PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Campak atau Rubeola adalah penyakit infeksi yang paling sering diderita
manusia dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius bahkan kematian.
Sebelum tersedianya vaksin campak, penyaikit ini telah menginfeksi 90% anak
sebelum usia mereka mencapai 15 tahun. Infeksi campak juga dianggap menjadi
penyebab terjadinya lebih dari 2 juta kasus kematian serta 1.5000 hingga 60.000
kasus kebutaan diseluruh dunia setiap tahunnya.1
Campak merupakan penyakit endemis terutama di negara yang sedang
berkembang. Di Indonesia sendiri, penyakit ini dikenal sejak lama. Di masa
lampau campak dianggap harus sebuah hal yang harus terjadi pada setiap anak,
mereka beranggapan jika seorang anak terkena campak, tidaklah perlu diobati,
karena mereka akan sembuh dengan sendirinya. Ada anggapan bahwa semakin
banyak ruam semakin baik, bahkan ada kepercayaan dimasyarakat untuk
mempercepat timbulnya ruam.2
Kematian pada penyakit campak biasanya diakibatkan oleh komplikasi,
seperti pneumonia dan ensefalitis. Sampai sekarang wabah dan kejadian luar biasa
campak masih sering terjadi di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan
angka kematian cukup tinggi. Cara yang paling efektif untuk mencegah dan
memberantas penyakit campak adalah melalui vaksinasi, yang merupakan kendala
di beberapa daerah terutama pedesaan dimana akses pelayanan kesehatan,
khususnya program imunisasi masih terbatas. 2
Secara biologis campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak
memerlukan penuluran hewan perantara dan vektor, adanya siklus musiman
dengan periode bebas penyakit, tak adanya penularan secara tetap, hanya memiliki
satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif. Sifat-sifat bilogis
campak tampak serupa dengan cacar. Hal ini menimbulkan optimisme bahwa
campak dapat dieradikasi dari muka bumi, sebagaimana yang dapat dilakukan
pada penyakit cacar. Cakupan imunisasi yang > 90% akan menghasilkan daerah
bebas campak. 2
Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya
telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun
1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satusatunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya
vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen.
Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.3
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Campak atau Rubeola merupakan penyakit menular akut yang disebabkan
oleh virus Morbilivirus dan secara khas terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium
prodromal, erupsi, dan konvalesens.2,4 Penyakit ini dapat menginfeksi manusia
disegala usia namun umumnya menyerang anak dan sangat mudah menular.
Seseorang yang menderita campak dapat menularkan pada 90% orang yang belum
mendapat imunisasi apabila kontak dengannya. 5,7
2.2. Epidemiologi
Pada negara berkembang, campak menyerang 30 juta anak setiap tahunnya
dan menyebabkan jutaan kematian. Campak menyebabkan terjadinya 15.000
hingga 60.000 kasus kebutaan diseluruh dunia setiap tahunnya. Pada tahun 1998,
kasus campak per 100.000 populasi total yang di data oleh World Health
Organization (WHO) adalah 1.6 di Amerika serikat, 8.2 di eropa, 11,1 di wilayah
timur mediterenia, 4.2 di Asia tenggara, 5.2 di wilayah pasisfik barat dan 61.7 di
afrika.5 ,7,8
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 60 % dari
21, 5 juta anak yang tidak mendapatkan vaksin campak berasal, paling banyak
dari 5 negara yakni berturut-turut, India 6,4 juta jiwa, Pakistan 17 juta jiwa,
Eteopia 1,1 juta jiwa, Indonesia 0,7 juta jiwa, dan Congo 0,7 juta jiwa. Satu
keluarga di Ethiopia bisa kehilangan satu kali pendapatan bulanannya, jika ada
satu anak yang menderita campak didalam keluarga. Campak menyebabkan
kematian anak diseluruh dunia. 400 Kematian setiap hari, dalam 16 jam, ironisnya
vaksin campak sudah tersedia lebih dari 50 tahun lamanya 7
Di Indonesia penyakit campak mendapatkan perhatian serius sejak tahun
1970, setelah terjadinya wabah campak yang cukup serius di pulau Lombok
(dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan pulau bangka (66 kematian
diantara 407 kasus) pada tahun yang sama. Sampai sekarang, permasalahan
campak menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan kejadian luar
biasa campak masih sering terjadi. Salah satu diantaranya adalah wabah di
kecamatan Cikeusal-Kab. Serang pada tahun 1981, dengan CFR mencapai 15%.
Pada kejadian luar biasa campak di Desa Bondokodi-Kab. Sumba Barat pada
bulan Agustus 1984 s.d Februari 1985, 50 % anak balita campak dengan CFR 5,3
%. 2
2.3. Etiologi
Campak disebabkan oleh Morbilivirus, salah satu virus RNA dari famili
Paramyxoviridae , dengan rincian sebagai berikut: 2, 4, 6
1. Bentuk Virus
Berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang
mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nukleoprotein dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.2,4
2. Ketahanan Virus
4
membantu penyebaran ke seluruh tubuh. 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus
infeksi terbentuk yaitu ketika ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah
(viremia primer) dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari 9-10 fokus infeksi yang
berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami nekrosis pada satu
sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke
dalam pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis
dari sistem pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah.2,9
2.5.
Patofisiologi
Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Distribusi
2.6.
Manifestasi Klinis
1. Fase Prodromal
Fase ini berlangsung 2-4 hari, virus terdapat dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, serta darah. Pada stadium prodromal
dapat ditemukan eksantema di mukosa pipi yang merupakan tanda
patognomonis campak yaitu bercak koplik, conjungtivitis, coryza, dan
cough (tanda 3C), disertai demam ringan sampai sedang. 2,10
mengalami
pembesaran
disertai
splenomegali
ringan.
dari
atas
ke
bawah
dengan
urutan
sesuai
proses
pemunculannya. Lesi pada wajah mulai menghilang pada hari ke 2-3, yaitu
pada saat lesi mencapai kaki. Derajat penyakit berhubungan langsung
dengan luas dan penyatuan ruam-ruam tersebut. 2,10
3. Fase Konvalesens
Pada fase akhir, ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang
deskuamasi, gejala-gejala lainnya menghilang. 2
2.7.
Diagnosis
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan konjungtivitis disertai batuk dan demam tinggi
pada beberapa hari serta diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu
diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke ke muka, dada, tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi. Jadi diagnosis campak dapat
ditegakkan secara klinis. Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak
atipikal. 2,6
2.7.1. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relatif.10
2. Isolasi dan identifikasi virus: Swab nasofaring dan sampel darah yang
diambil dari pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah
timbulnya ruam kulit (terutama selama masa demam campak) merupakan
sumber yang memadai untuk isolasi virus. Selama stadium prodromal,
dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada hapusan mukosa hidung.10
3. Serologis: konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat
kali titer antibodi antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada
penampakkan antibodi IgM spesifik campak antara 1-2 minggu setelah
onset ruam kulit. Bagian utama dari respon imun ditujukan langsung pada
protein NP. Hanya pada kasus campak yang tidak khas, yang pasti bereaksi
terhadap protein M yang ada. 9,10
Konjungtivitis Akut
Manifestasi Dermatologis
Pediatric Enteroviral
Infections
Drug Eruptions
Erythema Infectiosum
Rubella
Mononucleosis Infeksius
Pediatric Sepsis
Kawasaki Disease
Meningitis
Roseola Infantum in
Emergency Medicine
Scarlet Fever
10
6,11
(rekomendasi WHO dan UNICEF) pada Usia 6 bln-1 thn : 100.000 unit dosis
tunggal p.o dan pada Usia >1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o. Dosis tersebut
diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah didapt tanda defisiensi
vitamin A. Apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. 12
2.9.2. Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru
dikembangkang pelaksanaannya pada tahun 1982.
campak yaitu :
1. Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif
pada bayi berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua
macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak
hidup yang dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal
dari virus campak yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur
dengan garam alumunium). Namun sejak tahun 1967, vaksin yang berasal
dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena
efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala
atypical measles yang hebat1. Vaksin yang berasal dari virus campak yang
dilemahkan berkembang dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz
11
(1965) dan kemudian menjadi strain Moraten (1968). Dosis baku minimal
pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 0,5 ml, secara
subkutan, namun dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular
mempunyai efektivitas yang sama. 2,12
12
ketidakmampuan
berjalan,
kegagalan
berbicara
dengan
14
Penyulit lainya
Adapun beberapa penyulit lainnya yang sering terjadi seperti
Hemorrhagic (black) measles, Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB,
Trombositopenia. 2,4,6
2.11. Prognosis
Biasanya campak sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada
penyulit infeksi sekunder/malnutrisi berat, maka penyakit menjadi berat.
Kematian pada penyakit campak biasanya diakibatkan oleh komplikasi, seperti
pneumonia dan ensefalitis.4
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Identitas Pribadi
Nama
: Anak. M.I.R
No. CM
: 0-07-52-75
Tanggal Lahir
: 27 Agustus 2009
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 5 tahun 11 bulan
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar
: Demam
16
Ruam kemerahan (+), mulai terjadi 1 hari setelah demam. Ruam muncul dari
badan dan belakang leher/telinga kemudian menjalar perlahan keseluruh tubuh.
Pada awalnya ruam tidak gatal, namun kemudian mulai menimbulkan gatal ketika
telah menjalar keseleruh tubuh, gatal-gatal memberat (menurut penuturan keluar
Pasien) 5 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan mata merah yang timbul 2 hari
setelah demam dan ruam merah, mata berair dan gatal. Luka dimulut dan nyeri
otot disangkal.
Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengeluhkan mual muntah
sebanyak 3x/hari yang berisi makanan yang dimakan, darah dan lendir tidak
ditemukan. Nafsu makan pasien juga mengalami penurunan
Riwayat Penyakit Terdahulu : disangkal
Riwayat penggunaan obat
Riwayat Keluarga
: Parasetamol Syrup
: Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama
dalam keluarga
Riwayat alergi
Riwayat Kehamilan
Riwayat imunisasi
3.3.
: Hepatitis B
DPT
Polio
BCG
Campak
: 3 kali
: 3 kali
: 4 kali
: 1 kali
: 1 kali
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
17
Kesadaran
: Compos Menis
Nadi
: 98 x/menit
: 39,6o C (Axila)
Satus gizi
: normal
Berat badan
: 16 kg
Tinggi badan
: 112 cm
Kulit
Warna
: Sawo matang
Turgor
: baik
Eritema
: Negatif
Ikterus
: Negatif
Edema
: Negatif
Anemia
: Negatif
Kepala
Ukuran
: Normosefali
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
: NCH (-)
Mulut
18
Leher
Inpeksi
Palpasi
Depan
Belakang
Perkusi
Kanan
Fremitus normal
Fremitus normal
Kiri
Fremitus normal
Fremitus normal
Kanan
Sonor
Sonor
Kiri
Sonor
Sonor
Kanan
Vesikuler
Vesikuler
Kiri
Vesikuler
Vesikuler
Depan
Belakang
Auskultasi :
Depan
Belakang
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas-batas jantung
Atas
: Sela iga II
Kiri
19
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hepar : Tidak
Lien
: Tidak
: Tidak Diperiksa
Anus
: Tidak Diperiksa
:
Akral hangat/dingin, CRT <3 detik
Edema (-/-), Pucat (-/-) , eritema (+/+)
3.6. Penatalaksanaan
- Diet M- II
- IVFD RL 40 gtt/menit (mikro)
20
3.7. Follow-up
Tgl
12/8/15
02.15
Pemeriksaan
S: Demam(+), Batuk pilek
(+)mata merah (+)
Diagnosa
Observasi Febris e.c Morbili
O: Sens: CM
(mikro)
Inj. Cefotaxime 750mg/12
jam
Inj. Norages 250mg/8jam
FJ : 98 x/menit
FN: 18 x/menit
To : 39,6o C (Axila)
13/8/15
14.30
ISPA
FN: 18x/I
To : 36,8oC
Kepala:
konjungtiva anemis (+/+)
(k/p,To> 38oC)
Lerzin syr 2 x C I
Parasetamol syr 4 x cth II
Diet M-II
IVFD RL 40 gtt/menit
(mikro)
- Inj. Cefotaxime 750mg/8
O: Sens: CM
FJ : 90x/i
Penatalaksanaan
Diet M-II
IVFD RL 40 gtt/menit
jam
Inj. Norages 200mg/8jam
Inj. Ranitidin 15mg /8jam
Vit. A 200.000 UI
Lerzin syr 2 x C I
Parasetamol syr 4 x cth II
21
Extremitas atas:
akral hangat/merah (+/+)
Extremitas bawah:
14/8/15
Observasi Febris
15.00
e.c Morbili+
O: Sens: CM
DHF
FJ : 90x/i
FN: 20x/I
To : 37,3oC
Kepala:
konjungtiva anemis (+/+)
Tonsil T2/T2, 3xPulv
hiperemis
1
(+/+)
Faring hiperemis (+/+)
- Diet M- II
- IVFD RL 30 gtt/menit
(mikro)
- Inj. Cefotaxime 750mg/8
jam
Inj. Norages 200mg/8jam
Inj. Ranitidin 15mg /8jam
Lerzin syr 2 x C I
Parasetamol syr 4 x cth II
- Ambroksol 12 mg
- Dexa 0,3
- Vit. C 1 mg
- Psidi Syr 3 x 1 Cth
R/ Cek Darah Rutin Ulang dan
Photo Thoraks P.A
Toraks:
SP: Vesikuler (+/+)
ST: (-/-)
Abdomen:
Soepel, peristaltik (+) N
Extremitas atas:
akral hangat/merah (+/+)
Extremitas bawah:
akral hangat/merah (+/+)
22
15/8/15
Observasi Febris
10.00
e.c Morbili+
berkurang
DHF
- Diet M- II
- IVFD RL 30 gtt/menit
(mikro)
- Inj. Cefotaxime 750mg/8
O: Sens: CM
FJ : 90x/i
FN: 18x/I
To : 36,3oC
Kepala:
3xPulv
1
jam
Inj. Ranitidin 15mg /8jam
Lerzin syr 2 x C I
Parasetamol syr 4 x cth II
Ambroksol 12 mg
Dexa 0,3
Vit. C 1 mg
(+/+)
12/08/15
4,02
11,5
4.100
115.000
36,0
13/08/15
3,39
9,8
2.600
89.000
29,7
Satuan
(x 10 ) mm3
g%
mm3
mm3
%
6
23
2. Radiologis
Foto thorax AP/lateral
Kesimpulan : Cor dan Pulmo normal, Sudut kardio dan kosto frenikus tajam,
tulang-tulang intak. Cavitas Thoraks dalam batas normal
3.8. Prognosis
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad funtionam
: Dubia ad bonam
24
mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis campak yaitu bercak koplik.
Pasien mengalami demam sejak tiga hari SMRS, kemudian diikuti dengan tiga
tanda utama campak yaitu conjungtivitis, coryza, dan cough. Namun dalam
pemeriksaan fisik tidak ditemukan bercak koplik pada pasien.
Ruam makulopapular muncul 14 hari setelah awal infeksi dan pada saat itu
antibodi humoral dapat dideteksi. Ruamruam kulit biasanya mulai sebagai
makula tidak tegas, terdapat pada bagian samping atas leher penderita, di belakang
telinga, sepanjang batas rambut dan pada bagian belakang pipi.
2,4
Pasien
mengeluhkan ruam kemerahan yang mulai terjadi 2 hari setelah demam. Ruam
muncul dari badan dan belakang leher/telinga kemudian menjalar perlahan
keseluruh tubuh.
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, namun
terdapat sederatan pemerikasaan penunjang untuk menunjang diagnosis yakni
isolasi dan identifikasi virus dan pemeriksaan serologis berupa kenaikan empat
kali titer antibodi antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada
penampakkan antibodi IgM spesifik campak antara 1-2 minggu setelah onset ruam
kulit. Hanya pada kasus campak yang tidak khas, yang pasti bereaksi terhadap
protein M yang ada.
2,9,10
penyakit ini terkait dengan ruam kulit dan demam maka manifestasi dermatologis
akibat Demam Dengue dan Rubella (campak jerman) perlu dipertimbangkan.
6,10
Trombositopenia adalah salah satu penyulit yang terjadi pada kasus campak. 2,4
Ditemukan dua atau tiga patokan klinis pertama Dengue disertai trombositopenia
dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis demam
berdarah dengue. Selain itu penurunan/peningkatan kadar Hematokrit sebesar >
20% dari standar juga menjadi acuan pada penegakan diagnosis DBD.
Leukopenia terjadi selama periode demam dan pra demam. 2,6,4
Pada kasus kali ini pasien mengalami penurunan kadar trombosit secara
bertahap pada perawatan dirumah sakit (115.000 mm3 pada hari pertama rawatan
dan 89.000 mm3 pada hari kedua rawatan) namun tidak mengalami perubahan
yang signifikan pada kosentarsi hematokrit (36,0 % pada hari pertama rawatan
25
dan 29,7 % hari kedua rawatan). Leukopenia dialami pasien pada hari rawatan ke2 (2.600 mm3 ) pasien tidak mengalami demam pada hari tersebut.
Tidak adanya terapi yang spesifik pada kasus campak akut. Pasien campak
tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori,
sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan dipelukan. Sedangkan campak dengan
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien dirawat dibangsal
isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keaadaan umum dengan
memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. 2,11 Pemberian vitamin A
dosis tinggi Usia 6 bln-1 thn : 100.000 unit dosis tunggal p.o dan pada Usia >1 thn
: 200.000 unit dosis tunggal p.o. Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4
minggu kemudian bila telah didapt tanda defisiensi vitamin A. Apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. 12
Pasien merupakan penderita campak yang mememiliki beberapa penyulit,
seperti trombositopenia, konjungtivitis dan infeksi saluran pernafasan atas, oleh
karena itu pasien di anjurkan untuk dirawat dirumah sakit. Selama rawatan, pasien
mendapatkan terapi suportif yang adekuat berupa pemberian cairan hairan Normal
Saline (Ringer Laktat) dan Diet M-II. Terapi farmokologis yang diberikan pada
pasien berupa terapi suportif yaitu, pemberian antitusif/ekspektoran, vitamin A,
antipiretik dan vitamin. Pemberian antibiotika (sefotaksim) di administrasikan
supaya mencegah timbulnya infkesi sekunder nasokomial dirumah sakit, karena
RSUD Aceh tamiang belum memilki ruang isolasi sistem pernafasan. Pemberian
Psdii Folium Extract (Psidii Syurp) Pada hari rawatan ke-3 diharapkan dapat
meningkat kadar trombosit pada pasien.
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada
bayi berumur 9 bulan atau lebih. Namun terdapat pula kegagalan vaksin yakni
terbagi menjadi primer dan sekunder. Dikatakan primer apabila tidak lerjadi
serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah
erjadi serokonversi. Berbagai kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya
serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak lahir yang dapat
menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnya yang rusak, (c)
26
digalak sejak tahun 1982, namun kasus campak masih sering terjadi,
terutama didaerah pedesaan dan kumuh. Oleh karena itu perlu digiatkan
kembali edukasi tenaga medis dan pasien terhadap campak, baik
pengenalan, pencegahan dan penanggulangannya.
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
28
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
29
30