PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan
1) Untuk mengetahui laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang
telah mengalami perlakuan, yaitu digores, dipukul, atau tidak mengalami
perlakuan, bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.
2) Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3) Untuk mengetahui cara menghitung laju korosi.
4) Mengetahui macam-macam korosi dan pengaruhnya pada industri kimia.
1.3.
Rumusan Masalah
Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Korosi
Menurut ilmiawan, korosi adalah proses atau peristiwa bereaksinya logam
2Fe + O2 2FeO
(1)
4Fe + 3O2 2 Fe2O3
(2)
Reaksi di atas menghasilkan suatu senyawa baru yaitu senyawa FeO dan
Fe2O3. Besi oksida yang dihasilkan tidak lagi bersifat sebagai logam. Besi oksida
ini sudah termasuk pada bahan keramik yang tidak lagi bersifat menguntungkan
sebagai bahan konstruksi seperti halnya besi. Akibatnya, konstruksi yang terbuat
dari besi tersebut akan menjadi rusak atau rapuh.
2.2.
Jenis-Jenis Korosi
temperatur tinggi ini terjadi dalam suasan lingkungan gas yang terjadi pada
burner, boiler, reformer, reaktor, dan sebagainya.
2.2.1. Galvanic Corrosion
Galvanic corrosion merupakan jenis korosi yang terjadi apabila kedua
jenis logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam media yang korosif.
Logam yang mempunyai potensial korosi yang lebih tinggi akan terkorosi lebih
hebat dibandingkan dengan sendirian dan tidak dihubungkan langsung dengan
logam yang mempunyai potensial korosi yang lebih rendah. Sedangkan logam
yang mempunyai potensial korosi yang lebih rendah akan kurang terkorosi
dibandingkan sendirian dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang
mempunyai potensial korosi yang lebih tinggi. Dalam hal ini terbentuk sel
galvanik dengan logam yang berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan
logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda.
2.2.2. Crevice Corrosion
Crevice corrosion termasuk kedalam korosi jenis lokal dimana jenis korosi
ini terjadi pada celah-celah konstruksi seperti kaki-kaki konstruksi, drum maupun
tabung gas. Korosi jenis ini juga dapat dilihat pada celah antara tube dari alat
penukar panas dengan tube sheet-nya. Terjadinya korosi ini dapat ditandai dengan
adanya perubahan warna coklat yang terlihat disekitar celah. Jenis korosi ini
terjadi akibat terjebaknya elektrolit sebagai lingkungan korosif di celah-celah
yang terbentuk di antara peralatan konstruksi.
2.2.3. Pitting Corrosion
Pitting corrosion termasuk kedalam korosi jenis lokal. Jenis korosi ini
mempunyai bentuk khas seperti sumur sehingga biasa dikatakan sebagai korosi
sumuran. Arah perkembangan korosinya tidak menyebar ke seluruh permukaan
logam melainkan masuk menusuk ke arah ketebalan logam sehingga
mengakibatkan konstruksi mengalami kebocoran. Meskipun tidak sampai habis
terkorosi, konstruksi yang terkorosi ini tidak dapat beroperasi secara optimal
bahkan mungkin tidak dipergunakan kembali karena kebocoran yang terjadi.
Pitting corrosion ini sering terjadi pada stainless steel terutama pada lingkungan
yang tidak bergerak dan yang tidak mengandung oksigen.
2.2.4. Intergranular Corrosion
Intergranular corrosion termasuk dalam korosi jenis lokal karena korosi
yang terjadi hanya pada batas-batas butir logam. Hal ini terjadi karena tingginya
tingkatan energi dari suatu daerah batas butir yang dibandingkan dengan daerah
dalam butir kristal. Korosi jenis ini sering terjaid pada daerah sekitar las-lasan
yang biasa dikatakan sebagai Heat Affected Zone.
2.2.5. Selective Leaching Corrosion
Selective leaching corrosion merupakan suatu korosi yang terjadi berupa
pelarutan unsur-unsur tertentu dari paduan logam yang mengakibatkan
strukturnya menjadi rapuh karena keropos. Contoh jenis korosi ini adalah
peristiwa pada dezincification (yaitu penghilangan unsur seng saja) yang terjadi
pada logam paduan antara seng dengan tembaga (kuningan atau brass).
2.2.6. Erosion Corrosion
Erosion corrosion merupakan jenis korosi yang bersamaan dengan erosi
atau abrasi yang menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang
bergerak, seperti aliran dalam pipa maupun hantaman dan gerusan ombak ke kakikaki jetty. Keganasan fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua
fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya terdapat fase liquid dan gas secara
bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan ataupun adanya fase
liquid, gas, dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh dari korosi jenis
ini yang terjadi pada peralatan yang berputar di lingkungan yang bergerak seperti
impeler pompa dan sudu-sudu turbin. Korosi jenis ini juga terjadi dalam saluran
gas-gas hasil pembakaran.
2.2.7. Stress Corrosion Cracking
Stress corrosion cracking merupakan cracking akibat adanya stress dan
terjadinya korosi secara bersamaan. Korosi jenis ini hanya terjadi apabila kedua
unsur penyebabnya (stress dan lingkungan korosif) berada secara bersama-sama.
Stress corrosion cracking tidak akan ada apabila hanya ada stress atau hanya ada
lingkungan korosif. Jenis korosi model SCC ini biasanya terjadi pada stainless
steel. Disebabkan karena ketika terjadi korosi, pada permukaan logam terbentuk
lapisan corrosion product berupa Cr2O3 yang merupakan bahan keramik.
Ketika ada stress maka lapis dari keramik tersebut tidak akan tahan maka
keramik tersebut akan pecah yang mengakibatkan permukaan logam tidak lagi
terlapisi oleh keramik dan terekspos kembali pada lingkungan yang korosif
sehingga kembali terkorosi dan membentuk lapisan oksida baru yang selanjutnya
pecah lagi oleh stress. Demikian seterusnya, sehingga terjadilah crack atau SCC
yang dapat mengakibatkan pecahnya peralatan.
2.2.8. Differential Aeration Corrosion
Differential aeration corrosion adalah jenis korosi lokal akibat perbedaan
konsentrasi oksigen dalam lingkungan korosif. Daerah dengan konsentrasi
oksigen yang lebih rendah akan mengalami korosi lebih hebat daripada daerah
dengan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi, misalnya pada paku yang tertancap
di dinding. Bagian luarnya berhubungan dengan lebih banyak oksigen yang
terlihat masih bagus, sementara bagian dalam yang tertancap di dinding yang
kurang berhubungan dengan oksigen sudah terkorosi dengan hebat dan lapuk.
2.2.9. Fretting Corrosion
Fretting corrosion adalah proses korosi yang terjadi pada konstruksi yang
bergerak dengan mengalami dan adanya gesekan yang biasa terjadi pada sumbu
yang berputar dan bergesekan. Material logam yang berputar dan tergesek tersebut
akan mengalami keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan,
Hal ini disebabkan karena sempitnya clearance maka corrosion product ikut
berputar bersama logam yang terkorosi.
2.2.10. Filiform Corrosion
Filiform corrosion adalah korosi yang berbentuk seperti cabang-cabang di
suatu permukaan logam yang telah tertutupi oleh cat. Karateristik dari korosi jenis
ini adalah bentuknya yang menyebar pada permukaan logam dengan arah
perkembangan korosi yang terjadi secara horizontal sepanjang permukaan logam
dan tidak mengarah ke kedalaman logam.
2.2.11. Corrosion Fatique
10
dengan sedikit oksigen. Lumpur atau kotoran yang ditimbulkan adalah hasil
buangan (kotoran) metabolisme bakteri. Daerah di bawah slime merupakan daerah
yang rawan terhadap under deposit corrosion (semacam korosi celah).
2.2.14. Dew Point Corrosion
Dew point corrosion adalah korosi yang biasa terjadi selama masa
shutdown pada economizer atau bagian lain dari boiler. Korosi jenis ini biasa
terjadi di bagian luar alat. Pada saat boiler mendingin maka temperatur bagian
luar tube dapat jatuh di bawah titik embun bahan yang ada di lingkungan bagian
luar tube sehingga moisture akan mengembun padanya. Embun ini bercampur
dengan sulfur yang mengendap pada permukaan logam. Akibatnya, pH di sekitar
endapan sulfur turun sehingga mempercepat korosi logam di bawah deposit
tersebut. Deposit sulfur bisa berasal dari abu pembakaran fuel.
2.3.
(3)
Pada reaksi di atas tidak ada transfer elektron, karena ia adalah reaksi kimia biasa.
Lihatlah reaksi berikut:
Zn + HCl
ZnCl2+ H2
(4)
Reaksi di atas dapat diurai menjadi reaksi-reaksi berikut:
Zn
Zn2+ + 2e-
(5)
HCl + 2e(6)
2 Cl- + H2
11
Dapat dilihat pada kedua reaksi di atas adanya transfer elektron dari reaksi
(3) ke reaksi (6). Oleh karena itu reaksi (4) adalah sebuah reaksi elektrokimia.
Pada reaksi (3) tidak terlihat adanya perubahan valensi dari unsur-unsur yang
terlibat dalam reaksi, tetapi pada reaksi (4) terlihat adanya perubahan valensi dari
unsur-unsur yang terlibat dalam reaksi, yaitu Zn dari valensi nol menjadi Zn
valensi positif 2 dan H dari valensi positif 1 menjadi H valensi nol. Jadi
identifikasi adanya reaksi elektrokimia dapat ditandai dengan adanya perubahan
valensi dari unsur-unsur yang terlibat pada reaksi.
Syarat berlangsungnya proses kimia adalah terjadinya kenaikan valensi
(oksidasi) dan penurunan valensi (reduksi) secara simultan. Apabila hanya terjadi
reaksi oksidasi ataupun reaksi reduksi maka proses elektrokimia tidak akan
berlanjut. Pada peristiwa korosi, logam bereaksi dengan senyawaan yang berada
dalam lingkungannya membentuk senyawa logam dan hasil samping yang
lainnya. Dalam hal ini yang teroksidasi adalah logam dan yang tereduksi adalah
senyawaan dalam lingkungan keberadaan logam yang bersangkutan. Secara
umum, reaksi korosi dapat dituliskan sebagai:
M + OX
M+n + Red
(7)
M+n + n. e-
(8)
OX + n. e-
Red
(9)
Keterangan:
M
Ox
: valensi logam
: elektron
12
Dari kedua reaksi diatas dapat dikatakan bahwa reaksi (8) adalah reaksi
oksidasi dan (9) adalah reaksi reduksi. Jelaslah bahwa kedua jenis reaksi ini harus
ada bersama-sama demi terjadinya suatu reaksi elektrokimia. Demi tercapainya
kedua jenis reaksi tesebut secara bersamaan maka harus ada jaminan bahwa hasil
reaksi oksidasi yang berupa kation M+n pergi meninggalkan logam M. Demikian
juga hasil reaksi oksidasi yang berupa elektron sebanyak n unit pergi
meninggalkan daerah situs reaksi oksidasi dan menuju daerah situs reaksi reduksi
untuk dikonsumsi oleh senyawaan Ox disana. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa reaksi elektrokimia hanya akan berlangsung apabila terdapat 4 macam
unsur reaksi elektrokimia, yaitu ada reaksi oksidasi, reduksi, migrasi ion-ion hasil
reaksi elektrokimia, dan transfer elektron dari situs reaksi oksidasi ke situs reaksi
reduksi. Korosi dapat terjadi apabila terdapat keempat syarat ini, yaitu:
1) Logam Anoda; Logam dengan potensial antarmuka yang relatif lebih negatif
dibandingkan dengan logam terhadap mana ia berhubungan.
2) Logam Katoda; Logam dengan potensial antarmuka yang relatif lebih positif
dari terhadap mana ia berhubungan.
3) Hubungan Listrik; Media yang dapat menghasilkan arus listrik yang
berlangsung antara anoda dan katoda. Pada umumnya, hubungan listrik ini
berupa sambungan logam.
4) Elektrolit; Media pada mana logam yang anodik dan katodik berada. Elektrolit
dalam korosi ini dapat berupa air, tanah, dan udara basah.
2.4.
Pengendalian Korosi
13
elektrolit. Pencegahan hadir atau terbentuknya elektrolit ini adalah atap tangki
harus dibuat licin dan memberikan kemiringan untuk menjamin lancarnya aliran
14
air hujan di atas atap sehingga tidak terbentuk jebakan elektrolit di atas atap dan
atap sebaiknya dibuat berbentuk kerucut atau bagian bola atau elips.
Demikian pula aliran pengeluaran harus dibuat lancar dan tidak
memungkinkan terjadinya sisa cairan yang terjebak dalam tangki ketika tangki
dikosongkan. Untuk itu maka kran pengeluaran harus diletakkan di bagian
terbawah dari tangki. Selain itu, bagian terbawah tangki harus dibuat licin dan
berbentuk seperti kerucut terbalik ataupun seperti bagian elips atau bola. Desain
tidak boleh membentuk celah-celah yang memungkinkan terjebaknya elektrolit
sehingga menimbulkan korosi celah (crevice corrosion). Untuk itu maka tangkitangki didirikan di atas kaki-kaki penyangga berbentuk rangka demi menghindari
terjadinya crevice corrosion di bagian tangki yang menempel ke lantai. Hubungan
secara kelingan sebaiknya dihindari. Sedapat mungkin digunakan sambungan las
untuk menghindari terbentuknya crevice antara sambungan tsb.
2.4.2.3.
intensif dari pipa dengan elektrolitnya yang akan semakin korosif dengan waktu
jika tidak bisa mengalir dengan lancar. Hal ini berlaku terutama terhadap sistem
yang alirannya tidak terlalu cepat atau aliran yang beda tekanannya tidak terlalu
tinggi. Untuk itu daerah upper flow dari aliran harus diberi elevasi sehingga fluida
dapat mengalir dengan lancar ke arah lower flow.
2.4.2.4.
korosi erosi atau korosi abrasi akibat kecepatan aliran, dimana kecepatan aliran
harus didesain tidak boleh terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya korosi erosi
atau abrasi dan desain alat atau pipa pada belokan sebaiknya dibuat sehalus
mungkin. Belokan tidak boleh terlalu tajam
2.4.2.5.
berkontak langsung secara listrik. Oleh sebab itu demi mencegah korosi galvanik,
maka sedapat mungkin dihindarkan terjadinya kontak secara langsung antara dua
15
macam logam yang berbeda. Apalagi jika kontak terjadi antara dua macam logam
yang berbeda jauh potensial korosinya. Adanya kontak secara langsung antara
dua macam logam yang berbeda mengakibatkan terbentuknya situs-situs anoda
dan katoda yang saling berhubungan secara listrik antara satu sama lain dalam
media elektrolit lingkungannya, sehingga terbentuklah sebuah sel elektrokimia
yang disebut dengan sel galvanik.
Untuk menghindari terbentuknya sel galvanik ini, maka digunakan bahan
isolator listrik yang dipasang di antara kedua macam logam tersebut sehingga
keduanya tidak dapat berkontak secara langsung. Jika terjadinya kontak secara
listrik antara kedua macam lgam yang berbeda memang tidak bisa dihindari, maka
digunakan bahan penyambung perantara yang memiliki beda potensial yang tidak
terlalu jauh dari kedua macam logam tersebut.
2.4.3. Pemilihan Material
Bahan konstruksi harus dipilih yang tahan korosi apalagi apabila
lingkungannya korosif. Ketahanan korosi masing-masing bahan tidak sama pada
berbagai macam lingkungan. Mungkin sesuatu bahan sangat tahan korosi
dibandingkan dengan bahan-bahan lain pada lingkungan tertentu. Tetapi bahan
yang sama mungkin adalah yang paling rawan korosi pada lingkungan yang
berbeda dibanding dengan bahan-bahan yang lain.
Di antara bahan-bahan konstruksi yang sering digunakan dalam industri
adalah besi, aluminium, timah hitam, tembaga, nikel, timah putih, titanium, dan
tantalum. Digunakan bahan-bahan yang tahan terhadap zat yang akan
dikendalikan, seperti hastelloy dengan HCl panas, Pb dengan H2SO4 encer, Cu
atau Al dengan berada pada lingkungan atmosfer, titanium dengan oksidator kuat,
baja dengan H2SO4 pekat, stainless steel dengan HNO3, Ni atau Ni alloy dengan
kaustik, monel dengan HF dan Sn dengan aquades.
2.4.4. Perlakuan Lingkungan
Upaya perlakuan lingkungan ini sangat penting dalam penanggulangan
korosi di industri. Lingkungan yang korosif diupayakan menjadi tidak atau kurang
korosif. Ada dua macam cara perlakuan lingkungan yaitu: pengubahan media atau
elektrolit dan penggunaan inhibitor. Usaha-usaha dalam proses pengubahan media
16
yang sering dilakukan adalah untuk menanggulangi akibat dari proses korosi.
Proses korosi ini yaitu penurunan suhu, penurunan kecepatan alir, penghilangan
oksigen atau oksidator dan pengubahan konsentrasi.
2.4.5. Pelapisan
Pelapisan
akan
mengisolasi
logam
dari
media
korosifnya,
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
3.1.1. Alat
1) Beker Gelas
2) Logam: Besi, Tembaga, Aluminium
3) Amplas
4) Dryer
5) Solder
6) Timah Solder
3.1.2. Bahan
1) Aquadest
2) Larutan HCl 1 N, H2SO4 1 N, NaOH 1 N
3.2.
Prosedur Percobaan
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, T. K., dkk. 2003. Korosi. Pelatihan Prime Movers dan Peralatan Khusus
Penunjang Operasi Pabrik Bagi Calon Karyawan PT Pusri, Palembang.
Harmono, S. 2014. Proses Pengolahan Air. (online). http://www.pdamkotasmg
co.id. (Diakses pada 11 Maret 2016).
McCabe, W. L., dkk. 1993. Unit Operations of Chemical Engineering. Edisi
Lima. Amerika Serikat: McGraw Hill.
Nursidik, A. 2013. Water Treatment Plant. (online). http://www.mmces.com.
(Diakses pada 11 Maret 2016).
Said, N, dkk. 2013. Pengolahan Air Sungai/Gambut Sederhana. (online).
http://www.kelair.bppt.go.id (Diakses pada 11 Maret 2016).