diperoleh dari data Rekam Medis RSIS. Sampel pada penelitian ini adalah data
jenis kasus true atau false emergency di IGD RSIS dari bulan Januari sampai
dengan Desember tahun 2013 dan sepuluh diagnosis terbanyak di IGD RSIS
selama tahun 2013. Analisis dilakukan dengan membandingkan sampel dengan
kajian normatif dan observasi yang dilakukan di IGD RSIS. Hasil: Selama tahun
2013 didapatkan kasus true emergency sebesar 43,29% dan kasus false emergency
sebesar 56,56% dan sembilan dari sepuluh diagnosis terbanyak di IGD RSIS
selama tahun 2013 merupakan diagnosis yang termasuk kedalam 144 diagnosis
yang harus sudah diselesaikan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Simpulan: IGD RSIS perlu melakukan beberapa upaya untuk mengantisipasi
tingginya false emergency dan diagnosis yang belum sesuai dengan Tupoksi IGD
di era JKN.
Kata kunci: IGD RSIS, diagnosis, false emergency.
Pendahuluan
Rumah
sakit
merupakan
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
berisi tentang Kriteria Gawat Darurat dimana pada kasus kegawatdaruratan medis
tersebut peserta BPJS Kesehatan dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat
pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun
tidak dengan BPJS Kesehatan dan tidak diperlukan surat rujukan. Berdasarkan hal
itu maka penulis ingin mengetahui tentang jenis kasus dan diagnosis yang ada di
IGD Rumah Sakit Islam Surabaya (RSIS). Tujuannya adalah untuk:
1. Menganalisis jumlah kunjungan di IGD RSIS berdasarkan jenis kasus
false emergency, true emergency dan Death On Arrival (DOA).
2. Menganalisis 10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS dan membandingkan
dengan 144 diagnosis yang penatalaksanaannya secara mandiri harus
sudah tuntas oleh dokter layanan primer dalam Permenkes No. 5 tahun
2014 dan Kriteria Gawat Darurat menurut BPJS Kesehatan.
Metode
Rancang bangun penelitian ini Deskriptif Observasional berdasarkan data
sekunder yang diperoleh dari data Rekam Medis RSIS yaitu data jumlah
kunjungan dan 10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS pada Januari-Desember 2013.
Analisis dilakukan dengan cara:
1. Mengumpulkan data kunjungan IGD RSIS pada Januari-Desember 2013.
2. Membuat proporsi dan memilah data tersebut berdasarkan jenis kasus:
false emergency, true emergency dan Death On Arrival (DOA).
3. Mengumpulkan 10 diagnosis terbanyak yang sudah diolah oleh Rekam
Medis RSIS.
4. Membuat proporsi dan membandingkannya dengan 144 diagnosis yang
penatalaksanaannya secara mandiri harus sudah tuntas oleh dokter layanan
primer dalam Permenkes No. 5 tahun 2014 dan Kriteria Gawat Darurat
menurut BPJS Kesehatan.
Hasil
Setelah dilakukan pengumpulan data diperoleh hasil sebagai berikut:
True emergency
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total
862
644
870
764
689
655
560
587
575
551
627
622
8.006
%
4,66
3,48
4,70
4,13
3,73
3,54
3,03
3,17
3,11
2,98
3,39
3,36
43,29%
False Emergency
970
944
890
767
773
741
877
904
846
850
801
1098
10.461
%
5,24
5,10
4,81
4,15
4,18
4,01
4,74
4,89
4,57
4,60
4,33
5,94
56,56%
Death On Arrival
(DOA)
3
2
3
2
1
1
0
0
2
5
5
5
29
%
0,02
0,01
0,02
0,01
0,01
0,01
0
0
0,01
0,03
0,03
0,03
0,16%
Jumlah
2795
%
15,11
2141
2079
1955
1643
1554
1411
1233
11,58
11,24
10,57
8,88
8,40
7,63
6,66
lainnya
Gastro enteritis
Fever unknow origin
Dyspepsia
Demam typhoid
Demam typhus
Influenza
Kecelakaan angkutan darat
No.
Nama Penyakit
9 Upper respiratory infection
10 Pharyngitis
(Sumber: data Rekam Medik tahun 2013)
Jumlah
1026
1009
%
5,54
5,45
Diagnosis
Fasilitas
Kriteria
Kesesuaian
Kesehatan
Primer/Tingkat 1
Darurat
Kesesuaian
BPJS
Vulnus
appertum (luka
terbuka)/
cedera
tidak
Gawat
yang
diketahui
lainnya
Gastro enteritis
Sesuai
Tidak ada
Sesuai
Tidak ada
Sesuai
Tidak ada
Fraktur terbuka
Tidak
sesuai
Ada dalam
diagnosis
Keracunan
Makanan yang
Tidak
sesuai
menyebabkan
3
Fever
origin
unknow
gastro enteritis
Demam/fever ada
dalam diagnosis
TBC paru,
Tidak
sesuai
144 Diagnosis
No
Diagnosis
Fasilitas
Kriteria
Kesesuaian
Kesehatan
Primer/Tingkat 1
filariasis, dengue
Dyspepsia
Demam typhoid
Fever
Ada dalam
diagnosis Gastritis
Ada dalam
diagnosis Demam
Demam typhus
Influenza
Darurat
Sesuai
Sesuai
Tidak ada
Demam
typhoid
Sesuai
Tidak ada
Sesuai
Tidak ada
tifoid
Ada dalam
diagnosis
Faringitis
Kecelakaan
angkutan darat
Upper
10
Bukan diagnosis
*Bukan
diagnosis
Tidak ada
Ada dalam
respiratory
diagnosis
infection
Pharyngitis
Faringitis
Ada dalam
diagnosis Faringitis
Kesesuaian
BPJS
tifoid
Ada dalam
diagnosis Demam
Gawat
Sesuai
Tidak ada
Sesuai
Tidak ada
Tidak
sesuai
Sesuai
Tidak
sesuai
Tidak
sesuai
*Bukan
diagnosis
Tidak
sesuai
Tidak
sesuai
Didapatkan jenis kasus false emergency di IGD RSIS tergolong tinggi yaitu
sebesar 56,56% dari total kasus tahun 2013. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan
fungsi IGD berdasarkan Kepmenkes No. 856 tahun 2009 yaitu sebagai pemberi
layanan gawat darurat dan life saving dimana artinya diharapkan seluruh atau
sebagian besar kasus yang ada di IGD merupakan kasus true emergency.
Walaupun pada kenyataannya IGD masih melayani kasus tidak gawat darurat
(false emergency) akan tetapi pada Kepmenkes No. 129 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit belum mengatur tentang standar khusus
toleransi untruk kasus false emergency.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, pemilahan kondisi pasien
dilakukan di ruang Triage IGD RSIS menggunakan sistem color coding,
berdasarkan pada kondisi pasien pada saat datang, dengan melihat permasalahan
pada Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan) dan Circulation (sirkulasi
pembuluh darah). Kemudian dilakukan pemeriksaan klinis untuk mendapatkan
diagnosis sementara juga dengan anamnesis singkat untuk mengetahui riwayat
pasien sebelumnya bila memungkinkan. Pasien dengan tingkat kegawatan paling
rendah (gawat semu) digolongkan triage hijau, bila pasien tersebut datang pagi
hari jam 07.00 s/d 14.00 maka pasien tersebut akan diarahkan ke Unit Rawat
Jalan, tapi bila pasien datang diluar jam tersebut maka pasien akan dilayani di
IGD RSIS. Pasien dengan tingkat kegawatan ringan digolongkan triage kuning
dibawa ke ruang periksa untuk menjalani pemeriksaan dokter. Triage merah
adalah kondisi pasien yang membutuhkan tindakan segera (gawat mengancam
jiwa) akan dibawa ke ruang resusitasi. Sedangkan pasien yang sudah meninggal
saat tiba di IGD RSIS digolongkan triage hitam dan dilihat ada tanda
ketidakwajaran atau tidak, sistem di Indonesia fungsi coroner akan diserahkan
kepada Pejabat Kepolisian di wilayah tersebut (Herkutanto, 2007).
Pelaksanaannya sistem color coding di IGD RSIS sesuai dengan sistem
color coding yang dikenal dengan START (Simple Triage And Rapid Treatment),
yaitu:
1. Hijau : Minor Injury, yaitu kondisi tidak gawat dan tidak darurat
2. Kuning: Delayed, yaitu kondisi darurat tidak gawat, dapat menunggu
penanganan
segera
4. Hitam: Deceased, pasien telah meninggal
(Aacharya, Gastmans,
Selain itu tingginya jumlah pasien false emergency juga akan mempengaruhi
efektifitas, efisiensi, akses dan kelangsungan terhadap pelayanan dan kinerja
petugas IGD sehingga mempengaruhi keamanan dan kenyaman pasien true
emergency dan pada akhirnya akan mengurangi mutu pelayanan di IGD.
Berdasarkan 10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS didapatkan 9
diantaranya merupakan diagnosis penyakit yang penatalaksanaannya harus sudah
tuntas di dokter layanan primer sesuai dengan Permenkes No. 5 Tahun 2014. Total
10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS adalah sebesar 16.846 atau 91,08% dari total
diagnosis berdasarkan jumlah kunjungan yang ada selama tahun 2013. Sedangkan
total jenis kasus false emergency yang ada sebesar 56,56% dari total kasus di IGD
RSIS pada tahun 2013. Diantara 10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS ada
diagnosis yang masih umum dan tidak spesifik misalnya pada diagnosis no. 1
Vulnus Appertum/cedera yang tidak diketahui lainnya dan diagnosis no. 3 yaitu
Fever unknow origin, diagnosis ini tidak spesifik sehingga tidak tertuju pada satu
diagnosis penyakit. Begitu pula dengan diagnosis no. 8 yaitu Kecelakaan
Angkutan Darat yang sebenarnya bukan merupakan diagnosis penyakit akan tetapi
merupakan suatu peristiwa yang mungkin bisa menyebabkan berbagai jenis
diagnosis, yang kemungkinan bisa termasuk kasus true emergency. Kemungkinan
salah satunya adalah cedera kepada yang banyak menjadi penyebab utama
kematian pada kasus kecelakaan lalu lintas. Insiden cedera kepala menempati
urutan ke-5 dari seluruh kunjungan di IGD RS Panti Nugroho Pakem Yogyakarta
pada triwulan pertama tahun 2005 (Wijanarka, 2005). Beberapa diagnosis yang
masih belum sesuai ini tentunya perlu dikaji ulang oleh Unit Rekam Medis agar
mendapatkan diagnosis yang tepat untuk 10 diagnosis terbanyak di IGD RSIS.
Banyaknya diagnosis yang sebenarnya sudah harus selesai di fasilitas pelayanan
primer menunjukkan bahwa masih banyak diagnosis yang belum sesuai untuk
RSIS sebagai pemberi Pelayanan kesehatan tingkat kedua. Diagnosis yang tidak
sesuai dengan kriteria gawat darurat menurut BPJS menunjukkan masih banyak
diagnosis yang belum sesuai dengan fungsi IGD akibatnya akan banyak tagihan
dari IGD RSIS yang tidak bisa diklaimkan ke BPJS, sehingga hal ini perlu
mendapat perhatian dari pihak manajemen RSIS.
b.
c.
10
apalagi bila informasi tersebut tidak disampaikan secara jelas kepada pasien dan
pada akhirnya akan menimbulkan kesalahpahaman dan bisa berbuntut komplain
kepada RS yang bersangkutan.
Beberapa upaya yang dapat diambil oleh Manajemen rumah sakit untuk
menghindari tingginya jumlah false emergency di IGD antara lain (1)
Meningkatkan kesadaran pelanggan tentang fungsi utama IGD dengan penyebaran
leaflet atau pengadaan banner di rumah sakit (2) Membuat fasilitas pelayanan
kesehatan primer yaitu Poliklinik Umum yang buka 24 jam di sekitar RSIS
sehingga dapat menjadi satelit untuk melayani pasien false emergency RSIS yang
datang diluar jam layanan Unit Rawat Jalan juga untuk menangani sebagian besar
diagnosis yang ada di IGD agar bisa diselesaikan di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. Kedepannya juga diharapkan Poli Umum sudah tidak ada lagi di RSIS dan
semua kegiatan non spesialistik dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
primer tersebut karena RSIS sebagai fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
berdasarkan PMK No. 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan pasal 2 Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua merupakan pelayanan
kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. (3)
Evaluasi kebijakan di IGD saat ini dimana pelayanan IGD hendaknya hanya
ditujukan untuk kasus gawat darurat saja (4) Monitoring dan evaluasi berkala,
sosialisasi kepada tim IGD dan komponen rumah sakit yang lain.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk menjawab tantangan yang dihadapi
oleh IGD RSIS di era JKN ini. Hal ini tentunya mendapat perhatian dari Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada, khususnya SDM yang ada di IGD RSIS. Perlu
adanya sosialisasi yang berkala tentang beberapa perubahan yang terjadi di era
JKN kepada seluruh komponen yang ada di IGD serta evaluasi yang dilakukan
oleh Kepala IGD RSIS tentang pelaporan jumlah kasus dan diagnosis yang ada.
Hal ini tentunya juga perlu mendapat dukungan dan perhatian yang besar dari
pihak manajemen RSIS.
11
Daftar Pustaka
Aacharya, R. P., Gastmans, C., Yvonne, & Denier. (2011). Emergency department triage:
an ethical analysis. Dipetik june 2014, dari BMC Emergency Medicine:
http://www.biomedcentral.com/1471-227X/11/16
Ekowati, T. (2012). Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Malcolm Baldrige National
Quality Award untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan . Administrasi Kebijakan Kesehatan
Vol 10 No. 3 Sept-Des 2012 , 147-151.
Hastuti, P. (2010). Analisis Trend Pasien Bedah dan Non Bedah di Unit Gawat Darurat
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri Periode Tahun 2010. Jurnal
Kesehatan Vol 10 No.2 Oktober , 1-30.
Herkutanto. (2007). Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Majalah Kedokteran
Indonesia Vol 57 No. 2 Februari , 37-40.
Kesehatan, B. (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan.
Menteri, K. (2008). Kepmenkes No. 129 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
Menteri, K. (2009). Kepmenkes No. 856 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit.
Menteri, K. (2012). Permenkes No. 001 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan.
Menteri, K. (2014). Permenkes No. 5 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Presiden. (2013). Perpres No. 12 tentang Jaminan Kesehatan.
Presiden, R. (2009). UU No. 44 tentang Rumah Sakit.
Wa Ode Nur Isnah Sabriyati. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan
Waktu Tanggap Penanganan Kasus pada ResponseTime I di Instalasi Gawat Darurat
Bedah dan Non-Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Dipetik October 05, 2014, dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c4fb91d414809dc2f827bc65613cb9fa.pdf
Wijanarka, A. (2005). Implementasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator
Klinik Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat. JMPK Vol 08 No. 4 Desember , 213220.
12