Anda di halaman 1dari 9

22 November 2008

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN


I. PENDAHULUAN
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan melindungi dan mencegah terjadinya
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan makanan pada dasarnya adalah upaya hygiene sanitasi makanan, gizi dan
safety.
Hygiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Ukuran keamanan makanan akan berbeda satu orang dengan orang lain, atau satu negara dengan negara lain, sesuai dengan
budaya dan kondisi masing-masing. Untuk itu perlu ada peraturan yang menetapkan norma dan standar yang harus dipatuhi
bersama. Di tingkat internasional dikenal dengan standar codex, yang mengatur standar makanan dalam perdagangan internasional
yang disponsori oleh WHO dan FAO.
Di Indonesia dikenal dengan standar dan persyaratan kesehatan untuk makanan. Standar dan persyaratan kesehatan ini didasarkan
atas p eraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Berdasarkan TA P MPR No. III/2000, urutan Peraturan
Perundangan sebagai berikut : UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan
Daerah.
II. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Peserta memahami dan mengerti tentang isi peraturan perundang-undangan hygiene sanitasi makanan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Peserta mengetahui, memahami, mengerti dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hygiene
sanitasi makanan.
III. RUANG LINGKUP
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
4. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
5. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
6. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
IV. SUB POKOK BA HASAN
A. Tiga Pilar Tanggung Jawab
WHO merumuskan ada tiga pilar tanggung jawab dalam keamanaan makanan yaitu :
1. Pemerintah yang bertugas dalam :
a. Menyusun standar dan persyaratan, termasuk persyaratan hygiene sanitasi secara nasional.
b. Melakukan penilaian akan terpenuhinya standar dan persyaratan yang teljh
ditetapkan.
c. Memberi penghargaan bagi yang telah mentaati ketentuan dan menghukum bagi yang melanggar ketentuan.
d. Menyediakan informasi dan memberikan penyuluhan dan konsultan atau perbaikan.
e. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan baik medis, non medis maupun penunjang.
2. Pengusaha Makanan dan Penanggung Jawab Produksi, berkewajiban :
a. Menyusun standar dan prosedur kerja, cara produksi yang baik dan aman.
b. Mengawasi proses kerja yang menjamin keamanan produk makanan.
c. Menerapkan teknologi pengolahan yang tepat dan efisien.
d. Meningkatkan keterampilan karyawan dan keluarganya dalam cara pengolahan makanan yang hygienis.
e. Mendorong setiap karyawan untuk maju dan berkembang.
f. Membentuk A ssosiasi atau Organisasi Profesi Pengusaha Makanan.
3. Masyarakat dan Konsumen khususnya, berkewajiban dalam :
a. Mengolah dan menyediakan makanan di rumah tangga yang aman.
b. Memilih dan menggunakan sarana tempat pengolahan makanan yang telah memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan (laik
hygiene sanitasi).
c. Memilih dan menggunakan makanan yang bebas dari bahan berbahaya bagi kesehatan seperti pewarna tekstil, borax, formalin,
makanan yang sudah rusak atau kadaluwarsa.
d. Menyuluh anggota keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang aman.
e. Melaporkan bila mengetahui terjadi kasus keamanan makanan seperti makanan yang tidak laik, keracunan makanan atau
gangguan kesehatan lainnya akibat makanan.
f. Membentuk organisasi konsumen untuk membantu pemerintah dalam menilai makanan yang beredar.
B. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku

1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.


2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Ps. 21 mengatur tentang Pengamanan Makanan dan Minuman).
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Bab II pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 mengatur tentang Sanitasi Pangan dan pasal
10 s/d 12 tentang Bahan Tambahan Pangan).
4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
5. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
6. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan.
7. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang Wajib Daftar Makanan.
8. Permenkes Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan Periklanan Makanan.
9. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
10. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi.
11. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
12. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
13. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
15. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
16. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, SK Gubernur, SK. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
C. Pokok Pokok Penting Dalam Pengaturan
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
a. Ps. 1 butir 1
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
b. Ps. 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
c. Ps. 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
d. Ps. 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

e. Pasal 21 Pengamanan makanan dan minuman


1). Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak
memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
2). Setiap makanan dan minuman yang dikemas, wajib diberi tanda atau label yang berisi :
a) Bahan yang dipakai
b) Komposisi setiap bahan
c) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
d) Ketentuan lainnya
3). Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran dan disita untuk dimusnahkan
sesuai dengan ketentuan peratur an perundang-undangan yang berlaku.
4). Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
f. Pasal 22. Kesehatan Lingkungan
(4). Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan
standar dan persyaratan.
g. Sanksi Hukum
1). Pasal 80 ayat (4) - a
Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan kesehatan dipidana penjara 15 tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,2). Pasal 84 ayat (2)
Menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan atau tidak memiliki izin
dipidana penjara 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,3). Pasal 85
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 80 adalah Kejahatan.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 84 adalah pelanggaran.


h. Intisari dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
Makanan yang diperjual belikan harus memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan termasuk persyaratan kebersihan
dan sanitasi, yaitu tidak tercemar kotoran, jasad renik dan bahan yang berbahaya.
Makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan harus dilarang diedarkan, ditarik dari peredaran dan
dimusnahkan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini dikenakan sanksi penjara dan atau denda.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi komsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah up aya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan
pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau
peredaran pangan.
Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan
dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan
atau peredaran pangan wajib :
1). Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia.
2). Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala.
3). Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan
dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Bahan Tambahan Pangan
Pasal 10
(1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan
pangan yang dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam
kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. Sanksi hukum
Pasal 55 dan 56
Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :
1). Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,2). Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,Pasal 57
Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah
sepertiga apabila menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 :
Pangan termasuk makanan dan bahan makanan, baik yang siap dimakan maupun yang perlu pengolahan lebih lanjut.
Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau bahan
tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun denda.
3. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/VI/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan
a. Pasal 1 butir (1)
Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya akan

tetapi bukan obat.


b. Pasal 2
Makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu
atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
c. Pasal 4
Makanan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri sebelum diproduksi diimport dan atau diedarkan harus didaftarkan pada
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

4. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Makanan


a. Pasal 2
Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah baik produksi dalam negeri maupun berasal dari import, yang :
a) Diproduksi, disimpan dan diedarkan dengan nama dagang atau merk perusahaan.
b) Menggunakan wadah atau bungkus dan label.
c) Diproses oleh perusahaan.
b. Pasal 3
Pendaftaran dilakukan oleh :
a) Pengusaha yang memproduksi makanan.
b) Pengusaha yang melakukan pembungkusan kembali.
c) Importir makanan yang sah menurut hukum Indonesia.
c. Pasal 4
Yang dibebaskan dari pendaftaran adalah :
a). Makanan terolah yang diproduksi oleh perorangan secara tradisionil dalam lingkungan keluarga yang :
Tidak menggunakan merk atau label.
Peredarannya terbatas
b). Makanan terolah import yang :
Sebagai sumbangan kepada Pemerintah dari Badan Badan Internasional.
Sumbangan kepada Lembaga Sosial
Jumlahnya kecil untuk : - pendaftaran
- ilmu pengetahuan
- hadiah untuk konsumsi sendiri

5. Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga


a. Ketentuan umum
Pasal 1
Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha
atas d asar pesanan.
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mngendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
b. Penggolongan
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani, jasaboga dikelompokkan dalam
golongan A, golongan B, dan golongan C.
(2) Jasaboga golongan A , yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk:
a. Asrama penampungan jemaah haji;
b. Asrama transito atau asrama lainnya;
c. Perusahaan;
d. Pengeboran lepas pantai;
e. Angkutan umum dalam negeri, dan
f. Sarana Pelayanan Kesehatan.
(4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.
c. Laik Hygiene Sanitasi
Pasal 3
(1) Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota sesuai peratur an perundang-undangan yang

berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi
makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai
dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal
2 (dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai
dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 7
Penanggung jawab jasa boga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga
berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan
langkah-langkah penanggulangan.
d. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan
dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi Pengangkutan makanan.

e. Pembinaan dan Pengawasan


Pasal 10
(1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut sertakan A sosiasi Jasaboga, organisasi profesi dan
instansi terkait lainnya.
Pasal 11
(1) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan pengawasan jasaboga yang berlokasi didalam wilayah
pelabuhan.
Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan makanan Pemerintah mengambil langkah-langkah
penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pengambilan sample dan spesimen yang
diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di laboratorium.
f. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap jasaboga yang melakukan
pelanggaran atas Keputusan ini.
(2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, terguran tertulis, sampai dengan
pencabutan sertifikat hygiene sanitasi jasaboga.

6. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan untuk Makanan.
a. Pengertian
Pasal 1
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyajian atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pasal 10
Bahan tambahan yang diimport harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara asal.
b. Pelabelan
Pasal 13
Selain label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Permenkes RI tentang Label dan Periklanan Makanan, pada
label bahan tambahan makanan harus tercantum :
a. Tulisan : Bahan Tambahan Makanan atau Food Additive;
b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;
c. Nama golongan bahan tambahan makanan;
d. Nomor pendaftaran produsen;
e. Nomor produk untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.
c. Larangan
Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing
makanan yang bersangkutan.
d. Sanksi Hukum
Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif dan atau tindakan lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan,
pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan
antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit
sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang
makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau

dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong
hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa memandang sumber atau jangka
waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan Makanan Iradiasi dengan tujuan iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman
untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses p embuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan
minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene
sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene
sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita
penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal
2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran.
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang
melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan
pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan

2). A ir
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.
d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk disimpan dalam lemari pendingin
pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan
kesehatan bawaan makanan. Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan Daerah b erupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan social secara makro dan perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan penetapan pengawasan peredaran
makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULA N
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang masak, pemerintah termasuk
petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat dan bangunan, peralatan,
kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti muntah, diare, sakit perut atau bahkan
dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama
bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi kesehatan setempat, agar
pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es suhu 4oC selama minimal 1 x 24

jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat hukuman penjara atau denda,
diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan bersama.

Anda mungkin juga menyukai