Anda di halaman 1dari 3

Seorang pedagang hewan qurban berkisah tentang pengalamannya: Seorang ibu datang

memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu
membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepadanya, Silahkan bu,
lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya,kalau yang itu
berapa Pak?.
Yang itu 700 ribu bu, jawab saya. Harga pasnya berapa?, Tanya kembali si Ibuu.
600 deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah . Tapi, uang saya hanya 500
ribu, boleh pak?, pintanya. Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya
saya berembug dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga
itu kepada ibu tersebut.
Sayapun mengantar hewan qurban tersebut sampai kerumahnya, begitu tiba dirumahnya,
Astaghfirullah, Allahu Akbar, terasa menggigil seluruh badan karena melihat
keadaan rumah ibu itu.
Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya dirumah gubug
berlantai tanah tersebut. Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi
perabot mewah atau barang-barang elektronik,. Yang terlihat hanya dipan kayu
beralaskan tikar dan bantal lusuh.
Diatas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus. Mak..bangun mak, nih lihat saya bawa
apa?, kata ibu itu pada nenek yg sedang rebahan sampai akhirnya terbangun. Mak,
saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita antar ke Masjid ya mak.,
kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat terkaget meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek
itu berucap, Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban.
Nih Pak, uangnya, maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang
cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan
diniatkan buat qurban atas nama ibu saya., kata ibu itu
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa , Ya
Allah, Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti
lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan Imannya begitu luar biasa.
Pak, ini ongkos kendaraannya, panggil ibu itu,sudah bu, biar ongkos kendaraanya
saya yang bayar, kata saya.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup
mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang
dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.

Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi apalagi kekuasaan, kita
bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak
diantara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada kengganan
untuk berkurban, padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, tas, ataupun aksesoris
yg menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor hewan
qurban. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.

Dikisahkan ada seorang seorang ayah yang sangat frustasi dengan anaknya yang tidak pemberani,
padahal sudah berusia enam belas tahun. Ayah itu lalu pergi untuk mengunjungi seorang guru zen
dan meminta guru tersebut untuk membantu anaknya agar menjadi seorang pria sejati.
Guru itu berkata: "Saya dapat membantu Anda, namun Anda harus meninggalkan anak Anda di
tempat pelatihan saya selama tiga bulan. Dan selama masa pelatihan, Anda tidak diizinkan untuk
datang menemuinya. Saya akan jamin Anda akan puas dengan perkembangan anak Anda setelah
tiga bulan."
Seperti yang dijanjikan, sang ayah tidak pernah menjumpai anaknya sampai tiga bulan kemudian.
Sang guru lalu membuat sebuah pertandingan karate untuk menunjukkan kepada sang ayah hasil
pelatihan selama ini.
Ketika kompetisi baru akan dimulai, sang ayah menyadari bahwa lawan anaknya adalah seorang
pelatih karate. Si pelatih terliat serius dan tidak setengah-setengah dalam pertandingan ini, dia siap
untuk menang melawan si anak.
Pertandingan pun dimulai, pelatih langsung menyerang dan dengan segera si anak terjatuh di lantai
setelah ia diserang tanpa perlawanan. Namun, anak itu tidak menyerah dan bangkit setelah ia jatuh.
Dan kejadian yang sama terus berulang sampai dua puluh kali. Ayahnya malu dan merasa sakit, tapi
tidak berani untuk mengatakan apa-apa.
Anak itu akhirnya kalah dengan telak pada akhir pertandingan. Guru zen lalu bertanya kepada sang
ayah: "Tidakkah Anda lihat bahwa anak Anda telah menunjukkan keberanian?". Sang ayah
menjawab: "Saya merasa malu pada anak saya! Setelah berlatih selama tiga bulan, Dia hanya bisa
begini saja, latihan apa yang dilakukannya hingga hasilnya seperti ini?! Dia begitu lemah dan
langsung jatuh ke lantai ketika diserang. Saya tidak berpikir dia tidak pemberani sama sekali." Sang
ayah sangat kecewa.
Guru lalu berkata: "Saya minta maaf, Saya melihat bahwa Anda hanya berpikir dangkal tentang
kegagalan dan keberhasilan. Apakah Anda tidak melihat bahwa anak Anda memiliki keberanian dan

dengan berani untuk berdiri setelah ia terjatuh? Kesuksesan adalah keberanian untuk bangkit berdiri
setelah kita terjatuh, hal ini yang harus dimiliki oleh seorang pria sejati."
Sang ayah tiba-tiba mendapat pencerahan dan mengucapkan terima kasih sedalam-dalam kepada
sang guru kemudian ia membawa anaknya kembali untuk pulang.
Inti dari cerita inspirasi ini adalah kita seharusnya tidak boleh hanya fokus pada hasil instan ketika
melakukan sesuatu. Pengalaman yang telah kita peroleh dan upaya yang telah kita berikan adalah
hal yang paling berharga. Jika kehidupan seseorang selalu mulus, ia tidak akan pernah merasakan
manisnya sebuah kesuksesan setelah harus berkerja keras tanpa menyerah. Hal yang terpenting
adalah untuk mengingat pengalaman dan pelajaran dari kegagalan kita dan dengan berani bergerak
untuk maju ke jalan kesuksesan dengan perencanaan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai