Anda di halaman 1dari 9

Globalisasi

Penulis : RP Borrong
Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang
menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi
keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik
dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipatgandakan
akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negaranegara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat
menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di
bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai
Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya, Chandran), NeoKapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut
globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga.
Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang
di dunia sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok, makan McDonald, minum
Coca-Cola. Secara lebih esensial, globalisasi nampak dalam bentuk Kapitalisme
Global berimplementasi melalui program IMF, Bank Dunia, dan WTO; lembagalembaga dunia yang baru-baru ini mendapat kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich,
calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, karena lembaga-lembaga itu
mencerminkan ketidakadilan global.
Program-program dari lembaga-lembaga itu telah menjadi alat yang ampuh dari
kapitalisme Barat yang mengguncangkan, merontokkan dan meluluh-lantakkan bukan
hanya ekonomi, tetapi kehidupan negara-negara miskin dalam suatu bentuk
pertandingan tak seimbang antara pemodal raksasa dengan buruh gurem. Rakyat kecil
tak berdaya di negara-negara miskin, menjadi semakin terpuruk dan merana.
Jadi walaupun ada dampak positif globalisasi seperti misalnya hadirnya jaringan
komunikasi dan informasi yang mempermudah kehidupan umat manusia, ditinjau
dari sudut kepentingan masyarakat miskin, globalisasi lebih banyak dampak
negatifnya. Kita melihat aspek negatif itu dalam ketidak-adilan perdagangan antarbangsa, akumulasi kekayaan dan kekuasaan di tangan para kapitalis negara-negara

maju yang mengakibatkan kemelaratan yang tak terbayangkan di negara-negara


miskin, termasuk di Indonesia. Menurut Kucinich, Negara-negara miskin telah
diperas lewat pembayaran beban utang ke lembaga global . Dicontohkan, setiap tahun
2,5 miliar dolar AS dana mengalir dari sub-Sahara Afrika ke kreditor internasional,
sementara 40 juta warga mereka kurang gizi.
Respons
Saya tidak bermaksud membicarakan artiglobalisasi yang sangat luas ini. Saya hanya
ingin menekankan bahwa sebenarnya kita tidak bisa begitu saja latah berbicara
tentang globalisasi kalau kita tidak mengetahui secara persis apa yang kita
maksudkan dengan istilah itu. Kini istilah globalisasi telah mencakup pengertian yang
menggambarkan sutau proses atau gerakan multi-dimensi yang bersifat simultan,
terutama dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Walaupun demikian globalisasi
terutama nampak dalam gerakan ekonomi-moneter yang membuat dunia semakin
menyatu dan membawa dampak positif maupun negatif bagi kemanusiaan. Karena
itu, saya ingin menekankan pada saat ini bagaimana respons iman kristiani terhadap
dampak globalisasi baik yang positif maupun yang negatif.
Dari sudut positif, kita harus mampu memberdayakan diri kita sebagai masyarakat
untuk memanfaatkan peluang dari arus globalisasi, misalnya dalam hal kemampuan
bersaing dalam perdagangan bebas, tentu saja sesuai dengan nilai-nilai luhur, seperti
kejujuran dan akuntibilitas di atas dasar keadilan dan kebenaran. Dua kata ini dalam
konsep agama, misalnya dalam Alkitab selalu mempunyai makna yang sama:
keadilan dan kebenaran Allah adalah Allah sendiri. Dua nilai ini penting dalam
menyikapi dan menyiasati arus globalisasi, sebab gejala persaingan dunia bisnis di
arena globalisasi ini semakin dilanda oleh ketidakjujuran sebagai akibat persaingan
yang semakin ketat.
Globalisasi tidak hanya terkait dengan masalah ketidak-adilan ekonomi, tetapi ibarat
kanker, telah menjalar dan menyusupi semua aspek kehidupan umat manusia. Bukan
saja masalahnya adalah persoalan ketidak-adilan dalam bidang ekonomi moneter,
tetapi globalisasi telah menimbulkan begitu banyak masalah, dengan kemajuan yang
luarbiasa di bidang informasi dan interaksi manusia. Stackhouse menyebutkan adanya

tiga dewa globalisasi yaitu dewa Mammon (materialisme), Mars (perang/kekerasan)


dan Eros (pornografi). Tiga dewa ini seringkali berkolaborasi dalam kehidupan etika
dan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga etika dan kemanusiaan pada umunya tidak
bermakna lagi sebagai norma kehidupan.
Materialisme

misalnya,

telah

menciptakan

"malaekat"

pembangunan

yang

mendorong orang ingin terus berproduksi dan mengonsumsi supaya materi semakin
menguasai kehidupan kita. Dewa Mammon mungkin dapat dianggap sebagai dewa
tertinggi dari dewa-dewi ini karena dialah yang paling berjasa melahirkan dua dewa
lainnya, bahkan masih banyak lagi dewa-dewi globalisasi yang sedang lahir dan
bermunculan, misalnya dewa Hedonisme dan dewa Konsumerisme.
Mammonisme telah menjadi dewa yang paling menguasai umat manusia. Sekarang
ini materi seolah telah menjadi ukuran segala sesuatu. Apa saja harus dibeli dan bisa
di beli. Mereka yang tidak bisa dibeli dan membeli adalah ateis yang tak bertuhan.
Dalam masyarakat mammonistik, agama resmi tinggal menjadi formalistik dan
seremonistik. Nilai agama itu telah diganti menjadi nilai Mammon, nilai uang. Tanpa
uang Anda tidak bisa menikmati sesuatu dan tanpa nikmat hidup menjadi seolah
hampa. Itulah hedonisme, suatu bentuk kehidupan yang mengagungkan kesenangan
dan kenikmatan belaka. Membeli dan dibeli, menikmati dan dinikmati, itulah tujuan
hidup mammonisme yang telah menyingkirkan semua tujuan hidup lainnya.
Akibatnya, hubungan kemanusiaan tidak lain dari hubungan materi. Tanpa materi,
hubungan dengan sesama manusia seolah tidak bernilai. Hubungan kemanusiaan
seolah hanya ditandai dengan "transaksi".
Baru-baru ini, seorang teman di Belanda menulis kepada mitra kerjanya di Indonesia
dengan kata-kata yang sangat dalam menggambarkan situasi ini. "Janganlah
hubungan kemitraan kita dilihat seperti sebuah transaksi perbankan sehingga seluruh
relasi diukur hanya dengan sejumlah cash". Pernyataan itu sungguh menggugah rasa
kemanusiaan kita di arus kuat globalisasi dengan dewa Mammon-nya. Kiranya
seluruh relasi kemanusiaan kita perlu dievaluasi dan direnungkan kembali sesuai
dengan nilai-nilai luhur agama.
Keserakahan

Dewa Mars adalah dewa yang kedua, yang merajalela. Perang hanyalah salah satu
wujud dari simbol Mars yang sesungguhnya. Mars adalah dewa kekerasan dalam
mitologi Yunani. Keperkasaannya selalu menjadi momok baik bagi dewa lain maupun
bagi manusia, karena kebengisan yang tercermin dari wajahnya. Bukankah teror yang
sekarang ini menjadi kata terpopuler di dunia menjadi wujud paling nyata dari dewa
Mars globalisasi? Kekerasan di mana-mana, teror di mana-mana, bukan hanya dalam
bentuk bom yang meledak di mana-mana, tetapi dalam bentuk lain seperti
perampokan, pembunuhan, penculikan dan semua bentuk kekerasan yang seolah sah
dan wajar dalam kehidupan manusia masa kini.
Kekerasan bukan hanya terhadap sesame manusia tetapi juga terhadap lingkungan
hidup kita. Kalau kita misalnya merenungkan peristiwa banjir bandang dan longsor
yang menelan ratusan korban di Sumatera Utrara, maka nyatalah bahwa itu terjadi
sebagai akibat kekerasan manusia terhadap alam. Perambahan hutan sebagai salah
satu bentuk kekerasan manusia terhadap lingkungan telah membawa akibat yang
sangat fatal.
Dewi Eros sesungguhnyalah pembawa cinta dan damai dalam hidup manusia. Tetapi
kini, erotisme seluruh dunia merupakan anak kandung dari mammonisme yang
menghalalkan segala cara mendapatkan uang. Cyber-porno merupakan salah satu
bisnis mengeksploitasi umat manusia demi uang. Kalau ia hanya menjadi bisnis,
mungkin tidak terlalu menjadi persoalan. Tetapi pornografi telah merusak moral
banyak manusia di dunia dengan penggambaran-penggambaran yang tidak sehat dan
tidak mendidik. Apa yang ditonjolkannya hanyalah hedonisme dan kekerasan. Inilah
dampak globalisasi yang menyusup melalui komunikasi dan informasi di dunia maya
yang melahirkan dewa baru bernama Eros. Pemujuaan terhadap seks di dunia maya
ini membawa nilai baru dalam hubungan rumah tangga, hubungan laki-laki dan
perempuan dan hubungan antar- manusia seolah tanpa penghormatan terhadap
gender.
Pada suatu siang, dua remaja yang sedang cekikikan di depan monitor komputer
memanggil semua saudara mereka sejumlah 6 orang, laki-laki dan perempuan remaja
dan anak-anak berusia 8 tahun. Apa yang mereka tertawakan dengan nikmat? Gambar

hati tertembus (maaf) penis, yang baru saja diterima dari seorang rekannya. Tidak ada
dunia yang tidak dilanda pornografi, mulai dari internet sampai kepada tampilan
handphone yang mini bisa menjadi ajang menikmati pornografi. Dewi Eros (erotica)
tak pelak lagi menjadi dewi yang397aling berkuasa di era globalisasi saat ini.
Rupanya memang telah terjadi pergeseran paradigma dalam soal agama. Agama lama
yang masih formal diakui umat manusia dan Allah atau Tuhan yang benar, sedang
dimarginalisasi oleh dewa-dewi baru, yang ternyata lebih menarik dan lebih
meyakinkan banyak manusia di dunia. Materi, kenikmatan, kekerasan dan erotisme
sedang menguasai sanubari kita dan ternyata semua itu tidak membuat kita menjadi
manusia bebas melainkan menjadi manusia yang semakin terpenjara dan terbelenggu.
Karena itu, globalisasi dalam bentuk dewa-dewi baru itu tidak lebih dari dewa-dewi
palsu (pseudo-lords) yang menyesatkan; yang karenanya seharusnya diwaspadai dan
disiasati.supaya tidak memerangkap kehidupan kita. Kita harus kembali memberi
tempat pada Tuhan yang asli dalam kehidupan kita, dalam relasi-relasi kita, baik
relasi dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan hidup kita. Dengan
memberi tempat pada Tuhan yang asli dalam sanubari kita, maka relasi-relasi
kemanusiaan kita yang asli dan hakiki akan pulih dan akan memberikan kebebasan
dan kemerdekaan yang sejati kepada kita.
Dengan mengembalikan Tuhan bertahta dalam hidup kita, maka dewa-dewi
globalisasi yang destruktif akan menyingkir dari kehidupan kita. Kita harus
mensyukuri keberadaan kita sebagai orang beragama dan ber-Tuhan, karena selalu
tersedia kesempatan untuk mengelakkan diri dari pengaruh buruk globalisasi dengan
pendampingan dari agama asli yang kita yakini.
Kita sedang merayakan nikmat ibadah Puasa yang sedang dijalani oleh umat Islam di
seluruh dunia. Kita menghargai nikmat Allah ini sebagai salah satu wadah yang
diberikan Tuhan untuk mengevaluasi pengaruh materi, emosi dan seks dalam hidup
kita, sehingga mampu mengendalikan diri dan tidak dikuasai. Itulah hakikat
keberagamaan yang dapat menjadi salah satu wadah mengalahkan godaan globalisasi.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah.

Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu
titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di
seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan
Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai
proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa,
yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin
dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan
komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini,
perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai
bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu
globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara
termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti
kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan
mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan
djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif
dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara
menjadi meningkat.
Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan
meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional
bangsa.

Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos
kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan
mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi
akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.)
membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku
sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan
kehidupan bangsa.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap
nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme
terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka
cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi
aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka

akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila
tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga
mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan
bangsa.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda


Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan
muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul
dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan
yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara
berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan
gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi
orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau
melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan
kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan
dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi
santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita
memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian.
Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak
semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada
lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun
dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka.
Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan
yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta
terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal
generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa
tidak memiliki rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak
daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk
mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilainilai nasionalisme antara lain yaitu :
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai
produk dalam negeri.
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial
budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis
pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Anda mungkin juga menyukai