berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi
makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai
dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal
2 (dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai
dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 7
Penanggung jawab jasa boga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga
berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan
langkah-langkah penanggulangan.
d. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan
dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi Pengangkutan makanan.
6. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan untuk Makanan.
a. Pengertian
Pasal 1
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyajian atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pasal 10
Bahan tambahan yang diimport harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara asal.
b. Pelabelan
Pasal 13
Selain label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Permenkes RI tentang Label dan Periklanan Makanan, pada
label bahan tambahan makanan harus tercantum :
a. Tulisan : Bahan Tambahan Makanan atau Food Additive;
b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;
c. Nama golongan bahan tambahan makanan;
d. Nomor pendaftaran produsen;
e. Nomor produk untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.
c. Larangan
Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing
makanan yang bersangkutan.
d. Sanksi Hukum
Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif dan atau tindakan lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan,
pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan
antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit
sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang
makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau
dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong
hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa memandang sumber atau jangka
waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan Makanan Iradiasi dengan tujuan iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman
untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses p embuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan
minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene
sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene
sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita
penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal
2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran.
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang
melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan
pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan
2). A ir
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.
d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk disimpan dalam lemari pendingin
pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan
kesehatan bawaan makanan. Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan Daerah b erupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan social secara makro dan perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan penetapan pengawasan peredaran
makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULA N
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang masak, pemerintah termasuk
petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat dan bangunan, peralatan,
kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti muntah, diare, sakit perut atau bahkan
dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama
bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi kesehatan setempat, agar
pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es suhu 4oC selama minimal 1 x 24
jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat hukuman penjara atau denda,
diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan bersama.