Anda di halaman 1dari 17

Tugas Teori Organisasi

OTORITAS DAN POLITIK DALAM ORGANISASI

Oleh
Riani Dwi Astuti (0806347170)
Hidayat Chusnul Chotimah (0806463504)
Puspita Larasati (0806463523)

Ilmu Administrasi Negara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan berbagai masalah yang
timbul dalam suatu organisasi. Berbagai masalah yang ada tidak pernah lepas dari
apa yang ada di dalam suatu organisasi itu sendiri. Di dalam suatu organisasi
terdapat berbagai elemen-elemen yang saling berpengaruh satu sama lain. Salah
satu elemen penting yang dapat dirasakan adalah adanya hirarki kewenangan yang
membedakan peranan antar anggota dari suatu organisasi. Kewenangan yang ada
juga tidak terlepas dari adanya system politik yang dijalankan oleh suatu
organisasi tersebut. System politik tidak pernah terlepas dari suatu organisasi,
demikian juga dengan kewenangan yang merupakan bagian dari system politik itu
sendiri.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:


- untuk mengetahui definisi dari politik dan kewenangan
- untuk mengetahui hubungan antara politik dan organisasi
- untuk mengetahui hubungan antara kewenangan dan organisasi
- untuk mengetahui hubungan antara politik, kewenangan dan organisasi

1.2 Pokok Permasalahan


- Apa definisi dari politik dan kewenangan?
- Bagaimana hubungan antara politik dan organisasi?
- Bagaimana hubungan antara kewenangan dalam organisasi?
- Bagaimana hubungan antara politik, kewenangan dan organisasi?

1.4. Pembatasan Masalah

Dari beberapa konsep yang telah dijelaskan di atas, penulis ingin membatasi konsep
yang akan digunakan untuk pembahasan selanjutnya. Dalam pembahasan selanjutnya
konsep wewenang yang akan digunakan adalah konsep Stepphen P. Robbins dalam
bukunya Organisational Theory yang menyatakan bahwa wewenang adalah hak
untuk bertindak atau untuk memerintahkan orang lain untuk bertindak ke arah
pencapaian organisasi.
Konsep kewenangan sering tumpang tindih dengan konsep mengenai kekuasaan.
Masih menurut Stephen P. Robbins, kekuasaan adalah kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi keputusan. Dengan demikian, kewenangan sebenarnya adalah bagian
dari konsep yang lebih luas dari kekuasaan, artinya kemampuan untuk mempengaruhi
yang didasarkan atas kedudukan yang sah, dapat mempengaruhi keputusan walaupun
terkadang seseorang tidak membutuhkan kewenangan untuk mempunyai pengaruh
tersebut.
Sedangkan dalam konsep politik, dalam suatu organisasi, disadari atau tidak, terjadi
suatu proses politik dimana para anggota organisasi berebut untuk mendapatkan
kekuasaan untuk membuat keputusan. Sebenarnya mengapa seseorang ingin
mendapatkan kekuasaan? Sebagaimana yang kita tahu, suatu organisasi dibentuk
untuk mencapai tujuan bersama. Masalahnya meskipun ada tujuan bersama, namun
setiap anggota organisasi memiliki berbagai kepentingan serta cara dan persepsi yang
berbeda atas pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kekuasaan dibutuhkan agar ia
dapat membuat suatu keputusan yang dapat menunjang pencapaian kepentingan yang
dimilikinya menggunakan cara dan persepsi yang dimilikinya. Berdasar konsep
tersebut maka dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan lebih banyak
membicarakan mengenai konsep kekuasaan karena dasar dari politik adalah
kekuasaan itu sendiri.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Umum Politik

Berikut ini beberapa definisi umum mengenai politik:


 Menurut Rod Hague et al: “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat
kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan di antara
anggotanya”
 Menurut Harold Laswell: “Politik adalah siapa mendapat apa, seberapa besar
dan bagaimana caranya”
 Politik berkaitan pelaksanaan kegiatan dan sistem politik untuk tercapainya
tujuan bersama yang telah ditetapkan, dalam hal ini adanya penggunaan
kekuasaan agar tujuan tersebut dapat terlaksana.

2.2 Wewenang (Otoritas)

2.2.1 Definisi Umum

Otoritas atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wewenang
merupakan suatu pengertian yang kompleks. Berikut ini beberapa definisi para ahli
mengenai wewenang:
 Robert Bierstedt dalam bukunya Analysis of Social Power menyatakan:
“wewenang adalah kekuasaan yang dilembagakan”
 Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku dalam buku Power and
Society menyatakan: “wewenang adalah kekuasaan formal”
 Stepphen P. Robbins dalam bukunya Organisational Theory yang
menyatakan bahwa wewenang adalah hak untuk bertindak atau untuk
memerintahkan orang lain untuk bertindak ke arah pencapaian organisasi.
 Max Weber mengusulkan teori otoritas yang mencakup tiga jenis dalam
esainya "Tiga jenis pemerintahan yang sah". Tiga jenis otoritas tersebut
adalah:
- Otoritas Tradisional
Otoritas tradisional disahkan oleh kesucian tradisi. Kemampuan dan
hak untuk mengatur diwariskan melalui keturunan. Tidak mengubah
waktu, tidak memfasilitasi perubahan sosial, cenderung tidak rasional
dan tidak konsisten, dan melanggengkan status quo. Bahkan, Weber
menyatakan: "Pembentukan undang-undang baru yang berlawanan
norma-norma tradisional dianggap tidak mungkin pada prinsipnya."
Otoritas tradisional biasanya diwujudkan dalam feodalisme atau
patrimonialisme.

- Otoritas Kharismatik
Otoritas karismatik ditemukan dalam diri seorang pemimpin dimana
misi dan visinya menginspirasi orang lain. Hal ini didasarkan pada
karakteristik yang dirasakan oleh seorang individu. Weber melihat
seorang pemimpin yang kharismatik sebagai kepala dari gerakan sosial
baru, dan satu menanamkan dengan ilahi atau kekuatan gaib, seperti
nabi agama. Dalam hal ini, Weber tampaknya mendukung otoritas
karismatik, dan menghabiskan banyak waktu membicarakannya.
Dalam sebuah studi tentang karisma dan agama, Riesebrodt (1999)
berpendapat bahwa Weber juga berpikir karisma bermain yang kuat -
jika tidak terpisahkan - peran dalam sistem otoritas tradisional. Dengan
demikian, Weber untuk mendukung otoritas karismatik sangat kuat,
terutama dalam berfokus pada apa yang terjadi dengan kematian atau
penurunan dari seorang pemimpin yang kharismatik. Otoritas
karismatik adalah "dirutinkan" dalam berbagai cara menurut Weber:
pesanan traditionalized, staf atau pengikut berubah menjadi hukum
atau "estate-seperti" (tradisional) staf, atau arti karisma sendiri
mungkin mengalami perubahan.

- Otoritas Rasional-Legal
Legal-rasional, kekuasaannya dipegang oleh suatu keyakinan
formalistik isi hukum (hukum) atau hukum alam (rasionalitas).
Ketaatan tidak diberikan kepada individu tertentu pemimpin - apakah
tradisional atau karismatik - tetapi satu set prinsip-prinsip seragam.
Menurut Weber contoh terbaik-hukum otoritas rasional adalah
birokrasi (politik atau ekonomi). Bentuk otoritas ini sering ditemukan
di negara modern, kota pemerintah, swasta dan perusahaan publik, dan
berbagai asosiasi sukarela. Bahkan, Weber menyatakan bahwa
"perkembangan negara modern memang identik dengan pejabat dan
modern seperti organisasi birokrasi, perkembangan kapitalisme
modern identik dengan meningkatnya birokratisasi usaha ekonomi
(Weber 1958, 3).

2.2.2 Pelimpahan Wewenang

Konsep lain yang erat kaitannya dengan wewenang adalah pelimpahan


wewenang dalam organisasi. Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian hak
untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain. Wujud
pelimpahan wewenang dapat dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih tinggi
pada pejabat yang berkedudukan lebih rendah atau pejabat atasan kepada pejabat
bawahan (pelimpahan wewenang vertikal) di samping itu pelimpahan wewenang
dapat pula dilakukan di antara pejabat yang sederajat (pelimpahan wewenang
mendatar).
Setiap pejabat yang diserahi tugas memiliki tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tanggung jawab adalah keharusan pada
seorang pejabat untuk melaksanakan secara selayaknya segala sesuatu yang telah
dibebankan kepadanya. Tentang pentingnya pelimpahan wewenang Andrew Carnegie
mengatakan: ”apabila seseorang menyadari bahwa dia dapat memanggil masuk orang-
orang lain untuk membantu dirinya mengerjakan suatu pekerjaan dengan lebih baik
daripada apa yang dapat ia kerjakan sendirian, maka dia telah mengambil langkah
besar dalam hidupnya”. Hal ini menyiratkan bahwa setiap pejabat memiliki keadaan
yang terbatas akan pengalaman, pengetahuan serta kecakapan dan waktunya sehingga
tidak mungkin segala-galanya dapat ia lakukan sendiri. Namun akibat beban tanggung
jawab yang dimilikinya maka mau tidak mau ia harus melaksanakan sebuah tugas
dengan baik dengan cara melakukan pelimpahan wewenang.
Setiap pejabat yang akan melimpahkan wewenangnya kepada pejabat lain
harus mengetahui dengan jelas terlebih dahulu apa saja wewenang yang dimiliki
dalam organisasi tempat kerjanya. sebab hanya wewenangnya sendirilah yang dapat
dilimpahkan pada orang lain. Yang merupakan batas wewenag seseorang pejabat
adalah bidang tugasnya. Dengan demikian tidak terjadi saling mengambil alih
wewenang pejabat lain atau dapat dicegah pula tindakan yang melampaui
wewenangnya sendiri. Dalam pelimpahan wewenang tanggung jawab, dipikul
bersama antara pejabat yang melimpahkan wewenang dan pejabat yang menerima
wewenang. Dengan demikian tidak boleh terjadi antar pejabat saling ”berdiri di
belakangnya” atau saling melemparkan tanggung jawab. Bagi pejabat atasan yang ,
melimpahkan wewenang dapat diikuti pendapat Beishline, yaitu ” walaupun sumber
yang lebih tinggi mendelegsikan kekuasaan pada eselon yang lebih rendah, hal ini
tidak membebaskan eselon yang lebih tinggi dari tanggung jawabnya. Memang tidak
dapat dipungkiri bahwa antara pejabat atasan dan pejabat bawahya ada perbedaan
derajat tanggung jawab. Pada umumnya makin tinggi kedudukan seorang pejabat,
makin lebih berat tanggung jawabnya, tetapi untuk jenis tugas-tugas tertentu dapat
saja pejabat yang berkedudukan lebih rendah dibebani tanggung jawab yang lebih
berat.
Antara tugas, tanggung jawab, dan wewenang harus seimbang. apabila tugas
yang diserahkan itu ringan, maka tanggung jawabya juga ringan, sehingga wewenag
yang diperlukan juga sedikit. Sebaliknya, apabila tugas yang diserahkan berat, maka
akan menimbulkan tanggung jawab yang lebih berat. sehingga wewenang yang
dilimpahkan juga besar pula. Apabila seseorang pejabat pimpinan telah berani
melimpahkan sebagian wewenagnya kepada pejabat bawahannya harus disertai
kemauan untuk sewaktu-waktu memperhatikan pendapat atau saran dari pejabat
bawahannya sehingga menumbuhkan suasana kerjasama yang baik. Dalam
pelimpahan wewenang harus disertai kepercayaan bahwa pejabat yang diserahi akan
dapat melaksanakan dengan baik. Pejabat yang melimpahkan wewenag harus mampu
membimbing pejabat yang diserahi wewenag agar tidak terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan tugasnya. Sesuai dengan ketentuan bahwa dalam pelimpahan wewenang,
pejabat yang melimpahkan wewenang masih ikut bertanggung jawab dan harus tetap
melakukan pengontrolan terhadap bawahannya. Misalnya dengan memeriksa,
menegur, mengingatkan, dan lain-lain agar pelaksanaan aktivitas sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dan penyimpangan tidak akan berlarut-larut.

Adanya pelimpahan wewenang memberikan beberapa manfaat


1. Dengan pelimpahan wewenag, pimpinan dapat melakukan tugas yang pokok-pokok
saja.
2. Dengan pelimpahan wewenang setiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai dengan
pejabat yang berkedudukan paling bawah telah memiliki wewenang tertentu dalam
bidang tugasnya sehingga mereka pun memiliki wewenang untuk membuat
keputusan yang menyangkut bidang tugasnya. Dengan demikian, keputusan dapat
dibuat lebih cepat karena tidak perlu harus selalu dimintakan putusan dari pihak
atasannya.
3. Dengan pelimpahn wewenang tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang
yang tepat. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan pada pucuk pimpinan, ada
pekerjaan yang dapat diselesaikan pada jenjang menengah, dan ada pula pekerjaan
yang langsung saja dapat diselesaikan pada jenjang paling bawah.
4. Dengan pelimpahan wewenang, inisiatif dan rasa tanggung jawab dapat diperbesar.
Pejabat yang memiliki wewenang tentu terdorong untuk menemukan seusatu yang
lebih baik untuk kemajuan organisasinya. Dengan demikian, pejabat selalu
merasakan adanya tanggung jawab yang besar akan kemajuan organisasi tempat
kerjanya. Sebaliknya pejabat yang tidak memiliki wewenang akan bekerja secara
pasif. Jika ada perintah dikerjakan, dan jika tidak ada maka akan diam saja.
5 Dengan pelimpahan wewenang, walaupun pejabatnya sedang berhalangan,
pelayanan terhadap masyarakat akan tetap berjalan, demikian pula pekerjaan untuk
keperluan intern akan tetap berjalan walaupun pejabatnya sedang tidak masuk
kerja.
6. Adapun pelimpahan wewenang merupakan latihan bagi para pejabat apabila kelak
menduduki jabatan yang lebih tinggi. Seorang pejabat yang tidak pernah sama
sekali misalnya diberi wewenang memimpin rapat, membuat rencana, membuat
keputusan menyempurnakan urusan yang menjadi tanggung jawabnya, apabila
nantinya menduduki jabatan yang lebih tinggi atau jabatan pimpinan yang lebih
atas pasti akan canggung.
Asas pelimpahan wewenang sangat erat berhubungan dengan asas pembagian kerja
dan asas koordinasi. Ini merupakan asas tri tunggal. Tiap-tiap pejabat memang harus
memiliki daftar rincian tugas, tetapi rincian tugas ini tidak berarti bahwa seseorang
pejabat hanya melakukan tugas yang terdapat dalam daftar itu saja. Daftar rincian
tugas hanyalah tanggung jawab pokok, tetapi tidak mengurangi tanggung jawab
sebagai anggota dari keseluruhan satuan organisasi sehingga satu sama lain harus
saling membantu dan saling mengisi. Cara demikian dapat dilaksanakan apabila antar
pejabat juga saling melimpahkan
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Politik dan Organisasi

Menurut Stephen P. Robbins, organisasi adalah sistem politis, koalisi dari beberapa
kepentingan. Merujuk pada pengertian Rod Hague et al mengenai politik, dapat
ditarik kesimpulan bahwa politik berhubungan dengan pengambilan keputusan di
dalam sebuah organisasi, atau lebih tepatnya politik merujuk pada siapa saja yang
memiliki kekuasaan mengambil keputusan di dalam sebuah organisasi. Politik tidak
dapat dipisahkan dari kekuasaan, dimana ada kekuasaan maka disitu ada orang-orang
yang melakukan perebutan kekuasaan melalui proses politik.
Kekuasaan diciptakan melalui pembagian kerja dan departementasi. Diferensiasi
horisontal mau tidak mau menciptakan tugas tertentu yang lebih penting dari yang
lain. Individu atau departemen yang menjalankan tugas lebih kritis atau yang mampu
meyakinkan orang atau departemen lain bahwa tugasnya lebih kritis akan memperoleh
keunggulan alamiah dalam percaturan memperoleh kekuasaan. Stephen P. Robbins
dalam bukunya Organisational Theory menyatakan bahwa dalam organisasi ada tiga
cara untuk memperoleh kekuasaan, yaitu dengan cara menguasai beberapa aspek
dalam organisasi:

1. Kewenangan Hierarkis
Kewenangan formal adalah sumber kekuasaan. Kewenangan bukan satu-satunya
sumber kekuasaan, tetapi para individu dalam kedudukan manajerial khususnya
mereka yang menduduki posisi manajemen senior, dapat mempengaruhi melalui
keputusan formal. Bawahan menerima pengaruh ini sebagai suatu hak yang melekat
dalam posissi seorang manajer.
Suatu jabatan disertai hak prerogatif untuk membuat suatu keputusan tertentu. Tetapi
pengaruh formal jabatan terhadap orang atau terhadap keputusan sangat terbatas
karena ketergantungan mereka pada orang lain dalam organisasi.

2. Kontrol terhadap Sumber Daya


Sumber daya yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah suatu sumber daya
yang langka dan penting. Apabila individu atau organisasi memiliki kontrol terhadap
sumber daya ini maka secara otomatis ia akan memiliki kekuasaan untuk mengontrol
individu atau organisasi yang membutuhkan sumber daya tersebut.

3. Jaringan Kerja Terpusat


Individu atau kelompok dengan jaringan kerja terpusat memperoleh kekuasaan karena
posisi mereka memungkinkan mereka mangintegrasikan fungsi lainnya atau
mengurangi ketergantungan organisasi.

Untuk memperoleh aspek-aspek tersebut, seseorang melakukan proses politik dengan


berusaha mendapat kekuasaan atas salah satu atau bahkan seluruh aspek tersebut.
Namun yang harus diingat adalah dalam sebuah organisasi, terutama organisasi
dengan struktur formal, suatu jabatan memiliki batasan-batasan kekuasaan yang
dimilikinya. Setiap jabatan memiliki batasan-batasan dalam kekuasaannya melakukan
suatu hal. Pembatasan kekuasaan dapat ditentukan dengan struktur organisasi itu
sendiri maupun membatasi tanggung jawab kekuasaan. Berikut ini hal-hal yang
membatasi kekuasaan dalam organisasi:

1. Spesialisasi

Sering berhubungan dengan ”divisi pekerja”, spesialisasi adalah suatu manifestasi


organisasi formal. Suatu usaha pengelompokan masyarakat menghendaki bimbingan
dan koordinasi. Untuk menjalankannya, karyawan dikelompokkan sesuai dengan
tugas dan jenis pekerjaan khusus. Sering berhubungan dengan spesialisasi horisontal
dan vertikal.
Spesialisasi horisontal berhunbungan dengan spesialisasi yang sesuai dengan jenis
tugas dan keahlian yang berbeda. Misalnya lapangan personel, pembelian,
pencegahan, keuangan, dan lain-lain. Di lain pihak, spesialisasi vertikal mengarah
pada pembagian kekuasaan yang berskala vertikal tergantung derajat atau seluruh
kekuasaan yang dipegang seseorang dalam mata rantai komando, dalam bisnis biasa,
kekuasaan meluncur ke bawah dari ketua dewan, lewat pimpinan, wakil hingga
sampai karyawan terbawah. Spesialisasi, karena itu dijadikan mandataris dalam
berbagai ukuran bisnis.

2. Delegasi dan Desentralisasi


Delegasi adalah istilah terbaik yang diterangkan untuk menerangkan kewajiban
pekerjaan khusus. Besar tanggung jawab kekuasaan yang diberikan pada seseorang
tergantung pada perusahaan individu serta kebijaksanaan sepanjang jalur terkait.
Jelasnya, jumlah maupun lengkap tugas pada sebuah organisasi, membuat organisasi
menjadi perintah.
Saat seorang atasan mendelegasikan suatu pekerjaan, ia memberikan tanggung jawab
bukan kekuasaan sepenuhnya. Namun, dalam perusahaan yang didesentralisasikan
secara nyata. Seseorang memiliki kekuasaan sepenuhnya dalam menjalankan
pekerjaan.

3. Jalur dan Staf


Dalam konsep jalur dan staf, dihasilkan spesialisasi dalam struktur pertumbuhan unit
bisnis. Pada tipe ini, diperlukan kompetensi spesialisasi serta profesionalisasi menurut
gambaran industri. Pekerjaan staf mmeupun hubungan kekuasaan dalam jalur tersebut
merupakan salah satu nasihat, pemberitahuan dan bantuan. Kekuasaan menjadi
mutlak dalam lingkungan pemusatan yang terbatas.

4. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan pengungkapan kehendak manajemen untuk memimpin dan
memeriksa kerja perusahaan. Kebijaksanaan diperlukan sebagai pemandu dalam
membuat keputusan dan sebagai bantuan menyelesaikan sasaran. Dalam suatu
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh suatu organisasi, terdapat secara implisit,
sebesar apa kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan kebijakan
tersebut. Karena itu dalam melaksanakan suatu kebijakan, seseorang tidak boleh
keluar dari batas-batas yang telah ditentukan kebijaksanaan itu sendiri.

3.2. Hubungan Otoritas dan Organisasi


Ortoritas bisa diartikan kekuasaan resmi dan legal untuk menyuruh pihak lain
bertindak dan taat kepada pihak yang memilikinya. Ketaaatan lahir bisa melalui
persuasi, sanksi-sanksi, permohonanan, paksaan dan kekuatan. otoritas juga berkaitan
dengan kekuasaan sebagai suatu pengaruh yang kuat yang bersifat mengendalikan
atas pengarahan perilaku seseorang. Otoritas juga bisa diterima oleh bawahan dengan
alasan untuk mencapai persetujuan dan diterima oleh pekerja lainnya. untuk
memberikan sumbangsih kepada suatu tujuan yang dianggap berfaedah, guna
menghindari diterapkannya tindakan disipliner, agar tindakan sesuai dengan standar-
standar moral yang berlaku selain untuk memperoleh balas jasa. Di dalam sebuah
organisasi ada 2 macam otoritas, yaitu:

1.Otoritas garis/lini (line authority)


Hubungan otoritas atasan-bawahan, dimana seorang atasan mengambil keputusan dan
memberitahukannya kepada seorang bawahan yang kemudian membuat keputsuan
dan memberitahukannya kepada seorang bawahan lagi dan seterusnya membentuk
sebuah garis dari puncak sampai tingkat terbawah sebuah struktur organisasi.

2. Otoritas staf
Perkataan staf secara harfiah berarti sebuah tongkat yang dipegang untuk menunjang
tubuh, maka oleh karenanya otoritas staf semula berarti otoritas yang dipergunakan
untuk menunjang otoritas garis. Staf diartikan bantuan dan ia tujukan untuk
membantu pihak yang memiliki otoritas dengan cara memberi saran pada
administrator.

Dalam prakteknya, kedua kombinasi prinsip otoritas ini harus berjalan secara
seimbang. Apabila hanya lini saja yang berhak memberi perintah, lini cenderung akan
terlalu banyak dibebani dengan kebutuhan untuk mengambil keputusan dan
cenderung menolak beberapa saran yang diberikan oleh para profesional dan staf serta
kurang menghargai permintaan dan saran staf. Sedangkan staf umumnya tidak
diperkenankan memiliki otoritas mengambil keputusan yang lebih besar daripada lini.
Weber menyatakan bahwa dalam suatu organisasi selalu ada satu pusat otoritas (one
center of authority) sebagai tempat untuk membuat keputusan terakhir dan mengatasi
konflik yang terjadi. Lini/jalur otoritas utama ini berkaitan langsung dengan kegiatan
gua mencapai tujuan utama, sedangkan hubungannya dengan kegiatan sekunder
(sarana) bersifat tidak langsung.

Menurut Weber, suatu organisasi pasti memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai salah
satu sumber budayanya. Berdasarkan konsep tersebut, Weber membagi otoritas
menjadi dua, yaitu:
 otoritas birokratis atau administratif
Dilandasi oleh pengetahuan teknis atau latihan serta adanya kekuasaan hirarki,
para bawahan akan menerima dan mentaati kaedah dan perintah sebagai
sesuatu yang sah karena dianggap rasional dan benar, selain itu atasannya
dianggap memiliki jalan pikiran yang lebih rasional. Menurut Weber, semakin
tinggi jabatan seseorang makan semakin banyak kecenderungannya untuk
memiliki bekal pengetahuan formal. Seorang manajer yang memiliki
wewenang administratif memegang kendali semua kegiatan yang ditujukan
untuk mencapai sasaran.
 otoritas profesional
Dimiliki oleh seseorang yang memiliki kemampuan profesional yang memiliki
tanggung jawab terakhir atas keputusan yang bersifat profesional. Seseorang
yang memiliki otoritas profesional umumnya tidak memiliki kekuasaan hirarki
yang besar sebagaimana yang dimiliki oleh pemegang otoritas administratif.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
 Salah satu definisi politik adalah “Politik adalah kegiatan yang menyangkut
cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang
bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan
di antara anggotanya” . Sedangkan kewenangan, Robert Bierstedt dalam
bukunya Analysis of Social Power menyatakan: “wewenang adalah kekuasaan
yang dilembagakan”
 Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian hak untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
 Politik tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan, dimana ada kekuasaan maka
disitu ada orang-orang yang melakukan perebutan kekuasaan melalui proses
politik.
Daftar Pustaka

Blau, PM. 1963. "Critical remarks on Weber's theory of authority". The American
Political Science Review , 57 (2): 305-316.

Riesebrodt, M. 1999. "Charisma in Max Weber's sociology of religion". Religion , 29:


1-14. "

Spencer, ME. 1970. "Weber on legitimate norms and authority". The British Journal
of Sociology , 21 (2): 123-134.

Weber, M. 1958. "The three types of legitimate rule". Berkeley Publications in


Society and Institutions , 4 (1): 1-11.

Melcher, Arlyn J; Strusture & Process of Organizationrs atau Struktur dan Proses
Organisasi; Terj. Drs. A. Hasymi Ali; Jakarta : Rineka Cipta.

Robbins, Stephen P; 1994; Organization Theory : Structure, Design, and Application


atau Teori Organisasi : Struktur, Desain, dan Aplikasi ; Terj. Jusuf Udaya;
Jakarta : Arcan.

William G. Scott, Rensis Likert, dkk. 1992. Struktur Organisasi dan Dinamika.
Semarang : Effrar & Dahara Prize.

Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, dkk; 2006; Introduction to Political
Science atau Pengantar Ilmu Politik ; Terj. Zulkifly Hamid; Jakarta : PT Raja
Grafindo.

http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/reinventing_indonesia.htm
(diakses pada Senin, 2 November 2009)
http://bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2008/255/255-03-power-and-
authority-over-systems-professionals-by-the-business-client.pdf (diakses pada
Senin, 2 November 2009)
http://www.scribd.com/doc/18272848/BIROKRASI-Landasan-teori (diakses pada
Selasa, 3 November 2009)

Anda mungkin juga menyukai