Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini. Kami
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Walaikumsalam Wr. Wb.

Hormat kami,

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............. i
DAFTAR ISI............... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............ 1
1.2 Rumusan Masalah............... 2
1.3 Tujuan.........2
1.4 Manfaat.......... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar .......... 3
2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ......... 3
2.2.1 Perkembangan Kognitif ............ 4
2.2.2 Perkembangan Psikososial ........ 9
2.2.3 Perkembangan Moral ....... 14
2.3 Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar ..... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......... 21
3.2 Saran ....... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang
berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan
untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu
pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. Hal ini merupakan tugas orang tua dan
guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap
keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam
pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak
sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses
belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual,
emosional dan sosial.
Masa usia Sekolah Dasar merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak
untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak
untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap
perkembangan aspek kepribadian, kognitif, psikososial, maupun moralnya.
Untuk itu pendidikan anak untuk usia Sekolah Dasar dalam bentuk pemberian rangsanganrangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan
kemampuan anak.
Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar yang
ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan pandangan dan pemahaman guru
tentang karakteristik siswa dan juga hakikat pembelajaran.
Dengan demikian, proses belajar perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan pemahaman para guru mengenairentang usia,
karakteristik perkembangan dalam aspek kognitif, psikososial dan moral serta proses
pembelajaran yang efektif untuk siswa Sekolah Dasar.

1.2 Rumusan Masalah


1)
2)
a.
b.
c.
3)

Berapa Rentang usia anak Sekolah Dasar ?


Bagaimana karakteristik perkembangan anak usia Sekolah Dasar, berdasarkan :
Teori Perkembangan Kognitif ;
Teori Perkembangan Psikososial ; dan
Teori Perkembangan Moral ?
Bagaimana Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar beradasarkan perkembangan kognitif,
psikososial, dan moral anak usia SD ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
2)
Mengetahui rentang usia anak Sekolah Dasar dan karakteristik yang dimilikinya serta peran
guru dalam pembelajaran anak usia Sekolah Dasar.
3)
Mengetahui karakteristik perkembangan usia Sekolah Dasar, berdasarkan : Teori
Perkembangan Kognitif, Teori Perkembangan Psikososial, dan Teori Perkembangan Moral.
4)
Mengetahui Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar.
1.4 Manfaat
1)
2)

Memudahkan mahasiswa dalam memahami karakteristik perkembangan anak Sekolah Dasar.


Memberikan pandangan kepada mahasiswa dalam melakukan Pembelajaran Anak di Sekolah
Dasar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam
tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah
dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan
bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa,
perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah dan
kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi
terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, dalam Anitah, dkk., 2008). Di Indonesia,
rentang usia siswa SD, yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok
kelas rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini
termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi
sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang
dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar merupakan individu unik yang memiliki karakteristik tertentuyang
bersifat khas dan spesifik. Pada dasarnya setiap siswa adalah individu yang berkembang.
Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang hayat mulai dari kelahiran sampai akhir hayat,
Dalam hal ini pendidikan maupun pembelajaran sangat dominan memberikan konstribusi
untukek membantu dan mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi positif dan optimal.
Setiap siswa memiliki irama dan kecepatan perkembangan yang berbeda beda dan bersifat
individual.
Perkembangan siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam proses
belajar. Seluruh aktifitas proses belajar harus berpusat pada kebutuhan siswa (child centered) dan
pada aspek tuntutan masyarakat (society centered). Fase fase perkembangan yang dialami
siswa harus dipahami oleh guru supaya dalam pembelajaran tidak mengalami hambatan
psikologis yang mengakibatkan hasil belajar tidak optimal.
Perkembangan siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun yang termasuk pada perkembangan masa
pertengahan (middle childhood) memiliki fase-fase yang unik dalam perkembangannya yang
menggambarkan peristiwa penting bagi siswa yang bersangkutan. Tahap perkembangan siswa
dapat dilihat dari aspek Kognitif, Psikososial, dan Moral.
2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif
Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan
seperti: Tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh
Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarki belajar oleh Gagne, Webteaching oleh
Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan mereka.
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
1. Tahapan sensorimotor (usia 02 tahun)

2.
3.
4.

a.
b.
c.
d.

e.
f.

2.

Tahapan praoperasional (usia 27 tahun)


Tahapan operasional konkrit (usia 711 tahun)
Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1. Tahapan sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Bagi anak yang
berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori
(koordinasi alat indra). Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan
dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas
bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen
walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah
prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya
masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak
dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda
merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya
berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan
tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk

memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di
saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

a)

b)

c)

d)

e)

f)

3. Tahapan operasional konkrit


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutankemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasikemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
Decenteringanak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk
bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibilityanak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4
sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasimemahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila
air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrismekemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh,
tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru
Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan
tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturanaturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki
kecakapan berpikir logis, akan tetatpi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret.
Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di
dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam
dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model kemungkinan dalam
melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak
mampu menangani sistem klasifikasi.

4. Tahapan operasional formal


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak
melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional
kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada faktafakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek
kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini
menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses berfikirnya,
mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan
perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di
mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah
diharapkan pada dunia pengetahuan.
Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam
lingkungan masyarakat. Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar
mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis
sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir
masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti
teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak
menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini
anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6)
anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang
mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan
badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama,
sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor
yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka
dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat
mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik,
menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga
materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa
hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik

secara individual maupun dalam kelompok. Guru juga dituntut untuk harus menjadi
model/teladan yang baik bagi siswa serta guru harus berhati hati dalam bersikap, berbicara, dan
berbuat karenaa akan sangat bepengaruh terhadap kepribadian peserta didik.

2.2.2 Teori Perkembangan Psikososial


Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan
psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik
dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam
beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu
perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori
perkembangan psikososial.
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8
(delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan
ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas
pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan
dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa
pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan
tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang
merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat
pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu.
Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu
tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan
dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia.
Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong
perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan
kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan
tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanakkanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali
dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa

belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan
mengendalikan dan kemandirian.
Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan
makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak
berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)


Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi
dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain.
Adanya peningkatan rasa tanggung jawab danprakarsa.
Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu,
dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak
tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Tahap 4. Industry vs inferiority (Percaya diri vs rasa rendah diri)
Terjadi pada usia 6 s/d 12 tahun
Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan
kemampuan mereka.
Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan
percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman
sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil atau menimbulkan perasaan
rendah diri.
Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat denganpengalamanpengalaman baru.
Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka
menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang dapat
timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif.
Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anakanak.
Penanaman nilai nilai moral sperti kerjasama, kasih sayang, toleransi, tanggung jawaab,
penghargaan, kedermawanan dan lain sebagainya dapat membantu siswa melewati fase kritis,
sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa
untuk mengembangkan sikap positifnya.
Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
Terjadi pada masa remaja, yakni usia 12 s/d 20 tahun
Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.

Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana
mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa pekerjaan dan
romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan
yang berbeda dalam suatu peran khusus.
Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti
dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki
banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas
merajalela.
Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri,
perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak
aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan
siap berkomitmen dengan orang lain.
Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan
yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri
cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering
terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan
orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan
keluarga.
Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap
dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnyapercuma dan mengalami
banyak penyesalan.
Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialami.
Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.

Hal
tersebut
berkaitan
dengan
perkembangan
dan
perubahan
emosi
individu.J.Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan
dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan
pengruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada
dasarnyaegosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan
taman kanakkanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri.
Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa
"saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self".
Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat meluangkan lebih
banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati
menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan
kelompok dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga
mulai peduli pada permainan yang jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan
membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih mudah menggunakan
perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk normanorma sosial dan kesesuaian
jenisjenis tingkah laku tertentu. Pada saat anakanak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung
menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan
mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di
SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang
dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional
mereka. Di kelas besar SD anak lakilaki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam
kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok
dapat membawa pada masalah emosional yang serius Temanteman mereka menjadi lebih
penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi.
Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota
kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku.
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah,
anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas besar SD
hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada
guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih
guru mereka sebagai model.
Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka
bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka
menentang gurunya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah reflektivitas yaitu
kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri
dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang
mereka pikirkan dan mereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku.

Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinankemungkinan. Remaja mudah dibuat


tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan
diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia
18 tahun sampai 22 tahun, umumnya telah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
Adapun peranan guru dalam pembelajaraan psikososial di Sekolah Dasar, anatara lain:
Guru/ pendidik hendaknya membekali peserta didik dengan nilai nilai moral yang akan
membentuk karakter siwa menuju sikap positif siswa.
Nilai-nilai moral ini haarus ditanamkan agar siswa memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga
lingkungan sosial yang positif jugaa dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu rasa percaya
dirinya yang kuat dan karakter yang positif.
2.3.3 Teori Perkembangan Moral
Dewey pernah membagikan proses perkembangan moral atas 3 tahap yaitu: tahappramoral,
tahap konvensional dan
tahap otonom.
Selanjutnya Piaget berhasil
melukiskan
dan
mengolongkan seluruh pemikiran moral anak seturut kerangka pemikiran Dewey: (1) tahap
pramoral, anak belum menyadari ketertikatannya pada aturan; (2) tahap konvensional,
dicirikan oleh ketaatan pada kekuasaan; (3) tahap otonom, bersifat keterikatan pada aturan
yang didasarkan pada resiprositas. Berdasarkan pada penelitiannya, Lawrence Kohlberg berhasil
memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan
orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan
menjadikannya tiga tingkat yang masing-masing dibagi lagi atas dua tahap. ketiga tingkat
itu adalah tingkatprakonvensional, konvensional dan pasca-konvensional.
Meski anak prakonvensional sering kali berperilaku baik dan tanggap terhadap labellabel budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya
(hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan
dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak
yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai tingkat
konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti
harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam
dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya
menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan
membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke prinsip-prinsip
moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompokkelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu
dengan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang
jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat
diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Tahap - Tahap Moral :
Pada tingkat Prakonvensional kita menemukan:
Tahap I Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat
yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti
atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.

Tahap 2 Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang


secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang
lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsurunsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu
ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal Jika anda menggaruk punggungku,
nanti aku akan menggaruk punggungmu, dan ini bukansoal kesetiaan, rasa terima kasih atau
keadilan.
Pada tingkat Konvensional kita menemukan:
Tahap 3 Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi Anak manis: Orientasi
anak manis. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang
lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran
stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang wajar.
Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ia bermaksud baik untuk pertama kalinya
menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan
berperilaku baik.
Adapun ciri ciri Tahap Orientasi Anak Manis :
Anak SD/MI sudah mampu melakukan penalaran moral melalui struktur kognitifnya, yakni
dengan melakukan penalaran moral.
Penalaran moral anak usia SD/MI dapat dilakukan melalui contoh kisah teladan.
Dengan kemampuan penalaran moral inilah maka nilai, moral, dan norma akan mempribadi
dalam diri peserta didik.
Penanaman nilai dan moral dapat dilakukan melalui Pendekatan dilema moral dalam
pembelajaraan.
Menurut Kohlberg, dilema moral dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat penalaran
moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap.
Tahap 4 Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti
dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas,
memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi
tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut
kewajibannya.
Pada tingkat Pasca-Konvensional kita melihat:
Tahap 5 Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya
bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi
hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh
masyarakat. Terdapat suatu kesedaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapatpedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan.
terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang
salah merupakan soal nilai dan pendapat pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas sudut
pandangan legal, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka
hukum dan ketertiban seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak
bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas resmi
pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para
penyusun Undang-Undang.

Tahap 6 Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada
prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh,
universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris
imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik,
dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person
individual.

Adapun peranan guru dalam pembelajaran moral di Sekolah Dasar, antara lain :
Guru hendaknya mengajarkan nilai dan moral setahap demi setahap melalui pendekatan Kisah
Teladan, Dilema Moral, dan Keteladanan.
Guru harus memberikan stimulus agar peserta didiknya terdorong untuk bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma yang ada.
Pemberian pjian atau hukuman secara spontan pada setiap perilaku siswaa yang kurang baik
atau yang baik sangat diperlukan untuk merangsang perkembangan moral siswa.

2.4 Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar


Pada penerapan pembelajaran siswa di SD hendaknya dilakukan sebuah pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki dan kebutuhan yang diperlukan oleh anak usia
SD karena hal ini dapat menumbuhkan kembangkan potensi peserta didik dan menumbuhkan
semangat belajar anak SD, seperti contoh :
1. Anak usia SD Senang bermain
Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk ingin bermain
danmenghabiskan waktunya hanya untuk bermain karena anak masih polos yang dia tahuhanya
bermain maka dari itu agar tidak megalami masa kecil kurang bahagia anak tidak boleh dibatasi
dalam bermain. Peranan guru SD yaitu harus mengetahui karakter anak sehingga dalam
penerapan metode atau model pembelajaran bisa sesuai dan mencapai sasaran, misalnya model
pembelajaran yang santai namun serius, bermain sambil belajar, serta dalam menyusun jadwal
pelajaran yang berat(IPA, matematika dll.) dengan diselingi pelajaran yang ringan(keterampilan,
olahraga dll.)
2. Anak usia SD Senang bergerak
Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik dan mentalnya
anak menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan seperti merasa tidak capek mereka tidak
mau diam dan duduk saja menurut pengamatan para ahli anak duduk tenang paling lama sekitar
30 menit. Peranan guru SD hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan
anak berpindah atau bergerak. Mungkin dengan permaianan, olahragadan lain sebagainya.
3.
Anak usia SD Senang bekerja dalam kelompok
Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang manusia,
anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social yang bersosialisasi denganorang lain
terutama teman sebayanya, terkadang mereka membentuk suatu kelomppoktertentu untuk
bermain. Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar memenuhi aturanaturan kelompok, belajar
setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanyadilingkungan, belajar menerimanya
tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah
raga, belajar keadilan dan demokrasi. Perananguru SD yaitu dapat membuat suatu kelompok

4.

5.

6.

7.

8.

kecil misalnya 3-4 anak agar lebih mudah mengkoordinir karena terdapat banyak
perbedaan pendapat dan sifat dari anak - anak tersebut dan mengurangi pertengkaran antar
anak dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan tugas untuk
mengerjakannya bersama, disini anak harus bertukarpendapat anak menjadi lebih
menghargai pendapat orang lain juga.
Anak usia SD Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep
konsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi dalam pemahaman anak SD semua materiatau
pengetahuan yang diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar mereka bisa paham
dengan konsep awal yang diberikan. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsepkonsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan
sebagainya. Peranan guru SD hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan
anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami
tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian
menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui
secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.
Anak usia SD Anak cengeng
Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu ingin
diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih belum mandiri dan harusselalu
dibimbing. Peranan guru SD yaitu membuat metode pembelajaran tutorial atau metode
bimbingan agar kita dapat selalu membimbing dan mengarahkan anak, membentuk mental anak
agar tidak cengeng.
Anak usia SD Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain
Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa yang
diberikanguru. Peranan guru SD harus dapat membuat atau menggunakan metode yang tepat
misalnya dengan cara metode ekperimen agar anak dapat memahami pelajaran yang
diberikan dengan menemukan sendiri inti dari pelajaran yang diberikan sedangkan
denganceramah yang dimana guru Cuma berbicara didepan membuat anak malah tidak
memahami isi dari apa yang dibicarakan oleh gurunya.
Anak usia SD Senang diperhatikan
Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian teman atau
gurunya mereka senang apabila orang lain memperhatikannya, dengan berbagai cara
dilakukan agar orang memperhatikannya. Peran guru SD untuk mengarahkan perasaan anak
tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab misalnya, anak yang ingin diperhikan akan
berusaha menjawab atau bertanya dengan guru agar anak lain beserta guru memperhatikannya.
Anak usia SD Senang meniru
Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering dia lihat
dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan orangyang ingin
dia tiru tersebut. Dalam kehidupan nyata banyak anak yang terpengaruh acara televisi dan
menirukan adegan yang dilakukan disitu, misalkan acara smack down yang dulu ditayangkan
sekarang sudah ditiadakan karena ada berita anak yang melakukan gerakan dalam smack down
pada temannya, yang akhirnya membuat temannya terluka. Namun sekarang acara televisi sudah
dipilah-pilah utuk siapa acara itu ditonton sebagai calon guru kita hanya dapat mengarahkan

orang tua agar selalu mengawasi anaknya saat dirumah. Contoh lain yang biasanya ditiru adalah
seorang guru yang menjadi pusat perhatian dari anak didiknya. Peranan guru SD harus menjaga
tindakan, sikap, perkataan, penampilan yang bagus dan rapi agar dapat memberikan contoh yang
baik untuk anak didik kita.
Dilihat dari karakeristik Perkembangan Kognitif, pembelajaran untuk siswa di SD harus
diarahkan pada konsep konsep yang bersifat konkret dan menyangkut dunia keseharian siswa
dan jangan mengajarkan siswa dengan contoh contoh yang abstrak. Pembelajaran untuk siswa
di SD harus ditekankan pada penanaman nilai nilai oleh guru kepada siswa dilakukan melalui
keteladanan. Siswa membutuhkan contoh keteladanan melalui sikap yang ditunjukkan oleh
guru/pendidik dan bukan contoh yang berupa kata kata maupun konsep yang abstrak. Adapun
peranan guru dalam Pembelajaran anak di SD yaitu dalam pembelajaran hendaknya sekonkret
mungkin baik dalam menjelaskan maupun memberikan contoh dan sebanyak mungkin
melibatkan pengalaman pengalaman fisik siswa.
Dilihat dari karakteristik Perkembangan Psikososial, pembelajaran seharusnya membentuk
rasa kepercayaan diri peserta didik pada usia SD/MI karena mulai mengembangkan kemampuan
berfikir dan konsep dirinya. Apabila pada tahap ini anak gagal membentuk kepercayaan dirinya
maka anak tersebut akan memiliki konsep diri negative atau rendah diri. Dalam pembelajaran
interaksi siswa dengan teman sebaya menjadi sangat penting, sebab jika anak mampu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat membawa siswa kearah pengembangan rasa
mampu ( percaya diri ).Penanaman nilai nilai moral seperti kerjasama, kasih sayang, toleransi,
tanggung jawab, penghargaan, kedermawanan dan lain sebagainya dapat membantu siswa
melewati fase kritis, sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat memberikan kesempatan yang
luas bagi siswa untuk mengembangkan sikap positifnya. Guru/pendidik hendaknya membekali
peserta didik dengan nilai nilai moral yang akan membentuk karakter siwa menuju sikap positif
siswa. Nilai-nilai moral ini haarus ditanamkan agar siswa memiliki kepekaan sosial yang tinggi
sehingga lingkungan sosial yang positif juga dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu rasa
percaya dirinya yang kuat dan karakter yang positif.
Dilihat dari karakteristik Perkembangan Moral, pembelajaran dengan menumbuhkan
penalaran moral pada siswa SD dengan mengaitkan kisah- kisah tauladan seorang tokoh dalam
suatu materi pelajaran. Guru hendaknya mengajarkan nilai dasar setahap demi setahap melalui
pendekatan kisah teladan, dilema moral, dan keteladanan. Guru harus memberikan stimulasi agar
peserta didiknya terdorong untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma
yang ada. Pemberian pujian atau hukuman secara spontan pada setiap perilaku siswa yang
kurang baik atau yang baik sangat diperlukan untuk merangsang perkembangan moral siswa.

BAB III
PENUTUP

1.
2.
3.
4.

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran di SD hendaknya:
Menyesuaikan karakteristik yang dimiliki oleh anak usia SD
Mengaitkan hal-hal yang bersifat konkret pada setiap pembelajaran dengan tidak melibatkan
hal-hal yang abstrak yang dapat membingungkan anak SD
Menumbuhkan rasa percaya diri sedini mungkin sehingga meminimalisir timbulnya rasa
rendah diri pada siswa SD
Memberikan contoh kisah keteladanan para tokoh yang diterapkan langsung oleh guru SD
dalam setiap pembelajaran
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran anak di Sekolah Dasar dengan
menyesuaikan krakteristik yang dimiliki oleh siswa SD.

DAFTAR PUSTAKA
Mujtahidin,S.Pd., M.Pd. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bangkalan: Universiitas
Trunojoyo Madura.
Sri Anitah, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Udin S. Winataputra, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri-kecenderungan-belajar-dan-cara-belajaranak-sd-dan-mi/
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022ERNAWULAN_SYAODIH/PSIKOLOGI_PERKEMBANGAN.pdf
http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-peserta-didik/karekteristikperkembangan-kognitif-anak-sd/
http://belajarbarengkiddos.blogspot.com/2012/11/penerapan-disiplin-untuk-anak-usia.html
http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-peserta-didik/perkembangan-berpikiranak-sd/
http://www.scribd.com/doc/45176852/Karakteristik-Anak-Usia-Sekolah
http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/16/pembelajaran-anak-sd/
http://animenekoi.blogspot.com/2012/01/strategi-pendekatan-dan-teknik.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan/
http://zulfikarnasution.wordpress.com/2011/09/17/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget/
http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.html
http://www.slideshare.net/sabri071/teori-perkembangan-jean-piaget
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html
http://utak-atik-psikologi.blogspot.com/2012/03/teori-perkembangan-psiko-sosial-erik.html
http://sukma-h-p-fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-43573-Psikologi%20Umum%201-LIFE
%20SPAN%20DEVELOPMENT%20DAN%20TEORI%20PERKEMBANGAN
%20KOGNITIF%20PIAGET%20&%20TEORI%20PSIKOSOSIAL%20ERIKSON.html
http://www.stt-kharisma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=58:teoripsikososial-erik-erikson-&catid=5:artikel-pendidikan&Itemid=16
http://orthevie.wordpress.com/2010/05/29/teori-perkembangan-moral-menurut-kohlberg/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg/06511736

http://iwansukmanuricht.blogspot.com/2012/03/14.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Perkemb%20moral-Kul%20PPD.pdf
http://www.scribd.com/doc/31326503/Teori-Perkembangan-Moral-Lawrence-Kohlberg
http://aridlowi.blogspot.com/2009/03/pendidikan-dan-moralitas.html
http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=718
http://ihyayusriati.blogspot.com/2012/09/perkembangan-moral-pada-anak-usia-sd.html
http://lisayulista.blogspot.com/2012/01/pendidikan-kepribadian-dan-moral-anak.html
http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-223.pdf
http://kiyakabelajardanpembelajaran.blogspot.com/
http://www.sekolahdasar.net/2009/10/konsep-dasar-pembelajaran-terpadu-di.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/agus-triyanto-mpd/02-kesulitan-belajar-anaksekolah-dasar.pdf
http://arkhominanda17.wordpress.com/2012/11/07/peran-guru-dalam-pembelajaran/
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/21/peran-guru-sd-dalam-manajemen-kelas/
http://nellahutasoit.wordpress.com/2012/04/21/peranan-guru-dalam-belajar-mengajar/
http://www.gurukelas.com/2012/01/peranan-guru-sd-dalam-pendidikan.html
http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/peran-guru-di-sekolah-dasar.html
http://www.sekolahdasar.net/2011/07/peran-guru-dalam-pembelajaran-pakem.html

Anda mungkin juga menyukai