102012180
ratnasisil@gmail.com
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Skenario PBL 3 Blok 30
Seorang perempuan A datang ke anda dan menceritakan keluhannya. Ia seorang wanita
karier dan telah bersuamikan S dengan dua anak. Perkawinan telah berlangsung 12 tahun.
Pada dua bulan yang lalu A telah didatangi seorang perempuan muda B yang mengaku
sebagai istri gelap suami S dan ia mengatakan bahwa akibat hubungannya dengan S telah
lahir seorang anak laki-laki.B memnita kepada S agar mengawininya secara sah demi
kepentingan anak laki-lakinya, tetapi S tidak setuju. B meminta kepada A agar mau
menerimanya sebagai madunya atau setidaknya memberi nafkah kepada anak laki-lakinya
A kemudian berbicara secara baik-baik dengan S tentang hal ini. S mengakui bahwa 2
tahun yang lalu, sewaktu A sedang tugas keluar negri selama 6 bulan, ia berkenalan seorang
wanita muda di caf, yang dilanjutkan dengan pertemuan di hotel beberapa kali. S yakin
bahwa B bukanlah wanita baik-baik dan menganggap bahwa hubungan S dengan B adalah
hubungan yang short time saja.
A ingin memastikan apakah benar anak laki-laki B adalah benar berasal dari
hubungannya dengan suaminya. A juga meminta pendapat dokter, apa yang harus
dilakukakn agar dapat terlaksana permintaan tersebut.
A. Pendahuluan
Tiap sistem hukum yang ada di dunia memandang berbeda terhadap delik perzinahan
sebagai bagian dalam delik-delik mengenai kesusilaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
cara pandang dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya. Sistem hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan, perzinahan akan
dipandang sebagai sebuah perbuatan yang asusila. Namun hal ini berbeda menurut
masyarakat yang lebih bercorak individualis. Mereka menilai perzinahan sebagai bentuk
perbuatan yang biasa dan tergantung kemauan tiap individu. Perzinahan akan dipandang
tercela jika terjadi hal itu dilakukan dalam bingkai perkawinan.
Menurut ketentuan yang diatur di dalam KUHP, perzinahan hanya dapat terjadi jika
ada persetubuhan yang dilakukan orang yang telah terikat dengan perkawinan. Sedangkan
orang yang belum menikah dalam perbuatan ini adalah termasuk orang yang turut
melakukan (medepleger).
Ancaman pidana yang ditetapkan dalam pasal 284 ayat (1) KUHP adalah pidana
penjara sembilan bulan, baik bagi pelaku yang telah menikah maupun bagi orang yang turut
serta melakukan perbuatan zina itu.
Ketentuan yang mengatur mengenai persaksian tidak diatur secara khusus dalam delik
perzinahan menurut KUHP. Maka sistem pembuktian delik perzinahan sama dengan sistem
pembuktian delik-delik yang lain. Artinya, alat bukti yang digunakan dalam membuktian
adanya perbuatan zina ini seperti alat-alat bukti yang telah diatur dalam pasal 184 KUHAP,
yaitu :
1. keterangan saksi;
2. keterangan ahli;
3. surat;
4. petunjuk;
5. keterangan terdakwa.
Selanjutnya pasal 185 ayat (3) mengatur bahwa keterangan seorang saksi saja cukup
untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. Pasal 284 ayat (2)
KUHP mengatur bahwa delik perzinahan adalah delik aduan absolut (absoluut
klachdelicten) yang hanya dapat dituntut atas pengaduan suami atau isteri yang tercemar
dengan adanya perzinahan itu (vide pasal 284 ayat (2) KUHP).
Peran dokter dalam suatu kasus pembuktian perzinahan ataupun pembuktian
identitas seorang anak dalam suatu kasus adalah dengan melakukan pemeriksaanpemeriksaan guna mendapatkan suatu bukti yang pasti tentang kasus tersebut dalam kasus
ini dokter dituntut untuk bisa membuktikan anak si B merupakan anak dari si S.
B. Aspek Hukum
Pasal 284 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal
27 BW berlaku baginya;
2
b. seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal
27 BW berlaku baginya/
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa
yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal
diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW
berlaku baginya.
2.
jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya keputusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
3) Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi
oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.
pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik
yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.
2) Informasi diberikan secara lisan
3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa
hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.
Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan
medik
2. Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik
yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan
surat ozin prektek.
D. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan
fisik yang melihat ciri ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna
kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat
ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium
atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan paternitas.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Golongan Darah
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan penentuan golongan darah
sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai golongan darah yang
sama dengan orang tuanya. Berikut langkah - langkah melakukan pemeriksaan
laboratorium untuk penentuan golongan darah; Ambil beberapa tetes darah yang
dipisahkan dengan kotak kotak yang didalamnya kemudian akan diberikan
antibodi dari masing masing golongan darah. Lihat apakah tes terjadi aglutinasi
atau tidak. Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah golongan darah anak
tersebut.
A
B
AB
O
Anti A
+
+
-
Anti B
+
+
-
Anti AB
+
+
+
-
+ : Aglutinasi
- : tidak aglutinasi
Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak
Bayi
Ibu
Pria I
Pria II
Pria III
Golongan Darah
B MNS Rhesus +
A MNS Rhesus +
AB MNS Rhesus +
O MNS Rhesus +
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak. Sedangkan pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anak bukanlah anaknya
yang sejati
Golongan Darah
6
Anak
Ibu
Pria
O MNS Rhesus +
A MNS Rhesus +
B MNS Rhesus +
tes
DNA
prenatal
harus
itu.
Dulu, konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu ada
tes, dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari dua orang
itu berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher sudah diperiksa
8
DNA-nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada kontaminasi. Mungkin
terkena DNA si researcher.
Bagaimana prosesnya?
Begini proses yang paling sederhana: setelah mengambil jaringan atau darah, (dalam
darah ada plasma, serum, sel-sel darah merah, sel-sel darah putih), dengan suatu detergen,
"dipecahkan" membran sel darah putih. Apapun yang ada di dalamnya akan keluar,
termasuk DNA. Sekarang ada teknologi yang bisa menggandakan sampai jutaan kali
fragmen suatu DNA yang akan diperiksa.
Berapa lama?
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal diterimanya
sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes akan dijamin
kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif. Hasil tes DNA
hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa Dipaksakan Tes
DNA tidak bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun, untuk keperluan
pengadilan, jaksa dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai
referensi pribadi, kecuali jika sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat
dari polisi atau jaksa), maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum.
Ada beberapa pemeriksaan DNA yang bias dilakukan,yaitu:
1. Konsep Polimorfisme
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk
yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada
suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan
bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga
memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang
lain.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain
ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim
HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme
pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik
atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA
fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction
Fragment Length Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase
Chain Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme
DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat
polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak
sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA
masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau
bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas
meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai
bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang
kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.
2. Pemeriksaan DNA Fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah noncoding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu
yang berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genommanusia sehingga dinamakan multilokus.
Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu mempunyai
jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan
dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA
ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya
tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini
diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat
dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari
DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat melacak VNTR ini
secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacar
Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering
digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu
memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.
Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang
potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA
pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya
10
dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA
yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran
nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat
DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan
dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang
dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA
yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,
dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya
radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini
akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode
(label barang di supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat
dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak
dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak
tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh
pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal
yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan pita
DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA
yang persis pola susunannya.
3. Analisis VNTR Lain
Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode
pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim
labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode
Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal
(singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada
sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah
satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita
DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan
pita satunya berasal dari sang ayah.
11
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi
lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku
perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku
perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang
sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi
personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa
lokus sekaligus.
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus
identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak
lokus tunggal.
4. Pemeriksaan RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA
setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai
kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan
potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat
membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga
membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode
analisis RFLP.
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode
pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan
metode PCR.
5. Metode PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak
fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan
deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim
polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi
akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA
akan memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja dibuat
dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat
diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.
12
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara
90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded)
akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan
dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang
dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T)
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada primer
yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA
untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75
derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang
diri membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin
diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan
menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang
akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara
DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan
larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara
berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
LokusDNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali lokus
VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44.
Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga penemuan-penemuan lokus
DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap
saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti
golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya
dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh
pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu
"pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok
yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.
13
mulai
diterapkannya
metode
PCR,
kemampuan
metode
ini
untuk
Interpretasi hasil
Setelah dilakukan pemeriksaan DNA pada tersangka ayah, anak, dan ibu maka ketiga
hasil pemeriksaan DNA tersebut dimasukkan dalam suatu tabel FCM (father child mother).
Pada setiap lokusnya, dicari fragmen DNA maternal, yaitu fragmen DNA anak yang sama
dengan salah satu fragmen DNA ibunya. Kemudian fragmen DNA anak satunya, yang
merupakan fragmen DNA paternal (berasal dari ayah) dibandingkan dengan kedua fragmen
DNA tersangka ayah. Jika ditemukan ada fragmen DNA tersangka ayah yang sama dengan
fragmen DNA paternal anak, maka pria tersebut dinyatakan mungkin merupakan anak dari
pria tersebut. Jika DNA paternal anak tidak sama dengan salah satu DNA tersangka ayah,
maka komposisi tersebut dapat dinyatakan sebagai ekslusi (2,3,4,5). Ditemukannya dua
ekslusi atau lebih pada panel 10 atau 15 lokus memastikan bahwa anak tersebut bukan anak
pria tersebut.
Contoh hasil pemeriksaan paternitas yang menunjukkan bahwa tersangka pria adalah ayah
biologis dari seorang anak.
No
01
02
03
04
05
06
07
08
Lokus
CSFIPO
FGA
TH01
TPOX
VWA
D3S1358
D5S818
D7S820
Tn. X
11 , 12
12 , 15
08 , 12
15 , 15
19 , 21
11 , 12
08 , 11
07 , 09
Anak B
11 , 11
15 , 16
08 , 11
15 , 15
19 , 22
10 , 12
09 , 11
07 , 07
Ny. M
11 ,11
16 , 18
11 , 12
14 , 15
20 , 22
10 , 22
09 , 11
07 , 08
14
kesimpulan
mungkin
mungkin
mungkin
mungkin
Mungkin
mungkin
mungkin
mungkin
09
10
11
12
13
D8S1179
D13S317
D16S539
D18S51
D21S11
Keterangan :
14 , 16
12 , 14
08 , 11
14 , 16
14 , 14
14 , 18
14 , 15
08 , 09
16 , 18
13 , 14
17 , 18
15 , 15
08 , 09
15 , 18
13 , 15.2
mungkin
mungkin
mungkin
mungkin
mungkin
1. Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang pita
DNA, yang dinyatakan sebagai angka yang menunjukkan panjangnya DNA.
2. Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita materal),
sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah
kandungnya (pita paternal)
3. Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak dengan
DNA tersangka ayah pada lokus tersebut.
4. Seorang pria dikatakan AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak, jika pita
paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA
yang diperiksa.
5. Seorang pria dikatakan BUKAN AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak jika
dua atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapat ada ketidaksesuaian (eksklusi)
DNA paternal anak dengan DNA pria tersebut.
6. Pada tabel diatas didapatkan pada semua lokus DNA ditemukan kesesuaian DNA
paternal anak B dengan DNA Tuan X. Hal ini menunjukkan bahwa anak B adalah
benar anak biologis Tuan X. Paternity Index 5.540.619, menunjukkan bahwa Tuan
X 5.540.619kali lebih mungkin merupakan ayah biologis dari anak B dibandingkan
pria lngain yang diambil secara acak dari dalam populasi yang sama.
7. Probability of paternity pada kasus ini adalah 99,99998%
MANFAAT TES DNA
Karena sebagian DNA didapat dari ayah biologik dan sebagian lagi didapat dari ibu,
maka profil DNA seseorang menunjukkan beberapa persamaan dengan profil DNA
ayah/ibu dan saudara-saudaranya. Itulah mengapa, tes DNA ini mempunyai banyak
kegunaan:
Dapat dilakukan oleh wanita yang memerlukan bukti ayah dari anaknya kepada
lelaki yang menolak mengakui anak tersebut sebagai anaknya.
Dapat menolong ayah yang ingin mencari kebenaran identitas anaknya demi
ketenangan pikirannya.
15
Dapat menolong anak angkat yang sedang membuktikan siapa orang tua
kandungnya.
Dapat menolong seseorang yang mencari salah satu orang tuanya yang telah
bercerai lama.
Dapat digunakan untuk mencari nenek moyangnya demi kepentingan klaim
asuransi.
Dapat digunakan untuk mencari tahu apakah kedua anak tersebut kembar identik
atau bukan.
Dapat mencari tahu apakah anak mereka anak kandungnya atau bukan, terutama
pada kasus anak yang tertukar di rumah sakit.
Dapat menentukan apakah beberapa orang tersebut saudara kandungnya atau bukan.
Dapat digunakan untuk mencari seseorang yang terlibat dalam tindakan kriminal,
seperti pembunuhan, perampokan, ataupun pemerkosaan.
E. Etika Profesi Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberaoa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
a) prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang
kemudian melahirkan doktrin informed consent.
b) prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien.
c) prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memoerburuk keadaan pasien.
d) prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
1. Etika Klinik
Jonsen, Siegler, dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan
4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :
a) medical indication
dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi
16
keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi meis ini ditinjau dari
sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence.
Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang
selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.
b) patient preferences
perlu memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban
yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomi. Pertanyaan etiknya
meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan
keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien
tidak kompeten, nilai, dan keyakinan yang dianut pasien, dll.
c) quality of life
aktualisasi salah satu tujuam kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga, atau
meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan
penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence, dan autonomi,
d) contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budayaa, kerahasiaan, alokasi sumber
daya, dan faktor hukum.
2. Hak Pasien Dan Kewajiban Dokter
Berdasarkan hubungan kontrak di atas, muncullah hak-hak pasien yang pada
dasarnya terdiri dari 2 hak, yaitu :
1. the rights to health care
2. the rights to self determination
Secara tegas the World Medical Association telah mengeluarkan Declaration of
Lisbon on the Rights of the Patient (1991), yaitu hak memilih dokter secara bebas, hak
dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis, hak untuk
menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat, hak
untuk dihormati kerahasiaan dirinya, hak untuk mati secara bermartabat, dan hak untuk
menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.
UU Kesehatan menyebutkan beberapa hak pasien, sperti hak atas informasi, hak
atas second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan
17
medis, hak untuk kerahasiaan, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak
untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.
Di sisi lain, para pasien juga memiliki kewajiban, demikian pula dokter juga
memiliki hak. Namun yang lebih utama dibicarakan adalah kewajiban dokter yang
dimilikinya sejak dia mengucapkan sumpah dokter. Kewajiban tersebut adalah :
1. kewajiban profesi sebagaimana terdapat dalam lafal sumpah dokter, kode etik
kedokteran, standar perilaku profesi (SOP) dan standar pelayanan medis (SPM)
2. kewajiban yang lahir oleh karena adanya hubungan dokter-pasien
UU Praktik Kedokteran pasien memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap
tentang rindakan medis sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 45 ayat (3), meminta
pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak
tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal 45 ayat (3)
menyatakan tentang penjelasan tersebut diatas sekurang-kurangnya meliputi diagnosis
dan tata cara tindakan medis, tujuan tibdakan medis yang akan dilakukan, alternative
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang dilakukan. Di sisi lain, pasien
berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku
disarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
F. Aspek Sosial Agama
1. Dampak Perselingkuhan
Apapun jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh suami, dampak negatifnya terhadap
perkawinan amat besar dan berlangsung jangka panjang. Perselingkuhan berarti pula
penghianatan terhadap kesetiaan dan hadirnya wanita lain dalam perkawinan sehingga
menimbulkan perasaan sakit hati, kemarahan yang luar biasa, depresi, kecemasan, perasaan
tidak berdaya, dan kekecewaan yang amat mendalam.
Istri-istri yang amat mementingkan kesetiaan adalah mereka yang paling amat terpukul
dengan kejadian tersebut. Ketika istri mengetahui bahwa kepercayaan yang mereka berikan
secara penuh kemudian diselewengkan oleh suami, maka mereka kemudian berubah
menjadi amat curiga. Berbagai cara dilakukan untuk menemukan bukti-bukti yang
berkaitan dengan perselingkuhan tersebut. Keengganan suami untuk terbuka tentang detildetil perselingkuhan membuat istri semakin marah dan sulit percaya pada pasangan. Namun
18
keterbukaan suami seringkali juga berakibat buruk karena membuat istri trauma dan
mengalami mimpi buruk berlarut.
Secara umum perselingkuhan menimbulkan masalah yang amat serius dalam
perkawinan. Tidak sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian karena istri merasa
tidak sanggup lagi bertahan setelah mengetahui bahwa cinta mereka dikhianati dan suami
telah berbagi keintiman dengan wanita. Pada perkawinan lain, perceraian justru karena
suami memutuskan untuk meninggalkan perkawinan yang dirasakannya sudah tidak lagi
membahagiakan. Bagi para suami tersebut perselingkuhan adalah puncak dari
ketidakpuasan mereka selama ini.
Bagi pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan, dampak
negatif perselingkuhan amat dirasakan oleh istri. Sebagai pihak yang dikhianati, istri
merasakan berbagai emosi negatif secara intens dan seringkali juga mengalami depresi
dalam jangka waktu yang cukup lama. Rasa sakit hati yang amat mendalam membuat
mereka menjadi orang yang amat pemarah, tidak memiliki semangat hidup, merasa tidak
percaya diri, terutama pada masa-masa awal setelah perselingkuhan terbuka. Mereka
mengalami konflik antara tetap bertahan dalam perkawinan karena masih mencintai suami
dan anak-anak dengan ingin segera bercerai karena perbuatan suami telah melanggar
prinsip utama perkawinan.
2. Proses Healing
Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami memberikan dampak negatif yang luar biasa
terhadap istri. Berbagai perasaan negatif yang amat intens dialami dalam waktu bersamaan.
Selain itu terjadi pula perubahan mood yang begitu cepat sehingga membuat para istri
serasa terkuras tenaganya. Kondisi ini, yang bisa berlangsung selama berbulan-bulan, sama
sekali tidak mudah untuk dilalui. Salah satu perasaan yang secara intens dirasakan adalah
kesedihan dan kehilangan. Perasaan sedih semakin mendalam pada saat-saat menjelang
ulang tahun pernikahan, ulang tahun pasangan, dan tanggal pada saat terbukanya
perselingkungan. Kesedihan akibat perselingkuhan dapat dijelaskan melalui model proses
berduka dari Kubler-Ross yang terdiri dari 5 tahapan:
a) Tahap Penolakan
Awal tahap ini diwarnai dengan perasaan tidak percaya, penolakan terhadap informasi
tentang perselingkuhan suami. Dalam beberapa istri merasa mati rasa yang merupakan
respon perlindungan terhadap rasa sakit yang berlebihan. Bila tidak berlarut-larut,
penolakan ini menjadi mekanisme otomatis yang menghindarkan diri dari luka batin yang
dalam.
19
b) Tahap Kemarahan
Setelah melewati masa penolakan, istri akan mengalami perasaan marah yang amat
dahsyat. Mereka biasanya akan sangat memaki-maki suami atas perbuatannya tersebut,
sering menangis, bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap suami. Kemarahan seringkali
dilampiaskan pula kepada wanita yang menjadi pacar suami. Keinginan istri untuk balas
dendam kepada suami amatlah besar, yang muncul dalam bentuk keinginan untuk
melakukan perselingkuhan atau membuat suami sangat menderita.
c) Tahap Bargaining
Ketika perasaan marah sudah agak mereda, maka istri akan memasuki tahap bargaining.
Karena menyadari kondisi perkawinan yang sedang dalam masa krisis maka istri berjanji
melakukan banyak hal positif asalkan perkawinan tidak hancur. Misalnya saja berusaha
untuk lebih perhatian pada suami, menjadi pasangan yang lebih ekspresif dalam hubungan
seksual, atau lebih merawat diri. Keputusan ini kadang tidak rasional karena seharusnya
pihak yang berselingkuh yang harus memperbaiki diri dan meminta maaf.
d) Tahap Depresi
Kelelahan fisik, perubahan mood yang terus menerus, dan usaha-usaha untuk memperbaiki
perkawinan dapat membuat istri masuk ke dalam kondisi depresi. Para istri kehilangan
gairah hidup, merasa sangat sedih, tidak ingin merawat diri dan kehilangan nafsu makan.
Mood depresif menjadi semakin buruk bila istri meyakini bahwa dirinyalah yang salah dan
menyebabkan suami berselingkuh.
e) Tahap Penerimaan
Setelah istri mencapai tahap penerimaan, barulah dapat terjadi perkembangan yang
positif. Penerimaan terbagi menjadi dua tipe. Pertama, penerimaan intelektual yang artinya
menerima dan memahami apa yang telah terjadi. Kedua, penerimaan emosional yang
artinya dapat mendiskusikan perselingkuhan tanpa reaksi-reaksi berlebihan. Proses menuju
penerimaan tidak sama bagi semua orang dan rentang waktunya juga berbeda. Selain
perasaan sedih dan marah, para istri juga mengalami obsesi terhadap perselingkuhan suami.
Sepanjang hari mereka tidak bisa melepaskan diri dari berbagai pertanyaan dan detil-detil
perselingkuhan. Banyak istri yang menginterogasi suaminya berkali-kali untuk memastikan
bahwa suami tidak berbohong dan menceritakan keseluruhan peristiwa.
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil bahwa anak laki-laki B bukan anak dari suami S.
Daftar Pustaka
20
1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jilid 2. Jakarta :
Pustaka Dwipar. 2007
2. Staf Pengajar Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensic. Cetakan ke-2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1997
3. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara
4. Asam
Deoksiribonukleat.
Diunduh
dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam
dari
http://astaqauliyah.com/2006/12/04/etika-kedokteran-indonesia-dan-
21