Anda di halaman 1dari 33

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: By. M

Umur/ tanggal lahir

: 9 hari/ 03-03-2014

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Bantar Gebang rt 02 Rw10

Tanggal Masuk RS

: 06 Maret 2014

B. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. S

Nama Ibu

: Ny. M

Umur

: 33

Umur

: 33

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: SMA

Perkawinan

: Pertama

Perkawinan

: Pertama

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

II.

ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara Allo-Anamnesa pada tanggal 12 Maret 2014 dengan ibu os.
A. KELUHAN UTAMA
Anak terlihat kuning sejak berusia 3 hari
B. KELUHAN TAMBAHAN

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Os datang dengan keluhan kuning sejak 5 hari SMRS, os terlihat kuning mulai
dari kulit hingga matanya. Pada awalnya kuning hanya tampak pada sekitar wajah os
dan perlahan menjalar keseluruh tubuh, kedua orangtua os hanya memberikan ASI
sekitar 10 kali sehari namun dalam jumlah yang sedikit dan orangtua os tidak
menjemur anaknya dibawah sinar matahari karena cuaca tidak memungkinkan.
Karena kuning pada tubuh tidak kunjung menghilang, kedua orangtua os memutuskan
untuk membawa os ke RS. Riwayat kuning dalam 24 jam pertama kehidupan
disangkal, riwayat demam dan kejang selama sakit disangkal.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga os yang memiliki keluhan atau kelainan yang
sama dengan yang dialami os. Riwayat penyakit yang berkaitan dengan gangguan
fungsi hati disangkal.
F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Selama kehamilan, ibu memeriksakan kehamilan pada seorang bidan. Selama
kehamilan ibu os tidak ada keluhan yang berarti dan

ibu os tidak mengalami

gangguan nafsu makan, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Riwayat merokok


disangkal
HPHT ibu Juli 2013 namun ibu tidak dapat mengingat tanggal pastinya. Os
lahir ketika usia kandungan 8 bulan (36-37 minggu), lahir spontan dengan bantuan

bidan, dengan berat lahir 2000 gram dan panjang badan + 50 cm. Menurut ibu os saat
os lahir, os menangis namun tidak terlalu kencang sehingga os dibantu dengan
pemberian oksigen selama beberapa saat setelah lahir Air ketuban hijau dan bau
disangkal.
G. SUSUNAN KELUARGA
Os adalah anak ketiga dari tiga orang bersaudara.
H. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Motorik Kasar.
o Os merupakan bayi yang bergerak aktif

Motorik halus.

Bahasa.
Os belum dapat berbicara

Sosial.
Interaksi sosial antara os dan lingkungan sekitarnya belum tampak
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.

I. RIWAYAT GIZI DAN MAKANAN.


Os hanya mendapatkan ASI semenjak lahir, os menyusu dengan frekuensi
sekitar 10 kali sehari.
Kesan : Riwayat Gizi Baik.
J. RIWAYAT IMUNISASI
Ibu os mengaku bahwa os belum mendapatkan imunisasi apapun.
K. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Ayah os merupakan seorang karyawan swasta dengan penghasilan yang
mencukupi kebutuhan sehari- hari dan Ibu os merupakan ibu rumah tangga tanpa
penghasilan tetap.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Sakit sedang.

Kesadaran

: Somnolen

Tanda Vital

Nadi

: 122kali/menit

Suhu

: 36.8 C

Laju Nafas

: 40 kali/menit

Berat Badan

: 2000 gram

Tinggi Badan

: 50cm

Ballard Score

:
Physical maturity

Neuromuscular score

Skin

Posture

Lanugo

Square window

Plantar surface

Arm recoil

Breast

Popliteal angle

Eye/ear

Scarf sign

Genitals Female

Heel to ear

Ballard score : 32
Sesuai dengan usia kehamilan 36-38 minggu
Hasil kurva lubchenco : Berat badan lahir bayi berada di persentil ke-10.
Kesimpulan : Kecil masa kehamilan (KMK)
STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut
Mata

: Pupil bulat isokor, Reflek Cahaya Langsung +/+,


Reflek Cahaya Tidak Langsung +/+,
Conjungtiva Anemis -/-, Sclera Icterik +/+.

Telinga

: Normotia, rekoil cepat

Hidung

: Septum Deviasi (-), Sekret -/-,Nafas cuping hidung (-)

Mulut

: mukosa tidak tampak ikterik

Leher

: kaku kuduk (-)

Thorak

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS IV

Perkusi

: Batas Jantung normal.

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-).


Pulmo
Inspeksi

: Simetris pada kedua hemithorak, retraksi (-)

Palpasi

: Vocal Fremitus kanan = kiri.

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler, Wheezing -/-, Ronchi +/+.


Abdomen

: Datar, Supel, Bising Usus (+) N,


Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defans Muskuler (-).
Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Ekstrimitas Atas

: Akral hangat, Oedem -/-, Deformitas (-)

Tonus otot baik, wasting (-), atrofi(-)


Ekstrimitas Bawah

: Akral hangat, Oedem -/-, Deformitas (-)


Tonus otot baik, wasting (-), atrofi (-)

Genitalia (Wanita)

: Labia mayora menutupi sebagian dari labia minora,


sekret (-)

Status Neurologis

Reflek moro (+)


Reflek hisap (+) kuat
Rooting (+)
Reflek genggam (+)
Babynski (+)
Kramer

Os tampak kuning dari kepala hingga keempat ekstermitas, namun tidak terlihat
ikterus pada telapak tangan dan kaki.
Kesan: Kramer IV

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: 11 Maret 2014

Kimia Klinik (Fungsi

Unit

Nilai Normal

hati)
Bilirubin total

25.60

mg/dl

1.0-10

Bilirubin direk

0.49

mg/dl

<0.8

Bilirubin indirek

25.11

mg/dl

0-10

V.

PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan anjuran yang disarankan adalah :

VI.

DIAGNOSIS KERJA

NKB-KMK

Ikterus neonatorum fisiologis

VII.

VIII.

DIAGNOSIS BANDING
Ikterus neonatorum patologis
PENATALAKSANAAN

Fototerapi

Tranfusi tukar apabila fototerapi tidak berhasil

Monitor pertumbuhan

Berikan edukasi ibu untuk menyusui lebih sering (2 jam sekali )

IX.

PROGNOSIS

Ad Vitam

: Ad bonam

Ad Fungsionam

: Dubia ad bonam

Ad Sanationam

: Ad bonam

X.
-

Laboratorium darah lengkap


Identifikasi golongan darah dan rhesus pada ibu dan anak
Cek ulang bilirubin pasca fototerapi

FOLLOW UP

BAB II
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis, masalah yang ditemukan pada pasien ini adalah:

Neonatus kurang bulang dan berat badan yang rendah berdasarkan usia kehamilan
Ikterik (Hiperbilirubinemia)

NKB-KMK
Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa bayi lahir sebelum taksiran partus dan
berat badan lahir yang rendah. Berdasarkan Ballard score didapatkan perkiraan usia gestasi
pasien adalah 36-38 minggu dengan interpretasi pada kurva Lubchenko adalah kecil masa
kehamilan (KMK).
Ballard Score

Physical maturity

Neuromuscular score

Skin

Posture

Lanugo

Square window

Plantar surface

Arm recoil

Breast

Popliteal angle

Eye/ear

Scarf sign

Genitals Female

Heel to ear

Ballard score : 32
Sesuai dengan usia kehamilan 36-38 minggu
Hasil kurva lubchenco : Berat badan lahir bayi berada di persentil ke-10.
Kesimpulan : Kecil masa kehamilan (KMK)
Tatalaksana pada pasien ini dapat dilakukan early feeding sebagai berikut:
Early Feeding

- frekuensi minum :
berat badan 1.250 gram: 24 X/24 jam
berat badan 1.250 2.000 gram : 12 X / 24 jam
berat badan lebih dari 2.000 gram : 8 X / 24 jam
- Jumlah cairan.
Hari pertama 60 cc / Kg BB / hari
Hari kedua 90 cc / Kg BB / hari
Hari ketiga 120 cc / Kg BB / hari
Hari keempat 150 cc / Kg BB / hari
Hari seterusnya 180 - 200 cc / Kg BB / hari
- Jumlah kalori : 110 140 cal / Kg BB / hari
- Jumlah protein 3 6 gram / Kg BB / hari
- Jumlah Karbohidrat : 10 15 gram / Kg BB / hari
- Jumlah lemak : 5 7 gram / Kg BB / hari
- Macam nutrisi : ASI dan ASS ( Air Susu Sapi )
- Cara pemberian:
Oral: menghisap sendiri, dengan sendok, NGT, gastrik drip ( cek residu lambung )
Parenteral
Prematuritas pada pasien ini dapat berperan pada timbulnya hiperbilirubinemia pada
pasien ini mengingat adanya imaturitas dari fungsi hepar
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia yang terjadi pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh
imaturitas dari fungsi hepar sehingga konversi HbF ke Hb A terganggu, sebagai akibat dari
terganggunya proses dari konjungasi dari billirubin 1 ke bilirubin 2, kadar billirubin indirek
meningkat. Kemungkinan adanya hiperbilirubinemia patologis akibat dari rhesus atau ABO
incompatibility juga belum Pada pasien ini ditemukan kadar billirubin total dan billirubin
direk yang cukup tinggi, namun pada pemeriksaan, klinis tidak menunjukkan gejala yang
sesuai dengan peningkatan kadar billirubin.

Berdasarkan kadar billirubin pada hasil laboratorium, seharusnya pasien ditatalaksana


dengan transfusi tukar, namun dengan pertimbangan manifestasi klinis yang tidak sesuai,
pada pasien ini dilakukan tatalaksana fototerapi dan dilakukan pemeriksaan ulang kadar
billirubin setelah 48 jam fototerapi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 BBLR
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)
jam setelah lahir.

Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Prematuritas murni
Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai
untuk masa kehamilan.
Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit dan komplikasi akibat kurang
matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.
b. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
Hal ini disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya
keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan dari bayinya sendiri.

Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau

sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di


negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara
satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah
multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional
berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target
BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010
yakni maksimal 7%.

Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain
adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR
(1) Faktor ibu
a. Penyakit : Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti
perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <
d. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu
pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosioekonomi dan paparan zat-zat racun.

Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :
o Hipotermia
o Hipoglikemia
o Gangguan cairan dan elektrolit
o Hiperbilirubinemia
o Sindroma gawat nafas
o Paten duktus arteriosus
o Infeksi
o Perdarahan intraventrikuler
o Apnea of Prematurity
o Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain :
o Gangguan perkembangan
o Gangguan pertumbuhan
o Gangguan penglihatan (Retinopati)
o Gangguan pendengaran
o Penyakit paru kronis
o Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
o Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka
waktu kurang lebih dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1). Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari
etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR :
o

Umur ibu

Riwayat hari pertama haid terakir

Riwayat persalinan sebelumnya

Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

Kenaikan berat badan selama hamil

Aktivitas

Penyakit yang diderita selama hamil

Obat-obatan yang diminum selama hamil

2). Pemeriksaan Fisik


Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain :
o

Berat badan <>

Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

Tulang rawan telinga belum terbentuk.

Masih terdapat lanugo.

Refleks masih lemah.

Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup labium


minus; laki-laki: belum terjadi penurunan testis & kulit testis rata.

Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).

Tidak dijumpai tanda prematuritas.

Kulit keriput.

Kuku lebih panjang

3). Pemeriksaan penunjang


o Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
o Pemeriksaan skor ballard
o Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
o Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.

o Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan
terjadi sindrom gawat nafas.
o USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih
Penatalaksanaan/ terapi
1 Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
o Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
o Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,
dan umur 4-6 minggu)
2 Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan
memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara
ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada puting. ASI merupakan pilihan utama :
o Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling
kurang sehari sekali.
o Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan
bayi adalah sebagai berikut :
a. Berat lahir 1750 2500 gram
Bayi Sehat
o

Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2
jam) bila perlu.

Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas
menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Bayi Sakit
o

Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan
minum seperti pada bayi sehat.

Apabila bayi memerlukan cairan intravena:


Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap
untuk menyusu.
Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :

Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila


bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar
berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila
keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu
dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram


Bayi Sehat
o

Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak
dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke
dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan
dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa
batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya
memakan waktu lebih dari 1 minggu)

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.

Bayi Sakit
o

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan
IV secara perlahan.

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum.

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi


sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram


Bayi Sehat
o Beri ASI peras melalui pipa lambung
o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
o

Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan
intravena secara perlahan.

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.

d. Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)


o Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
o Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan
intravena secara perlahan.
o Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):
o Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti
kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan
hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
o Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
o Ukur suhu tubuh dengan berkala
o Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
o Jaga dan pantau patensi jalan nafas
o Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
o Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
o Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
o Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring)
1). Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
o Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
o Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
o Pantau berat badan bayi secara periodik
o Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk
bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir
<1500>
o Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir)
dan telah berusia lebih dari 7 hari :
-

Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180


ml/kg/hari

Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar
jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI
hingga 200 ml/kg/hari

Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

2). Pemantauan setelah pulang


Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan
mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai
berikut :
o Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
o Hitung umur koreksi.
o Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
o Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
o Awasi adanya kelainan bawaan.

Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis akan
lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi
neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila
hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
o Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
o Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
o Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat
(20-34 tahun)
o Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.

Tanda kecukupan pemberian ASI:


o BAK minimal 6 kali/ 24 jam.
o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.
o BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari.
o Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap ASI akan menetes dari
payudara yg lain.
Indikasi bayi BBLR pulang:

o Suhu bayi stabil.


o Toleransi minum oral baik terutama ASI.
o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

Cara menghangatkan bayi


Cara
Kontak kulit

Petunjuk penggunaan

Untuk semua bayi

Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau


menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 oC) apabila cara lain

KMC

tidak mungkin dilakukan.


Untuk menstabilkan bayi dgn berat badan <2.500 g, terutama
direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan
berat badan <1.800 g.

Pemancar panas

Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat

merawat bayinya.
Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.

Inkubator

Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau

menghangatkan kembali bayi hipotermi.


Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang tidak
dapat dilakukan KMC.

Ruangan hangat

Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak


memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.

Tidak untuk bayi sakit berat.

Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (ml/Kg)

Berat (g)

Umur (hari)
1

5+

>1500

60

80

100

120

150

<1500

80

100

120

140

150

Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1250-1499


Umur (hari)

Pemberian
Jumlah ASI tiap 3 jam (ml/kali)

10

15

18

22

26

28

30

Kebutuhan cairan elektrolit bayi (ml/kg)


Berat badan (g)

<1000

1000 - <1500

1500 2500

>2500

Hari I

120 cc D5%

100 cc D7,5%

80 cc D10%

80 cc D10%

Hari II

140 cc D5%

120 cc D7,5%

100 cc D10%

90 cc D10%

Hari III

170 cc D5%

130 cc D7,5%

110 cc D10%

100 cc D10%

Hari >IV

200 cc

140-150 cc

130-150 cc

120-150 cc

Pembuatan cairan D7,5% = 93 cc (D5%) + 7 cc (D40%) = 100 cc D7,5%.

II.2 Hiperbilirubinemia
Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus
ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excess Physiological Jaundice. Digolongkan
sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani(Etika et al,2006).
Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl(86mol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
a. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut
:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(Hassan et al.2005)
Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus
hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat
bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian

dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa
bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila
kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia.
Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et
al,2009).
Manifestasi klinis
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Diagnosis
Anamnesis
a)Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d)Riwayat inkompatibilitas darah
e)Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al,
2006).
Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada
masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek

Gambar 2.2 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer


Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus antara lain adalah golongan darah dan Coombs test, darah lengkap dan hapusan
darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin
total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar
serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi
tukar(Etika et al, 2006).

Penegakan diagnosis ikterus Diagnosis banding


neonatarum

Anjuran Pemeriksaan

berdasarkan

waktu kejadiannya: Waktu


Hari ke-1

*Penyakit hemolitik

Kadar bilirubin serum berkala

Inkompatibilitas

Hb,

darah(Rh,ABO)

hapus darah golongan darah

Sferositosis.

Ht,

retikulosit,sediaan

Anemia ibu/bayi, uji Coomb

hemolitik
nonsferositosis(defisiensi
G6PD)
Hari ke-2 s.d ke-5

Kuning pada bayi prematur

Hitung jenis darah lengkap

Kuning fisiologik, Sepsis

Urin mikroskopik dan biakan

Darah

Hari ke-5 s.d ke-10

Hari ke-10 atau lebih

ekstravaskular, urin, Pemeriksaan terhadap

Polisitemia

infeksi

Sferositosis kongenital

darah ibu/bayi, uji Coomb

Sepsis, Kuning karena ASI

Uji fingsi tiroid, Uji tapis

Def G6PD, Hipotiroidisme

enzim G6PD, Gula dalam

Galaktosemia, Obat-obatan

urin

Atresia

biliaris,

neonatal

golongan

Pemeriksaan terhadap sepsis


Hepatitis Urin mikroskopik dan biakan
Uji serologi TORCH, Alfa

Kista

koledokusm, fetoprotein,

Sepsis(terutama
infeksi

bakteri,

saluran

Stenosis pilorik

alfa1antitripsin,

Kolesistografi,
kemih), Bengal

Uji

Rose-

Penatalaksanaan

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:


1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang
terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
4. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam

c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung


d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif(Hassan et al, 2005).
6. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif
terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara rutin.
7. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(500-1000mg/Kg
IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada
janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara
teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan
demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty
et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi,
leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot
mata dan dysplasia dentalis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azis, Abdul Latief. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan
Anak, edisi III. RSU Dokter Sutomo. Surabaya
2. Kosim, Sholeh. 2008. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama.Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta
3. Suraatmaja, Sudrajat, dr,SpA(K). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. RSUP Sanglah, Denpasar.
4. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
5. Anestherita, fithri, dr. Dkk. 2000. Kumpulan kasus pediatri. Media Dika. Jakarta.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Janin dan bayineonatus. Dalam: Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Vol 1. Ed 15. Jakarta: EGC, 1999. 556-568
7. http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/28/14343231/Vanishing.Twin..Kembar.ya
ng.Hilang
8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15597/1/mkn-des2005-%20(8).pdf

Anda mungkin juga menyukai