

18

kadar moisture, dan zat anorganik (ash), hingga mencakup keseeluruhan komponen batu
bara, yakni batu bara murni ditambah bahan-bahan pengotornya (impurities).
Di dalam literatur, istilah ash dan zat mineral anorganik digunakan secara
bersama, yang satu dapat menggantikan yang lainnya. Ash adalah residu yang tertinggal
setelah batu bara dibakar. Ash berbeda dengan banyaknya dan susunan kimia darii zat
mineral dalam batu bara yang disebabkan pemecahan termis zat mineral pada
pemanasan.
Zat mineral dalam batu bara dapat ditaksir menggunakan berbagai perumusan.
Salah satu rumus yang telah lama dikenal adalah rumus Parr (digunakan dalam
klasifikasi Seyler dan ASTM). Di sini zat mineral dihitung dari kandungan ash dan
sulfur.
Untuk batu bara Indonesia kita pakai perumusan yang paling sederhana yaitu rumus
Parr atau yang lebih sederhana dari itu:
Zat mineral = 1.10 Ash

Penentuan moisture dalam sample yang dianalisis


Yang dimaksud dengan sample yang dianalisis atau tha analysis sample ialah

sample batu bara yang telah dipreparasi, dikering-udarakan, dibagi-bagi. Dan digerus
sampai ukurannya -0,2 mm atau -200 m. Notasi moisture in adalah Mad.
Analisis proksimat dan penentuan dasar lainnya dilakukan terhadap sample
analitik yang telah dihaluskan ini.
Cara penentuan moisture dalam sample yang dianalisis termasuk dalam analisis
proksimat. Perbedaannya dengan penentuan moisture dalam sample kering udara (atau
residual moisture) terletak dalam ukuran fraksi sample. Penentuan moisture dalam
sample kering udara memerlukan sample batu bara -3 mm, sedangkan penentuan
moisture dalam sample yang dianalisis memerlukan sample batu bara -0,2 mm. Dalam
standar ASTM ukuran sample untuk penentuan RM ialah -2,36 mm, -0,85 mm, dan
-0,25 mm. Sementara itu, untuk penentuan Mad adalah -0,25 mm atau -250 m. Dalam
standar BS (dan AS) ukuran sample batu bara tersebut masing-masing ialah -3,13 mm
untuk RM dan -212 m untuk Mad.
Dalam standar ISO, ada dua cara penentuan Mad untuk hard caol dan satu cara
untuk brown coal dan lignit. Cara pertama untuk hard coal adalah cara gravimtri
langsung (ISO 331-1975): 1 g sample batu bara halus (-200 m) dalam tabung retort
19

dari gelas dipanaskan pada suhu 105-110C selama satu jam. Ke dalam tabung dialirkan
gas nitrogen kering sebanyak dua perubahan udara per menit (BS dan AS : 100
ml/menit). Uap air dari tabung ditampung di dalm tabung absorbsi menunjukan
beratnya moisture di dalam semau jenis batu bara.
Cara kedua, disebut cara volumetri langsung dengan menggunakan peralatan
Dean and Strak (ISO 348-1981). Sebanyak 100 gram sample batu bara berukuran -0,2
mm didestilasi secara azeotrop menggunakan toluen dan kadar moisture yang
tertampung dalam tabung, diukur secara volumetris sampai kepekaan 0,05 ml.
Cara penentuan untuk brown coal dan lignit (ISO / DIS 5068) meliputi
pemanasan 1g sample batu bara di dalam oven yang dialiri gas nitrogen sampai beratnya
tetap. Yang harus diperhatikan ialah sebelum dilakukan penimbangan untuk menentukan
berkurangnya berat sample, harus dilakukan terlenih dahulu pendinginan (disarankan di
atas lempengan logam). Cara ini dalam standar BS da AS digunakan untuk penentuan
moisture dalam hard coal.

Penentuan Kandungan ash


Coal ash didefisinikan sebagai zat anorganik yang tertinggal setelah sample batu

bara dibakar (istilahnya incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang
tetap. Selama pembakaran batu bara, zat mineral mengalami perubahan, karena itu
banyaknya ash umumnya lebih kecil dibandingkan dengan banyaknya zat mineral yang
semula ada di dalam batu bara. Hal ini disebabkan antara lain karena mengguapnya air
konstitusi (hidratasi) dari lempung, karbon dioksida dari karbonat, teroksidasinya pirit
menjadi besi oksida, serta terjadinya fiksasi belerang oksida.
Ash batubara, di samping ditentukan kandungannya (ash content), ditentukan
pula sususnan (komposisi) kimianya dalam analisis ash dan suhu lelehnya dalam
penentuan suhu leleh ash.
Sejumlah perubahan kimia terjadi apabila suatu sample batu bara dipanaskan.
Zat yang pertama menguap pada suhu 100C adalah moisture. Karbon dioksida lepas
dari karbonat dan besi sulfida teroksidasi menjadi besi oksida pada suhu sekitar 500C.
Oksida-oksida sulfur terlambat pada suhu yang lebih tinggi dari 800C. Supaya
peerubahan ini dapat terkendali, penentuan ash dilakukan dengan cara pemanasan dua
tahap: sample ditempelkan di dalam suatu muffle furnace dan dipanaskan sampai suhu
20

500C selama 30 menit kemudian suhu dinaikkan sampai mencapai 815C dalam waktu
60 menit.
Dalam standar ISO dibedakan antara cara penentuan kandunagan ash dalam
hard coal, dalam brown caol dan lignit. Prosedur untuk hard coal (ISO 1171-1981)
menyarankan menimbang 1 g sample batu bara halus, menyebarkannya di dalam cawah
silika, porselen, atau platina sampai kepadatan permukaan maksimal 0,15g/cm 2.
kemudian sample dalam cawan dipanaskan sampai suhu 500C selama 30 menit, dari
500C sampai 815C selama 60 menit, dan terakhir membiarkannya pada suhu
815Clama 60 menit lagi.
Untuk brown coal dan lignit, pemanasan dilakukan sebagai berikut. Suhu
dinaikkan sampai 250C dalam waktu 30 menit, dari 250C sampai 500C dalam waktu
30 menit, kemudian dari 500C sampai 815C selama 60 menit. Terakhir pada suhu
815C selama 60 menit lagi.
Dalam standar BS dan AS, tempat sample untuk peenentuan ash dipaki cawan
silika, furnace harus diberi ventilasi sebanyak empat kali perubahan udara per menit dan
sample dipanaskan 30 menit sampai suhu 500C, 60 menit sampai suhu 815C, dan
kemudian 60 menit lagi pada suhu yang tetap sampai diperoleh berat yang konstan.
Standar ASTM D 3174-77 menyarankan pemanasan dari suhu kamar sampai suhu
500C.
Prosedur standar yang memerlukan waktu lama dan perlu pengawasan yang
terus-menerus perlu diganti dengan yang lebih cepat. Sistem pengganti yang ada dewasa
ini adalah menggunakan sinar X serta radioaktif dan telah banyak digunakan di
tambang-tambang batu bara, pengumpanan blending, dan sebagainya. Penentuan ash
yang lebih cepat (rapid ash) dapat pula dilakukan di laboratorium, meskipun cara ini
belum standar tetapi hasilnya menunjukan perbedaan yang tidak signifikan dengan cara
standard dan masih dalam batas toleransi.
Proseedur penentuan ash menurut standar ISO diberikan dalam Lampiran 5
bersama dengan penentuan ash secara cepat untuk keperluan pengujian pada waktu
pengapalan batu bara atau pengujian kerja pusat pencucian.

Penentuan Volatile matter

21

Definisi volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sample batu
bara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi oleh
kadar moisture). Suhunya adalah 900C, denagn waktu tujuh menit tepat.
Volatile yang menguap terdira atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar,
seperti hydrogen, karbon monoksida,dan metan, sserta sebagian kecil uap yang dapat
mengembun seperti tar, hasil pemacahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat,
sulfur dari pirit, dan air dari lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan VM sehinga sample yang
dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda denggan sample yang
dikering udarakan. Factor-faktor lain yang mempengaruhi hasil penentuan VM ini
ialah suhu, waktu, kecepatan pemanasan, penyebaran butir, dan ukuran partikel.
Prosedur penentuan VM untuk hard coal menurut ISO 1562-1981 (E) adalah 1 g
sample

terbuat dari kawat nikelkrom dan kemudian dimasukkan ke dalam muffle

furnace bersuhu 900C. Pemanasan tanpa udara ini dilakukan selam tujuh menit tepat.
Standar ISO memberikan prosedur tadi hanya untuk hard caol, sedangkan untuk
batu bara rank rendah digunakan cara dua tahap (AS 2434.2-1983). Mula-mula sample
dipanaskan pada suhu 400C selam tujuh menit, kemudian pemanasan dilanjutkan lagi
pada suhu 900C selam tujuh menit lagi.
Standar ASTM D 3175-77 memberikan prosedur yang berbeda sekali. Bila
dalam standar ISO digunakan tungku pembakar horizontal, dalam standar ASTM
digunakan tungku pembakar vertikal. Cawan yang digunakan adalah cawan platina dan
suhu pemanansannya sebesar 950C. umumnya, cara ASTM memberikan hasil uang
tinggi dibandingkan denga cara ISO, BS, dan AS.

Penentuan Fixed Corbon


Fixed carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material

sisa setelah volatile matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa penguraian dari komponen
organik batu bara ditambah sedikit senyawa nitrogen, belerang, hidrogen dan mungkin
oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi. Kandungan FC digunakan sebagai
indeks hasil kokas dari batu bara pada waktu dikarboninasikan, atau sebagai suatu
22

ukuran material padat yang dapat dibakar di dalam peralatan pembakaran batu bara
setelah fraksi zat mudah menguap dihilangkan. Apabila ash atau zat mineral telah
dikoreksi, maka kandungan FC dapat dipakai sebagai indeks rank batu bara dan
parameter untuk mengklasifikasikan batu bara.
Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan: 100% dikurangi persentase
moisture volatile matter, dan ash (dalam basis kering udara).
FC = 100% M - % A - % VM
2.11.3 Analisis Total Sulfur
Belerang atau sulfur dalam batu bara dapat terjadi dalam beberapa bintuk:
a. Sebagai organic sulfur, di mana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon dalam coal
matter
b. Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya dalam pirit
c. Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida dengan bantuan
udara (besi sulfida

besi sulfat, kalsium sulfida

kalsium sulfat).

Dalam analisis ultimat ditentukan total sulfur (TS) yang mewakili semua bentuk
sulfur dalam batu bara. Penentuan masing-masing bentuk sulfur atau forms of sulfphur
tidak termasuk dalam analisis ultimat.
2.11.4 Penentuan calorific value
Panas yang dilepaskan oleh batu bara bila dibakar di udara merupakan besaran
yang sangat penting dalam menganalisis batu bara. Energi yang dibebaskan ini berasal
dari adanya interaksi eksotermis senyawa hidrokarbon dengan oksigen. Material lainnya
seperti moisture, nitrogen, sulfur, dan zat mineral juga mengalami perubahan kimia,
tetapi kebanyakan reaksinya endotermis dan akan mengurangi energi yang sebenarnya
ada dalam batu bara.
Dalam praktik pembakaran, moisture ini menyebabkan hilangnya panas yang
digunakan untuk penguapan. Mineral juga umumnya merupakan sumber hilangnya
panas, karena untuk memecahkan mineral seperti lempung dan karbonat-karbonat
diperlukan panas. Tetapi mineral sulfur, seperti pirit dan markasit, malah menyumbang
panas pembakaran untuk panas total dari sample.
23

Jika menggunakan sistem satuan Internasional (SI system), maka panas diberi
istilah specific energy dan istilah ini untuk batu bara hanya digunakan oleh standar
Australia AS 1038 Part 5 dan satuannya adalah Mega Joule per kilo gram sample.
Istilah calorific value adalah mutlak (absolut) dengan satuan Btu / lb atau calories / g.
Standar ASTM D 2015 dan D 3286 masih terus menggunakan istilah calorific value dan
Btu / lb. setelah edisi tahun 1998, standar AS kembali menggunakan calorific value
dengan alasan istilah ini telah menyebar dam banyak digunakan, sedangkan ASTM
dalam edisi 2001 telah menyatukan prosedur-prosedur standar mengenai calorific value
ini dalam satu judul, yaitu standar ASTM D 5686. Dalam buku ini penyebutan istilah
akan menggunakan calorific value, tetapi pada keadaan tertentu digunakan pula specific
energy.
Pada furnace kerja, pembakaran sifatnya terbuka. Uap air dan gas-gas
pembentuk asam langsung keluar ke udara tanpa mengalami pengembunan. Di
laboratorium, pembakaran dilakukan dalam ruang tertutup, yaitu dalam bomb, dan
setelah pembakaran selesai kebanyakan produknya mengembun. Hal ini menghasilkan
energi yang dibebaskan oleh batu bara menjadi lebih tinggi karena ada tambahan latent
heat yang keluar karena proses kondensasi. Energi yang diukur dengan cara ini disebut
gross calorific value. Panas yang dibebaskan per satuan berat batu bara dalam kondisi
terbuka disebut net calorific value. Besarannya ini berbeda nyata dengan gross calorific
value, terutama dalam batu bara brown coal atau lignit yang mengandung moisture
tanggi.
Semua standar memberikan prosedur untuk pengukuran gross calorific value
(GCV) pada volume yang konstan, jadi untuk mengubahnya ke net calorific value
(NCV) pada tekanan yang konstan diperlukan perhitungan. Cara perhitungan tersebut
telah dimuat dalam standar ISO 1928, ASTM D 2015, dan D 5686 juga dalam standar
BS 1016 dan AS 1038, yang dimuat dalam Part 16 dengan judul Reporting Of Results
(setelah edisi tahun 1996, AS mengubah judul 1038 Part 16 ini menjadi Assessment
and reporting of results).
Menurut ISO 1928, NCV pada tekanan konstan dapat diperoleh dari GCV pada
volume konstan menggunakan rumus:
Qnet,p,m = Qngr,v 212 (H) 0,8 (O) 24,5 M
24

Di mana :
Qnet,p,m

adalah NCV pada tekanan konstan dalam adanya moisture (Joules)

Qngr,v

adalah GCV pada volume konstan

(H)

adalah persentase hidrogen dalam sample yang dianalisis termasuk air


hidratasi dari mineral, tetapi tidak untuk oksigen.
Sebagai gambaran, suatu sample batu bara yang mempunyai kandungan

moisture 20%, hidrogen 4 %, dan GCV 22 MJ/Kg ssetelah dihitung akan mempunyai
NCV pada tekanan yang konstan sebesar 20,65 MJ/Kg, jadi perbedaan antara GCV dan
NCV adalah 6%. Perbadaan ini dalam lignit dapat mencapai 12%. State Electricity
Commission of Victoria umumnya melaporkan hasil penentuan calorific value lignit
dalam basis net.
Jika perhitungan pengubahan dari GCV ke NCV menggunakn besaran kcal/kg.
Maka persamaan yang dipakai adalah
Qnet,p,m = Qngr,v 9 (H) 0,8 (O) 24,5 M
Dimana :
Qnet,p,m

adalah NCV pada tekanan konstan dalam adanya moisture (cal) dan

Qngr,v

adalah GCV pada volume konstan (dalam kcal/Kg)


Untuk mengubah dari GCV ke NCV secara cepat dapat menggunakan sebuah

grafik yang menggambarkan hubungan % Hidrogen, % Moisture, Gross Calorific value,


dan Net Calorific Value.
Dilaboratorium, calorific value ditentukan dengan cara membakar sample batu
bara dengan oksigen did dalam sebuah bomb calorimeter yang telah dikalibrasi dalam
kondisi terkontrol. Kalorrimeter distandarisasiakan dengan membakar standar assam
benzoat murni. Nilai GCV dihitung dari pengamatan suhu sebelum, selama dan sesudah
pembakaran, setelah dikoreksi oleh panas yang disebabkan termometer, termokimia,
dan proses lainnya.
Kalorimeter terdiri dari bomb, bucket serta pengaduknya, air di dalam bucket
dan bagian termometer, serta kabel pemijar didalam wadah. Sample dalam cawan
michrome dimasukkan ke dalam bomb yang diisi sedikit air, kemudian dialirkan gas
25

oksigen ke dalamnya. Bomb ini disimpan di dalam bucket yang telah diisi 2000g air
yang suhunya 3 5 C dibawah suhu selubung (jacket)air.
Dasar perhitungan GCV adalah
Hc = (WT e1 e2 e3)/m
Dimana :
Hc

= gross calorific value

= kenaikan suhu yang diamati

= energy equivalent calorimeter atau nilai panas air

e1

= panas yang dihasilkan karena pembakaran nitrogen yang ada dalam bomb
untuk mengubahnya menjadi asam nitrat

e2

= panas tambahan yang dihasilkan karena pembakaran sulfur menjadi sulfur

trioksida
e3

= panas yang dihasilkan oleh pembakaran fuse wire atau kawat pemijar

(nichrome)
m

= berat sample.

2.12

Kesalahan
Suatu kesalahan (error) diukur oleh banyaknya hasil suatu penentuan yang

berbeda dari nilai yang sebenarnya (true value). Tiga macam kesalahan umum yang
berlaku di dalam ilmu pengetahuan adalah kesalahan kerja sistematik, kesalahan acak
(random error), dan kesalahan kerja (experimental mistake). Perlu dicatat di sini bahwa
kesalahan sistematik dan kesalahan accak timbul ddari faktor-faktor yang tidak
diketahui atau yang tidak dikontrol.
a. Kesalahan Sistematik
Kesalahan sisitematik timbul apabila hasil-hasil lebih tinggi atau lebih rendah
dari nilai yang sebenarnya. Kesalahan ini dapat dideteksi dan diukur hanya dengan
26

memdandingkan hasil-hasil tersebut dengan suatu nilai sebenarnya yang telah diketahui
sebelumnya, atau dengan hasil yang diperoleh dari penentuan yang telah diketahui
ketelitiannya.
Sangatlah tidak mungkin untuk menghilangkan kesalahan sistematik secara
menyeluruh, tetapi prosedur-prosedur yang sudah diberikan (dalam standar) telah dipilh
sedemikian rupa sehingga memberikan hasil penentuan dengan penyimpangan sekecilkecilnya. Jadi dapat diabaikan asal saja peralatan yang digunakan cocok dengan apa
yang telah dispesifikasikan di dalam standar tersebut, dan prosedur kerja diikuti dengan
baik.
b. Kesalahan Acak
Kesalahan acak ditunjukan oleh adanya penyebaran hasil-hasil penentuan ulang
dari suatu nilai tengah (center value). Kesalahan acak juga jangan dianggap sebagai
sesuatu yang menyusahkan. Pola penyebarannya memberikan informasi yang sangat
penting mengenai sederet hasil, dari sini kita dapat mengetahui da mana sesungguhnya
letak dari nilai sebenarnya dan cara menghilangkan kesalahan kerja.
c. Kesalahan Kerja
Kesalahan kerja dihasilkan oleh kegagalan peralatan atau kesalahan pekerjanya
(operator, analisis). Alasan adanya hasil yang liar kadang-kadang terasa oleh operator
bahwa ia telah melakukan kesalahan atau telah gaglal mengamati fungsi peralatannya.
Pengujian tersebut harus segera dihentikan atau dibatalkan untuk dibuang, bahkan bila
hasil yang diperoleh tersebut hampir mencapai apa yang diharapkan.

2.13 Tata Letak Pabrik

27

DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR BATUBARA & MINERAL
MANAJER PUNCAK

MANAJER CABANG SAMARINDAMANAJER BATUBARA & MINERAL


DEPUTI MANAJER PUNCAK

INTERAL AUDITOR

MANAJER MUTU

Gambar 1 Tata letak Pabrik

MANAJER ADMINISTRASI

MANAJER TEKNISI
MANAJER LABORATORIUM

MANAJER SURVEY

STAF ADMINISTRASI, LOGISTIK DAN TEKNISIPENYELIA/DEPUTI


LABORATARIUM MANAJER TEKNIS
DEPUTI MANAJER LABORATORIUM

2.14

Struktur Organisasi Laboratorium Batubara PT. Carsurin Samarinda

KOORDINATOR PREPARASI
KOORDINATOR ANALISIS KIMIA
KOORDINATOR SAMPLER
28
ANALISA KIMIA

SAMPLER

PREPARASI

29

2.15

Tugas Pokok Dan Pendelegasian Wewenang

Laboratorium PT. Carsurin Samarinda menjamin bahwa dengan adanya


pemberian tugas-tugas pokok dapat memberikan dorongan

kepada personal untuk

menyadari relevansinya terhadap tugas mereka dan cara berkontribusi untuk mencapai
tujuan sistem manajemen. Selain itu tugas pokok ini bertujuan untuk memastikan agar
struktur dalam perusahaan dapat mendorong perkembangan pada semua sistem dan
pegawainya dalam ruang lingkup kerja yang selalu berkembang.
1. Direktur Utama
Direktur Utama PT. Carsurin berdomosili di Jakarta, bertindak sebagai pemimpin
eksklusif tertinggi yang bertanggungjawab atas kemajuan dan perkembangan
perusahaan. Direktur Utama merupakan pengambil keputusan dan penentu
kebijakan manajemen untuk hal-hal yang bersifat mendasar dan strategis.
2. Direktur Batubara dan Mineral (Manajer Puncak)
Direktur Batubara dan Mineral PT. Carsurin berdomosili di Jakarta, bertindak
sebagai Pembantu Direktur Utama dalam menetapkan dan menerapkan kebijakan
manajemen dibidang marketing, quality assurance dan teknis operasional dibidang
aurvey, akreditasi, konsultasi, laboratorium dan mineral. Selain itu, manajer
puncak menjamin keefektifan komunikasi anatar personel untuk mengkaji sistem
manajemen yang telah berjalan.
3. Manajer Cabang Samarinda (Deputi Manajer Puncak)
Deputi Manajer Puncak dijabat oleh Manajer Cabang Samarinda. Deputi Manajer
Puncak

mempunyai

wewenang

dan

bertanggungjawab

di

Laboratorium

Samarinda terhadap tugas dan tanggung jawab Manajer Puncak.


4. Manajer Batubara dan Mineral
Manajer batubara dan mineral berdomisili di Jakarta dan tidak termasuk didalam
struktur organisasi sistem mutu, bertindak sebagai pembantu utama Direktur
Batubara dan Mineral di bidang Operasi laboratorium dan Survey batubara
seluruh

laboratorium

PT.

Carsurin.

Manajer

Batubara

dan

Mineral

bertanggungjawab memonitor secara tidak langsung jalannya sistem manajemen


mutu seluruh laboratorium PT. Carsurin. Selain itu juga bertanggung jawab
30

mengkoreksi laporan-laporan keseluruhan mengenai akreditasi, keuangan,n


administrasi dan seluruh kegiatan laboratorium batubara PT. Carsurin.
5. Manajer Mutu
Manajer Mutu memberikan laporan langsung kepada Manajer Puncak. Manajer
Mutu bertanggungjawab dan berwenang terhadap semua aspek Sistem
Manajemen

Mutu

Laboratorium

Batubara

PT.

Carsurin

Samarinda.

Tanggungjawab tersebut mencakup: memastikan semua prosedur dilaksanakan


dengan benar dan melaksanakan internal audit (akreditasi, uji profisiensi dan
pelatihan pegawai) sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam
penanganan masalah-masalah/penyimpangan yang berhubungan dengan mutu.
6. Manajer Teknis
Manajer Teknis berwenang dan bertanggungjawab atas tugas-tugas pelayanan jasa
laboratorium, penandatanganan sertifikat, pembagian tugas analisis dan pengujian,
serta pengadaan peralatan laboratorium dan bahan kimia. Manajer Teknis
berwenang

dan bertanggungjawab untuk

memastikan

apakah

karyawan

laboratorium cukup terlatih untuk menyelesaikan tugas-tugas/pekerjaan dan juga


untuk memberikan pelatihan kepada karyawan baru. Manajer Teknis berwenang
dan bertanggungjawab untuk mengontrol prosedur analisis dan pengujian,
peralatan serta penyimpangan-penyimpangan dari sistem manajemen mutu apakah
masih berjalan dengan baik.
7. Deputi Manajer Teknis
Deputi Manajer Teknis dijabat oleh Penyelia, Penyelia bertanggungjawab dan
berwenang untuk menggantikan Manajer Teknis bila yang bersangkutan
berhalangan, sehingga semua tugas, tanggungjawab, dan wewenang Manajer
Meknis dilimpahkan kepada Penyelia.
8. Manajer Administrasi
Manajer Administrasi bertanggungjawab langsung kepada Manajer Puncak atas
aspek keuangan laboratorium. Manajer Administrasi juga mempunyai tugas
khusus yang berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia. Manajer
administrasi berwenang mengeluarkan biaya untuk pembelian, peralatan dan
31

bahan kimia atas permintaan Manajer Teknis serta persetujuan dari Manajer
Puncak.
9. Penyelia
Penyelia mempunyai tugas utama untuk mengkoordinasi para sampler, preparator
dan analisis kimia dan menginventarisasikan semua peralatan dan bahan kimia
laboratorium, bila terdapat peralatan yang rusak atau dibutuhkan segera
dilaporkan kepada Manajer Teknis agar segera ditindaklanjuti. Semua rekaman
hasil analisa selalu disimpan baik oleh Penyelia. Bersama dengan Manajer Teknis,
Penyelia bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan kepada sampler,
preparatory, dan analis kimia baru. Penyelia juga bertanggungjawab atas
penyimpanan arsip-arsip sampel. Apabila masa simpan sample sudah habis, maka
dapat dimusnahkan sesuai dengan prosedur SMD/2305/PR.
10. Analis Kimia
Analis Kimia mempunyai tugas dan menerima perintah dari Penyelia untuk
melakuan analisis dan pengujian terhadap sampel-sample yang telah selesai di
preparasi dan wajib melaporkan hasil pengujian kepada Penyelia.
11. Preparator
Preparator mempunyai tugas dan menerima perintah dari Penyelia untuk
melakukan preparasi terhadap sampel-sampel yang diterima dari bagian
administrasi laboratorium dan wajib melaporkan kepada Penyelia.
12. Sampler
Sampler mempunyai tugas dan menerima perintah dari Penyelia untuk melakukan
sampling di tambang, stockpile, atau kapal dan wajib melaporkan Penyelia setelah
selesai sampling.

32

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah dilakukan di


Laboratorium PT. Carsurin Cabang Samarinda, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.

Analisa yang dilakukan dilaboratorium PT. Carsurin Cabang Samarinda adalah


Total Moisture ( TM ), Proksimate (Moisture, Ash Content, Volatile Matter dan
Fixed Carbon), Total Sulfur (TS), Kalori, Karbon, Nitrogen dan Hidrogen,
Relative Density (RD).

2. Perbedaan analisa menggunakan metode standar ASTM dengan Metode ISO


terletak pada perlakuan sampel pada saat sampel diequalis dan pada suhu di
masing-masing oven, dan hasil akhir yang didapat biasanya tidak jauh berbeda.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran.
3. Pekerjaan suatu analisa dianggap benar apabila hasil analisa dari In House
Standar berada dalam range standar.
4.

Sampel batu bara dikatakan berkualitas baik apabila memiliki kandungan


moisture, ash, sulfur yang rendah dan memiliki calori dan volatile yang tinggi.

3.2

SARAN
Kalibrasi suatu alat ada baiknya di lakukan 1 bulan sekali agar hasil dari analisa

benar-benar berkualitas. Pada saat analisa selalu memperhatikan kebersihan di sekitar


alat, karena dapat mempengaruhi kinerja maupun hasil analisa. Jika pada saat
menganalisa sampel In House Standard hasil tersebut tidak masuk di dalam range,
sebaiknya dilakukan pengulangan analisa hingga hasil tersebut masuk dalam range
standar.

33

DAFTAR PUSTAKA

Anggayana. K., 2002. Diktat Kuliah Genesa Batubara, Departemen Teknik


Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Indonesia.
Annual Book of American Society for Testing and Materials (ASTM) Standards., 2009.
Gaseous Fuels;Coal and Coke, West Conshohocken. US.
Arbie, Yakub. 2000. Pengarang tentang kualitas batubara. Bandung : Januari
Dyah, Evi. 2011. Laporan Prakerin Analisa Batubara pada PT. Carsurin Cabang
Samarinda. Makassar: Sekolah Menengah Analis Kimia Makassar.
Cotton and Wilkson. 2009. Kimia Dasar Anorganik. UI Press. Jakarta.
Nurmalitan, Laporan Praktek Kerja Lapangan, Program Studi Diploma III Teknik
Pertambangan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Muchjidin. 2006. Pengendalian Mutu dalam Industru Batubara. Penerbit ITB :
Bandung.
Mustafa. 2010. Teknologi Batubara. Teknik Kimia : POLNES
Purba, Michael. 2000. Kimia Analisa Batubara. 2000. Jakarta: Erlangga.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Yakub, A. 2006: Pengambilan, Preparasi dan Pengujian Contoh Batubara.Bandung: ATC
Course.
Yuniarti, Ainul. 2012. Laporan Prakerin Analisa Batubara pada PT. Carsurin Cabang
Samarinda. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.

34

Anda mungkin juga menyukai