Oleh
Riani Dwi Astuti (0806347170)
Hidayat Chusnul Chotimah (0806463504)
Puspita Larasati (0806463523)
1.2 Tujuan
Dari beberapa konsep yang telah dijelaskan di atas, penulis ingin membatasi konsep
yang akan digunakan untuk pembahasan selanjutnya. Dalam pembahasan selanjutnya
konsep wewenang yang akan digunakan adalah konsep Stepphen P. Robbins dalam
bukunya Organisational Theory yang menyatakan bahwa wewenang adalah hak
untuk bertindak atau untuk memerintahkan orang lain untuk bertindak ke arah
pencapaian organisasi.
Konsep kewenangan sering tumpang tindih dengan konsep mengenai kekuasaan.
Masih menurut Stephen P. Robbins, kekuasaan adalah kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi keputusan. Dengan demikian, kewenangan sebenarnya adalah bagian
dari konsep yang lebih luas dari kekuasaan, artinya kemampuan untuk mempengaruhi
yang didasarkan atas kedudukan yang sah, dapat mempengaruhi keputusan walaupun
terkadang seseorang tidak membutuhkan kewenangan untuk mempunyai pengaruh
tersebut.
Sedangkan dalam konsep politik, dalam suatu organisasi, disadari atau tidak, terjadi
suatu proses politik dimana para anggota organisasi berebut untuk mendapatkan
kekuasaan untuk membuat keputusan. Sebenarnya mengapa seseorang ingin
mendapatkan kekuasaan? Sebagaimana yang kita tahu, suatu organisasi dibentuk
untuk mencapai tujuan bersama. Masalahnya meskipun ada tujuan bersama, namun
setiap anggota organisasi memiliki berbagai kepentingan serta cara dan persepsi yang
berbeda atas pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kekuasaan dibutuhkan agar ia
dapat membuat suatu keputusan yang dapat menunjang pencapaian kepentingan yang
dimilikinya menggunakan cara dan persepsi yang dimilikinya. Berdasar konsep
tersebut maka dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan lebih banyak
membicarakan mengenai konsep kekuasaan karena dasar dari politik adalah
kekuasaan itu sendiri.
BAB II
LANDASAN TEORI
Otoritas atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wewenang
merupakan suatu pengertian yang kompleks. Berikut ini beberapa definisi para ahli
mengenai wewenang:
Robert Bierstedt dalam bukunya Analysis of Social Power menyatakan:
“wewenang adalah kekuasaan yang dilembagakan”
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku dalam buku Power and
Society menyatakan: “wewenang adalah kekuasaan formal”
Stepphen P. Robbins dalam bukunya Organisational Theory yang
menyatakan bahwa wewenang adalah hak untuk bertindak atau untuk
memerintahkan orang lain untuk bertindak ke arah pencapaian organisasi.
Max Weber mengusulkan teori otoritas yang mencakup tiga jenis dalam
esainya "Tiga jenis pemerintahan yang sah". Tiga jenis otoritas tersebut
adalah:
- Otoritas Tradisional
Otoritas tradisional disahkan oleh kesucian tradisi. Kemampuan dan
hak untuk mengatur diwariskan melalui keturunan. Tidak mengubah
waktu, tidak memfasilitasi perubahan sosial, cenderung tidak rasional
dan tidak konsisten, dan melanggengkan status quo. Bahkan, Weber
menyatakan: "Pembentukan undang-undang baru yang berlawanan
norma-norma tradisional dianggap tidak mungkin pada prinsipnya."
Otoritas tradisional biasanya diwujudkan dalam feodalisme atau
patrimonialisme.
- Otoritas Kharismatik
Otoritas karismatik ditemukan dalam diri seorang pemimpin dimana
misi dan visinya menginspirasi orang lain. Hal ini didasarkan pada
karakteristik yang dirasakan oleh seorang individu. Weber melihat
seorang pemimpin yang kharismatik sebagai kepala dari gerakan sosial
baru, dan satu menanamkan dengan ilahi atau kekuatan gaib, seperti
nabi agama. Dalam hal ini, Weber tampaknya mendukung otoritas
karismatik, dan menghabiskan banyak waktu membicarakannya.
Dalam sebuah studi tentang karisma dan agama, Riesebrodt (1999)
berpendapat bahwa Weber juga berpikir karisma bermain yang kuat -
jika tidak terpisahkan - peran dalam sistem otoritas tradisional. Dengan
demikian, Weber untuk mendukung otoritas karismatik sangat kuat,
terutama dalam berfokus pada apa yang terjadi dengan kematian atau
penurunan dari seorang pemimpin yang kharismatik. Otoritas
karismatik adalah "dirutinkan" dalam berbagai cara menurut Weber:
pesanan traditionalized, staf atau pengikut berubah menjadi hukum
atau "estate-seperti" (tradisional) staf, atau arti karisma sendiri
mungkin mengalami perubahan.
- Otoritas Rasional-Legal
Legal-rasional, kekuasaannya dipegang oleh suatu keyakinan
formalistik isi hukum (hukum) atau hukum alam (rasionalitas).
Ketaatan tidak diberikan kepada individu tertentu pemimpin - apakah
tradisional atau karismatik - tetapi satu set prinsip-prinsip seragam.
Menurut Weber contoh terbaik-hukum otoritas rasional adalah
birokrasi (politik atau ekonomi). Bentuk otoritas ini sering ditemukan
di negara modern, kota pemerintah, swasta dan perusahaan publik, dan
berbagai asosiasi sukarela. Bahkan, Weber menyatakan bahwa
"perkembangan negara modern memang identik dengan pejabat dan
modern seperti organisasi birokrasi, perkembangan kapitalisme
modern identik dengan meningkatnya birokratisasi usaha ekonomi
(Weber 1958, 3).
Menurut Stephen P. Robbins, organisasi adalah sistem politis, koalisi dari beberapa
kepentingan. Merujuk pada pengertian Rod Hague et al mengenai politik, dapat
ditarik kesimpulan bahwa politik berhubungan dengan pengambilan keputusan di
dalam sebuah organisasi, atau lebih tepatnya politik merujuk pada siapa saja yang
memiliki kekuasaan mengambil keputusan di dalam sebuah organisasi. Politik tidak
dapat dipisahkan dari kekuasaan, dimana ada kekuasaan maka disitu ada orang-orang
yang melakukan perebutan kekuasaan melalui proses politik.
Kekuasaan diciptakan melalui pembagian kerja dan departementasi. Diferensiasi
horisontal mau tidak mau menciptakan tugas tertentu yang lebih penting dari yang
lain. Individu atau departemen yang menjalankan tugas lebih kritis atau yang mampu
meyakinkan orang atau departemen lain bahwa tugasnya lebih kritis akan memperoleh
keunggulan alamiah dalam percaturan memperoleh kekuasaan. Stephen P. Robbins
dalam bukunya Organisational Theory menyatakan bahwa dalam organisasi ada tiga
cara untuk memperoleh kekuasaan, yaitu dengan cara menguasai beberapa aspek
dalam organisasi:
1. Kewenangan Hierarkis
Kewenangan formal adalah sumber kekuasaan. Kewenangan bukan satu-satunya
sumber kekuasaan, tetapi para individu dalam kedudukan manajerial khususnya
mereka yang menduduki posisi manajemen senior, dapat mempengaruhi melalui
keputusan formal. Bawahan menerima pengaruh ini sebagai suatu hak yang melekat
dalam posissi seorang manajer.
Suatu jabatan disertai hak prerogatif untuk membuat suatu keputusan tertentu. Tetapi
pengaruh formal jabatan terhadap orang atau terhadap keputusan sangat terbatas
karena ketergantungan mereka pada orang lain dalam organisasi.
1. Spesialisasi
4. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan pengungkapan kehendak manajemen untuk memimpin dan
memeriksa kerja perusahaan. Kebijaksanaan diperlukan sebagai pemandu dalam
membuat keputusan dan sebagai bantuan menyelesaikan sasaran. Dalam suatu
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh suatu organisasi, terdapat secara implisit,
sebesar apa kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan kebijakan
tersebut. Karena itu dalam melaksanakan suatu kebijakan, seseorang tidak boleh
keluar dari batas-batas yang telah ditentukan kebijaksanaan itu sendiri.
2. Otoritas staf
Perkataan staf secara harfiah berarti sebuah tongkat yang dipegang untuk menunjang
tubuh, maka oleh karenanya otoritas staf semula berarti otoritas yang dipergunakan
untuk menunjang otoritas garis. Staf diartikan bantuan dan ia tujukan untuk
membantu pihak yang memiliki otoritas dengan cara memberi saran pada
administrator.
Dalam prakteknya, kedua kombinasi prinsip otoritas ini harus berjalan secara
seimbang. Apabila hanya lini saja yang berhak memberi perintah, lini cenderung akan
terlalu banyak dibebani dengan kebutuhan untuk mengambil keputusan dan
cenderung menolak beberapa saran yang diberikan oleh para profesional dan staf serta
kurang menghargai permintaan dan saran staf. Sedangkan staf umumnya tidak
diperkenankan memiliki otoritas mengambil keputusan yang lebih besar daripada lini.
Weber menyatakan bahwa dalam suatu organisasi selalu ada satu pusat otoritas (one
center of authority) sebagai tempat untuk membuat keputusan terakhir dan mengatasi
konflik yang terjadi. Lini/jalur otoritas utama ini berkaitan langsung dengan kegiatan
gua mencapai tujuan utama, sedangkan hubungannya dengan kegiatan sekunder
(sarana) bersifat tidak langsung.
Menurut Weber, suatu organisasi pasti memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai salah
satu sumber budayanya. Berdasarkan konsep tersebut, Weber membagi otoritas
menjadi dua, yaitu:
otoritas birokratis atau administratif
Dilandasi oleh pengetahuan teknis atau latihan serta adanya kekuasaan hirarki,
para bawahan akan menerima dan mentaati kaedah dan perintah sebagai
sesuatu yang sah karena dianggap rasional dan benar, selain itu atasannya
dianggap memiliki jalan pikiran yang lebih rasional. Menurut Weber, semakin
tinggi jabatan seseorang makan semakin banyak kecenderungannya untuk
memiliki bekal pengetahuan formal. Seorang manajer yang memiliki
wewenang administratif memegang kendali semua kegiatan yang ditujukan
untuk mencapai sasaran.
otoritas profesional
Dimiliki oleh seseorang yang memiliki kemampuan profesional yang memiliki
tanggung jawab terakhir atas keputusan yang bersifat profesional. Seseorang
yang memiliki otoritas profesional umumnya tidak memiliki kekuasaan hirarki
yang besar sebagaimana yang dimiliki oleh pemegang otoritas administratif.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
Salah satu definisi politik adalah “Politik adalah kegiatan yang menyangkut
cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang
bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan
di antara anggotanya” . Sedangkan kewenangan, Robert Bierstedt dalam
bukunya Analysis of Social Power menyatakan: “wewenang adalah kekuasaan
yang dilembagakan”
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian hak untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
Politik tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan, dimana ada kekuasaan maka
disitu ada orang-orang yang melakukan perebutan kekuasaan melalui proses
politik.
Daftar Pustaka
Blau, PM. 1963. "Critical remarks on Weber's theory of authority". The American
Political Science Review , 57 (2): 305-316.
Spencer, ME. 1970. "Weber on legitimate norms and authority". The British Journal
of Sociology , 21 (2): 123-134.
Melcher, Arlyn J; Strusture & Process of Organizationrs atau Struktur dan Proses
Organisasi; Terj. Drs. A. Hasymi Ali; Jakarta : Rineka Cipta.
William G. Scott, Rensis Likert, dkk. 1992. Struktur Organisasi dan Dinamika.
Semarang : Effrar & Dahara Prize.
Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, dkk; 2006; Introduction to Political
Science atau Pengantar Ilmu Politik ; Terj. Zulkifly Hamid; Jakarta : PT Raja
Grafindo.
http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/reinventing_indonesia.htm
(diakses pada Senin, 2 November 2009)
http://bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2008/255/255-03-power-and-
authority-over-systems-professionals-by-the-business-client.pdf (diakses pada
Senin, 2 November 2009)
http://www.scribd.com/doc/18272848/BIROKRASI-Landasan-teori (diakses pada
Selasa, 3 November 2009)