Anda di halaman 1dari 23

TRAUMA THORAX

Seorang laki laki, 15 tahun dibawa ke IGD RSND setelah mengalami kecelakaan sepeda. Dia
mengalami benturan stang ada dada sisi kanan. Terdapat jejas kebiruan pada dinding dada sebelah
kanan. Nafasnya sesak dan kesadarannya menurun. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, terjadi hipotensi,
takikardia, dan didapatkan dada sisi kanan lebih cembung dibandingkan yang kiri. Dokter berkata
bahwa pasien ini mengalami pneumothorax dextra, terjadi ancaman gagal nafas, syok dan terjadi
gangguan keseimbangan asam-basa, sehingga harus segera dilakukan tindakan emergency.

STEP 1 : Clarifying Unfamiliar Terms


1. Takikardi

: Kondisi dimana laju detak jantung saat istirahat berada diatas normal atau
diatas 60 -100 kali/menit

2. Jejas kebiruan : Warna kebiruan ada kulit karena memar atau inflamasi
3. Hipotensi

: Kondisi tekanan darah dibawah normal (<90/60 mmHg.) Sehingga tidak


mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan secara adekuat.

4. Pneumothorax : Keadaan abnormal berupa masuknya udara ke rongga pleura.


Mengakibatkan paru aru menguncup dan aktivitas tubuh terganggu.
Pneumothorax dibagi menjadi 3 macam : Simple pneumothorax, Open
pneumothorax dan Tension pneumothorax
5. Syok

: Keadaan serius yang terjadi jika fungsi kardiovaskuler tidak mampu


mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Biasanya
berhubungan dengan tekanan darah rendah sehingga pengiriman O2 dan
nutrisi ke jaringan menjadi terganggu.

6. Gagal Nafas

: Keadaan dimana sistem respirasi tidak mampu memenuhi kebutuhan O2


dalam tubuh.

STEP 2 : Define The Problem


1. Mengapa timbul jejas pada dinding dada sebelah kanan?
2. Mengaa terjadi gangguan asam basa?
3. Mengapa dada sebelah kanan tampak lebih cembung daripada sebelah kiri?
4. Apa hubungan hipotensi, takikardi, sesak nafas, dan penurunan kesadaran serta syok dalam
kasus pneumothorax?

STEP 3 : Identifying And Solve The Problem

1. Mengapa timbul jejas pada dinding dada sebelah kanan?


Jejas kebiruan menandakan adanya hematoma yang disebabkan trauma thorax/fraktur pada
costa yang kemudian merobek jaringan di sekitarnya dan menyebabkan pecahnya pembuluh
darah atau kapiler di area tersebut. Sehingga darah mengumpul di dalam dan menyebabkan
timbulnya jejas kebiruan.
2. Mengaa terjadi gangguan asam basa?
Penyebab asidosis pada kasus ini ada dua
A. Pneumothorax menyebabkan paru paru kolaps yang kemudian pertukaran O2 dan CO2
terganggu kemudian terjadi akumulasi CO2. Naiknya kadar CO2 ini menyebabkan
pembentukan asabikarbonat berlebih sehingga terjadi asidosis
B. Penurunan kadar O2 akibat terganggunya fungsi paru paru pada pneumothorax
menyebabkan terjadinya proses respirasi anaerob yang berlebih. Kenaikan jumlah hasil
metabolisme dari respirasi anaerob berupa asam laktat yang bersifat asam dapat
mengganggu keseimbangan asam basa yang kemudian berujung pada asidosis.

3. Mengapa dada sebelah kanan tampak lebih cembung daripada sebelah kiri?
Trauma terjadi ada dada sisi kanan yang menyebabkan pleura dari paru robek, kemudian udara
masuk dalam ruang antar pleura dikarenakan perbedaan tekanan. Pada kasus ini udara dapat
masuk karena sifat udara yang mengalir dari tekanan udara yang tinggi (Tekanan atmosfer :
760 mmHg ) ke tekanan yang lebih rendah ( Tekanan cavum pleura : 756 mmHg ).

4. Apa hubungan hipotensi, takikardi, sesak nafas, dan penurunan kesadaran serta syok
dalam kasus pneumothorax?
Trauma pada dada kanan pleura robek udara masuk paru kolaps sehingga pasukan
O2 berkurang. Kurangnya pasokan O2 menyebabkan jantung bekerja lebih ceat dan
meningkatkan jumlah denyutnya dan menyebabkan takikardi. Selain itu masuknya udara juga
mendesak mediastinal tergeser ke arah kontralateral yeng kemudian menyebabkan trakhea
mengalami deviasi. Deviasi ini lama kelamaan menekan vena cava sehingga venous return
menurun dan cardiac output berkurang. Berkurangnya cardiac output ini daat menyebabkan
hipotensi.

STEP 4 : Peta Konsep

Jejas kebiruan sebelah kanan


Laki laki 17 tahun

Benturan dada sisi kanan

Nafas sesak
Kesadaran Menurun

Pemeriksaaan fisik

Hipotensi

Takikardi

Dada kanan lebih besar

Pneumothorax

Kekurangan O2 dan Akumulasi CO2

Gangguan Asam Basa

Gagal nafas & syok

STEP 5 : Define Learning Object


1. Anatomi : Menjelaskan struktur skeletal, otot, dan cavum thorax lalu pleura thoracalis

dan cavum pleura


2. Fisiologi : proses inspirasi, ekspirasi dan faktor faktor yang mempengaruhi
3. Histologi : Menjelaskan struktur mikroskopis saluran nafas bawah dari bronkus

hingga alveoli.
4. Biokimia : menjelaskan mekanisme keseimbangan asam basa ada paru.

STEP 6 : Information Gathering ( Private Learning )

STEP 7 : Synthesize and Test Acquired Information

1. Anatomi : Menjelaskan struktur skeletal, otot, dan cavum thorax lalu pleura

thoracalis dan cavum pleura


A.

Skeleton Thoracis

Gambar 1 : Skeleton
Thoracis
Thorax mempunyai
bentuk conus, pipih dalam arah muka belakang, dinding belakang
lebih panjang daripada dinding depan. Pada potongan melintang nampak bentuk ginjal (ren),
disebabkan penonjolan kedepan daripada corpus vertebrae tulang belakang.
Dinding depan thorax dibentuk oleh sternum, bagian depan costae dan cartilago costalisnya.
Dinding posterior thorax rangkanya dibentuk oleh ke 12 vertebrae thoracalis dan bagian
belakang costae. Pada tiap sisi columna vertebralis terdapat suatu sulcus yang lebar dan dalam,
dibentuk oleh lengkungan kebelakang lateral daripada tulang-tulang iga, disebut sulcus
pulmonalis.
Dinding lateral oleh costae, dan bentuknya melengkung.
Costae dan cartilago costalisnya masing-masing dipisahkan oleh spatium intercostale yang
berjumlah 11

Pintu atas atau Apertura


thoracis

superior

dibatasi

oleh

vertebra thoracica pertama, pinggir


atas manubrium sterni, costa I
kanan/

kiri

dengan

cartilago

costanya.oleh

karena

hubungan

costae I dengan manubrium sterni lebih rendah daripada hubungannya dengan vertebrae
thoracica I, maka pintu atas ini menghadap ke ventrocranial.
Pintu bawah atau Apertura thoracica inferior dibatasi oleh vertebra thoracica XII dan
costa ke XII kanan kiri, juga costa XI dan cartilago costalis dari costa X,IX,VIII,VII, yang
membentuk arcus costalis. Arcus costalis kanan kiri bertemu pada sternum dan membentuk
angulus infrasternalis. Pintu bawah ini diameter anteroposterior tertutup oleh diaphragma yang
membentuk lantai thorax. Pada lantai thorax ini kita terdapat beberapa celah atau lubang yaitu:
Hiatus aorticus, foramen oesophageum, foramen venae cavae inferioris, celah-celah
intercronal, celah dari larry, trigonum lumbocostale (Bochdalek).

B. Cavitas Pleuralis
Dua cavitas plueralis, satu di tiap sisi mediastinum mengelilingi pulmo.

Di superior, cavitas pleuralis ini berada di atas costa 1 sampai pangkal leher.

Di inferior, berada pada level tepat di atas arcus costalis, dan

Dinding medial tiap cavitas pleuralis adalah mediastinum

Gambar 3 : Cavitas
pleuratica
C. Pleura Thoracalis
Setiap cavitas pleuralis dilapisi oleh satu lapis sel pipih mesothelium dan lapis penyerta
jaringan ikat penyangga bersama-sama lapis-lapis tersebut membentuk pleura.
Pleura terbagi menjadi dua tipe utama, menurut lokasinya:

Pleura yang terkait dengan dinding cavitas pleuralis adalah pleura parietalis
Pleura yang berefleksi dari dinding medial ke permukaan pulmo adalah pleura visceralis,
yang melekat dan melapisi pulmo.

Setiap cavitas pleuralis merupakan ruang potensial tertutup di antara pleura parietalis
dan visceralis. Normalnya cavitas pleuralis ini hanya berisi lamina tipis cairan serosa. Hasilnya,
permukaan pulmo, yang dilapisi pleura visceralis, langsung berhadapan dan bebas bergeseran
dengan pleura parietalis yang melekat pada dinding thorax.

Gambar 4 : Cavitas pleuratica ( Anterior)

1. PLEURA PARIETALIS
Nama yang diberikan untuk pleura parietalis sesuai dengan bagian dinding dan pleura tersebut
terkait.

Pleura yang terkait dengan costae dan spatium intercostale dinamakan pars costalis.

Pleura yang menutupi diaphragma disebut pars diafragmatica

Pleura yang menutupi mediastinum adalah pars mediastinalis.

Lapis pleura parietalis berbentuk kubah yang melapisi perluasan cervicalis cavitalis pleuralis
disebut pleura cervicalis (kubah pleura atau cupula pleurae)

Yang melapisi permukaan superior pleura cervicalis adalah lapis fascia yang jelas dan berbentuk
seperti kubah, membrana suprapleuralis. Membrana jaringan penyambung ini melekat di lateral
ke tepi medial costa 1 dan belakang pada processus transversus vertebrae CVII. Di superior,
membrana ini menerima sabut-sabut musculus dari beberapa musculus bagian dalam leher.

(Musculi Scaleni) yang berfungsi untuk menjaga keketatan membrana. Membrana suprapleuralis
memberikan penyangga bagian apical untuk cavitas pleuralis di pangkal leher. Pada regio vertebrae
TV-TVII, pleura mediastinalis memberikan refleksi mediastinum sebagai penutup tubuler, seperti
sarung untuk struktur-struktur (yakni, jalan napas, pembuluh-pembuluh, nervi, vasa lymphatica)
yang lewat di antara pulmo dan mediastinum. Penutup sarung ini, dan struktur-struktur didalamnya,
membentuk radix pulmonis. Radix ini bergabung dengan permukaan medial pulmo pada area yang
dinamakan hilum pulmonis. Disini pleura mediastinalis berlanjut dengan pleura visceralis

2. PLEURA VISCERALIS
Pleura visceralis bersinambungan dengan pleura parietalis pada hilum setiap pulmo, tempat
struktur memasuki dan meninggalkan pulmo. Pleura visceralis melekat erat pada permukaan pulmo,
termasuk kedua permukaan fissura pulmonis yang berhadapan membagi pulmo menjadi lobuslobus
Recessus Costomediastinalis
Di anterior, recessus costomediastinalis berada di setiap sisi, di tempat pleura costalis dihadapkan
dengan pleura mediastinalis. Yang terbesar ada di sisi kiri, pada daerah yang menutupi jantung.

Recessus Costodiaphragmaticus
Recessus terbesar dan penting secara klinis adalah recessus costodiaphragmaticus, yang terjadi di
setiap cavitas pleuralis di antara pleura costalis dan pleura diaphragmatica. Recessus
Costodiaphragmaticus adalah daerah di antara tepi inferior pulmo dan tepi inferior cavitas pleuralis.
Recessus ini terdalam setelah ekspirasi paksaan dan terdangkal setelah inspirasi paksaan.
Selama respirasi tenang, tepi inferior pulmo melewati costa 6 di linea medioclavicularis, costa 8
dilinea medioaxillaris, dan selanjutnya melintas agak horizontal sehingga mencapai columna
vertebralis kira-kira setinggi TX. Dari linea medioclavicularis dan mengitari dinding thorax ke
columna vertebralis, margo inferior pulmo dapat diperkirakan dengan garis yang melintas di antara
costae 6, 8, dan vertebrae TX. Tepi inferior cavitas pleuralis pada titik-titik yang sama berada
dilevel costae 8, 10, dan vertebrae TXII. Recessus Costodiaphragmaticus berada di daerah antara
kedua tepi tersebut.
Selama ekspirasi, margo inferior pulmo naik dan recessus costodiaphragmaticus membesar

Gambar 4 : pleura thoracalis

B. Otot Otot Dinding Thorax


Otot-otot dinding thorax tersusun dalam beberapa lapisan, yaitu:
1. Lapisan external (otot lapisan luar)
a. M. intercostalis externus
Otot ini melekat pada tepi bawah costae dan serabut-serabutnya ke bawah depan
menuju tepi atas costae di bawahnya. Otot yang bawah berhubungan dengan m.
obliquus abdominis externus.
Otot ini membentang dari tuberculum costae di belakang hingga articulatio
costochondralis di sebelah depan untuk melanjut sebagai membrana intercostalis
externus.
Otot ini mendapat persarafan dari n. intercostalis. Fungsinya adalah elevasi costae,
sehingga merupakan otot-otot inspirasi.
b. M. levator costae
Otot ini melekat pada processus transversus vertebrae cervicalis VII-thoracalis XI
dan berinsertio pada dataran luar dari costae di bawahnya di antara tuberculum
costae dan angulus costae.
Otot ini mendapat persarafan dari cabang dorsal n. cervicalis VIII dan n. thoracales
I-XI. Fungsinya adalah elevasi costae.
2. Lapisan medial (otot lapisan tengah)
a. M. intecostalis internus

Otot ini melekat pada tepi bawah costae dan cartilago costae pada dasar sulcus
costae, serabut-serabutnya berjalan ke bawah dan ke arah belakang untuk melekat
pada tepi atas costae dan cartilago costae di sebelah bawahnya.
Otot ini meluas dati ujung sternal (ujung depan) spatium intercostalis menuju
angulus costae untuk melanjut sebagai membrana intercostalis internus. Otot yang
terbawah berhubungan dengan m. obliquus abdominis internus.
Otot ini mendapat persarafan dari n. intercostalis. Fungsinya adalah depresi costae,
sehingga merupakan otot ekspirasi.
3. Lapisan internal (otot lapisan dalam)
a. M. intercostalis intimus
Otot ini dapat dianggap bagian m. intercostalis internus, tetapi letaknya lebih
profundal terpisah dari interna oleh vasa dan n. intercostalis.
Otot ini meluas dari sulcus costalis menuju tepi atas costae di bawahnya. Otot ini
mendapat persarafan dari n. intercostalis.
b. M. subcostalis
Otot ini melekat pada tepi bawah costae dekat angulus costae untuk berinsertio pada
tepi atas costae, 2 atau 3 costae sebelah bawahnya. Mendapat persarafan dari n.
intercostalis.
c. M. transversus thoracalis
Otot ini berpangkal sebagai aponeurosis pada dataran belakang kurang lebih 1/3
bagian bawah corpus sterni dan processus xyphoideus, ujung sternal cartilago
costae IV-VII dan berinsertio pada dataran dalam cartilago costae II atau III sampai
VI. Mendapat persarafan dari n. intercostalis.

m. levator costae
Gambar 5 : Lapisan paling
profundal dari dorsal otot dinding
thorax

2. Fisiologi : proses inspirasi, ekspirasi dan faktor faktor yang mempengaruhi

INSPIRASI

1. Otot diafragma (n. phrenicus) dan m.intercostalis (n. intercostalis) eksternus


kontraksi diafragma turun dan memperbesar volume cavum thorax dengan
meningkatkan ukuran vertikel
m. intercostalis eksternus memperbesar cavum thorax lateral dan anteroposterior
2. Sebelum inspirasi tekanan intra alveolus sama dengan tekanan atmosfer , sehingga
tidak ada udara masuk ataupun keluar paru
3. Sewaktu cavum thorax memperbesar, paru-paru juga dipaksa mengembang untuk
mengisi cavum thorax

4. Sewaktu paru membesar, tekanan intra alveolus turun karena jumlah molekul udara
yang sama kini menempati volume paru yang membesar ( turun 1 mmHg menjadi
759 mmHg
5. Udara masuk ke dalam paru mengikuti gradien tekanan hingga tekanan sama
Sewaktu inspirasi tekanan intrapleura turun menjadi 754 mmHg karena paru yang
sangat teregang cenderung menarik paru lebih jauh lagi dari dinding dada

1. Kontrasi otot diafragma, m. intercostalis eksternus ditambah dengan m. scaleni dan m.


sternocleidomastoideus di regio colli anterior
2. Mengangkat sternum dan 2 costa pertama memperbesar bagian atas cavum thorax
3. Sewaktu cavum thorax memperbesar, paru-paru juga dipaksa mengembang lebih lagi
untuk mengisi cavum thorax

4. Paru semakin membesar, tekanan intra alveolus juga semakin turun karena jumlah
molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang semakin membesar
5. Akibatnya terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan
dengan tekanan atmosfer yaitu tercapai pernafasan yang lebih dalam
EKSPIRASI
Otot ekspirasi :
1. Otot dinding abdomen
Sewaktu otot abdomen berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang
menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam
rongga toraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga toraks menjadi
semakin kecil.
2. Otot interkostalis internal
Kontraksi otot ini menarik iga turun dan ke arah dalam, mendatarkan dinding dada dan
semakin mengurangi ukuran rongga toraks; kerja ini berlawanan dengan otot
interkostalis eksternal.
Sewaktu kontraksi aktif, otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga toraks, volume
paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak untuk
mengisi rongga toraks yang lebih kecil; yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume yang
lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar
daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradien tekanan
sebelum tercapai keseimbangan.

Ekspirasi pasif
Selama ekspirasi pasif tenang, diafragma melemas, mengurangi volume rongga toraks
dari ukuran inspirasi puncaknya. Sewaktu otot interkostalis eksternal melemas, sangkar
iga yang tadinya terangkat turun karena gaya gravitasi. Hal ini juga mengurangi volume
rongga toraks.
Ekspirasi aktif
Kontraksi otot abdomen meningkatkan tekanan intra-abdomen, menimbulkan gaya ke
atas pada diafragma. Hal ini semakin mengurangi ukuran vertical rongga toraks
dibandingkan dengan ketika ekspirasi pasif. Kontraksi otot interkostalis internal
mengurangi ukuran depan-belakang dan kiri-kanan dengan mendatarkan iga dan
sternum.

Perubahan volume dan tekanan intra-alveolus sewaktu ekspirasi:


Sewaktu paru mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena relaksasi otot-otot inspirasi, tekanan
intra-alveolus meningkat sehingga terbentuk gradient
tekanan yang menyebabkan udara mengalir keluar
alveolus menuju atmosfer (ekspirasi).

Kontrol pernapasan dilakukan terpusat di batang otak membentuk pola bernapas yang ritmik.
Komponen kontrol pernapasan dilakukan dengan saraf-saraf respirasi yang melibatkan :

1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi-ekspirasi secara bergantian


2. Faktor yang mengatur besar ventilasi ( kecepatan dan banyaknya udara yang masukkeluar)
3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain
Pusat kontrol pernapasan ada di batang otak, menghasilkan pola napas yang berirama.
Pusat primer terdapat di medulla dan dua pusat pernapasan lain terletak di pons.

Neuron inspirasi dan ekspirasi terdapat di pusat di medulla. Kontraksi otot-otot inspirasi
dipengaruhi pusat respirasi di medulla, yang mengirimkan sinyal ke badan sel (medulla
spinalis) neuron motorik yang mensarafi otot ini. Pusat di medulla ini terdiri dari dua
kelompok neuron :
1. Kelompok respiratorik dorsal : yang mensarafi otot inspirasi
2. Kelompok respiratorik ventral : yang memiliki neuron inspiratorik dan ekspiratorik
untuk pernapasan tambahan
Pusat pernapasan di pons dikontrol oleh :
1. Pusat pneumotaksik : yang memadamkan neuron inspiratorik
2. Pusat apneustik : yang mencegah pemadaman neuron inspiratorik
Ketika volume tidal besar, Refleks Hering-Breuer terpicu untuk mencegah inflasi paru yang
berlebihan. Reseptor regang paru di lapisan otot polos saluran napas diaktifkan oleh
peregangan paru saat volume tidal besar. Potensial aksi ini akan berjalan melalui saraf aferen
ke pusat medulla menghambat neuron inspiratorik. Umpan balik ini menghentikan inspirasi
tepat sebelum paru berkembang secara berlebihan.
FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN
Pengendalian volunter dari pernapasan
Bahwa untuk periode waktu yang singkat, pernapasan dapat diatur secara volunter dan
seseorang dapat melakukan hiperventilasi atau hipoventilasi sedemikian besarnya
sehingga kekacauan Pco2, PH dan Po2 yang serius dalam darah dapat terjadi.
Efek reseptor iritan pada jalan napas
Epitel trakea, bronkus, dan bronkiolus di suplai dengan ujung syaraf sensoris, disebut
reseptor iritan pulmonal, yang terangsang oleh berbagai peristiwa. Keadaan ini

menyebabkan batuk dan bersin, seperti yang telah di bahas. Hal tsb dapat juga
menyebkankonstriksi bronkus seperti asma dan emfisema
Fungsi reseptor J paru
Sebagian kecil ujung syaraf sensoris telah dijelaskan berada dalam dinding alveolus
dalam posisi berjejer (juxtaposition) terhadap kapiler paru oleh sebab itu namanya
reseptor J. Reseptor ini terangsang bila kapiler paru penuh dengan darah atau bila
terjadi edema seperti yang terjadi pada paru penderita gagal jantung. Reseptor J ini
dapat menyebabkan seorang merasa sesak napas
Edema otak mendepresi pusat pernapasan
Aktivitas pusat pernapasan dapat ditekan bahkan di inaktifkan oleh edema otak akut
yang timbul akibat gegar otak. Contohnya, kepala terbentur benda padat jaringan
otak membengkak menekan arteri serebral suplai darah serebral terhambat
secara parsial
Anestesia
Barangkali penyebab paling sering dari depresi pernapasan dan henti napas adalah
kelebihan dosis anestetik atau narkotik. Contohnya, Na pentobarbital adalah anestetik
yg menekan pusat pernapasan lebih uat dari oabat anestetik yg lain.
Pernapsan periodik
Suatu kelainan pernapasan yang terjadi pada beberapa penyakit. Orang bernapas
dalam bentuk interval waktu yang singat dan kemudian bernapas dangkal atau sama
sekali tidak bernapas pada interval berikutnya, siklus tersebut terjadi selama berulangulang.

3. Histologi : Menjelaskan struktur mikroskopis saluran nafas bawah dari bronkus

hingga alveoli.
A. HISTOLOGI PARU SECARA MENYELURUH

Histologi bronkus intrapulmonal mirip dengan histologi trakea dan bronkus


ekstrapulmonal, kecuali bahwa di bronkus intrapulmonal, cincin tulang rawan trakea

bentuk-C diganti dengan lempeng tulang rawan. Semua tulang rawan di trakea dan
paru adalah tulang rawan hialin.
Dinding bronkus intrapulmonal(5) diidentifikasi dengan adanya lempeng tulang
rawan hialin(7). Bronkus(5) juga dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia
dengan sel goblet. Dinding bronkus intrapulmonal(5) terdiri dari:
-

Lamina propria yang tipis(4)

Lapisan tipis otot polos(3)

Submukosa(2) dengan kelenjar bronkialis(6),

Lempeng tulang rawan hialin(7), dan - Adventisia(1).

Ketika bronkus intrapulmonal bercabang menjadi bronkus yang lebih kecil dan
bronkiolus, ketinggian epitel dan tulang rawan sekitar bronkus berkurang, sampai
kadang kala hanya ditemukan potongan kecil tulang rawan. Bronkus dengan
diameter kurang dari 1mm tidak memiliki tulang rawan.
Di bronkiolus(17), lumen dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dan
adakalanya ditemukan sel goblet. Lumen menunjukan lipatan mukosa(18) akibat
kontraksi otot polos(19). Kelenjar bronkialis dan lempeng tulang rawan sudah tidak
ada, dan bronkiolus(17) dikelilingi oleh adventisia(16). Terdapat nodulus limfoid
dan vena(15) dekat adventisia menyertai bronkiolus.
Bronkiolus terminalis(8,9) memperlihatkan lipatan mukosa dan dilapisi oleh epitel
silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan tipis lamina propria dan otot polos serta
adventisia mengelilingi bronkiolus terminalis.
Bronkiolus respiratorius (12,22) dengan kantung-kantung alveoli berhubungan
langsung dengan duktus alveolaris(13,20) dan alveoli(23). Di bronkiolus
respiratorius, epitel yaitu silindris rendah atau kuboid dan mungkin bersilia dibagian
proksimal saluran. Lapisan jaringan ikat tipis menyokong otot polos, serat elastic di
lamina propria, dan pembuluh darah yang menyertai. Alveoli(12) di dinding
bronkiolus respiratorius tampak berupa kantung atau evaginasi kecil.
Setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa duktus
alveolaris(13,20). Kelompok alveoli yang mengelilingi dan bermuara ke dalam
duktus alveolaris disebut sakus alveolaris(24).
Serosa(14) atau pleura viscerale mengelilingi paru. Serosa terdiri dari jaringan tipis
jaringan ikat pleura dan epitel gepeng selapis mesotelium pleura.

B. HISTOLOGI BRONKUS

Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan trakea, kecuali susunan
tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris
berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin).
Sedangkan tulang rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea.
Pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen.
Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh lempenglempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin. Dibawah epitel, dalam lamina propria bronkus
tampak adanya lapisan otot polos(SM) yang terdiri dari anyaman berkas otot polos yang
tersusun menyilang. Berkas otot polos menjadi menjadi lebih jelas terlihat di dekat bagian
respirasi. Pengerutan otot yang terjadi setelah kematian adalah hal yang menyebabkan
penampilan mukosa bronkus menjadi berlipat-lipat pada sediaan histologi. Lamina propria
banyak mengandung serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa, dengan
saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Banyak limfosit yang berada di dalam
lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Selain itu terdapat kelenjar getah bening dan
terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus.
C. HISTOLOGI BRONKIOLUS
Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia. Lapisan mukosa
bronkiolus sama seperti pada lapisan mukosa bronkus, namun bedanya dengan sedikit sel
goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus bersilia dan mempunyai sel-sel Clara.
Sel Clara tidak memiliki silia, tetapi memiliki granul sekretori didalam apeksnya dan
diketahui menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif
dan inflamasi.

Pada lamina propria terdapat jaringan ikat yaitu serabut elastin dan otot polos. Pada
bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan
ikat elastin. Lapisan otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus.
Pada orang asma diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya terdapat
lubang-lubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus
respiratorius, lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos dan jaringan ikat
elastin.

D. BRONKIOLUS RESPIRATORIUS

Bronkiolus terminalis membentuk bronkiolus respiratorius.


Zona transisi antara bagian konduksi dan respiratorik system pernapasan.
Epitel kuboid simpleks bersilia (proksimal) tak bersilia (distal)
Epitel dikelilingi selapis otot polos
Bersama arteri pulmonalis masuk ke dalam paru.

E. DUCTUS ALVEOLARIS
Dibentuk oleh setiap bronkiolus respiratorius dengan alveoli bermuara ke dalamnya.
Masih ada otot polos di beberapa tempat / tidak melingkar
F. DINDING ALVEOLUS
Alveolus dilapisi oleh selapis tipis sel alveolus gepeng atau sel pneumosit
tipe I.
Alveoli yang berdekatan dipisahkan oleh septum interalveolare --dinding alveolus
Septum interalveolare terdiri dari sel alveolus squamous simpleks, serat
jaringan ikat halus dan fibroblast
Banyak kapiler yang terletak di septum interalveolare tipis.

G. SEL ALVEOLUS
1. Sel endotel kapiler
2. Sel gepeng alveoler (sel tipe I)
inti pipih
sitoplasma sedikit dan meluas membentuk lapisa tipis
membrana basalis difus terdapat fibril elastis / kolagen
3. Sel alveoler besar (sel tipe II)
kuboid /bulat
sitoplasma terdapat RE, Mitokondria, Golgi, vakuola , sitosom
produksi surfaktant untuk mengurangi tegangan permukaan
sehingga alveoli tetap terbuka pada fetus di bentuk pada minggu
akhir hamil.
Pada bayi yang lahir prematur belum terbentuk sehingga alveoli
sukar mengembang.
4. Sel makrofag/dust cell
sel besar, inti oval, sitoplasma bervakuola
lokasi: di dinding alveoli (tempat dibentuknya), septum
interalveolaris, ruang alveoli, bergerak sampai bronkhiolus
(alveolar fagosit)
asal dari monosit

5. Sel lain
leukosit
mastosit
fibroblast

4. Biokimia : menjelaskan mekanisme keseimbangan asam basa ada paru.

Keseimbangan Asam Basa Tubuh

Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen dalam tubuh

Kadar normal ion hidrogen (H) arteri adalah: 4x10-8 atau pH = 7,4 (7,35 7,45)

Asidosis = asidemia kadar pH darah <7,35 Alkalemia = alkalosis kadar pH darah >7,45

Kadar pH darah <6,8 atau >7,8 tidak dapat diatasi oleh tubuh

Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari 3 sistem:


1. Sistem buffer
Menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat temporer dan tidak melakukan eliminasi.
Fungsi utama system buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh
asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler.
Ada 4 sistem bufer:
1. Bufer bikarbonat;

Merupakan sistem

penyangga yang paling


cepat

Kelebihan

menyebabkan
tubuh

CO2
asam

membentuk

H2CO3 , terurai menjadi


HCO3 dan H+

Kelebihan HCO3

beresiko menyebabkan
basa tubuh membentuk
H2CO3 terurai menjadi
CO2 dan H2O

2. Bufer protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel

3. Bufer hemoglobin;

Protein

khusus,

gabungan hem dan globin

Sistem penyangga

asam-basa,

transport

oksigen

sirkulasi

dalam

darah

Peningkatan CO2

(asam), mengikat H+ dari


sisa metabolisme bersama
CO2

membentuk

melepaskan

H+

HHb,
untuk

menjaga keseimbangan

4. Bufer fosfat;

merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Berperan penting pada keseimbangan asam-basa intraseluler

Pada ekstraseluler konsentrasinya kecil dibandingkan karbonat

Penyangga pada sistem pembentukan urin

Sistem kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan


buferkimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam
menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion
hydrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia).
Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru
sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system buffer.
Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.
2. Sistem Paru

Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam basa adalah mempertahankan agar Pco2
selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2 akibat proses metabolism tubuh.
Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbanagn produksi dan ekskresi
CO2. Jumlah CO2 yang berada di dalam darah tergantung pada laju metabolism sedangkan
proses ekskresi CO2 tergantung pada fungsi paru.
Kelainan ventilasi dan perfusi pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbanagn rasio
ventilasi perfusi sehingga akan terjadi ketidakseimbangan, ini akhirnya menyebabkan
hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa.

Kontrol pH di Paru-paru

Kontrol pH di jaringan

Daftar Pustaka :
Sherwood, L. 2015. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC.
Guyton CE, Hall JE. Text Book of Medical Physiology. International ed. 11th. Pennsylvania:
Elsevier Inc, 2006
Diktat Situs Thoracis Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Janquiera LC. Histologi dasar, terjemahan Adji Darma, Jakarta EGC 2005.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Harpers Illustrated Biochemistry 26th
Ed. Mc Graw Hill. 2003
Netter.FH.2006. Atlas for Human Anatomy. USA. Elsevie

Anda mungkin juga menyukai