Skenario 2 Daruratmedik
Skenario 2 Daruratmedik
Oleh
Kelompok 18:
Rizqy Qurrota A. A.
Dea Fiesta J.
Elisabeth Dea R.
Istna Sofia Aulia
Nur Hidayah
(G0011184)
(G0011062)
(G0011082)
(G0011118)
(G0011156)
Ratu Siti Khadijah S.
Syarifah Aini K.
Yohanes C. W.
Ega Caesaria P.
Dien Adiparadana
Iriyanti Maya Sari
(G0011166)
(G0011202)
(G0011214)
(G0011080)
(G0011074)
(G0011116)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenggelam merupakan kasus gawat darurat, termasuk penyebab
kematian utama kecelakaan pada anak. Akibat terpenting peristiwa tenggelam
adalah hipoksia, sehingga oksigenasi, ventilasi, dan perfusi harus dipulihkan
secepat mungkin. Hal ini memerlukan tindakan resusitasi jantung paru dan
layanan kedaruratan medis. Oleh karena itu, penting bagi dokter umum untuk
mengetahui
bagaimana
menentukan
penanganan
untuk
kasus-kasus
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
Jump 1
Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario.
1. Tenggelam (Drowning) : Kematian akibat perendaman dalam cairan dan
termasuk jenis mati lemas (asfiksia) oleh karena jalan napas terhalang oleh
air/cairan, yang terhisap masuk ke jalan napas sampai ke alveoli paru-paru.
2. Saturasi Oksigen : presentasi oksigen yang berikatan dengan hemoglobin
dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 100 %. Gargling :
3. Sinus Takikardi Normoaksis : peningkatan denyut jantung yang teratur dan
berlangsung secara normal, pada pemeriksaan EKG didapatkan aksis
jantung dalam keadaan normal
4. Patient Safety : suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Jump 2
Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jump 3
Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai
permasalahan tersebut.
A. Tenggelam
Definisme
Kematian akibat perendaman dalam cairan dan termasuk jenis mati lemas
(asfiksia) oleh karena jalan napas terhalang oleh air/cairan, yang terhisap masuk
ke jalan napas sampai ke alveoli paru-paru.
Mekanisme lain:
1. Ketidakseimbangan elektrolit serum yang mempengaruhi fungsi jantung
(refleks kardiak)
2. Laringospasme sebagai akibat refleks vagal
Diagnosa post mortem tenggelam
1. Masalah yang sulit dalam bidang forensik, oleh karena temuan yang minimal,
mengandung arti ganda dan bahkan negatif.
2. Riwayat kejadian memegang peranan penting dalam membentuk kesimpulan
otopsi yang utuh dan logis guna kepentingan medikolegal.
3. Spekulatif, karena minimnya kausa kematian yang lain & pengetahuan akan
kejadian sebenarnya.
4. Bila tidak ditemukan apapun yang bermakna, disarankan menuliskan sesuai
dengan tenggelam pada kesimpulan visum et repertum atau mengakui bahwa
penyebab kematian tidak dapat ditentukan.
5. Hipoksia otak yang fatal tidak disebabkan oleh oklusi jalan nafas oleh air tetapi
karena spasme laring.
6. Terjadi sekitar 10-15% dari seluruh kasus tenggelam.
7. Jika sejumlah air masuk ke dalam laring atau trakhea spasme laring terjadi
dengan segera sebagai refleks vagal.
Proses Tenggelam
Reaksi awal: usaha bernafas, yang berlangsung hingga batas kemampuan
dicapai, dimana seseorang harus bernafas, batas kemampuan ditentukan oleh
kombinasi antara kadar CO2 yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah.
Menurut Pearn, batas kemampuan terjadi pada tingkat PCO2 dibawah 55 mmHg
saat terdapat hipoxia dan tingkat PAO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2 tinggi.
melewati batas kemampuan, seseorang menarik nafas secara involuntary, pada
saat ini air mencapai larinks & trakea, menyebabkan spasme laring yang
diakibatkan tenggelam (pada air tawar), terdapat penghirupan sejumlah besar air,
tertelan dan akan dijumpai dalam perut. selama bernafas di air, penderita mungkin
muntah dan terjadi aspirasi isi lambung. usaha pernafasan involuntar di bawah air
Patofisiologi
Patofisiologi Tenggelam
Mekanisme tenggelam :
1. Dengan aspirasi cairan (typical atau wet drowning)
2. Tanpa aspirasi cairan (atypical atau dry drowning)
3. Near drowning = kematian terjadi akibat hipoksia ensefalopati atau perubahan
sekunder pada paru
Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, dapat dikenali
gejala- gejala yang terjadi :
1. korban menahan napas
2. karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap, dapat
terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung
3. refleks laringospasme yang diikuti dengan pemasukan air
4. korban kehilangan kesadaran
5. kemudian terjadi apnoe
6. megap-mega kembali, bisa sampai beberapa menit
7. kejang-kejang
8. berakhir dengan henti napas dan jantung
Perubahan-perubahan pada paru :
1. Refleks vasokonstriksi akan menyebabkan hipertensi pulmonal
2. Bronkokonstriksi akan meningkatkan resistensi jalan napas
3. Denaturasi surfaktan yang disertai deplesi yang cepat dari jaringan paru akan
menyebabkan rasio ventilasi/perfusi menjadi abnormal
4. Pada tingkat seluler, terjadi kerusakan endotel vaskular dan sel epitel
bronkial/alveoli
5. Aspirasi air tawar akan menyebabkan hemodilusi
6. Aspirasi air laut akan menyebabkan hemokonsentrasi
7. Perubahan tegangan permukaan paru akan menyebabkan ketidakstabilan alveoli
dan paru menjadi kolaps.
Dry Drowning
korban akan panik dan berusaha menahan nafas kemudian terjadi laringospasme
yang menyebabkan berhentinya pertukaran gas dalam paru. Laringospasme akan
hilang saat tekanan arteri terus menurun, sehingga pada korban akan terjadi
aspirasi cairan secara aktif. Setelah laringospasme berakhir terjadilah aspirasi
cairan masuk dalam paru. Aspirasi sebanyak 1-3 ml/kg air dapat menyebabkan
surfaktan rusak, menurunnya kemampuan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch),
menurunnya kapasitas residu fungsional (FRC) dan edema paru menyebabkan
kegagalan dalam pertukaran gas yang signifikan. Kegagalan pertukaran gas yang
signifikan ini menyebabkan terjadinya penurunan O2 dalam darah sehingga
menyebabkan
hipoksia
jaringan.
Hipoksia
yang
terjadi
terus
menerus
(Schwartz,
2005).
Tubuh
akan
mengkompensasi
dengan
serta
kombinasi asidosis metabolik dan respiratorik. Kelainan yang lebih banyak terjadi
adalah hipoksemia. Keadaan yang segera terjadi setelah tenggelam dalam air
adalah hipoventilasi dan kekurangan oksigen. Pada percobaan binatang, tekanan
parsial O2 arterial (PaO2) menurun drastis menjadi 40 mmHg dalam satu menit
pertama, menjadi 10 mmHg setelah 3 menit, dan 4 mmHg setelah 5 menit (Kallas
H, 2007; Stevenson et al., 2003).
Disfungsi serebri dapat terjadi akibat kerusakan hipoksia awal, atau dapat juga
karena kerusakan progresif susunan saraf pusat yang merupakan akibat dari
hipoperfusi serebri pasca resusitasi. Hipoperfusi serebri paska resusitasi terjadi
akibat berbagai mekanisme, antara lain yaitu peningkatan tekanan intrakranial,
edema serebri sitotoksik, spasme anteriolar serebri yang disebabkan masuknya
kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah, dan radikal bebas yang dibawa
oksigen (Kallas H, 2007; Stevenson et al., 2003).
Patofisiologi Suhu Turun, Sianosis, Ekstremitas Keriput dan Dingin
Suhu tubuh selalu berusaha dipertahankan pada thermoneutral zone di
antara 36,5oC - 37,5oC. Pengaturan kestabilan suhu tubuh diregulasi melalui
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas.
termoregulasi
oleh
hipothalamus
berlangsung
dengan
B.
Klasifikasi Tenggelam
Klasifikasi tenggelam sangat bervariasi, namun pada tahun 2002 para ahli
pneumonia, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
d. Cold immersion syndrome/immersion syndrome, yaitu: saa seseorang
tenggelam dalam air dingin, reseptor suhu pada kulit teraktivasi secara
tiba-tiba dan dapat menginhibisi refleks vagal yang menyebabkan
terhentinya nafas dan jantung tiba-tiba.
C.
Interpretasi Pemeriksaan
dengan
rendah ditandai dengan sianosis . Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non
invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO2). Meski
oksemetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri,
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk
oksimetri
penyakit terjadi.
3). Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah
dekat . Tissue oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan
dalam berbagai kondisi.
4). Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat
kejenuhan
keefektivan dari kompresi dada. Hasil dari defibrilasi akan semakin baik
bila interupsi selama kompresi dada dapat diminimalisir (Travers et al.,
2010).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pre-hospital
Penatalaksaan korban tenggelam dapat dibagi menjadi 2 yaitu tindakan
darurat dan tindakan definitif.
a. Tindakan darurat
- Tindakan terpenting
dalam
setiap
peristiwa
tenggelam
adalah
Medical Services).
Selain itu, dalam Guidelines Adult Basic Life Support, AHA 2010 juga
menyebutkan bahwa manuver untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat jalan napas pada korban tenggelam tidak direkomendasikan
karena dapat menyebabkan korban menjadi muntah, trauma, aspirasi, dan
tapering off.
Bila perlu lakukan tranfusi darah untuk mengatasi hemolisis akibat
tenggelam di air tawar atau pemberian plasma pada hemokonsentrasi
akibat tenggelam di air laut (Purwadianto, A dan Sampurna, B., 2000).
Cedera spinal sangat jarang terjadi pada korban tenggelam. Namun jika
terdapat tanda-tanda trauma yang jelas, riwayat intoksikasi alkohol sebelum
tenggelam, atau riwayat menyelam di perairan dangkal, penolong harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya trauma spinal (AHA, 2010).
Korban tenggelam yang asimtomatis hendaknya tetap dimonitor karena
dapat terjadi peristiwa secondary drowning di mana manifetasi klinis akibat
tenggelam baru muncul. Hal ini dapat terjadi dalam 6-8 jam setelah peristiwa
tenggelam. Jik hasil pemeriksaan fisik pasien normal, nilai GCS (Glasgow Coma
Scale) 13, dan saturasi oksigen > 95% maka pasien boleh pulang setelah 6 atau
8 jam setelah peristiwa tenggelam (Stone, CK., Humphries, R., 2004).
Namun Shepherd, SM., dan Shoff, WH., 2010 menyebutkan bahwa setiap
pasien tenggelam harus dimonitor minimal selama 24 jam meskipun pasien sadar.
Hal ini dilakukan untuk memantau kemungkinan terjadinya manifestasi klinis
yang muncul terlambat.
Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Pada tahun 1960an dan 1970an dilakukan banyak sekali penelitian
mengenai
resusitasi
dan
penatalaksanaan
dari
kegagalan
pernafasan.
Pemeriksaan neurologis rutin juga harus dilakukan. GCS merupakan salah satu
pemeriksaan neurologis yang sering dilakukan dan sangat efektif untuk
penurunan
kesadaran,
dan
ketidakmampuan
dalam
mempertahankan airway
2. Meningkatnya gradient alveolar-arterial (A-a) : paO2 kurang dari 603.
perlu
dilakukan
monitoring
terjadinya
infeksi
ada
pasien
tersebut.
Jump 4
Menginventarisasi permasalahan-permasalahan dan membuat pernyataan
secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahanpermasalahan pada langkah 3.
Laki Laki
Berusia 17 tahun
Pasien tiba-tiba
apnoe
Keluhan Utama:
Tenggelam di
kolam renang
Pasien tenggelam
20 menit yang lalu,
pasien dalam
kondisi tidak sadar
Pemeriksaan fisik:
- Pasien tampak lemah, Kesadaran menurun, GCS :
7
- Tekanan darah 90/50, laju nadi 140x/menit,
Frekuensi nafas 28x/menit, nafas tampak lemah
- Saturasi oksigen 80%, suhu tubuh 34,7o C, bibir
dan mukosa tampak sianosis
- Terdapat Ronki kasar di kedua hemithoraks
- Abdomen distensi, ekstremitas pasien tampak
keriput dan teraba
dingin
Pemeriksaan
penunjang:
- EKG sinus takikardi normoaksis
Jump 5
Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Memperoleh informasi lebih lanjut mengenai patofisiologi pasien
tenggelam.
2. Memperoleh informasi lebih lanjut mengenai penatalaksanaan pasien
tenggelam
3. Memperoleh informasi lebih lanjut mengenai klasifikasi tenggelam
Jump 7
Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
Pasien datang dengan keluhan utama tenggelam pada 20 menit yang lalu.
Faktor penting yang banyak menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada pasien
tenggelam adalah terjadinya hipoksemia dan asidosis serta efek kerusakan
multiorgan yang ditimbulkan akibat dari kelainan tersebut. Kerusakan sistem saraf
pusat dapat terjadi akibat adanya hipoksemia pada pasien tenggelam. Pada saat
pasien tenggelam, reaksi awal yang dilakukan berupa usaha bernapas hingga batas
kemampuan dicapai, batas kemampuan yang dicapai tersebut adalah pada tingkat
PaCO2 dibawah 55 mmHg saat terjadi hipoksia dan PaO2 dibawah 100 mmHg
saat PCO2 tinggi. Apabila melebihi batas yang ditentukan maka akan
menyebabkan seseorang akan menarik nafas secara involunter sehingga
menyebabkan spasme laring. Akibatnya terdapat penghirupan air yang besar
sehingga dapat masuk melewati paru-paru, selain itu air juga dapat tertelan hingga
dapat menimbulkan gangguan pencernaan dan dapat terjadi distensi apabila terjadi
penelanan air secara terus-menerus. Reaksi awal lain yang terjadi akibat adanya
air yang masuk adalah terjadinya reflek vagal yang mengaktifkan saraf simpatis
yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest.
Apabila air telah mencapai paru-paru terdapat perbedaan mekanisme
patofisiologi yang diakibatkan tertelannya air tawar dan air laut. Apabila air tawar
masuk ke dalam paru-paru maka akan dapat menyebabkan terjadinya pembilasan
surfaktan pada alveolus yang dapat menyebabkan terganggunya proses pertukaran
oksigen dan karbondioksida dalam alveolus. Adanya cairan bebas ekstraseluler
pada alveolus akan menyebabkan absorbsi air ke dalam sistem sirkulasi dan dalam
waktu yang singkat dapat meningkatkan volume darah hingga 30% dalam menit
pertama. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gagal jantung karena jantung tidak
dapat berkompensasi dengan cepat terhadap volume darah yang sangat besar.
Hipertensi pada pembuluh pulmoner dapat menimbulkan terjadinya pelepasan
mediator inflamasi yang berakibat timbulnya edema paru. Sedangkan apabila air
laut yang masuk kedalam paru paru maka akan meningkatkan tekanan osmosis
yang berakibat pada keluarnya cairan kedalam alveolus sehingga dapat
menyebabkan pembilasan surfaktan.
Korban tenggelam tidak mendapatkan udara untuk bernafas dan tidak
dapat melakukan pertukaran udara pernafasan, sehingga kadar oksigen tidak
tercukupi dan kadar karbondioksida tidak dapat dikeluarkan. Korban menjadi
hiperkarbia, hipoksemia dan asidosis. Pergerakan pernafasan korban menjadi
sangat aktif, namun tidak terjadi pertukaran gas akibat sumbatan air pada laryng.
Sumbatan tersebut akan menimbulkan terjadinya gargling. Akibat menurunnya
PaO2 dalam dalam tubuh makan akan terjadi kompensasi dengan meningkatkan
pasien tersebut
dapat
dibagi
dua yaitu
Kulit Keriput,
Suhu menurun
Tidak Mampu
melakukan Pernafasan
Sumbatan Sistem
pernafasan
Gurgling
Edema Paru
Vasokontriksi
pembuluh
darah
Kontak dengan
suhu dingin
Pasien
Tenggelam
Usaha Nafas
Reflek Vagal
Laryngospasme
Pengaktifan Saraf
Simpatis
Cardiac Arrest
Dapat Menyebabkan
Distensi Abdomen
Aspirasi Lambung
Peningkatan volume
darah di pembuluh
Kerusakan Surfaktan
Kompensasi tubuh dengan
Kerusakan Sistem Saraf
Alveoli
takikardi
dan takipnea
Gangguan
Hipoksemia
Penurunan
Saturasi
Pertukaran
O2dan
Kesadaran
menurun
Asidosis
O2 dandarah
CO2paru
Tiba-tiba
Apnea
Hipertensi
Decomp
Pulmonal
Cordis
Pusat
Masuk sampai Pulmo
px Ronki kasar
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tenggelam merupakan salah satu contoh kasus kedaruratan yang harus
segera ditangani. Penyebab morbiditas dan mortalitas pasien tenggelam
adalah terjadinya hipoksemia dan asidosis serta kegagalan multiorgan
yang disebabkan oleh hal tersebut.
2. Penatalakasanaan pasien tenggelam
terdiri
dari
penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
American
Heart
Association.,
Resuscitation
and
2010.
Guidelines
Emergency
for
Cardiopulmonary
Cardiopulmonary
Care,
fresh
water,
distilled
water,
and
isotonic
saline.
Raghavan
VA.
2014.
Diabetic
Ketoacidosis.
dari:
http://emedicinemedscapecom/article/908677-overview - Diunduh 28
Juli 2011.
Warner DS, Bierens JJ, Beerman SB, Katz LM. Drowning : a cry for help.
Anethesiology. Jun 2009;110(6):1121-3