Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama
: Ny. Ginem
Usia
: 40 th
Alamat
: Pungargan, Mojotengah
Pekerjaan
: IRT
Nomor CM
: 643583
Tanggal Masuk RS
: 8 September 2015
Diagnosis masuk
: abdominal pain, apendiksitis akut
Diagnosis keluar
: apendiksitis infiltrat fixed
B. Anamesis
1. Keluhan Utama
: Nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut region bawah sudah 1 minggu
yang lalu. Nyeri terus menerus dan semakin bertambah. Muntah(-), demam (+),
mual (-), BAK normal, BAB (+) cair 2 kali, flatus (+). Pasien mengeluhkan
sebelumnya awal nyeri perut hanya di region kuadran kanan bawah 2 minggu.
Kemudian nyeri beralih ke kuadran kiri 1 hari yang lalu. Pasien belum melakukan
pengobatan.
3. Anamesis Sistem

Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskular
Sistem respiratori
Sistem gastrointestinal
Sistem urogenital
Sistem intergumentum

tangan serta tidak terasa gatal.


Sistem musculoskeletal
: tidak ada edem, nyeri, deformitas dan fraktur.
Sistem kejiwaan
: sadar penuh

: keadaan sadar (compos mentis).


: tidak nyeri dada.
: sesak(-), batuk(-) dan pilek(-).
: mual(-), fluatus(+), muntah(-),BAB(+) cair.
: BAK(+) tidak ada keluhan.
: tidak ada bentol-bentol kemerahan di badan, kaki dan

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak kesakitan
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Vital Sign
Tekanan darah : 84/60
Respirasi
: 24 kpm, tipe thorakoabdomen
Nadi
: 84 kpm, teratur, cepat dan tidak kuat
1

Suhu
: 38,20C
d. Status Generalis
1) Kulit :
Warna
: coklat sawo matang
Sianosis
: (-)
Ikterik
: (-)
Turgor
: baik, kembali cepat
Hipopigmentasi : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
2) Kepala :

Bentuk
: mesochepal, simetris, tidak ada deformitas,

Rambut
: dominan hitam

Facial
: tampak pucat
Mata
: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), mata merah (-),

isokor pupil kanan & kiri, reflex cahaya (+), edema palpebra (-).
Telinga : pendengaran baik, tidak ada cairan yang keluar.
Hidung : tidak ada deformitas, secret (-), inflamasi (-), nafas cuping hidung (+),

epistaksis (-).
Mulut

: bibir tampak pucat dan kering, stomatitis (-), lidah kotor (-),

lidah putih(-), atrofi papil lidah (-).


3)

Leher :
Bentuk
: simetris
Massa
: (-)
JVP
: (-)
pembesaran kelenjar limfonodi(-).

4) Thorax :
Inspeksi : Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi, penggembanggan

paru (+) iktus kordis (-), petekie (-).


Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri seimbang, tidak ada pembesaran
limfonodi aksilla dekstra, tidak teraba iktus kordis.
Perkusi : Sonor (+) pada paru kanan kiri,
Auskultasi :
- Suara dalam vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-).
- Suara jantung S1-S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-).

5) Abdomen :
Inspeksi : Kembung(-), tidak ada benjolan dan tanda-tanda radang.
Auskultasi : Bunyi usus (+) meningkat.
Perkusi : Timpani(+) dan redup/pekak pada kuadran kanan bawah.
Palpasi
: Nyeri tekanMc.burney (+), teraba seperti massa dan tahanan pada
kuadran kanan bawah, nyeri ketok ginjal (-), psoas sign (+).
2

6) Ekstermitas :
Ekstermitas superior dan inferior tidak ditemukan edem, akral dingin (+),
nyeri sendi (-).
5. Laboratorium
Laboratorium
HB
AL
AE
HT
AT
BT
CT
GOLDA
UR
CREA
As. Urat
SGOT
SGPT
HBSAg
URINE
PP TEST
URINE RUTIN
(Makros) warna
Kejernihan
Ph/ keasaman
Berat jenis
Protein urin
Glukosa urin
6.

Hasil 8/9/2015
14,2
12.1
0.20
41
445
2.00
4.00
O
38.7
0.84
4.7
27.0
27.0
Negatif

Bilirubin urin
Urobilin
Keton
Eritrosit urin
Leukosit urin
Epitel
Kristal
Silinder
Silinder granula
Silinder hyalin
Lain-lain

Negatif
Kuning
Agak keruh
6.0
Negatif
Negatif

Differential Diagnosis
Appendisitis Infiltrat
Tumor sekum
Tumor Apendik

7. Diagnosis
Appendisitis Infiltrat
8. Terapi
Infus RL
Inj. Cefaperaxone
Ketorolac
Ranitidine
Paracetamol
Metronidazole
3

0-2/ lpd
1-2/lpd
2-5/lpd
Urat amorf (+)
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Operatif : apendektomi

9. Follow up harian dan instruksi dokter


Tgl

Subyektif

8/9/ Nyeri perut


2015 bagian kanan
bawah sejak
2 minggu
yll.
Flatus
(+), BAB (+)
2 kali cair,
nyeri BAK
(+), mual (-),
muntah (-),
demam (+).
9/9/ Nyeri perut
2015 (+), Flatus
susah, BAB
(+) 2 kali
cair, warna
kuning, tidak
ada
darah
dan lendir,
mual
(-),
muntah (-),
10/9

Nyeri perut
(+), Flatus
/
(+), BAB (+)
2015
3 kali cair,
warna
kuning, tidak
ada darah
dan lendir,
mual (
11/9/ Nyeri perut
(+), Flatus
2015 (+), BAB (+)
2 kali cair,
warna
kuning, tidak
ada darah

Obyektif

Assesment

Plan

TD: 84/60,N: 84, Susp.


RR: 24, T: 38,2
Apendisitis
KU: CM
Status lokalis:
Supel,
BU(+)
Meningkat,
timpani
(+),
Pekak area kanan
bawah,
nyeri
tekan Mc. Burney
(+)

USG Abdomen
Infus RL 20 tpm
Inj. Cefaperaxone 2x1
Ketorolac 2x3 mg
Ranitidine 2x1 amp
Paracetamol tab 3x1
Metronidazole 3x500mg

TD: 110/70,N: 80,


RR: 20, T: 36,5
KU: CM
Status lokalis:
Supel,
BU(+)
Meningkat,
timpani
(+),
Pekak area kanan
bawah,
nyeri
tekan Mc. Burney
(+)
TD: 100/60,N: 84,
RR: 24, T: 37,2
KU: CM
Status lokalis:
Supel,
BU(+)
Meningkat,
timpani
(+),
Pekak area kanan
bawah,
nyeri
tekan Mc. Burney
(+)
TD: 110/60,N: 82,
RR: 22, T: 36,7
KU: CM
Status lokalis:
Supel,
BU(+)
Meningkat,
timpani
(+),

Apendisitis
infiltrat
fixed

Infus RL 20 tpm
Inj. Ciprofloxaxine 2x2
Ketorolac 2x3 mg
Metronidazole 3x500mg
Paracetamol tab 3x1
Ranitidine 2x1 amp

Apendisitis
infiltrat
fixed

Infus RL 20 tpm
Inj. Ciprofloxaxine 2x2
Ketorolac 2x3 mg
Metronidazole 3x500mg
Paracetamol tab 3x1
Ranitidine 2x1 amp

Apendisitis
infiltrat
fixed

Infus RL 20 tpm
Inj. Ciprofloxaxine 2x2
Ketorolac 2x3 mg
Metronidazole 3x500mg
Paracetamol tab 3x1
Ranitidine 2x1 amp

dan lendir,
mual (

Pekak area kanan


bawah,
nyeri
tekan Mc. Burney
(+)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada
caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan
berdiameter sekitar 1 cm dan jaga merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering, sedangkan batasan apendisitis akut adalah apendisitis yang terjadi dengan onset akut
yang memerlukan intervensi bedah ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah
dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, nyeri otot yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit.
Bila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi peritonitis umum, abses, dan komplikasi pasca
operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.
Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun.
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbat lumen oleh fekalith (batu
feses), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab

utama apendisitis. Erosi membran mukosa apendiks dapat terjadi karena parasit Entamoeba
B.

histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.


Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm
dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar
pada nagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum.
Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam rectocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.
Apendiks merupakan organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan bursa
fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3- 15 cm) dengan diameter 0,5- 1 cm, dan berpangkal di sekum.
Gambar 1.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Basis appendiks

terletak pada bagian posteromedial caecum, dibawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum
bertemu pada basis appendiks. Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks
(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a. Ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai
pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Struktur apendiks mirip
6

dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muscularis eksterna/ propria
(otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran jacson yang merupakan lapisan peritonium yang menyebar dari bagian lateral
abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan apendiks. Lapiisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan
lymphe. Antara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis
columnar epithelium dan terdiri dari kantong Yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam
sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal
muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan appendiks.
Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. Aoendiks pertama kali
tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebihan akan
menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. Pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah
sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus)
0,4%.2

Gambar 1. posisi apendiks (a.turun ke dalam pelvis minor, b.retrosekal, c.preileal,


d.retroileal)
7

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti


arterimesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian
bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada
arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.2
C.

Patofisiologi Appendicitis
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, stiktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen
apendiks normal hanya sekitar 0.1 ml. Jika sekresi sekitar 0.5 dapat meningkatkan tekanan
intralumen sekitar 60 cm. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses
diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks

hingga terbentuk suatu massa local (massa perapendikular) yang disebut infiltrate
apendikularis. 4
Apendisitis infiltrate terdapat proses walling off sehingga terbentuknya massa
periapendikular di region kanan bawah dikarenakan upaya dari tubuh berusaha membatasi
proses radang ini dengan omentum, usus halus, atau adneksa. Proses terbentuknya massa
periapendikular akibat walling off tidak didapatkan pada semua jenis apendisitis, hal ini
diakibatkan dari cepat lambat respon daya tahan tubuh individu, proses peradangan, virulensi
mikroorganisme dan kerja omentum.
Di dalam massa periapendikular, dapat terbentuk abses dan terjadinya perforasi. Jika
tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi
tenang dan akan mengurai diri secara lambat. Pada massa periapendikular dengan
pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Sehingga, pada massa
periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknada massa periapendikular dengan
pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Sehingga, pada massa
periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek danapendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karenatelah ada gangguan pembuluh darah.2
D.

Manifestasi klinis
1. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari olehradang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Rasa sakit di daerah
epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah

merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan
kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi
sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan
secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.
2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan
dari rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi, diare.
4. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi
appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri. nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum.
5. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah
pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior.
Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks.
6. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
7. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks
telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan
kondisi pasien memburuk.
8. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
9. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang
terjadi pada apendiks5
10. Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium

10

11. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit
lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks.3
12. Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan nyeri tekan pada arah jam 9 dan 12.
E.

Klasifikasi
1. Appendicitis Akut
2. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen
yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.5
3. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.5
4. Appendicitis Akut Gangrenosa

11

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.5
Pada appendicitis akut dapat menggunakan Alvarado score antara lain; mual-muntah 1,
anoreksia 1, nyeri tekan Mc.burney 2, nyeri alih 1, demam >37,5oC 1, leukositosis 2, leukosit
segmen >70% 1. Jika didapatkan total skore 1-4 berarti bukan apendisitis akut, 5-7 masih
ragu-ragu apendisitis akut, 7-10 artinya pasti apendisitis akut.6
5. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. 5apendisitis infiltrate dibagi 2
jenis antara lain apendisitis infiltrate mobile dan apendisitis infiltrar fixed. Apendisitis
Infiltrat Mobile merupakan massa periapendikular yang masih bebas pada region kanan
bawah. Sebaiknya dilakukan pengangkatan secepatnya sehingga tidak terjadi perlengkatan
dengan sekitarnya. Apendisitis Infiltrar Fixed merupakan massa periapendikular telah terjadi
perlengkatan dengan sekitarnya. Jika dilakukan pengangkatan apendisitis jenis ini dapat
menyebabkan perforasi dari usus. Sehingga apendisitis infiltrate fixed sebaiknya diberikan
antibiotic terlebih dahulu. 5
6. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.5gejalanya
diantaranya kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.2

12

7. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.5 perforasi
apendik akanmengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri
semakin hebat yang meliputi seluruh tubuh, dan perut menjadi tegang dan kembung.
Peristaltic usus menurun sampai menghilang akibat ileus paralitik.
8. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi
parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.5
F.

Komplikasi
Komplikasi yang paling tersering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk ulkus halus. Perforasi dapat menyebabkan
timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
Tanda- tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaca kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Suhu tubuh naik
Nadi semakin cepat
Defance muscular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distensi

13

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :


1. Pelvic abcess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis adalah infeksi berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat
menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
G.

Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Penanggulangan konservatif terutama diberikan berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Apendisitis infiltrate
mobile sebaiknya dilakukan operasi secepat mungkin. Jika apendisitis infiltat
fixed maka dilakukan perawatan terlebih dahulu dan diberikan antibiotic
kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob sambil dilakukan
pemantauan suhu tubuh, ukuran massa seta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan dilakukan apendektomi 2-3 bulan kemudian agar perdarahan
akibat perlengketan dapat ditekan. Jika pemberian antibiotic tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
b. Jika terjadi perforasi maka dilakukan perbaikan keadaan umum dengan
pemasangan infus dan penberian antibiotic untuk kuman gram negative dan
positif, kemudian dilakukan laparatomi apendektomi untuk dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun fibrin.
2. Operatif
a. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Pada
apendisitis akut dilakukan appendektomi secepat mungkin, pemberian

14

antibiotic yang lama dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pemberian


antibiotic pada apendisitis akut minimal 2x24jam setelah didiagnosa. Pada
abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah), apendektomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika, saat dilakukan drainase,
apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.2
H.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya
pada apendiksitis sederhana, lebih dari 13.000/mm umunnya pada apendiksitis perforasi.
Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendiksitis. Hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel ureter atau vesika.
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus
buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dalam menegakkan
adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul.

I.

Pencegahan
a) Diet tinggi serat
Diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan
pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar
sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b) Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
15

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang perempuan datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2
minggu. Nyeri bertambah hebat dan menjalar ke bagian perut kiri. Riwayat diare (+) 2x
sebelum masuk rumah sakit, ampas(+) dan berwarna kuning, darah (-), lendir (-), flatus (+),
mual dan muntah disangkal, nyeri BAK (+).
Hasil pemeriksaan status lokalis didapatkan nyeri perut hebat pada region kanan bawah,
nyeri tekan Mc.burney (+), psoas sign(+), spasme otot perut kanan bawah, BU(+), pada
perkusi didapatkan bunyi pekak pada region kanan bawah.
Pada anamnesis pasien didapatnya nyeri kanan bawah dan diare 2x dalam sehari, dan
selama dirawat pasien mengeluh diare 2-3x/hari. Hal ini diakibatkan oleh peradangan pada
apendiks yang menempel atau dekat di area rectum sehingga memberi rangsangan
pengosongan sigmoid atau rectum, hal ini menyebabkan peristaltic meningkat sehingga
pengosongan rectum lebih cepat dan berulang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan radang apendisitis terletak di retrosekal sehingga
menimbulkan nyeri psoas sign dan Mc.burney. Terdapat massa periapendikulan pada region
kanan bawah sehingga ketika dilakukan perkusi didapatkan bunyi pekak disebabkan oleh

16

adanya pembentukan walling off akibat tertutupnya apendiks yang meradang oleh omentum
dan usus halus.
Diagnosis ditegakkan didasarkan anamnesis dan pemeriksaan status lokalis.
Pemeriksaan status lokalis untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap abses periapendikular,
tumor sekum, dan tumor apendiks.
Abses apendikular adalah terdapat massa berisi pus (nanah) pada region kanan bawah,
dengan gejala klinis demam tinggi dan nadimeningkat, peningatan leukosit, dan massa yang
semakin membesar setra adanya fluktuasi pada massa. Tumor sekum merupakan salah satu
dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi
akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali, gejalanya antara lain nyeri perut,
mual, muntah, obstipasi, dan sering merasa kenyang. Tumor apendiks dibagi menjadi
adenokarsinoma dan karsinoid apendiks. Adenokarsinoma apendiks merupakan tumor ganas
pada apendiks dan dapat bermetastase ke limfanodi regional. Karsinoid apendiks rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Limfadenitis merupakan kondisi
medis yang ditandai dengan kelejar getah bening yang keras, membengkak dan nyeri,
biasanya di daerah leher, ketiak dan lipat paha serta dapat mengecil dengan pemberian
antibiotic.
Pada pasien ini diagnosis appendicitis infiltrate fixed karena pada region kanan bawah
terdapat nyeri, teraba seperti masa periapendikular yang terfiksir pada area tersebut, pekak,
dan adanya spasme otot, demam, dan diare 2-3/hari.
Pasien mendapatkan terapi cairan RL 20tpm, paracetamol tablet, injeksi ketorolac,
injeksi metronidazole, injeksi Ciprofloxaxine dan terapi operatif berupa appendiktomi.
Apendiktomi dilakukan untuk mencegah terjadinya perforasi akibat pecahnya massa
periapendikular sehingga menyebabkan peritonitis purulenta.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D. G., 1999. Principles Of Surgery Sevent Edition. McGraw Hilla Division of the McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
2. SjamsuhidayatR, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 2004.
3. David C. Sabiston.Buku Ajar Ilmu Bedah. https://books.google.co.id/books?
id=qgdPlhdlc0C&pg=PA499&lpg=PA499&dq=perbedaan+apendisitis+dan+divertikulitis&sour
ce=bl&ots=YKUgVwriEE&sig=jLh3di4fImqaP2ooID_cXTH2Lg&hl=en&sa=X&ei=QNaJVfG0BImLuwTcv4XwCQ&redir_esc=y#v=
onepage&q=perbedaan%20apendisitis%20dan%20divertikulitis&f=false
4. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
5. Gray,H. (1826-1861). 1918. Anatomy Of Human Body. www. Bartleby.com
6. Lugo., VH., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03
September

2004.

http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass

18

19

Anda mungkin juga menyukai