Anda di halaman 1dari 24

Diagnosa medik:

Peritonitis
II.

Definisi:
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Peritoneum
adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera (Smeltzer & Bare, 2002).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa
berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson,
2006).

III. Etiologi:
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1.

Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.


Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus
buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terusmenerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila
diobati.

2.

Penyakit radang panggul pada wanita

3.

Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)

4.

Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami
infeksi

5.

Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.


Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.

6.

Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya


biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.

7.

Iritasi tanpa infeksi.


Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter
bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

8.

Trauma abdomen baik yang tumpul maupun tajam hingga menyebabkan perforasi, perdarahan
organ abdomen (Medicastore,

IV. Patofisiologi
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong
peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur
yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan
atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah
depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung
berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum :1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis;

2. Membentuk

pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling
bergesekan; 3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen;

4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu

melindungi terhadap infeksi


Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen ke
dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi
tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga
abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi
kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam
rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, selsel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi
segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong pus (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi

satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan dapat terbentuk
antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus
dan mengakibatkan obstruksi usus. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa dan semakin lama menjadi sumbatan atau
mengakibatkan obstuksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana
yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan
karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.
Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian
sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah. Tertahannya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus menjadi
asites, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat pernapasan penuh dan menjadi
sulit akibatnya menimbulkan penurunan perfusi.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang
masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman

dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque penyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi di tempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan
malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium
dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan
duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini
tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan
di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau
enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada
awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya
nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang
merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen (trauma tembus dan trauma tumpul) dapat mengakibatkan peritonitis
sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial

yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia prosesnya paling cepat dan feses
paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi
perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila
dibagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme
membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen
karena perangsangan peritonium.
Bila bakteri yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. (WOC terlampir).

V.

Pemeriksaan Fisik

Pada klien yang mengalami peritonitis, dari hasil pemeriksaan fisik dengan fokus pada sistem
gastrointestinal tersebut diperoleh tanda-tanda klinis yang tampak pada klien sebagai manifestasi
adanya gangguan sistem gastrointestinal adalah sebagai berikut :
1.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.

2.

Demam

3.

Distensi abdomen

4.

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan
iritasi peritonitis.

5.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi
peritonitisnya.

6.

Nausea

7.

Vomiting

8.

Penurunan peristaltik

VI.

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang

1.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien dengan peritonitis adalah :

a.

Darah. Diperoleh perubahan dari nilai normal, seperti :

1)

Leukositosis

2)

Hemoglobin mungkin rendah bila terjadi perdarahan

3)

Hematokrit meningkat

4)

Asidosis metabolik

b.

Cairan peritoneal, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya
terhadap berbagai antibiotika.

2.

Pemeriksaan Penunjang

a.

X-Ray
Foto polos abdomen dengan 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

1)

Udara (pada kasus perforasi)

2)

Kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi

b.

CT Abdomen. Menunjukkan adanya pembentukan abses

VII. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


Berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut :
A.

Pre Operasi

1.

Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum

2.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan tidak mampu dalam
mencerna makanan

3.

Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan dilakukan

B.

Post Operatif

1.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit akibat
insisi (pembedahan)

2.

Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi

VIII. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian dan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, maka rencana intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
A. Pre Operatif
1.

Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam

Rencana Intervensi :
Rencana tindakan

Rasional

1. Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan Merupakan pengalaman subyektif dan
karakteristik nyeri
harus dijelaskan oleh pasien atau
identifikasi karakteristik nyeri dan
faktor yang berhubungan dengan
kondisi penyakitnya serta merupakan
suatu hal yang amat penting untuk
memilih intensitas yang cocok untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan.
2. Monitor TTV: TD, N, RR, S

3. Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi


napas dalam
4. Ciptakan lingkungan yang tenang

Untuk mengetahui adanya komplikasi


lebih lanjut sehingga dapat ditentukan
tindakan selanjutnya
Merupakan ketegangan otot yang dapat
merangsang timbulnya nyeri
Menurunkan stimulus yang berlebihan
yang dapat menurunkan nyeri.
Membantu menghilangkan nyeri,
meningkat kenyamanan.

5. Kolaborasi, pemberian analgesik;


morfin, metadon.
2.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi tubuh adekuat.
KH:
- BB dalam batas ideal
- Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi secara adekuat, mempertahankan
jalan nafas pasien.

Rencana Intervensi :
Rencana tindakan

Rasional

1. Ukur masukan diit harian dengan jumlah Memberikan informasi tentang


kalori.
kebutuhan pemasukan/defisiensi
2. Timbang berat badan sesuai indikasi dan Mungkin sulit untuk menggunakan
bandingakan dengan perubahan status
berat badan sebagai indikator langsung
cairan dan riwayat badan
status nutrisi karena ada gambaran
edema/asites. Lipatan kulit trisep
berguna dalam mengkaji perubahan
massa otot dan simpanan lemak
subkutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk makan Diit yang tepat penting untuk
dan jelaskan manfaat diit.
penyembuhan
4. Berikan makanan sedikit tapi sering

Buruknya toleransi terhadap makan


banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intraabdomen/asites

5. Berikan tambahan garam bila diizinkan;


hindari yang mengandung ammonium. Tambahan garam meningkatkan rasa
makanan dan membantu meningkatkan
selera makan
6. Berikan perawatan mulut sering dan

sebelum makan.

7. Tingkatkan periode tidur tanpa


gangguan khususnya sebelum makan
8. Anjurkan menghentikan merokok.

Pasien cenderung mengalami luka


dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
enak pada mulut dimana menambah
anoreksia
Penyimpanan energi menurunkan
kebutuhan metabolik pada hati dan
meningkatkan regenerasi seluler
Untuk menurunkan rangsangan gaster
berlebihan dan risiko iritasi

9. Konsul dengan ahli gizi untuk


memberikan diit tinggi kalori dan
Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada
karbohidrat sederhana, rendah lemak,
kebanyakan pasien yang pemasukannya
dan tinggi protein sedang, batasi cairan
dibatasi, karbohidrat memberikan
bila perlu
energi yang siap pakai
10.
Berikan makanan dengan selang,
Mungkin diperlukan untuk diet
hiperalimentasi sesuai indikasi
tambahan untuk memberikan nutrien
bila pasien terlalu mual atau anoreksia
untuk makan atau varises esofagus
mempengaruhi masukan oral.
Pasien kekurangan vitamin karena diet
11.
Berikan obat sesuai indikasi
yang buruk sebelumnya.
(tambahan vitamin, zat besi, asam folat,
enzim pencernaan, antiemetik)

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan dilakukan
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
1. Kaji tingkat ansietas klien

Rasional
Faktor ini mempengaruhi persepsi
pasien terhadap ancaman diri

2. Berikan informasi yang akurat dan jujur Menurunkan ansietas sehubungan


dengan ketidaktahuan
3. Identifikasi sumber/orang yang
menolong
Memberikan kenyakinan bahwa pasien
4. Jadwalkan istirahat adekuat

tidak sendiri dalam menghadapi


masalah
Membatasi kelemahan dan dapat

meningkatkan kemampuan koping

B.Post Operatif
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit akibat
insisi
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan

Rasional

1. Kaji nyeri klien (intensitas, durasi,


lokasi)

Nyeri merupakan cerminan sensasi


setelah dekompresi saraf

2. Beri klien posisi yang nyaman

Posisi disesuaikan dengan keluhan


fisiologis

3. Teliti keluhan klien mengenai


munculnya kembali nyeri

Sebagai tanda adanya komplikasi

4. Dorong klienmenggunakan teknik


relaksasi, seperti latihan nafas dalam,
distraksi

Memusatkan perhatian, dapat


meningkatkan koping

5. Pertahankan puasa/penghisapan pada


awal

Menurunkan ketidaknyamanan pada


peristaltik usus dini dan iritasi gaster

pemberian obat analgetik ditujukan


6. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik (ketorolac) 2 x dapat mengurangi atau menghilangkan
nyeri.
1 amp

2.

Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi


Rencana Intervensi :
Rencana tindakan

Rasional

1. Observasi frekuensi /kedalaman


pernafasan

Nafas dangkal mengakibatkan


hipoventilasi/atelektasis

2. Auskultasi bunyi nafas

Area yang menurunkan /tak ada bunyi


nafas diduga atelektasis

3. Bantu pasien untuk nafas dalma secara Meningkatkan ventilasi semua segmen

periodik
4. Tinggikan kepala tempat tidur

IX.

paru dan mobilisasi serta pengeluaran


sekret
Memudahkan ekspansi paru

Daftar Pustaka

Anonim. (2009). Peritonitis (radang selaput rongga perut), diperoleh dari


http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=497 tanggal 8 MEI 2010
Doenges. (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi. Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Swearingen. (2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

X.
1.

Infeksi bakteri

a.

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b.

Appendisitis yang meradang dan perforasi

c.

Tukak peptik (lambung / dudenum)

d.

Tukak thypoid

e.

Tukak disentri amuba / colitis

f.

Tukak pada tumor

g.

Salpingitis

h.

Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b hemolitik, stapilokokus
aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

2.
a.

Secara langsung dari luar.


Operasi yang tidak steril

b.

Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang disertai


pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

c.

Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati

d.

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis
granulomatosa.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan
bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus
atau pneumokokus.

ASKEP PERITONITIS

A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut sebelah dalam.
Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau dari
luka tembus abdomen.
Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, di antaranya nyeri tekan dan nyeri
lepas pada palpasi, defans muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis
dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik
dengan syok sepsis. Peritoneum bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon inflamasi
bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.
B. ETIOLOGI
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau penyebab tersier
(infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada
abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya
terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi
kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika
telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami
komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah
antarmolekul komponen asites.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Patogen yang paling
sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli, 7% Klebsiella
pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara

bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan
golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan
mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur beberapa
mikroorganisme.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus
peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan
strangulasi kolon asendens.
Area sumber Penyebab
Esofagus Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Lambung Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma, tumor stroma gastrointestinal)
Trauma
Iatrogenik
Duodenum Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik
Traktus bilier Kolesistitis
Perforasi batu dari kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreas Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu empedu)
Trauma
Iatrogenik
Kolon asendens Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Kolon desendens dan apendiks Iskemia kolon
Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
Salping uterus dan ovarium Pelvic inflammatory disease
Keganasan

Trauma
Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis
sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu panjang, dapat pula terjadi infeksi
gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat melepaskan ratusan bakteri
dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung polimikroba, mengandung gabungan bakteri
aerob dan anaerob yang didominasi organisme gram negatif.
Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP akan mengalami
peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup sensitif dan spesifik untuk
membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang lengkap, penilaian cairan peritoneal, dan
pemeriksaan diagnostik tambahan diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan tata laksana yang
tepat untuk pasien seperti ini.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah:
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis
adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum
sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan
terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu, ureter,
kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi; Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada
sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi
SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan organ. Pasien
dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmon, dengan atau tanpa fistula.
Peritonitis tersier timbul lebih sering ada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada
pasien yang imunokompromais. Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa
komplikasi, insiden terjadi peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen
berat tergolong tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95% pasien peritonitis didahului
dengan asite, dan lebih dari stengah pasien mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites.
Kebanyakan pasien memiliki riwayat sirosis, dan biasanya tidak diduga akan mengalami
peritonitis tersier. Selain peritonitis tersier, peritonitis TB juga merupakan bentuk yang sering
terjadi, sebagai salah satu komplikasi penyakit TB.
Selain tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk peritonitis lain, yakni peritonitis steril atau
kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu,
barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (mis.

Penyakit Crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen. Tanda dan gejala klinis serta
metode diagnostik dan pendekatan ke pasien peritonitis steril tidak berbeda dengan peritonitis
infektif lainnya.
C. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahanbahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas
inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring
pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan
tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks
fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang
melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi
abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak
mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam
jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri
transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi
juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan
pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides
fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis
menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor
APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%,
akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi
respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
multiple organ failure (MOF).
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah,
demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya.
Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk
pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak
diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar.
Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi
berat dan darah kehilangan elektrolit.
Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan
bekuan darah yang menyebar.

E. DIAGNOSA MEDIK
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral)
kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis
akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat,
atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi, atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara
tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena
iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat apendisitis yang biasanya di
bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat abses yang terlokalisasi dengan
baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan
peritonitis yang akut.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa saja jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi, (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV),
penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma kranial, ensefalopati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia, dan penderita geriatri.
Penderita tersebut sering merasakan nyeri yang hebat di perut meskipun tidak terdapat infeksi di
perutnya.
Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut
dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-kadang
sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di
laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya
terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling
dapat dipercaya.
F. PENATALAKSANAAN
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan medis.
Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan
elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam
ruang vaskuler.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk
mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen
dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadangkadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan
pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau
tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau

penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan tindakan
nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi ini lebih
bersifat komplementer, bukan kompetitif dibanding laparoskopi, karena seringkali letak luka atau
abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. Sebaliknya, pembedahan
memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian dilakukan eliminasi kuman dan
inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-benar bersih dari kuman.
G. KOMPLIKASI
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses.
Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah
dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis
berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang
mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif
yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita
pascaoperasi.
H. PROGNOSIS
Baik pada bentuk peritonitis local dan ringan dan mematikan pada peritonitis umum akibat
organisme virulen.
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istrahat
Gejala : kelemahan
Tanda : Kesulitan ambulasi
2. Sirkulasi
Gejala :
Tanda : Takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
Edema jaringan.
3. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
Diare (kadang-kadang)
Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi);
kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati
(udara bebas dalam abdomen).
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah; haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
5. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau local, menyebar ke bahu, terus menerus oleh
gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
6. Pernapasan
Tanda : Pernapasan dangkal, takipnea.
7. Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis) : infeksi pasca melahirkan.
8. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : Riwayat adanya trauma penetrasi abdomen, contoh luka tembak/tusuk atau trauma
tumpul pada abdomen; perforasi kandung kemih/ruptur; penyakit saluran Gi contoh apendisitis
dengan perforasi, gangren/ruptur kandung empedu; perforasi karsinoma gaster, perforasi
gaster/ulkus duodenal; obstruksi gangrenosa usus; perforasi divertikulum, ileitis regional, hernia
strangulasi.
Pertambangan Rencana Pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,1 hari ; bantuan
dalam tugas/pemeliharaan rumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat ditegakkan bagi klien dengan peritonitis adalah sebagai berikut:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer (kulit rusak, trauma
jaringan, ganggaun peristaltik.
Hasil yang diharapkan, pasien akan:
- Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak
demam.
- Menyatakan Pemahaman penyebab individu/faktor resiko.
2. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perpindahan cairan dari
ekstraseluler, intravaskuler dan area intestinal ke dalam usus dan/atau area peritoneal; muntah,
asipirasi ng, secara medik cairan dibatasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: membran mukosa kering, turgor kulit buruk, pengisian kapiler
lambat, nadi perifer lemah, menurunnya haluaran urin, urin gelap/pekat, hipotensi, takikardi.
Hasil yang diharapkan pasien akan: menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan, dibuktikan
oleh haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat, serta berat badan dalam rentang
normal.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer (toksik); trauma jaringan,
akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen).
Kemungkinan dibuktikan oleh: pernyataan nyeri, otot tegang, nyeri lepas, penampilan wajah
menahan nyeri, fokus pada diri sendiri, perilaku distraksi, respon otomatik/emosi (cemas).
Hasil yang diharapkan:
- laporan nyeri hilang/terkontrol
- menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode lain untuk meningkatkan
kenyamanan.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah, disfungsi

usus; abnormalitas metabolic; peningkatan kebutuhan metabolic.


Hasil yang diharapkan: mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
5. Ansietas (uraikan)/ ketakutan berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian/perubahan
status kesehatan.
Kemungkinan dibuktikan oleh: peningkatan rasa tegang/tak ada harapan, ketakutan/kuatir, raguragu, perasaan mau pingsan, rangsang simpatis; gelisah; fokus pada diri sendiri.
Hasil yang diharapkan:
- menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah.
- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
- Tampak rileks

Peritonitis
Pengertian
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limpa.
Etiologi
1. Infeksi bakteri
o Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
o Appendisitis yang meradang dan perforasi
o Tukak peptik (lambung / dudenum)
o Tukak thypoid
o Tukan disentri amuba / colitis
o Tukak pada tumor
o Salpingitis
o Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

2. Secara langsung dari luar.


o Operasi yang tidak steril
o Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda
asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
o Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
o Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.
Patofisiologi
Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah
pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi mengalamin
tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang
terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan sekresi cairan
ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen,
ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang
sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen
yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru
disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV),
penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
Komplikasi

Eviserasi Luka

Pembentukan abses

Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
o Leukositosis
o Hematokrit meningkat
o Asidosis metabolik

2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
o Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
o Usus halus dan usus besar dilatasi.
o Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan
sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit
dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila


perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap
abses.

Diagnosa Keperawatan yang Muncul


1. Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan I :
Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan
Tujuan :
Persepsi klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak meringis.
Intervensi :

Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam

Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk
meningkatkan kenyamanan dan istirahat.

Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.

Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.

Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.
Tujuan :
Nutrisi pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.
Intervensi :

Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.

Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.

Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus,
penurunan distensi dan pasase flatus.

Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.

Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.

Anda mungkin juga menyukai