Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS ( GE )
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dalam elektrolit secara berlebihan karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang cair (Yuliani, 2001)
Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer Arif, 2000)
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan
lebih dari 3 kali sehari pada anak dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau/ dapat pula
bercampur lendir dan darah/ lendir saja. (Ngastiyah, 2005)
Menurut perjalanan penyakit jenis diare antara lain :
a. Akut
: jika < 1 minggu
b. Berkepanjangan
: antara 7 14 hari
c. Kronis
: > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi
d. Persisten
: > 14 hari, disebabkan oleh infeksi
2. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada

anak meliputi :
Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, compylobacter yersinia, aeromonas, dan

sebagainya.
Infeksi virus : Eterovirus (Virus echo, coxsaekie, poliomyelitis), Adenovirus, rotavirus,

astrovirus dan lain-lain.


Infeksi parasit : Cacing (ascaris, thrichiuris, oxyuris, strongyloides protozoa (entamoeba

hystolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida albicans).


2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media
Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, elergi terhadap makanan.
3. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis yang sering ditemukan antara lain mula-mula klien cengeng, gelisah,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang/ tidak ada, sering buang air besar
dengan konsistensi tinja cair atau encer yang mungkin disertai lendir dan darah, mual dan

4.

5.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

muntah, kram abdomen (disebabkan karena ketidakseimbangan elektrolit), lemah, pucat,


perubahan tanda-tanda vital, menurun atau tidak ada pengeluaran urin, dan dehidrasi.
Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1997) dikutip dari Suriadi dan Yuliani
(2001):
Dehidrasi ringan : 0 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB
Dehidrasi sedang : 5 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB
Dehidrasi berat : 10- 15 % atau rata-rata 125 ml/ kg BB
Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya
pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke
dalam saluran perncernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa
usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor
makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga
terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi
terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan
makanan yang dapat menyebabkan diare. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan & elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi,
sbb :
Dehidrasi
Renjatan hipovolemik
Hipoglikemi
Intoleransi sekunder akibat kerusakan filimukosa usus dan defisiensi enzim laktase
Hipokalemia
Kejang, terjadi akibat dehidrasi hipertonik
Malnutrisi energi protein

6. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare antara lain :
a. Pengobatan dietetik
ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak. Beri makanan tinggi
kalium ; misalnya jeruk, pisang, air kelapa
b. Obat obatan
Obat anti sekresi
Klorpormazin ; dosis 0,5 1 mg/ kg BB/ hari

Antibiotik ; umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya
c.

kolera, diberikan Tetrasiklin 25 50 mg / kg BB/ hari.


Pemberian cairan

Belum terjadi dehidrasi


Cairan rumah tangga (seperti air tajin, air teh manis, dsb) sepuasnya dengan perkiraan 40 ml/kg

BB/ setiap kali BAB


Dehidrasi Ringan
Beri cairan oralit 30 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB atau sepuasnya

setiap kali BAB


Dehidrasi Sedang
Beri cairan oralit 100 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB atau

sepuasnya setiap kali BAB


Dehidrasi Berat
o 0 2 th : RL 70 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila dehidrasi beri cairan oralit 40 ml / kg BB,
seterusnya 10 ml / kg BB setiap BAB
o > 2 th : RL 110 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila syok guyurkan sampai nadi teraba. Bila
masih dehidrasi beri cairan oralit 200 300 ml / kg BB tiap jam. Seterusnya cairan oralit 10 ml /
kg BB
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Tinja
Makroskopis dan mikroskopis
PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat
intoleransi gula.
Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH dan
cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut Astrup (bila
memungkinkan).
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita yang disertai kejang).
e. Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare
kronik. (Dr. Rusepto Hassan, 2005).

B.
1.
a.
b.

Konsep Dasar Keperawatan


Pengkajian
Identitas klien
Riwayat keperawatan

Awal serangan : adanya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian

timbul diare.
Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi
gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan

konsistensi encer.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
d. Riwayat psikososial keluarga
e. Kebutuhan dasar
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau

jarang.
Pola Nutrisi : diawali dengan muntah, mual, anoreksia, menyebutkan penurunan berat pada

pasien.
Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan

menimbulkan rasa tidak nyaman.


Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi

abdomen.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma,
suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernafasan agak cepat.
Pemeriksaan sistematik :
1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan
2)
3)
4)
5)
6)
2.
1)
2)
3)
4)
3.

menurun, anus kemerahan.


Perkusi : adanya distensi abdomen
Palpasi : turgor kulit kurang elastis
Auskultasi : terdengarnya bising usus
Pemeriksaan tumbuh kembang
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
Risiko kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan intake makanan
Cemas b/d perubahan status kesehatan
Intervensi
DX. Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam terjadi peningkatan
keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Mempertahankan urine output sesuai dengan umur

Tanda tanda vital dalam batas normal


Tidak ada tanda tanda dehidrasi
Turgor kulit baik
Intervensi
1. Observasi intake dan output cairan
R/ mengetahui adanya dehidrasi pada klien
2. Monitor tanda-tanda vital
R/ mengetahui perkembangan klien lebih lanjut
3. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi
R/ mengetahui keadaan dan penanganan lebih lanjut
4. Motivasi keluarga untuk membantu pasien minum
R/ memenuhi kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh
5. Kolaborasi pemberian cairan IV dan anti diare
R/ menggantikan cairan yang terbuang

1.
2.
3.
4.
5.

DX. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan intake makanan
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam tidak terjadi
kekurangan nutrisi
Kriteria Hasil : berat badan ideal sesuai dengan usia
tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi
Kaji keadaan umum klien
R/ mengetahui keadaan umum klien
Monitor adanya mual dan muntah
R/ mual muntah sebagai penyebab nutrisi yang kurang
Monitor berat badan klien setiap hari
R/ memantau peningkatan kebutuhan nutisi dalam tubuh
Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit
R/ diit yang tepat dapat mempercepat penyembuhan klien
LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK HIPOVOLEMIK

1. A.

Pengertian

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah
jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari

pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin
memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang
hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang
berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau
peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali
jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh
terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume
intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital
(jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit
akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron,
system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah
untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma
protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam
mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial.
Bila deficit volume intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap
terjadi deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin
bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan
garam seimbang.

DERAJAT SYOK
a)

Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
b)

Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.
c)

Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

1. B.

Etiologi

Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah
sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik;
sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma
biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan
jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (john
a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi
pada:
1)
Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 5001000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 10001500 ml perdarahan.
3)
Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi
oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama
(www.medicastore.com).

1. C.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :
1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
(www.medicastore.com)
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1)
Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
2)

Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya
volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan
volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk
mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
v
Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
v
Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.

v
Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.
v
Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi
oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme
anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain
berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung
(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi,
asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat

1. D.

Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :


1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
1. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)

menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
1. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea (www.els.co.id).

1. E.

Komplikasi

2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

Efek Dari Syok Seluler


Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme energy
pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan disimpan dalam
bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini untuk melakukan
berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan melakukan fungsi
seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan oksigen
dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient, karena selsel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energy
yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat asam. Karena
perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel,
sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa kaliumnatrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi
kematian sel

Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-sel
tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran darah ke
area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali melalui
paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir metabolism
seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang dikeluarkan untuk
mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi
dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan
pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan
vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel
yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.

Pengaturan Tekanan Darah


Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn vaskulatur
harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural, kimiawi, dan
hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan perfusi
jaringan.
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah) terletak
pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf
simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan peningkatan
frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Jika
salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan meningkatkan
kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi
system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome

syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan menyebabkan
kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001).

1. F.

Pemeriksaan Penunjang

2. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya,
cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat
penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat
( kesadaran menurun setelah memakan obat)
3. Pemeriksaan fisik Kulit
4. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada
syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5. Tekanan darah
6. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
7. Status jantung
8. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
9. Status respirasi
10. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
11. Status Mental
12. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
13. Fungsi Metabolik
14. 13. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan

pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb, Hmt,
leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Analisa
gas darah, EKG.

.
1. G.

Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.

1)
Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2)
Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.

Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.

Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis
pasien.

3)
Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.
4)
Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5)
Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6)
Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh
1) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.
2)

Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.

3)

Pertahankan suhu tubuh.

Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh


dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.

Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan
efek metabolik selular terhadap syok.

1. H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery survey, dan
tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation, disability, dan exposure.

Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey dilakukan selain
pengkajian primery dan sekundery survey, semisal riwayat penyakit keluarga.
1. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat, ermat,
dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan Merasakan (feel).
a)

Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Airway (jalan napas):
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat yaitu
perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan
kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking
respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di
hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen
atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas
tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring)
dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu
Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas, pengembangan
dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap
listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap
terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian
suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
b)

Sirkulasi kontrol perdarahan

Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan
apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu
mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis
pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile,
dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat
dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis),Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada

tahapan lesson, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran tekanan
darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh
akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti
Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi
jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi
untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
c)

Disability pemeriksaan neurologi

Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan
menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi.Dilakukan
pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi
sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
GLASGOW COMA SCALE
Kemampuan membuka mata:
Spontan

Dengan perintah

Dengan nyeri

Tidak berespon

Kemampuan Motorik
Dengan perintah

Melokalisasi nyeri

Menarik area yang nyeri

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak berespons

Kemampuan Verbal
Berorientasi

Bicara membingungkan
Kata-kata tidak tepat
Suara tidak dapat dimengerti
Tidak ada respon

4
3
2
1
(Brunner & Sudarth,2001: 2091)

d)

Exposure pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi


dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.
e)

Dilasi lambung dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa
bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok
menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan
pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
f)

Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi
dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak
tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi
pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
1. Sekunderisurvey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan
memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius
kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik
kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah periver, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan
kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena
dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi
gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril,
karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu
mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau
caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita
usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil
setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada kulit, tekanan darah, status jantung,
status respirasi, status mental, dan fungsi ginjal(oliguri, anuria).

1. Tersierisurvey
Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:
1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat trauma (perdarahan)
3. Riwayat penyakit jantung
4. Riwayat penyakit infeksi
5. Riwayat pemakaian obat
6. Hasil laboratorium
7. Fungsi metabolic

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai alkalosis
metabolic)
1. Keseimbangan asam-basa
Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan PCO2 karena takipnea, penurunan PO2
karena adanya aliran pintas ke paru).
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler
dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan
kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat
adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis
merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

1. I.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d penurunan suplai oksigen ke otak
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea
9. Nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungn dengan mual dan muntah,
penurunan pemasukan oral
10. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus

Anda mungkin juga menyukai