Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Protein sel tunggal adalah bahan makanan berkadar protein tinggi yang berasal dari
mikroba. Istilah protein sel tunggal digunakan untuk membedakan bahwa Protein sel tunggal
berasal dari organisme bersel tunggal atau banyak. Pemanfaatan mikroorganisme sehingga
mengahasilkan makanan berprotein tinggi secara komersial dimulai sejak Perang Dunia I di
Jerman dengan memproduksi khamir torula. Operasi utama dalam produksi protein sel tunggal
adalah fermentasi yang bertujuan mengoptimalkan konversi substrat menjadi massa microbial.
Kecemasan akan kekurangan pangan dan malnutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah
meningkatkan perhatian pada sel tunggal. Sebagian besar dari bobot kering sel dari hampir
semua spesies memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu, bobot kering sel tunggal
memiliki nilai gizi yang tinggi.
Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan digunakan sebagai sumber
protein untuk hewan atau pangan harus mendapat perhatian secara khusus. Mikroorganisme yang
cocok antara lain memiliki sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap tanaman, hewan, dan
manusia. Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan pangan atau pakan, tidak
mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan rendah. Mikroorganisme yang
umum digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lain alga Chlorella, Spirulina, dan
Scenedesmus; dari khamir Candida utylis; dari kapang berfilamen Fusarium gramineaum;
maupun dari bakteri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan protein sel tunggal?
2. Bagaimana produksi protein sel tunggal dalam mikroba berfotosintesa?
3. Bagaimana memproduksi protein sel tunggal tanpa berfotosintesa?
4. Apa kualitas dan keamanan produk protein sel tunggal?
5. Apa nilai ekonomi produksi protein sel tunggal dan dampaknya untuk hari ke depan?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan protein sel tunggal;


2. Untuk mengetahui produksi protein sel tunggal dalam mikroba berfotosintesa;
3. Untuk mengetahui bagaimana memproduksi protein sel tunggal tanpa berfotosintesa;
4. Untuk mengetahui kualitas dan keamanan produk protein sel tunggal;
5. Untuk mengetahui kualitas dan keamanan produk protein sel tunggal dan dampaknya untuk hari
ke depan;
D. Manfaat Makalah
Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi :
1.

Penulis, sebagai salah satu syarat tugas Mata Kuliah Pendidikan Bioteknologi;

2.

Pembaca, sebagai referensi lebih lanjut dalam mempelajari dan menguasai Bioteknologi.

E. Metodologi Penulisan
Adapun metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah antara lain :
1. Metode literature yaitu penilitian dengan cara telaah pustaka serta membandingkan teori-teori
yang ada pada buku / bedah buku.
2. Metode studi informasi yaitu melalui data dari internet.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Protein Sel Tunggal
Protein sel tunggal adalah mikroba kering seperti ganggang, bakteri, ragi, kapang dan
jamur tinggi yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dipakai untuk konsumsi
manusia atau hewan. Produksi itu juga berisi bahan nutrisi lain, seperti karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral.
Teknologi modern untuk membuat protein sel tunggal berasal dari tahun 1879 di Inggris,
dengan diperkenalkannya adonan yang dianginkan untuk membuat ragi roti (Saccharomyces
cerevisiae). Sekitar tahun 1900, di Amerika Serikat diperkenalkan alat pemusing untuk
memisahkan sel ragi roti dari adonan pembiakan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi, dan genetika mikroba telah
banyak memperbaiki metode untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai macam
mikroba dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang tinggi (72%

lebih) dapat dihasilkan terus-menerus dengan menggunakan methanol sebagai bahan mentah,
dan mikrobanya berupa ragi yang dibiakan dalam media yang kadar selnya tinggi sekali,
sehingga ini dapat mengurangi biaya energi untuk pengeringan.
Mikroba yang berfotosintesa dan yang tidak berfotosintesa dapat sama-sama dipakai
untuk memproduksi protein sel tunggal.Sekurangnya mikroba ini memerlukan sumber karbon
dan energi, sumber nitrogen, dan suplai unsur nutrisi lain, seperti fosfor, sulfur, besi, kalsium,
magnesium, mangan, natrium, kalium dan unsur jarang, untuk tumbuh dalam lingkungan air.
Beberapa mikroba tidak dapat mensintesa asam amino, vitamin, dan kandungan seluler lain dari
sumber karbon dan nitrogen sederhana. Dalam hal demikian, bahan-bahan tersebut harus juga
disuplai agar mereka bias tumbuh.
B.

Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa


Ganggang dan bakteri tergolong mikroba berfotosintesa yang digunakan untuk
memproduksi protein sel tunggal. Pertumbuhan berfotosintesa ganggang yang diingikan, seperti
Chlorella, Scenedesmus, dan Spirulina (pada Tabel), adalah menurut reaksi sebagai berikut :
Karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral sel ganggang + oksigen
Tabel proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.
Organisme
Chlorella sp.

Bahan Mentah
CO (dengan foto-2

Produksi
2 metrik

Produsen atau Pengembang


Taiwan Chlorella

sintesa); sirup tebu,

ton/hari

Manufacture Co. Ltd, Taipei

Scenedesmus

tetes (non-fotosintesa)
CO, urea (dengan

20mg/m2/hari

Central Food Technological

acutus

fotosintesa)

Spirulina

CO, atau NaHCO3

Research Institute, mysore,


320 metrik

India
Sosa Texcoco, SA, Mexico

maxima
ton/tahun
City
(dengan fotosintesa)
Konsentrasi karbondioksida di udara sekitar 0,03 %, ini tidak cukup untuk menunjang
pertumbuhan ganggang untuk menghasilkan protein sel tunggal. Tambahan karbon dioksida bisa
didapat dari karbonat atau bikarbonat yang terdapat dalam kolam alkalis, gas yang keluar selama
pembakaran atau dari pembusukan bahan organik dalam air buangan kota dan limbah industri.
Sumber nitrogen untuk produksi ganggang adalah seperti garam ammonium, nitrat, atau
nitrogen organis yang terbentuk oleh oksidasi air buangan kota dalam kolam. Fosfor dan bahan

mineral lain biasanya terdapat dalam air alam dan air limbah dan konsentrasinya telah cukup
untuk pertumbuhan ganggang.
Intensitas cahaya dan suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ganggang.
Untuk penanaman mikroba secara besar dan ekonomis, suasana dalam tempat kultur harus cukup
jernih dan variasi intensitas cahaya harus sekecil mungkin sepanjang tahunnya. Selain itu suhu
haruslah diatur di atas 20C pada hampir sepanjang tahun. Karena itu, kolam buatan di tempat
terbuka di daerah semi tropik, tropik atau kering merupakan sistem yang paling cocok untuk
pertanaman ganggang. Bahan untuk membangun kolam adalah seperti semen, plastik, atau serat
kaca pelapis.
Kolam harus cukup besar karena pertumbuhan ganggang terjadi terutama pada daerah
setebal 20 cm atau 30 cm saja dan di tempat ini intensitas cahaya terbesar. Pengadukan perlu
untuk mencegah ganggang mengendap ke dasar. Dengan demikian semua sel ganggang dapat
terpapar merata ke cahaya dan bahan nutrisi.
Ganggang biasanya ditanam dalam kultur campuran yang tidak terlalu steril. Suasana
lingkungannya haruslah menguntungkan bagi kehidupan spesies ganggang yang diinginkan, agar
mereka menjadi dominan dalam persaingan hidup dengan species lain.
Pemerintah India yang bekerja sama dalam proyek Indo Jerman Algal Project, telah
mendirikan suatu program kerja sama paa Central Food Technological Institute di Mysore, India,
untuk membiakan species Scenedesmus dalam kolam buatan. Program ini menghasilkan
beberapa pryek di Mesir, India, Peru dan Thailand. Selain itu, dalam pengamatan di Israel dan
Argentia telah memperlihatkan bahwa ganggang dari genus Dumaliella yang tahan terhadap
garam dapat ditumbuhkan dalam air asin untuk menghasilkan protein sel tunggal dan dengan
produk tambahan berupa gliserol dan beta-karoten.
Bakteri yang brfotosintesa digunakan untuk menghasilkan protein sel tunggal ialah
seperti bakteri dari genus Rhodopseudomnas, dan ini dapat pula ditumbuhkan dalam air buangan
kota atau limbah industri. Di Jepang dan hasilnya digunakan sebagai pakan ternak. Bakteri ini
ditumbuhkan dalam kultur campuran dengan bakteri nitrogen dan bakteri lain yang hidup
aerobis. Kultur ini harus disuplai dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi.
Mereka tidak akan dapat tumbuh mengandalkan CO dan cahaya, seperti dapat dilakuakan oleh
ganggang. Kepadatan kultur bakteri adalah sekitar 1 sampai 2 gram bahan kering tiap liter.

C. Produksi Protein Sel Tunggal tanpa Berfotosintesa


Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi protein sel tunggal
ialah seperti bakteri, kapang, ragi, dan jenis jamur lain. Mikroba ini hidup aerobosis dan karena
itu harus cukup suplai oksigen agar bisa tumbuh karena termasuk karbon organis dan sumber
energi. Selain itu juga merupakan sumber nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur mineral, yang
sebelumnya disebut-sebut hanya diperlukan untuk pertumbuhan ganggang.
Pengubahan senyawa organik menjadi protein sel tunggal oleh mikroba yang tidak
berfotosintesa dapat dibuat skemanya dengan persamaan reaksi berikut :
Karbon organik + nitrogen + mineral bahan nutrisi + oksigen
Protein sel tunggal + karbon dioksida + air panas
1. Bakteri
Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel tunggal. Salah satu ciri
bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya
kebanyakan dapat jadi dua kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan,
waktu berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4 sampai 16 jam.
Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah, mulai dari karbohidrat seperti
pati dan gula, sampai hidrokarbon dalam bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak
bumi, sampai pada petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi
pertumbuhan bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan nitrogen organik
dalam limbah. Harus ada tambahan bahan mineral ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan
nutrisi dapat menutupi kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup
menunjang pertumbuhan.
Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi protein sel tunggal, paling
baik tumbuh dalam media yang sedikit asam netral, dengan pH 5 smpai 7. Bakteri itu juga harus
dapat toleran terhadap suhu dalam rentang 35 sampai 45 C, karena panas dilepaskan selama
bakteri itu tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan menghemat banyak
sekali biaya untuk mendinginkan air. Pembiakan harus dijaga agar selalu dingin, karena
fermentasi disini perlu suhu rendah. Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi
protein sel tunggal, jika itu bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau manusia.
Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem adonan konvensional.
Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen

jika mereka menggunakan bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produsi
yang lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus), yang
konsentrasinya sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan bakteri. Lalu selsel pun dipanen terus-menerus dengan populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan.
Adonan konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10 persen.
Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga konsentrasi dalam media
tumbuh tidak melebihi yang diperlukan bagi pertumbuhan selbakteri. Konsentrasi ini biasanya
akan lebih rendah daripada yang digunakan dalam sistem adonan.
Menjaga agar suasana steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting,
karena mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara masuk, media
bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam seluruh proses protein sel tunggal
dalam bakteri. Suasana steril pun harus terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi.
Suatu sistem untuk produsi protein tunggal dalam bakteri secara kontinyu, dengan
metanol sebagai sumber karbon dan energi, diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini.
Skema itu adalah metoda yang paling umum digunakan (Gambar 6.1).
Gambar tahapan umum proses atau tahapan produksi SCP
Setelah bahan nutrisi disterilkan , kemudian dimasukkan ke dalam wadah fermentasi.
Setelah itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah pertumbuhan. Wadah yang disebut
bioreaktor, harus disuplai dengan udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya
panas dari proses fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk diedarkan
dalam suatu salut fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin yang berada dalam alat.
Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan terus-menerus setiap terpakai, untuk
menjaga konsentrasi bakteri yang diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan,
diolah sehingga bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu kemudian
diedarkan kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya dikeringkan dengan cara
penyemprotan, lalu digiling sehingga didapat produk akhir.
Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan mengontrol pH, suhu,
dan konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang dikeluarkan dari bioreaktor mengandung
karbon dioksida yang dapat dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual
kepada industri yang menggunakan gas karbon dioksida.
Tangki permentasi

Setelah bakteri di angkat dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari
kaldu kultur, yang biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-sel
menggumpal. Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan untuk menghasilkan produk
yang akan stabil selama pengiriman ketempat yang jauh dan disimpan untuk waktu lama.
Akhirnya, harus ada alat untuk menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk
menangani dan mengedarkan kembali cairan kultur yang terpakai.
Pemasukan oksigen bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan
dalam kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan ekonomi. Berbagai
rancangan fermentor dapat mengatur pemasukan udara. Yang paling umum digunakan adalah
reakto tangki yang memiliki kincir pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara.
2. Ragi
Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi karbohidrat,
baik yang kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti gula glukosa, suklrosa, dan laktosa.
Dapat pula dipakai bahan mentah yang mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih
keju. Beberapa ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber dari
minyak bumu; dapat juga tumbuh pada etanolatau metanol.
Selain itu sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh
dengan menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur. Bahan mineral juga perlu
sebagai tambahan.
Kebutuhan untuk memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan
untuk memproduksinya oleh baktetri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh sekitar 2 sampai 3 jam.
Ia juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya
memuaskan. Tidak pula menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia.
Dengan kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai untuk
menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor pengapungan udara dapat juga
digunakan. Seperagi pada kultur bakteri, panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan
fermentor haruslah dilengkapi dengan sistem pendingin.
Fermentasi ragi dapat beroperasi dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan
cara yang disebut adonan yang disuplai bahan nutrisi. Pada adonan yang disuplai bahan nutrisi,
makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara berangsur, yang jumlahnya cukup
untuk kebutuhan tumbuh ragi. Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap

waktu selalu rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat kering,
dibandingkan dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang dihasilkan dengan sistem adonan.
Sel yang dihasilkan dengan sistem adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara
seperti halnya jika diproduksi dengan adonan biasa.
Meskipun kultur sistem adonan dan sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah
digunakan dalam memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru belakangan dapat
dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat disesuaikan dengan operasi sistem
kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai 16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem
kontinyu.
Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk memproduksi protein sel
tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi toleran terhadap lingkungan yang lebih asam,
dengan pH berkisar antara 3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri.
Akibatnya, proses ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada pH 4,0
sampai 4,5. ini karenakebanyakan bakteri pencemar tak dapat tumbuh dengan baik dalam media
asam ini. Selain itu, diameter sel ragi adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri
0,0001 cm. Karena besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara
sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar 1
kilogram berat kering sel.dan jika ditumbuhkan padahidrokarbon diperlukan sekitar dua kali
lebih banya. Udara, yang disterilkan melalui suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui
layar atau pipa yang berlobang-lobang pada dasar wadah, atau engan pemasukan udara lewat
roda berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan untuk mengkultur sel
bakteri.
Protein sel tunggal pada ragi dapat dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam
suasabersih tapi tak steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang tidak
perlu steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan dengan cara mengalirkan
melalui pertukaran panas, lalu dimasukkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan
pencemaran dilakkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemarandilakukan

dengan mengatur pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan besar
populasi mikroba pencemar yang sedikit. Pada beberapa fermentasi ragi sistem kontinyu yang
menggunakan hodrokarbon atau etanol sebagai substrat, perlu suasana steril sempurna, agar
didapat hasil memuaskan dan bermutu.
Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan untuk tambahan pakan
ternak dan konsumsi manusia, dibuat dari bahan mentah yang beraneka macam. Diantaranya
adalah etanol, cairan limbah sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, danair
dadih keju. Pure Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik protein tunggal
dalam C. Ultis di Hutchinson, Minessota. Pabrik itu berkapasitas 6.800 ton setahun.
Pabrik itu dioperasikan dengan sistem kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber
energi dan karbon digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan
dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat diproses untuk
menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasasekitar 0,7 metrik ton ragi kering untuk tiap metrik
ton etanol yang terpakai. Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen.
Pabrik berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa juga menghasilkan C. Ultis dari
cairan limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang mengandung campuran gula,
dibubuhi kapur. Lalu dididihkan secara terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan
senyawa sulfur lain yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam
suasana bersih tapi tak perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk diambil dengan
sentrifugal, lalu dicuci dan dikeringkan.
Dari cairan sulfit dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak,
tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang diberlakukan. Dengan
menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap
2 ton guladalam cairan itu.
3. Kapang dan jamur tinggi

Anda mungkin juga menyukai