SESAK NAPAS
BLOK EMERGENCY DAN TRAUMATOLOGI
1102060060
USMAN UMAR
1102070083
NAHLAZAIMAH JAINUDDIN
1102100001
1102100026
FITRIANI
1102100027
ULIMA RAHMA
1102100048
1102100067
NUR ZULZILATUN M.
1102100075
A. AYU ANDJANI
SUMARDIN
MUKHRAENI
MUHAMMAD JAYADI H.
1102100093
1102100094
1102100111
1102100112
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
Sesak Napas
A.
Kasus
Skenario
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak nafas,
penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.
B.
Kata Kunci
1. Laki-laki, 25 tahun
2. Sesak napas
3. Pucat dan kebiruan (sianosis)
4. Nadi cepat dan lemah
C.
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
D. Jawaban
1. Apa penanganan awal pada pasien?
Proses penanganan awal ini bertujuan untuk mengenali keadaaan yang mengancam nyawa
terlebih dahulu, dengan menilai berdasarkan tindakan berikut:
A.
AIRWAY: dengan menjaga airway dengan control servikal (cervical spine control).
Look :
a. melihat adanya obstruksi jalan napas oleh benda asing/cairan.
b. melihat adanya kelainan servikalis didasarkan pada riwayat perlukaan.
c. Menilai GCS (Glasgow Coma Scale)
Listen : mendengar ada tidaknya suara pernapasan.
Feel : merasakan adanya hembusan napas pasien
b.
B.
artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Airway yang
baik tidak menjamin ventiasi yang baik. Ventilasi yang baik menggambarkan fungsi baik
dari paru, dinding toraks dan diafragma. Pada saat pemeriksaan breathing dada korban
harus dibebaskan dari pakean untuk melihat pernapasaan yang baik. Dalam pemerikasaan
a.
berpedoman pada:
Inspeksi
Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai:
Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi apex jantung. Apex
jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura
1.
2.
3.
mediastinum. Pada pneumothorax misalnya: deviasi trakea akan mengarah kea rah
4.
c.
sehat hal ini akan membantu dalam melakukan NTS (needle thoracocintesis).
Desakan vena sentralis: biasa disebabkan oleh kelainan jantung.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Suara
perkusi normalnya adalah sonor, suara perkusi hipersonor ditemukan pada
pneumotoraks karena berisi udara, sedangkan hemotoraks hasil perkusinya didengar
pekak. Dalam keadaan emergensi yang di fokuskan dalam perkusi adalah suara
pekak untuk mengeluarkan cairan yang ada di dalamnya dan mengeluarkannya
dengan segera.
Sebaiknya dalam melakukan perkusi hendaknya selalu membandingkan tempat yang
sehat dan lesi (dari atas ke bawah/ dari medial ke lateral).
Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Pada
d.
tersebut.
Suara napas vesikuler yang melemah menandakan adanya halangan hantaran
2.
3.
4.
edema paru.
Bunyi berkurang-menghilang menunjukkan adanya cairan/ udara dalam rongga
KONSENTRASI OKSIGEN
24-32%
ALIRAN OKSIGEN
2-4 LPM
35-60%
6-8 LPM
Partial Rebreather
35-80%
8-12 LPM
Non Rebrether
50-95/100%
8-12 LPM
Venturi
24-50%
4-10 LPM
Bag-Valve-Mask (Ambubag)
Tanpa oksigen
21% (udara)
Dengan oksigen
40-60%
8-10 LPM
Dengan reservoir
100%
8-10 LPM
bebat tekan. Kontrol penderahan ini diperlukan agar status hemodinamik pasien tidak
semakin memburuk. 2
Setelah tindakan tersebut dilakukan maka evaluasi kembali keadaan pasien mulai dari
tindakan yang pertama yaitu airway, breathing, dan circulation. Selalu melakukan
evaluasi setiap tindakan yang telah kita lakukan.
Pada scenario kasus tampak nadi pasien melemah dan pucat, keadaa ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami gejala awal dari syok. Untuk itu tindakan sirkulasi perlu kita
D.
1.
Penanganan
Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest
2.
tube ( WSD ).
Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di
terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma
traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi
WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
2.Flail chest. 3
Flail chest adalah gerakan abnormal dari dinding dada yang terjadi akibat fraktur dari
dua costa atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur
segmental . atau fraktur pada 2 tempat atau lebih pada 1 iga dimana terjadi pada 3 iga
atau lebih, baik anterio maupun posterior.
Gejala gejala :
1. Sesak nafas, sianosis
2. Takhikardi
Penanganan
1. Nafas paradoksal. Intubasi dan ventilator
2. Penggunaan WSD
3. Pemasangan Fiksasi Interna
3. Pneumothoraks. 3
Adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura, dalam keadaan
normal rongga pleura tidak berisi udara.
Penanganan
1. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
a)Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothoraks < 15% dari hemithoraks.
b)Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura teah menutup, udara dalam rongga
pleura perlahan lahan di resorbsi,laju resorbsi kira-kira 1,25%dari sisi
pneumothoraks perhari, laju resorbsi akan meningkat jika diberi tambahan
oksigen .
c)Pemberian oksigen 100% pada kelinci percobaan yang mengalami pneumothoraks
ternyata meningkatkankan laju resorbsi 6x lipat.
2.Aspirasi dengan jarum dan tube thoracostomi
Tindakan inidilakukan seawalmungkin pada pasien pneumothoraks > 15%.
Tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi).
3.Thoracoscopy
Adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga thoraks dengan
alat bantu thoracoscop.
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Pankreatitis akut
Trauma multipel
Penyalahgunaan obat
Renjatan hipovolemik
Transfusi berlebihan
Pasca transplantasi paru
Pasca operasi pintas jantung-paru.
c. Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh syok
hipovolemik akibat hemototaks.
d. Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal
e. Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 , terdapat
contohnya pada intoksikasi sianida.
3) Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )
Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari
kanan ke kiri ( right to the left ).
4) Hiperaktivasi refleks pernafasan
Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini disebabkan
olek karena refleks pulmonary stretch.
5) Emosi
6) Asidosis
Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi
metabolik.
7) Penambahan kecepatan metabolisme
Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta
seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis). 4
B. Patomekanisme sianosis
Sianosis merupakan indikasi dari kurangnya oksigen di aliran darah yang disebabkan oleh
kelainan jantung kongenital atau racun (seperti CO). Penyebab sianosis adalah Hb yang
tidak mengandung O2 , jumlahnya berlebihan dalam dalam pembuluh darah kulit,
terutama dalam kapiler. Hb yang tidak mengandung O2 memiliki warna biru gelap yang
terlihat melalui kulit. Pada umumnya sianosis muncul apabila darah arteri berisi lebih dari
5 gram Hb yang tidak mengandung O2 dalam setiap desiliter darah. 5
C. Patomekanisme takikardi. 5
Takikardi : nadi > 100 x/menit.
Penyebab umum :
1) Sistem saraf otonom & endokrin
a. Stress (Fight or flight)
b. Stimulant (caffeine)
c. Penyakit endokrin (pneucromocytoma)
2) Haemodinamik
a.
b.
c.
d.
Dehidrasi
Perdarahan
Hipotensi ortostatik
Postural ortostatic tachycardia syndrome (POTS)
3) Cardiac Aritmia
a. Supraventrikular takikardi
b. Ventrikular takikardiai
4.Secondary survey2
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B.
PemeriksaanFisik
1. Kepala dan Maksilofasial
A. Penilaian
1. Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi, kontusi,
fraktur dan luka termal
Re-evaluasi pupil
2. Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS
3. Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan, dislokasi
lensa, dan adanya lensa kontak
4. Evaluasi syaraf kranial
5. Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebro-spinal
6. Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan serebro-spinal,
perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.
B. Pengelolaan
1. Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi
2. Cegah kerusakan otak sekunder
3. Vertebra servikalis dan leher
A. Penilaian
1. Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot
pernafasan tambahan
Komplikasi
1. Oropharyngeal tube : tidak dipakai apabila refleks muntah (+) --> obstruksi. 7
2. Nasopharyngeal tube : hati-hati pada fraktur basis cranii
3. Resiko intubasi :
a.hipoksia
b.
tekanan darah naik
4. Airway : intubasi endotrakeal dapat menyebabkan obstruksi total karean tidak tahu adanya
fraktur laring. 7
5. Breathing :
a. penderita dalam keadaan takipneu dan dispneu berat yang disebabkan tension
pneumothorax --> airway tidak adekuat bila dilakukan intubasi endotrakeal dengan
b.
3.
Xanthin
1. Adrenergika
Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang berikut :
salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan
klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol
dan formoterol (dorudil). Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor
b2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan
efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya
terhadap jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin.
Pengecualian adalah adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan
kemelut.8
a.
b.
c.
Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita
hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol.
Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat
cukup data untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol
ternyata merugikan janin.
pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui
inhalasi dengan efek pesat). 8
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan
tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin,
seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan
akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini. 8
Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :
Ipratropium : Atrovent
Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena melawan
pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya mengurangi
hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat
efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebaga inhalasi,
efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b 2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai
setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan
pemeliharaan, terutama pada bronchitis kronis. Kini, zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai
monoterapi
(pemeliharaan),
melainkan
selalu
bersama
kortikosteroida-inhalasi.
efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak
dianjurkan, terutama bagi para manula.
Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif untuk memperoleh
kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian mencegah
serangan tengah malam dan morning dip. Untuk kehamilan dan laktasi, Teofilin aman bagi
wanita hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu, sebaiknya ibu menyusui bayinya sebelum
menelan obat ini.
Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator :
Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron
Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada daun teh (Yuntheos =
Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitis
terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan
mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah
dan singat. Kofein juga memiliki semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi
sentralnya yang lebih kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi
serangan asma.
Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi memperlihatkan
hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas terapeutisnya sempit,
artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis toksisnya. Untuk efek optimal
diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml, sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi
efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menetapkan dosis secara individual
berdasarkan tuntutan kadar dalam darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah
usia 2 tahun dan pada manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose, juga
pada pasien gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan
penentuan kadar dalam darah. 7
Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa bronchodilator tua ini
(1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-an, diketahui bahwa resorpsi dapat
menjadi lengkap bila digunakan dalam bentuk seruk microfine. (besarnya partikel 5-10
mikron) begitu juga pada penggunaan sebagai larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol
20%. Plasma-t nya 3-7 jam, ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat lewat kemih
dan hanya 10% dalam keadaan utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan
sutanined release yang memberikan resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih
teratur. 8
Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral
maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur,
tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti
tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin.
Dosis 3-4 dd 125 250 mg microfine (retard). 1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17
g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq. 8
Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)
Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan
sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan
lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi
intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v.
7.TRANSPORTASI DAN STABILISASI
1
Pengertian transportasi dan stabilisasi: Upaya untuk memolisasi paien dengan aman dan
transportasi yaitu:
1 Telah di tanggulangi gangguan pernafasan dan kardiovascular
2 Perdarahan sudah di hentikan
3 Luka telah di tutup
4 Patah tulang di fiksasi
Syarat alat transportasi
1 Penderita terlentang
2 Petugas dapat bergerak bebas
3 Cukup tinggi sehingga petugas dapat bersiri dan cairan infuse dapat mengalir
4 Identitas ambulance jelas
Daftar Pustaka
1. American College of Surgeons, 2006, Advanced Trauma Life Support, Ed.8. First
Impression United States of America
2. RSHS, Tim PPGD, 2009. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic 2). RSHS
Bandung.
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2 ed. Pendit BU, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
4. Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The Acute
Respiratory
Distress
Syndrome
Myths
and
Controversies
.http://www.ispub.com/ostia/index.php?
xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml
5. Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740
6. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah 2. Jakarta : EGC
7. ATLS Advance Trauma Life Support Edisi ke tujuh
8. Farmakologi dan Terapi FK-UI. Edisi 5. 2010. Jakarta. Hal : 77-95