TINJAUAN TEORI
2.1
2.1.1
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan atau schisos : pecah
belah atau bercabang, phren : jiwa. (Eugen Bleuler, 2012).
Schizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang
luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik dan sosial budaya. Umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental
dan karakteristik dari fikiran dan persepsi serta oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul (Stuart, 2014).
Schizofrenia tak tergolongkan adalah schizofrenia yang dikarakteristikkan
dengan prilaku yang disorganisasi dan gejala-gejala psikosis misalnya (waham,
halusinasi, inkonherensi atau prilaku kacau yang sangat jelas) yang mungkin
memenuhi lebih dari satu tipe kelompok kriteria schizofrenia (Mary C Towsend,
2010).
2.1.2
Etiologi
1. Keturunan
Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan
timbulnya schizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluargakeluarga penderita schizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,91,8 %, saudara kandung 715
%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita schizofrenia 716 %.
Bila kedua orang tua menderita schizofrenia 4068% bagi kembar dua telur 215
% bagi kembar satu telur 6186 %.
2. Endokrin
Dahulu dikira bahwa schizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan
endokrin dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya schizofrenia pada
waktu pubertas, kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi hal ini
tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Penelitian memakai obat halusinogenik seperti meskalin dan asam
diethilamide (l25) obat-obat ini menimbulkan gejala-gejala schizofrenia tetapi
reversibel. Mungkin schizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of
metabolism tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
4. Susunan saraf pusat
Ada yang mencari penyebab schizofrenia ke arah kelainan susunan syaraf
pusat yaitu pada dienchepalon atau korteks otak.
5. Teori psikogenik
Schizofrenia dianggap sebagai gangguan fungsional dengan penyebab utama
adalah
konflik,
stres
psikologik
dan
hubungan
antar
manusia
yang
mengecewakan.
6. Teori Adolf Meyer
Schizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah karena dari dulu
hingga sekarang para sarjana tidak menemukan kelainan patologis anatomis atau
fisiologis yang khas pada susunan syaraf melainkan suatu proses maladaptasi
maka timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang itu
menjauhkan diri dari kenyataan.
7. Teori lain
Mengatakan schizofrenia disebabkan oleh keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi tekanan jiwa, penyakit badaniah, aterosklerosa otak dan penyakit
yang lalu yang belum diketahui.
Sebagai ringkasan hingga sekarang belum diketahui sebab schizofrenia. Dapat
dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang
mempercepat yang menjadikan manifest atau faktor pencetus seperti penyakit
badaniah atau stress psikologik biasanya tidak menyebabkan schizofrenia
walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit schizofrenia yang sudah ada tidak
dapat disangkal.
3.
4.
5.
berkurang.
6. Schizofrenia Simpleks
a. Gejala negatif yang khas dari schizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi waham atau manifestasi lain dari episode psikotik.
b. Disertai perubahan prilaku pribadi yang bermakna.
7. Schizofrenia lainnya
8. Schizofrenia YTT
2.1.4 Gejala-gejala
1. Gejala primer:
a. Gangguan proses pikiran
b. Gangguan afek dan emosi
c. Gangguan kemauan
d. Gangguan psikomotor
2. Gejala sekunder:
a. Waham
b. Halusinasi
Dengan gambaran klinis penyerta sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
konvulsi
dapat
memperpendek
serangan
schizofrenia
dan
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena
orang
lain
menyatakan
sikap
yang
negatif
dan
mengancam
(Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. (Rawlins, 1993,
dikutip Budi Anna Keliat).
2.2.2
Rentang Respon
Respon Adaptif
Menyendiri
Otonomi
Bekerjasama
Saling tergantung
Respon Maladaptif
Menarik Diri
Tergantung Pada Orang Lain
Manipulasi
Curiga
Respon Adaptif : respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku (Fitria, 2009).
1. Menyendiri : merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi : merupakan kemampuan individu
untuk
menentukan
dan
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak , iya,
a
b
tidak tahu
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang
d
e
f
lain / perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
2.2.6.2 Menghindar dari orang lain (menyendiri), klien memisahkan diri dari
orang lain.
2.2.6.3 Komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien lain
atau perawat.
2.2.6.4 Tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang.
2.2.6.5 Klien lebih sering menunduk dan berdiam diri dikamar.
2.2.6.6 Menolak berhubungan dengan orang lain dan tidak melakukan kegiatan
sehari-hari.
2.2.6.7 Meniru posisi janin pada saat tidur.
2.2.6.8 Menjawab dengan singkat dengan kata-kata ya,tidakdantidak tahu.
2.2.7 Pohon Masalah
Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik
Resiko perilaku
kekerasan
Gangguan
pemeliharaan
kesehatan
Gangguan sensori/persepsi :
halusinasi
Ketidakefektifan
koping keluarga :
ketidakmampuan
keluarga merawat
klien dirumah
CP : Isolasi Sosial
Gangguan
konsep diri
Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain,
tidak melakukan kegiatan sehari hari, dependen.
Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan
dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
Asfek Psikososial
Konsep diri
citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan
bagia
tubuh
yang
hilang
mengungkapkan
keputus
asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2
Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua , putus sekolah, PHK.
Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
7
c
d
Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
Asfek Medik
Terapi
yang
diterima
klien
bisa
berupa
therapy
farmakologi
ECT,
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian
adalah sebagai berikut :
Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain.
Intoleransi aktifitas.
Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu : koping defensif.
Tindakan keperawatan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada setiap
pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu bicara).
Berikan perhatian dan penghargaan : temani klien waktu tidak menjawab, katakan
saya akan duduk disamping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap
mendengarkan. Jika klien menatap wajah perawat katakan ada yang ingin anda
katakan?.
Dengarkan klien dengan empati : berikan kesempatan bicara (jangan di buruburu), tunjukkan perawat mengikuti pembicaraan klien.
Bicara dengan klien penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin perawat yang
sama).
10 Tingkatkan interaksi klien secara bertahap (satu klien, dua klien, satu perawat, dua
perawat, dan seterusnya).
2.2.8.4 Evaluasi
A. Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
orang lain.
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap : K P, K P
K, K P Kel, K P Kelompok.
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Siapa saja yang tinggal serumah dengan S ? Siapa yang paling dekat
dengan S ? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S ? Apa yang membuat S
jarang bercakap-cakap dengannya ?
(Jika pasien sudah lama dirawat)
Apa yang S rasakan selama S dirawat disini ? S merasa sendirian ? Siapa
saja yang S kenal diruang ini ?
Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal ?
Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain ?
Menurut S, apa saja manfaatnya kalau kita memiliki teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (Sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa). Nah, apa kerugiannya kalau S tidak memiliki teman ? Ya, apa lagi ?
(Sampai pasien dapat menyebutkan beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak
punya teman ya ? Jadi, apakah S mau belajar bergaul dengan orang lain ?
Bagus ! Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain ?
Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita, nama panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya :
nama saya SN. Senang dipanggil S. Asal saya dari kota X, hobi memasak.
Ayo S dicoba ! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan
dengan saya! Ya, bagus sekali ! Coba sekali lagi. Bagus sekali !
Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan
percakapan tentang cuaca, tentang hoby, tentang keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.!
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan ?
S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali.
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
mempraktikkan ke orang lain ? bagaimana kalau S mencoba berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan ?
Baiklah, sampai jumpa !
SP 2 PASIEN : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama (perawat)).
Fase Orientasi
Selamat pagi S ! Bagaimana perasaan S hari ini ?