Konsep Sumber Daya Manusia
Konsep Sumber Daya Manusia
sebagian kecil saja penduduk Indonesia yang menerima tunjangan dihari tua yaitu
pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Sekalipun demikian, golongan ini
masih tetap bekerja atau aktif dalam kegiatan ekonomi, sehingga mereka masih
digolongkan sebagai tenaga kerja.
B. Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedangkan
angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bekerja dan (2) golongan yang
menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1)
golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3)
golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Golongan lain-lain ada dua macam yaitu :
(a) penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melalkukan suatu kegiatan ekonomi
tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pension, bunga atas simpanan atau
sewa atas milik, dan (b) mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya
karena lanjut usia, cacat, dalam penjara, atau sakit kronis ( Payaman J. Simanjuntak :
1985 : 3 ).
Golongan yang bersekolah dan golongan yang mengurus rumah tangga dapat
pula disebut sebagai golongan angkatan kerja potensial karena sewaktu-waktu dapat
terjun untuk ikut bekerja. Termasuk angkatan kerja potensial adalah mereka yang
sementara menarik diri dari pasar kerja karena tidak berhasil memperoleh pekerjaan (
discouraged workers). Misalnya setelah cukup lama tidak berhasil memperoleh
pekerjaan yang diharapkan, seseorang dapat mengurungkan niatnya mencari pekerjaan
yang dimaksud. Mereka sebenarnya masih ingin bekerja, tetapi tidak aktif mencari
pekerjaan.
Kemudian tergolong angkatan kerja potensial lainnya adalah angkatan kerja
sekunder yaitu bila kondisi pekerjaan cukup menarik, atau bila keluarga tidak mampu
membiayai sekolah maka tenaga kerja yang tergolong bersekolah akan meninggalkan
sekolah untuk sementara dan mencari pekerjaan. Sebaliknya tenaga kerja tersebut akan
kembali lagi kebangku sekolah bila kondisi pekerjaan sudah tidak menarik, atau bila
keluarga sudah mampu membiayai sekolah. Demikian pula tenaga kerja yang mengurus
rumah tangga akan masuk pasar kerja bila upah tinggi, atau bila penghasilan Keluarga
rendah disbanding dengan kebutuhannya. Mereka akan kembali mengurus rumah tangga
bila keadaan sebaliknya.
angkatan kerja
primer, mereka ini adalah yang secara terus-menerus berada dalam pasar kerja baik
bekerja maupun mencari pekerjaan.
C. Bekerja dan Menganggur
1. Bekerja
Untuk mendefinisikan bekerja dan menganggur ternyata cukup sulit,
sebagaimana sulitnya mendefinisikan tenaga kerja dan bukan tenaga kerja, serta
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Batasan usia serta jumlah jam kerja juga
tidak dapat menggambarkan definisi yang mencakup keadaan yang sebenarnya.
Sebagai contoh misalnya seorang pembantu rumah tangga yang bekerja dan
mendapatkan upah digolongkan sebagai angkatan kerja, sementara mereka yang
bekerja mengurus rumah tangga dengan pekerjaan yang sama atau mungkin lebih
banyak tetapi tidak mendapatkan upah, digolongkan sebagai bukan angkatan kerja.
Seorang pesuruh disebuah kantor dengan gaji 800 ribu rupiah pada tahun 2010,
digolongkan sebagai bekerja, dan seorang konsultan hukum yang hanya bekerja satu
hari dengan penghasilan jauh lebih besar dibanding dengan pesuruh yang bekerja
selama 22 hari dalam satu bulan, digolongkan sebagai penganggur.
Tiap-tiap Negara memberikan definisi yang berbeda-beda tentang bekerja dan
menganggur, dan definisi tersebut bisa berubah menurut waktu.
Basir Barthos ( 1990 : 17 ) memberi batasan bekerja adalah melakukan kegiatan
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau
keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam satu minggu yang lalu. Waktu
bekerja tersebut harus berurutan dan tidak terputus.
Dalam bukunya Payaman ( 1985 : 4-5) disebutkan bahwa berdasarkan Sensus
Penduduk tahun 1971 orang yang bekerja dengan maksud memperoleh penghasilan
paling sedikit dua hari dalam seminggu sebelum hari pencacahan dinyatakan sebagai
bekerja. Juga tergolong sebagai bekerja, mereka yang selama seminggu sebelum
pencacahan tidak bekerja atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah:
(1) pekerja tetap pada kantor pemerintahatau swasta yang sedang tidak masuk kerja
karena cuti, sakit, mogok atau mangkir.
(2) petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang sedang tidak bekerja
karena menunggu panen atau menunggu hujan untuk menggarap sawahnya.
(3) orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, konsultan, tukang
cukur, dan lain-lain.
10
pekerjaan justru
terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja. Misalnya pencari kerja
terkumpul di Jakarta, sedang loeongan pekerjaan terdapat di luar Jakarta.
3) Kurangnya informasi.
Hal ini terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan
pekerjaan dan demikian juga pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenagatenaga yang sesuai.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga pengangguran
friksional tidak dapat dihindari dan pasti akan dialami oleh setiap pencari kerja.
Beberapa solusi untuk mengatasi pengangguran friksional antara lain adalah:
(1) mengurangi jangka waktu pengangguran, atau mempersingkat jangka waktu
pengangguran melalui penyediaan informasi pasar kerja yang lebih lengkap.
Misalnya dengan menyelenggarakan bursa kerja atau Job Fair.
(2) Disamping itu menurut Sonny Sumarsono ( 2003 : 130-131): Jika ditinjau dari
deskripsi permasalahannya, maka inti persoalannya terletak pada hambatan aliran
informasi antara pencari kerja dan lowongan kerja. Oleh karena itu penangannya
harus berupa usaha untuk mengintensifikasi dan mengekstensifikasi informasi.
Intensif, agar informasi disebar dalam jumlah yang cukup. Penyebaran informasi
11
12
f.
Pengangguran Teknologis.
Pengangguran teknologis terjadi karena adanya perubahan teknologi
produksi. Misalnya penggunaan mesin tik yang berganti dengan computer maka
pengetik harus melatih diri untuk bisa menjadi operator komputer, pompa angin
manual dengan kompresor, perubahan lokomotif tenaga uap menjadi disel sehingga
tidak lagi membutuhkan tukang api, dan sebagainya.
g.
Penganggur Muda.
Penganggur muda adalah tenaga kerja kelompok umur 15 25 tahun yang
belum bekerja dan baru memasuki pasar kerja untuk mencari pekerjaan.
h. Penganggur Tua.
Adalah jenis pengangguran yang diderita oleh orang-orang yang karena
sesuatu sebab tidak dapat menjalani kariernya sampai usia cukup tua untuk
mengundurkan diri dari dunia pekerjaan.
i. Pengangguran yang disebabkan oleh isolasi geografis.
13
14
kelompok yaitu : (a) setengah penganggur kentara, yaitu mereka yang bekerja kurang
dari 35 jam seminggu, dan (b) setengah penganggur tidak kentara atau setengah
penganggur terselubung, yaitu mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya
rendah. Atau mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Namun demikian yang masih tetap sulit untuk diukur adalah penganggur
terselubung dalam bentuk produktivitas kerja dan pendapatan yang rendah.
Pada dasarnya seseorang berproduktivitas rendah disebabkan karena beberapa
kemungkinan antara lain (Payaman : 1985 : 13):
1) Kurangnya ketrampilan. Biasanya orang kurang terampil dalam pekerjaan
karena pendidikan yang rendah. Hal ini karena pendidikan yang diterima
disekolah-sekolah kadang-kadang terlalu umum dan tidak dapat secara langsung
diterapkan secara langsung dalam dalam pekerjaan. Akibatnya orang yang
sudah berpendidikan agak tinggi tetap masih mempunyai produktivitas kerja
yang rendah. Demikian juga bagi orang yang baru mulai bekerja atau kurang
pengalaman kerja biasanya mempunyai produktivitas rendah. Rendahnya
produktivitas kerja yang disebabkan kurangnya ketrampilan ini dapat
ditingkatkan melalui latihan kerja baik diluar maupun ditempat kerja.
2) Kurangnya sarana-sarana penunjang. Ini dapat berbentuk (a) kurangnya alat
kerja
15
16
dituntut untuk mencari nafkah oleh sebab itu tingkat partisipasi kerja tinggi.
Untuk penduduk usia 55 tahun keatas pada umumnya sudah menurun
kemampuannya untuk bekerja oleh karena itu tingkat partisipasi kerjanya
rendah.
5) Tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat semakin banyak
anggota Keluarga yang tertarik masuk pasar kerja sehingga tingkat partisipasi
kerja tinggi. Demikian pula sebaliknya.
6) Tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak waktu
yang disediakan untuk bekerja. Terutama untuk wanita semakin tinggi
pendidikan kecenderungan untuk bekerja semakin besar. Dengan demikian
semakin tinggi tingkat partisipasi kerja.
7) Kegiatan ekonomi. Program pembangunan disatu pihak menuntut keterlibatan
banyak orang. Dilain pihak program pembangunan menumbuhkan harapanharapan baru. Harapan untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan tersebut
dinyatakan dalam peningkatan partisipasi kerja. Jadi semakin bertambah
kegiatan ekonomi semakin besar tingkat partisipasi kerja.
Tingkat partisipasi kerja pada umumnya memang ditentukan oleh
berbagai factor. Dengan perkembangan jaman yang semakin maju, tidak hanya
mempengaruhi kesempatan bagi pria, tetapi juga wanita untuk meningkatkan
kemampuannya baik melalui pendidikan maupun ketrampilan. Apalagi kesempatan
yang semakin luas disediakan oleh pemerintah bagi kaum wanita untuk
mensetarakan dengan pria baik dibidang ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Dengan demikian akan mempengaruhi pula tingkat partisipasi kerjanya. Terutama
bagi wanita tingkat partisipasi kerja juga ditentukan oleh banyak factor, antara lain
adalah :
(1) Tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita, semakin
besar keinginannya untuk masuk dalam pasar kerja. Wanita yang berpendidikan
tinggi akan merasa rendah diri jika pada akhirnya tidak bekerja. Dengan
demikian tingkat partisipasi kerja wanita berpendidikan tinggi lebih besar dari
pada wanita yang tidak berpendidikan tinggi.
(2) Tingkat social yang lebih tinggi. Seseorang wanita yang berada dalam
lingkungan social yang tinggi akan merasa rendah diri jika tidak bekerja.
(3) Kondisi ekonomi rumah tangga yang mengharuskan wanita bekerja. Jika kondisi
ekonomi rumah tangga rendah maka mengharuskan wanita membantu bekerja
17
18