Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Rumah Potong Hewan


Sebelum membahas tentang Rumah Potong Hewan terlebih dahulu di berikan

pengertian tentang hewan potong dalam tulisan ini. Untuk mendapatkan hewan
potong yang baik diperlukan tempat khusus yang disebut Rumah Potong Hewan.
Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan
sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. (Peraturan
Menteri RI No.13/Permentan/OT.140/1/2010).
Rumah Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan dengan disain dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. (SNI 01 - 6159 1999).
Unit Penanganan Daging (meat cutting plant) yang selanjutnya disebut
dengan UPD adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain dan
syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan pembagian karkas,
pemisahan daging dari tulang, dan pemotongan daging sesuai topografi karkas untuk
menghasilkan daging untuk konsumsi masyarakat umum.
Bangunan utama Rumah Potong Hewan terdiri dari
a) Daerah kotor

Tempat pemingsanan, tempat pemotongan dan tempat pengeluaran darah. Tempat


penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai tarsus
dan karpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut). Ruang untuk jeroan,
ruang untuk kepala dan kaki, ruang untuk kulit, tempat pemeriksaan postmortem.
b) Daerah bersih
Tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas, jika Rumah Pemotongan
Hewan dilengkapi dengan ruang pendingin/pelayuan, ruang pembeku, ruang
pembagian karkas dan pengemasan daging, maka ruang-ruang tersebut terletak di
daerah bersih (SNI 01 - 6159 1999).
Bangunan utama Rumah Potong Hewan harus memenuhi persyaratan yaitu
1) Tata ruang
Tata ruang harus didisain agar searah dengan alur proses serta memiliki ruang
yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan baik dan
higienis. Tempat pemotongan didisain sedemikian rupa sehingga pemotongan
memenuhi persyaratan halal. Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas
pemotongan. Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara daerah
bersih dan daerah kotor. Di daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus
didisain agar darah dapat tertampung.
2) Dinding

Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas minimum
3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum setinggi 2 meter
terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
3) Lantai
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak toksik,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran pembuangan.
Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau lubang.
4) Sudut Pertemuan
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan jarijari sekitar 75 mm. Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk
lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm.
5) Langit-langit
Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam
ruangan. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak
mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau
celah terbuka pada langit-langit.
6) Pencegahan serangga, rodensia dan burung
Masuknya serangga harus dicegah dengan melengkapi pintu, jendela atau
ventilasi dengan kawat kasa atau dengan menggunakan metode pencegahan serangga

lainnya. Konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah


masuknya tikus atau rodensia, serangga dan burung masuk dan bersarang dalam
bangunan.
7) Pertukaran udara dalam bangunan harus baik
8) Pintu
Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat menahan agar tikus/rodensia tidak
dapat masuk. Pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatik.
9) Penerangan
Penerangan dalam ruangan harus cukup baik. Lampu penerangan harus
mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dam mempunyai intensitas penerangan
540 lux untuk tempat pemeriksaan postmortem dan 220 luks untuk ruang lainnya.
10) Kandang Penampung dan Istirahat Hewan
Berdasarkan SNI 01 - 6159 1999 yaitu:
a) Lokasinya berjarak minimal 10 meter dari bangunan utama.
b) Kapasitas atau daya tampungnya mampu menampung minimal 1,5 kali kapasitas
pemotongan hewan maksimal setiap hari.
c) Pertukaran udara dan penerangan harus baik.
d) Tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang didisain landai ke arah
saluran pembuangan sehingga mudah dikuras dan dibersihkan.

e) Lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air,
tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan dan
didesinfeksi.
f) Saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir lancar.
g) Terpasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi hewan dengan baik dari panas dan hujan.
h) Terdapat jalur penggiring hewan (gangway) dari kandang menuju tempat
penyembelihan. Jalur ini dilengkapi jaring pembatas yang kuat di kedua sisinya
dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga hewan tidak dapat berbalik
arah kembali ke kandang.
Kesehatan masyarakat veteriner adalah suatu bidang penerapan kemampuan
profesional, pengetahuan dan sumberdaya kedokteran hewan dalam bidang kesehatan
masyarakat untuk melindungi dan memperbaiki kesehatan manusia.
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong
sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Pemeriksaan
postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan karkas setelah
disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
Petugas pemeriksa berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri atau petugas lain yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
pemeriksaan antemortem dan postmortem serta pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab dokter
hewan yang dimaksud.

Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan
fisik yang tinggi. Daerah bersih adalah daerah dengan dengan tingkat pencemaran
biologik, kimiawi dan fisik yang rendah. Desinfeksi adalah penggunaan bahan kimia
dan/atau tindakan fisik untuk mengurangi/ menghilangkan mikroorganisme.
Kandang Penampung adalah kandang yang digunakan untuk menampung
hewan potong sebelum pemotongan dan tempat dilakukannya pemeriksaan
antemortem. Kandang Isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi
hewan potong yang ditunda pemotongannya karena menderita penyakit tertentu atau
dicurigai terhadap suatu penyakit tertentu.
Kandang Isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi hewan
potong yang ditunda pemotongannya karena menderita penyakit tertentu atau
dicurigai terhadap suatu penyakit tertentu (SNI 01 - 6159 1999 tentang RPH).
2.2

Syarat-syarat Rumah Potong Hewan


Syarat Rumah Potong Hewan berdasarkan (SNI 01 - 6159 1999) yaitu:

2.2.1

Persyaratan Lokasi
Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK). Tidak
berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari
pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.
Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir,
bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya. Memiliki lahan yang relatif datar
dan cukup luas untuk pengembangan rumah pemotongan hewan.

2.2.2

Persyaratan Sarana
Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan Sarana jalan yang baik

menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan
potong dan kendaraan daging. Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan
SNI 01-0220-1987. Persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu : Sapi,
Kerbau, Kuda dan hewan yang setara beratnya: 1000 liter/ekor/hari; Kambing, domba
dan hewan yang setara beratnya: 100 liter/ekor/hari; Babi: 450 liter/ekor/hari. Sumber
tenaga listrik yang cukup. Pada Rumah Pemotongan Hewan Babi harus ada
persediaan air panas untuk pencelupan sebelum pengerokan bulu. Pada Rumah
Pemotongan Hewan seyogyanya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau
air panas (suhu 80).
2.2.3

Persyaratan Bangunan dan Tata Letak


Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus terdiri dari Utama Kandang

Penampung dan Istirahat, Kandang Isolasi, Kantor Administrasi dan Kantor Dokter
Hewan, Tempat Istirahat Karyawan, Kantin dan Mushola, Tempat Penyimpanan
Barang Pribadi (locker)/Ruang Ganti Pakaian,

Kamar Mandi dan WC, Sarana

Penanganan Limbah, Insenerator, Tempat Parkir, Rumah Jaga, Gardu Listrik, Menara
Air.
Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus dipagar sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan
hewan lain selain hewan potong. Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari pintu
keluar daging.

Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar, didisain agar
aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, mudah diawasi dan dijaga agar
tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi
dengan penyaring yang mudah diawasi dan dibersihkan.
Di dalam kompleks Rumah Pemotongan Hewan, sistem saluran pembuangan
limbah cair harus selalu tertutup agar tidak menimbulkan bau. Di dalam bangunan
utama, sistem saluran pembuangan limbah cair terbuka dan dilengkapi dengan grill
yang mudah dibuka-tutup, terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah korosif.
2.2.4

Syarat Peralatan
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan

Hewa harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat. Peralatan yang langsung berhubungan dengan
daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing system)
dan alat penggantung karkas yang didisain khusus dan disesuaikan dengan alur proses
untuk mempermudah proses pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh
lantai dan dinding.
Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa agar tangan
tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan sabun
dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering

mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka disediakan pula tempat
sampah tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki.
Sarana untuk mencuci tangan disediakan disetiap tahap proses pemotongan
dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat penurunan ternak hidup,
kantor administrasi dan kantor dokter hewan, ruang istirahat pegawai dan/atau kantin
serta kamar mandi/WC.
Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana untuk mencuci
tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang dilengkapi sabun, desinfektan, dan sikat
sepatu. Pada Rumah Pemotongan Hewan untuk babi disediakan bak pencelup yang
berisi air panas.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus berbeda
dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk penyembelihan
tidak boleh digunakan untuk pengerjaan karkas.
Ruang untuk jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk
pengeluaran isi jeroan, pencucian jeroan dan dilengkapi alat penggantung hati, paru,
limpa dan jantung. Ruang untuk kepala dan kaki harus dilengkapi dengan
sarana/peralatan untuk mencuci dan alat penggantung kepala. Ruang untuk kulit harus
dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk mencuci.
Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan pekerjaan
dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang dalam rangka menjamin mutu
daging, sanitasi dan higiene di Rumah Pemotongan Hewan. Perlengkapan standar
untuk karyawan pada proses pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian

kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot (SNI 01
- 6159 1999).
2.2.5

Higiene Karyawan dan Perusahaan


Rumah Pemotongan Hewan harus memiliki peraturan untuk semua karyawan

dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah pemotongan hewan dan
higiene produk tetap terjaga baik. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa
kesehatannya secara rutin minimal satu kali dalam setahun. Setiap karyawan harus
mendapat pelatihan yang berkesinambungan tentang higiene dan mutu. Daerah kotor
atau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki oleh karyawan yang bekerja di
masing-masing tempat tersebut, dokter hewan dan petugas pemeriksa yang
berwenang (SNI 01 - 6159 1999).
2.2.6

Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan antemortem

dan postmortem di Rumah Pemotongan Hewan dilakukan oleh petugas pemeriksa


berwenang. Pada setiap Rumah Pemotongan Hewan harus mempunyai tenaga dokter
hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur
pemotongan hewan, penanganan daging serta sanitasi dan hygiene (SNI 01 - 6159
1999).
2.2.7

Kendaraan Pengangkut Daging


Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup. Lapisan dalam

boks pada kendaraan pengangkut daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik,
tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, mudah dirawat serta

mempunyai sifat insulasi yang baik. Boks dilengkapi dengan alat pendingin yang
dapat mempertahankan suhu bagian dalam daging segar +7 oC dan suhu bagian
dalam jeroan +3 oC (SNI 01 - 6159 1999).
2.2.8

Persyaratan Ruang Pendingin/Pelayuan


Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih. Besarnya ruang

disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan. Konstruksi bangunan harus


memenuhi persyaratan :
1) Dinding :
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas minimum
3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
2) Lantai :
Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas (SNI 01 - 6159 1999).
2.2.9

Ruang Beku
Ruang Pembeku terletak di daerah bersih. Besarnya ruang disesuaikan dengan

jumlah karkas yang dihasilkan. Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah
cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang pendingin/pelayuan. Ruang
mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan kipas (blast freezer). Suhu dalam
ruang di bawah 18 oC dengan kecepatan udara minimum 2 meter per detik (SNI 01 -

6159 1999).
2.2.10 Ruang Pembagian Karkas dan Pengemasan Daging
Ruang pembagian dan pengemasan karkas terletak di daerah bersih dan
berdekatan dengan ruang pendingin/pelayuan dan ruang pembeku. Ruang didisain
agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam
ruang pembagian dan pengemasan daging. Ruang dilengkapi dengan meja dan
fasilitas untuk memotong karkas dan mengemas daging (SNI 01 - 6159 1999).
2.2.11 Laboratorium
Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan kesehatan dan
keselamatan kerja. Tata ruang didisain agar dapat menunjang pemeriksaan
laboratorium. Penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 lux.
Lampu harus diberi pelindung (SNI 01 - 6159 1999).
2.3

Jenis-Jenis Sapi
Jenis sapi yang banyak dipelihara oleh petani atau peternak di Indonesia

adalah sapi Ongole (SO), sapi Bali, sapi Madura, sapi Aberdeen angus, sapi
Brahman, sapi brangus (Brahman angus), sapi peranakan ongole (PO), dan sapi
simental. Pada awalnya, sapi berasal dari hewan liar yang dijinakka. Menurut asalnya,
sapi dibagi menjadi 3 kelompok atau keluarga, yaitu Bos sondaicus (bos banteng),
Bos indicus sapi zebu atau sapi berponok), dan Bos taurus (sapi eropa) (Djarijah
1996).
2.3.1

Sapi Bali

Sapi bali merupakan sapi local dengan penampilam produksi yang cukup
tinggi. Populasinya pada tahun 1999 mencapai 27% dari seluruh sapi potong yang
ada di tanah air. Penyebaran telah meluas di seluruh Indonesia. Asal usul sapi bali ini
adalah banteng (Bos sondaicus) yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
selama bertahun-tahun. Sapi bali jantan dan betina dengan warna bulu merah bata
dengan garis hitam disepanjang punggung yang disebut garis belut. Setelah dewasa,
warna sapi jantan berubah menjadi kehitam-hitaman, sedangkan warna sapi betina
relative tetap Kemampuan reproduksi sapi bali merupakan yang terbaik diantara sapisapi local. Hal ini disebabkan sapi bali bias beranak setiap tahun (Abidin, 2006).
Sapi bali adalah Banteng (Bos sondaicus) yang telah dijinakkan. Terutama di
pulau Bali, sapi tersebut di ternakkan secara murni. Tanda-tanda sapi bali yaitu
bentuknya seperti banteng, tetapi lebih kecil, waktu masih muda (pedet) warnanya
merah bata dan warna ini pada yang jantan berubah menjadi hitam sedang pada yang
betina tidak berubah. Berat badan rata-rata 250-400kg dan tinggi rata-rata 130 cm,
serta presentase potongan bias mencapai 56,9% (Setiadi, 1982).
2.3.2

Sapi Ongole
Sapi ongole merupakan keturunan sapi zebu dari india. Berwarna dominan

putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dibawah leher, dan
berpunuk. Sifatnya yang mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat,
menyebabkan sapi ini mampu tumbuh secara murni di pulau Sumba, sehingga disebut
sapi sumba ongole (SO). Persilangan antara sapi jawa asli (Madura) dan sapi ongole

secara grading up (keturunan hasil persilangan dikawinkan kembali dengan sapi


ongole) menghasilkan sapi yang disebut sapi peranakan ongole (PO) (Abidin, 2006).
2.3.3

Sapi Brahman Cross


Sapi American Brahman atau disebut sapi Brahman, merupakan bangsa sapi

yang dibentuk di Amerika Serikat dari hasil persilangan empat bangsa sapi India
yaitu Nellore (Ongole), Kankrey, Krishna Valley dan Gir. Bentuk spesifik sapi
Brahman adalah adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang
menggantung dibawah, kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai
kaki panjang dan telinga menggantung. Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik
di daerah tropis, di daerah yang banyak serangan serangga dan curah hujannya rendah
(Ngadiyono, 2007)
2.3.4

Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan Bos

indicus yang tumbuh dan berkembang di Madura. Sapi yang berpunuk ini dikenal
sebagai sapi jawa asli dengan warna kuning hingga merah bata. Di Indonesia,
populasinya mencapai 12%, tetapi penyebarannya tidak semerata sapi bali (Abidin,
2002).
Berat badan sapi Madura jantan bisa mencapai 330kg, sedangkan betinanya
hanya 200kg. Presentase karkasnya mencapai 47,9%. Di Madura, sapi ini sering
digunakan untuk karapan, selain sebagai sapi potong dan sapi kerja (Djarijah, 1996).
Tujuan utama pemeliharaan sapi potong adalah untuk menghasilkan daging.
Sapi dipelihara dengan baik, setelah tumbuh besar dan gemuk dapat langsung dijual

dalam bentuk daging. Oleh karena itu, keberhasilan pemeliharaan sapi ini sangat
ditentukan oleh kualitas sapi bakalan yang dipilih (Djarijah 1996).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih sapi bakalan untuk
sapi potong menurut Djarijah (1996) adalah
1. Jenis sapi
Sapi bakalan lokal yang cocok untuk sapi potong adalah sapi bali. Jenis sapi
ini selain pertumbuhannya cepat juga efisien dalam penggunaan pakan, karena
mempunyai kemampuan yang tinggi menyerap semua pakan yang masuk dalam perut
dan ususnya. Karena itu, sapi ini seringkali dijuliki sebagai sapi produktif.
2. Jenis Kelamin
Untuk sapi potong sebaiknya dipilih sapi jantan, karena pertumbuhannya
lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina. Alasan lainnya untuk menghindari
penyusutan populasi sapi betina yang masih produktif.
3. Keadaan Fisik
Untuk sapi potong sebaiknya dipilih sapi yang sehat dan tidak terlalu kurus.
4. Umur
Dipilih sapi yang berumur antara 1-4 tahun. Sapi yang terlalu muda atau
sudah tua kurang menguntunkan karena pertumbuhan atau penambahan berat
dagingya relatif lambat.
5. Postur Tubuh
Postur tubuh sapi bakalan yang baik memiliki cirri sebagai berikut:

a. Badannya panjang, bulat silindris, dam bila dilihat dari samping tampak
berbentuk segi empat.
b. Dada depan lebar, dalam dan menonjol
c. Kepala pendek dan dahinya relatif lebar
d. Kulit halus, bersih, supel, tidak kering, dan tidak kendor
e. Kaki relatif besar dan kuat
f. Tinggi badan, panjang, dam proporsi bagian-bagian tubuh lain serasi serta
seimbang.
2.4

Pengertian Daging
Berikut adalah definisi daging berdasarkan SNI 3932:2008

2.4.1

Karkas
Bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal sesuai dengan

CAC/GL 24-1997, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki
mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak
yang berlebih.
a) Ketebalan Lemak Karkas
Jaringan lemak subkutan (sub cutaneous)
b) Konformasi Karkas
Jaringan otot skeletal dan jaringan lemak sebagai unit komersial yang
berhubungan dengan ukuran tulang rangka (skeleton)
c) Warna Karkas

Warna pada sayatan segar otot punggung (back muscle) atau otot daging kelapa
pada paha belakang (round)
2.4.2

Daging
Daging adalah bagian hewan yang disembelih (sapi, kerbau, kambing, domba)

yang dapat dimakan dan berasal dari otot rangka atau yang terdapat di lidah,
diagfragma, jantung dan oeshopagus dengan atau tidak mengandung lemak. Daging
merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil yang masingmasing serat berupa sel memanjang, terdiri dari tiga komponen utama, yaitu jaringan
otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose tissue) dan jaringan ikat (connective
tissue). Sel serat otot mengandung dua macam protein yang tidak larut, yaitu kolagen
dan elastin yang terdapat pada jaringan ikat. Banyaknya jaringan ikat yang
terkandung di dalam daging akan menentukan tingkat kealotan/kekerasan daging.
Istilah daging dibedakan dengan karkas, karena daging merupakan bagian tidak
mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari
tulang atau kerangkanya (Foxit PDF, 2009 dalam Afiati).
Daging sapi merupakan pangan asal ternak yang kaya gizi, khususnya sumber
protein hewani yang bersifat perishable. Cara pemotongan dan penanganan yang
kurang higienis di RPH merupakan titik kritis kontaminasi mikroorganisme pada
daging. Mikroorganisme kontaminan yang bersifat patogen dan perusak diantaranya
adalah E. coli, L. monocytogenes dan S. Typhimurium. Penghambatan pertumbuhan
mikroorganisme kontaminan pada daging dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan

biologis. Penggunaan biopreservatif, misalnya dengan penambahan bakteriosin sudah


mulai menjadi pilihan produsen, karena lebih aman dan tidak meninggalkan residu
yang membahayakan konsumen (Usmiati et al, 2007 dalam Takasari).
Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan
substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik,
substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging merupakan bahan makanan
yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi,
pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang (Lawrie, 1995).
Kualitas daging dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. faktor-faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), dan stress. faktor-faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode
pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan dan nilai pH karkas (Soeparno, 1994
dalam Fatimah).
Penanganan hewan saat pemotongan harus diatur dengan baik untuk
mempertahankan standar yang berkualitas karena kesejahteraan hewan merupakan
bagian dari kualitas daging (Grandin, 2001 dalam Fatimah).
Umumnya daging sapi di Indonesia dijual di pasar tradisonal pada masingmasing daerah yang diperoleh dari hasil pemotongan di setiap RPH ataupun

pemotongan secara konvensional oleh para pedagang/pemilik ternak. Rendahnya


kemampuan penanganan daging sapi dalam proses pemotongan di RPH
mengakibatkan potensi penurunan daya simpan menjadi semakin besar dan cepat.
Begitu juga dengan perlakuan yang kurang baik selama proses penjualan di pasar
tradisional yang juga merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
kualitas dan daya simpan dari daging sapi tersebut (Kurniawan, 2011)
Menurut SNI 3932:2008 daging adalah Bagian otot skeletal dari karkas sapi
yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar,
daging segar dingin, atau daging beku.
a) Daging Segar
Daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun.
b) Daging Segar Dingin
Daging yang mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga
temperature bagian dalam daging antara 0 C dan 4 C.
c) Daging Beku
Daging segar yang sudah mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer
dengan temperatur internal minimum -18 C.
d) Marbling
Butiran lemak putih yang tersebar dalam jaringan otot daging (lemak intra
muskuler).
e) Perubahan Warna

Penyimpangan warna karena terdapat memar, pendarahan, "freeze burn" dan atau
perubahan warna lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme atau zat-zat
kontaminan
f) Memar
Perubahan warna dan konsistensi pada daging akibat benturan fisik
g) Freeze Burn
Perubahan warna pada daging akibat kontak dengan permukaan yang sangat
dingin, di bawah temperatur -18 C
2.4.3

Daging Normal
Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging

yang layak dikonsumsi adalah :


1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua
usia hewan susunan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan
ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika
ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut
otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan
mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling
berpengaruh pada cita rasa.
3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik dan usia,
misalkan daging sapi potong lebih gelap daging sapi perah, daging sapi muda
lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Warna daging yang baru diiris

biasanya merah ungu gelap dan akan berubah menjadi terang bila dibiarkan
terkena udara dan bersifat reversible (dapat balik). Namun bila dibiarkan
terlalu lama dibiarkan di udara akan berubah menjadi cokelat.
4. Rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik
mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
5. Kelembaban daging secara normal dapat dilihat pada bagian permukaan. Bila
permukaan daging relatif kering, daging tersebut dapat menahan pertumbuhan
mikroorganisme dari luar, sehingga mempengaruhi daya simpan (Afiati 2009)
2.4.4

Standar Asuh
Jaminan keamanan pangan atau bahan pangan telah menjadi tuntutan seiring

dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Jaminan keamanan


pangan juga telah menjadi tuntutan dalam perdagangan nasional maupun
internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan keamanan
pangan asal ternak diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan produk pangan
asal ternak (Afiati 2009).
Dikatakan aman, daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorganisme,
serangga, tikus), kimiawi (pestisida dan gas beracun) fisik (kemasan tidak sempurna
bentuknya karena benturan) serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Sehat, daging memiliki zat-zat
yang dibutuhkan, berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Zat gizi
meliputi unsure makro seperti karbohidrat, protein dan lemak serta unsure mikro
seperti vitamin dan mineral. Utuh, daging tidak dicampur dengan bagian lain dari

hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal, hewan maupun dagingnya
disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam. Kehalalan menjadi hak asasi
manusia yang diakui keberadaannya sehingga harus dijamin dan dilindungi oleh
semua pihak secara brtanggung jawab. Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan untuk
menghilangkan keraguan masyarakat akan kemungkinan adanya bahan baku, bahan
tambahan atau bahan penolong yang tidak halal dalam suatu produk yang dijual
(Widowati et al. dan Apriyatono, 2003 dalam Afiati 2009).
2.4.5

Uji Fisik dan Mikrobiologi

a. Uji Fisik
Penilaian mutu fisik daging dimaksudkan untuk memprediksi palatabil
itas daging dengan melihat penampilan warna daging dan lemak, derajat marbling dan
tekstur daging. Pengujian mutu fisik daging dilakukan secara organoleptik dengan
menggunakan indra penglihatan terhadap penampilan fisik otot dan lemak. Nilai
penampilan fisik daging dan lemak selanjutnya ditentukan dengan menggunakan alat
bantu standar mutu. Penampilan fisik daging yang dievaluasi meliputi warna daging
dan lemak, intensitas marbling dan tekstur (SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging
Sapi).
b. Organoleptik
Uji organoleptik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui rasa dan
bahu (kadang-kadang termasuk penampakan) dari suatu produk makanan, minuman,
obat dan produk lain (Wiryawan, 2011).

Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak


sebagai instrumen atau alat. Panel adalah orang atau kelompok yang bertugas menilai
sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota
panel disebut panelis. Terdapat tujuh macam panel dalam penilaian organoleptik,
yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tak
terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Masing-masing penilaian didasarkan
pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik (Rahayu, 2013).
Berikut adalah macam-macam panel dalam penilaian organoleptik menurut
Rahayu (2013).
a. Panel Perseorangan
orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik sangat tinggi yang diperoleh
karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat
mengenal sifat, peranan, dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai
metoda-metoda analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan
panelis ini adalah Kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian cepat, efisien, dan
tidak cepat fatik. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi
penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya. Keputusan
yang dihasilkan sepenuhnya hanya seorang saja.
b. Panel Terbatas
Terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi. Panelis ini mengenal
dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan dapat mengetahui cara

pengolahan serta pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil
setelah berdiskusi diantara angota-anggotanya.
c. Panel Terlatih
Terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk
menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini
dapat menilai beberapa sifat rangsangan, sehingga tidak terlampau spesifik.
Keputusan diambil setelah data dianalisis secara statistik.
d. Panel Agak Terlatih
Terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat
sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan
menguji kepekaannya terlebih dahulu.

e. Panel Tidak Terlatih


Terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin,
suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan
menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak
boleh digunakan dalam uji pembedaan. Untuk itu panel tidak terlatih biasanya terdiri
dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria dengan panelis wanita.
f. Panel Konsumen

Terdiri dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target pemasaran suatu
komoditi. Mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan
daerah atau kelompok tertentu.
g. Panel Anak-anak
Menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Panelis anak-anak ini dilakukan
secara bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau undangan bermain bersama,
kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan
alat bantu gambar seperti boneka, snoopy yang sedang sedih, biasa dan tertawa.
c. Uji Mikrobiologi
Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang / jamur,
dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan seperti peampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokkan
mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba (proteolitik, lipofik, dsb) ataupun
atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik dsb). Banyak factor yang
mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya
adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan
dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun
penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter
organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak
makanan tersebut. Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan
berbahaya bagi yang mengonsumsinya (Badan POM, 2008).

2.5

Kerangka Berpikir
d. Kerangka Teori

Daging

Daging
Segar

Daging Segar
Dingin

Daging Beku

Warna Daging

Warna Lemak

Marbling

Tekstur

Merah
Terang

Putih

Intensitas
Marbling

Halus

2.1 Skema Kerangka Teori

e. Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan astraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang khusus (Notoatmodjo, 2010)
Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

Uji Fisik
-

Warna daging

Warna lemak
Marbling

Kualitas
Daging Sapi
ASUH

Uji Mikrobiologi
Total Plate Count
Coliform
-

Staphylococcus aureus

SNI 3932:2008 (Mutu dan karkas daging sapi)


Keterangan :
: Varabel Independen

: Variabel Dependen
2.2 Skema Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai