MASYARAKAT
ASMA BRONKIALE
Disusun oleh:
Diah Rahmawati
H1A007014
Pembimbing:
dr. Mayuarsih Kartika Sari
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300 juta manusia di
dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada
tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas asma
masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma. 1 Angka
mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5
besar sebagai penyebab kematian.2
Indonesia dewasa ini menghadapi triple burden yaitu beban penyakit menular yang
belum sepenuhnya dapat diatasi, munculnya penyakit emerging dan re-emerging disease
seperti flu burung, serta beban penyakit menular yang menjadi penyebab kematian tertinggi
di Indonesia.1
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004
memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di
Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2
Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada
menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah
urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1
Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB
sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%). Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga yaitu
5,7% setelah Lombok Tengah (7,2%) dan Dompu (6,6%). Kondisi tersebut termasuk tinggi
dibandingkan dengan prevalensi penyakit asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada
penyakit asma, ditemukan prevalensi meningkat seiring dengan umur, tinggi pada kelompok
yang tidak sekolah, perempuan lebih tinggi prevalensinya dibandingkan laki-laki, dan lebih
banyak di desa daripada di kota.3 Pada tahun 2009, asma menempati urutan ke 9 dari 10
penyakit terbanyak di NTB sebanyak 45.867 kasus.4
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang
menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita
harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan
2
lingkungan dimana kita berada dan perilaku. 2 Polusi udara dan kurangnya kebersihan
lingkungan yang terdapat di kota-kota besar bahkan termasuk kota pinggiran menjadi faktor
penyebab yang sangat dominan meningkatkan serangan asma di Indonesia. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat di perkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita asma di Indonesia yang hingga sampai saat ini belum terpecahkan. Tingginya angka
kematian akibat asma banyak disebabkan oleh kontrol asma yang buruk serta sikap pasien
dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan. Padahal asma yang tidak
terkontrol dapat membatasi kualitas hidup secara drastis dan kesejahteraan penderita beserta
anggota keluarganya. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak
masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan
Eropa.5
Mengingat hal tersebut pengelolaan asma yang terbaik haruslah dilakukan pada saat
dini dengan berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan. Pada
saat ini, hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Pada akhir-akhir ini dilaporkan adanya
peningkatan prevalensi morbiditas dan mortalitas asma di seluruh dunia terutama didaerah
perkotaan dan industri. Prevalensi yang tinggi ini menunjukkan bahwa pengelolaan asma
belum berhasil. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu adanya kekurangan
dalam hal pengetahuan tentang asma, kelaziman melakukan diagnosis yang lengkap atau
evaluasi sebelum terapi, sistematika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan
penyuluhan.6
Dari hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan
pengendalian asma. Dalam hal ini, puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan
kesehatan masyarakat primer yang bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan
kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan
tersebut. Terkait hal tersebut, salah satu program dari puskesmas untuk meningkatkan upaya
kesehatan masyarakat yaitu upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
salah satunya adalah asma. Penyakit asma di Puskesmas Narmada masih termasuk dalam 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun 2012. Hal ini tentu saja dapat menurunkan
derajat kesehatan masyarakat Narmada. Laporan berikut ini akan membahas mengenai salah
satu kasus asma yang terjadi di wilayah Puskesmas Narmada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Penyakit Asma di Puskesmas Narmada
Berdasarkan Data Jumlah Kasus di Puskesmas, pada tahun 2012, penyakit asma
merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada
tahun 2012.
Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak (Rawat Jalan dan Rawat Inap) Puskesmas
Narmada Bulan Januari-Desember 2012. 7
No
Nama Penyakit
Jumlah
1.
ISPA
7589
2.
Gastritis
3170
3.
Penyakit otot dan jaringan sendi
3027
4.
Hipertensi
2521
5.
Penyakit kulit infeksi
1794
6.
Asma
1673
7.
Demam sebab lain
1494
8.
Penyakit kulit alergi
1227
9.
Diare
1203
10.
Kecelakaan dan rudapaksa
628
Sumber : Data Rekapan SP2TP-LB1 Puskesmas Narmada 2012.
Dari data penderita asma tahun 2012 di Puskesmas Narmada, terbanyak ditemukan
pada usia 45-54 tahun sebanyak 480 kasus (28,6%), diikuti usia 20-40 tahun sebanyak 440
kasus (26,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 328 kasus (19,6%). Sedangkan untuk
penderita asma usia 14 tahun sebanyak 90 kasus (5,3%). Hal ini menunjukkan jumlah
penderita asma anak di wilayah Puskesmas Narmada juga cukup tinggi. Penelitian prevalens
asma anak di beberapa kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari
2,1% hingga 22,2%. 1 Prevalensi asma di Indonesia tahun 2002, dilaporkan oleh Kartasasmita
di Bandung dari 2678 anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak kelompok
usia 13-14 tahun 5,2%. Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-14 tahun sebanyak
1296 orang didapati prevalensi 6,7%.8
Selama 3 tahun terakhir angka kejadian asma di Puskesmas Narmada dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
Gambar 1. Data Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas
Narmada Tahun 2010-2012 7,9,10
2010
2011
2012
Faktor genetik
a.
Hipereaktivitas
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan
b.
Atopi/alergi bronkus
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak
dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan
asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan
penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai
risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua
orang tua asmatisk.
Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak.
Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan
orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu
rumah.
c.
d.
Jenis Kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi
asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi
menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa
menopause perempuan lebih banyak.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya
saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan
IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas.
Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada
perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur
10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada
masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.
e.
Ras/etnik
Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma
dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga
dicetuskan oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta
faktor-faktor diet, dan tidak hanya karena ras/etnik saja.
2. Faktor lingkungan
a.
alternaria/jamur dll)
-
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu
rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang
terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3
mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak
mengandung debu. Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi,
terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan
koran-koran, buku-buku, pakaian lama.
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat
menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein
yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen
tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat
terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung
dan hewan menyusui.
b.
c.
d.
e.
timbul
harus
segera
diobati
penderita
asma
yang
mengalami
g.
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus,
bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC), combustion
products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap
dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih,
kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti
thinner.
Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur,
karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi
pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya
respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat
menyebabkan reaksi peradangan paru.
h.
i.
Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
j.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
k.
Sosioekonomi
l.
Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan pada pasien asma dipikirkan
melalui kemungkinan: 21
pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik
asma,
baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit
asma.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini
dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi
beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik. 18
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma
dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).
Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi
inflamasi sub-akut atau kronik. Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma
merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast
yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah
membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel
lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel
jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. 18
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 18
1.
2.
3.
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok;
pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian 2 agonis.18
Sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas
fisik, udara dingin, histamin dan metakolin. Secara skematis mekanisme terjadinya asma
digambarkan sebagai berikut: 18
11
Hipereaktifitas
bronkus
Faktor
genetik
Sensitisa
si
Faktor
lingkungan
Pemicu
(inducer)
obstruksi
Gejala
Asma
inflama
si
Pemacu
(enhancer)
Pencetus
(trigger)
Gambar
5.
Patofisiologi
asma. 19
2.2.4. Diagnosis
A.
Anamnesis
Studi
menunjukkan
epidemiologi
asma
disebabkan
klinis yang
yang
bersifat
merasa
perlu ke dokter. 21
12
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis
yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik. 21
Riwayat penyakit / gejala : 21
B.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi
diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar
(silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.21
C.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: 21
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
2.2.5. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2
13
agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,
kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang
dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis
termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang
sangat penting dalam penatalaksanaannya.18
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten;
2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)
Tabel 4. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa18
Derajat asma
Gejala
Intermitten
Gejala malam
Faal paru
Bulanan
APE80%
Gej
2 kali sebulan -
ala<1x/minggu.
80%
Tan
pa
gejala
diluar
nilai terbaik.
Sera
Varia
biliti APE<20%.
ngan singkat.
Mingguan
APE>80%
Gej
VEP1
ala>1x/minggu
80%
tetapi<1x/hari.
APE80%
Sera
ngan
nilai
prediksi
nilai
terbaik.
dapat
mengganggu
aktifiti
Varia
biliti APE 20-30%.
dan tidur
Harian
APE 60-80%
Gej
ala setiap hari.
mengganggu
V
E
Sera
ngan
prediksi
Persisten sedang
nilai
APE80%
serangan.
Persisten ringan
VEP1
P
1
6
14
Me
0-
mbutuhkan
bronkodilator
8
setiap
hari.
%
n
il
ai
p
r
e
d
i
k
si
A
P
E
6
08
0
%
n
il
ai
te
r
b
ai
k.
-
Variab
iliti
APE>
15
30%.
Persisten berat
Kontinyu
-
APE 60%
Gej
Sering
APE60% nilai
ng kambuh
-
VEP1
terbaik
Akti
Varia
biliti APE>30%
16
kortikosteroid sistemik
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah
serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: a) Edukasi; b) Obat asma (pengontrol dan
pelega); dan c) Menjaga kebugaran . 18
a. Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
Kontrol teratur
b. Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. 21
i.
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol : 21
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Leukotrien modifiers
ii.
Pelega (Reliever)
18
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
Terkontrol
Gejala harian
Sebagian
Terkonrol
Tidak ada (dua kali Lebih dari dua Tiga atau
atau
Terkonrol
Tidak
dalam
lebih
kategori
Pembatasan aktivitas
perminggu)
Tidak ada
Sewaktu-waktu
Gejala
Tidak ada
dalam seminggu
dalam seminggu
Sewaktu waktu
nokturnal/gangguan
Terkontrol
gejala
Asma
Sebagian,
dalam seminggu
tidur (terbangun)
19
Kebutuhan
seminggu)
Paru
(PEF Normal
atau
FEV1*)
terbaik
Eksaserbasi
diukur)
Sekali atau lebih Sekali dalam seminggu***)
Tidak ada
bila
dalm setahun**)
Keterangan :
*)
**)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekwat
***)
2.2.7. Prognosis
Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat
memberikan prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah
didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang
asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi
pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40% mengalami perbaikan
derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan stimulus komorbid
seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru yang ireversibel. 22
2.2.8. Pencegahan
Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:18
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara : 18
20
Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang
menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset
mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai
peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma. 21
Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini
mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala asma,
adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika pajanan terus
berlangsung. 21
Pencegahan Tersier. Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan
memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat. 21
21
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Aq. S
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
Waktu Pemeriksaan
: 28 Januari 2013
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan keluhan sering sesak nafas. Pasien
mengaku sesak sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan
ketika pasien kelelahan. Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas
berbunyi ngik-ngik (mengi). Pasien merasakan nafas terasa berat. Pasien menyangkal dada
terasa panas. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Pasien mengaku sering mengalami hal
serupa sejak pasien masih muda dan dirasa bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga
mengeluh batuk berdahak bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih, darah (-). Nyeri
ulu hati (-), demam (-). Pilek (-). Pasien mengaku dalam seminggu, dapat mengalami sesak
1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami 3 kali sesak pada malam hari.
Saat pasien mengalami sesak, pasien merasa lebih nyaman duduk dibandingkan
berbaring dan masih dapat berbicara. Menurut pasien aktivitas sehari-harinya tidak terganggu
bila hanya serangan ringan. Tetapi bila serangan cukup berat, membuat pasien tidak bisa
beraktivitas dan bekerja. Pasien mengaku dalam sebulan ini ia sudah mengalami 2 kali
serangan sesak, dan sesak yang dialami saat pasien datang ini membuat pasien tidak dapat
bekerja. Pasien mengaku pernah dilakukan pemeriksaan pada dahaknya dan hasilnya
dikatakan negatif oleh petugas Puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), riwayat batuk lama (-)
22
Pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma yang diberikan.
Pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat yang
Ikhtisar Keluarga:
Aq. S
Istri Aq. S
Keterangan:
Anak II Anak III Anak IV Anak V
Anak I
: Laki-laki
8 th
14 th
5,5 th
4 th
1,5 th
: Perempuan
: Pasien
Pasien tinggal di rumah di Dasan Tereng, Narmada. Anggota keluarga pasien dapat
dilihat pada skema di atas.
Riwayat Lingkungan, Sosial, Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri dan kelima anaknya. Pasien bekerja sebagai tukang ojek
dan istri pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kadang-kadang bekerja sebagai buruh
di pasar. Penghasilan keluarga perbulan sekitar Rp 1.200.000- 1.500.000.
Pasien tinggal dirumah pribadi yang berukuran 7 m x 4,5 m yang terdiri atas dan dua
buah ruangan dan teras. Lokasi rumah terletak 5 m dari jalan raya. Batas rumah pasien di
sebelah selatan adalahpekarangan rumah tangga, sebelah utara adalah kebun, sedangkan di
sebelah timur rumah pasien berbatasan dengan jalan raya, sebelah barat berbatasan dengan
kebun. Keluarga pasien tidak memelihara hewan peliharaan. Keluarga pasien menanam
beberapa jenis sayur-sayuran di halaman rumahnya.
23
Rumah beratap seng, tidak memiliki flavon, berdinding beton dan berlantai semen dan
memiliki ventilasi. Pencahayaan rumah pasien kurang baik, karena sinar matahari masuk ke
dalam rumah hanya melalui kaca jendela dan pintu depan, sehingga rumah pasien kesannya
gelap pada siang hari. Sedangkan pencahayaan rumah pada malam hari mengandalkan
pencahayaan listrik.
Ruang pertama adalah kamar tidur pasien beserta istri dan dua orang anaknya yang
paling kecil, berukuran 2,5 m x 3 m. Pasien tidak memiliki kasur dan tidur menggunakan
karpet yang jarang dibersihkan. Kamar kedua digunakan sebagai ruang keluarga merangkap
kamar tidur untuk tiga orang anaknya, berukuran 3,5 m x 3 m. Selain itu, digunakan juga
untuk tempat menaruh perabotan dapur. Di masing-masing kamar terdapat 2 buah jendela
yang berukuran 1 m x 0,5 m dan pasien mengaku jendela tersebut jarang dibuka. Ventilasi
dan pencahayaan yang terdapat pada masing-masing ruangan kurang baik.
Di bagian depan kedua kamar tersebut terdapat teras yang juga merupakan dapur.
Untuk memasak sehari hari istri pasien melakukannya diluar rumah. Sehari-hari istri pasien
memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah dan sesekali menggunakan kayu bakar
yang terdapat di halaman rumah pasien. Menu sehari-hari pasien biasanya terdiri dari nasi
putih, lauk seadanya (tempe, tahu, telur/ ikan/ayam), sayur, dan memakai bumbu penyedap.
Sumber air bersih didapatkan dari sumur yang berada sekitar 2 m dari rumah pasien.
Untuk keperluan minum, biasanya air sumur dimasak lebih dulu sampai mendidih. Penilaian
air minum secara fisik: kualitas air jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Pasien mengaku
melakukan sering melakukan kaporitisasi pada air sumurnya. Kebutuhan memasak dan mandi
dan mencuci juga berasal dari air sumur.
Rumah pasien ini tidak dilengkapi dengan fasilitas MCK, jadi sehari-hari pasien dan
keluarga mandi dan buang air di sungai yang terletak sekitar 10 m dari rumah pasien.
Kebiasaan mandi keluarga ini 2 kali sehari dengan sabun mandi batang dan 2 kali gosok gigi
dengan pasta gigi. Apabila sakit yang dialami sampai mengganggu aktivitas, pasien dan
keluarganya pergi berobat ke Puskesmas.
Sampah di kumpulkan di samping rumah kemudian diangkut ke tempat lain. Air kotor
dialirkan ke selokan yang bermuara di halaman depan berjarak 5 meter di samping rumahnya.
Riwayat merokok disangkal pasien. Riwayat minum-minuman beralkohol disangkal
Sumur
pasien.
Denah rumah Pasien:
Kamar II
Jendela
Kamar I
Pintu
Pintu
Teras
Dapur
Jendela
24
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai tukang ojek yang sudah ditekuni pasien selama 8 tahun terakhir.
Pasien mengaku sering pergi mengantar pelanggan pada pagi hari. Pasien tidak pernah
menggunakan masker saat berkendara. Waktu kerja pasien tidak menentu, tetapi biasanya
pasien mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WITA.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (28 Januari 2013)
Status Present :
o
Keadaan umum
: sedang
GCS
: E4V5M6
Tensi
: 110/60 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 26 kali/menit
Suhu
: 36,5 oC
Vital sign:
Status Generalis :
Kepala :
o
-
Rambut : normal.
Edema (-); malar rash (-); parese N VII (-); eritema (-); nyeri tekan
kepala. (-)
Mata :
25
o
-
Bentuk : normal; lubang telinga : normal, sekret (-/-); nyeri tekan (-/-)
o
-
Simetris, deviasi septum (-); napas cuping hidung (-); perdarahan (-),
sekret (-).
Penciuman normal.
Mulut :
o
-
Leher :
Pulmo :
1. Inspeksi :
-
2. Palpasi
26
Sonor ( +/+)
4. Auskultasi :
vesikuler (+ /+), ronchi (-/-), wheezing (+/+), egofoni (-).
Cor :
1. Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS V
2. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V
3. Perkusi : batas kanan jantung : ICS II linea parasternalis dextra
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
4. Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
o
-
Inspeksi :
Permukaan kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), caput meducae (-),
petekie (-), purpura (-), ekimosis (-)
-
o
-
Hangat (+); edema (-); feformitas (-); tremor (-); clubbing finger (-);
sianosis (-); petechie (-); dissuse atrofi (-)
3.6. PENATALAKSANAAN
Terapi gawat darurat: nebulisasi dengan Combivent (agonis 2 dan ipratropium
bromida).
Terapi rawat jalan:
3.7. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
3.8. KIE
KIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:
1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kecoa, kucing, jamur dll).
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
Mengganti alas tidur karpet dengan kasur busa, mencuci sarung bantal, selimut
setiap 2 minggu, mengatur barang-barang di dalam kamar dengan rapi, barangbarang yang jarang dipakai (seperti baju bekas, mainan, buku, dll) diatur
dengan rapi di luar kamar, lantai di pel setiap hari, membersihkan langit-langit
kamar, membersihkan kamar setiap hari, barang-barang di dalam kamar seperti
tv, radio, dan kipas angin dibersihkan, jendela harus sering dibuka agar ruangan
tidak menjadi lembab.
28
Alergen diluar ruangan (tepung sari bunga, jamur, binatang). Upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya:
Tidak memelihara binatang yang memiliki bulu lebat dan mudah rontak serta
berusaha menghindari kontak dengan binatang tersebut, membersihkan halaman
dari rumput-rumput liar.
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak mencoba untuk merokok, tidak berada di dekat orang yang merokok.
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan.Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak berada di dekat orang yang memasak, terutama jika menggunakan kayu
bakar, mengganti sepenuhnya penggunaan kayu bakar dengan kompor,
menghindari bau makanan yang merangsang (tumisan), menggunakan
masker/penutup hidung jika sedang berkendara/bekerja.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
memakai masker guna melindungi dari hawa lembab dan debu.
29
Selain itu, perlu juga diberikan edukasi mengenai pembuatan jamban sehingga
maslah kesehatan lain juga dapat dicegah.
30
GENETIK
PERILAKU
SERANGAN ASMA
PELAYANAN
KESEHATAN
31
BAB IV
PENELUSURAN KASUS
pencegahan yang teratur adalah kunci untuk mengontrol asma. Meski asma merupakan
penyakit kronik dan seumur hidup butuh perawatan rutin untuk dapat hidup normal dan aktif.
Penatalaksanaan asma yang tepat, termasuk kerja sama antara perawat dan pasien serta
keluarganya, terbukti dapat memberikan hasil yang baik dan tercapainya asma kontrol.
4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus
Gambar 2. dapur
33
Gambar 9. Sumur
34
BAB V
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan asma bronkiale persisten ringan. Diagnosis
ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan saat pasien datang
memeriksakan diri ke puskesmas. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh sesak nafas sejak
muda yang sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan ketika
pasien kelelahan. Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi
ngik-ngik (mengi), disertai batuk. Dalam seminggu, dapat mengalami sesak 1 kali, dan
dalam sebulan dapat mengalami 3 kali sesak pada malam hari. Jika serangan berat, pasien
tidak bisa beraktivitas dan bekerja. Ayah pasien juga mengalami keluhan sesak seperti pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan pernafasan 26x/menit, terlihat otot bantu
pernafasan aktif dan terdengar adanya wheezing pada auskultasi kedua paru. Untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit TB ataupun penyakit paru lainnya, telah dilakukan
pemeriksaan penunjang sebelumnya berupa sputum di Puskesmas dan rontgen thorax di
Puskesmas dan hasilnya tidak ada kelainan.
Terapi pada pasien ini dilakukan pemberian obat pelega untuk mengatasi serangan
akut berupa nebulisasi agonis 2 kerja singkat( albuterol) dan antikolinergik (ipratoprium
bromide). Selain itu, berdasarkn Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
(2003) , penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat. Obat pengontrol
yang diberikan berupa kortikosteroid (prednison 3x5 mg), obat pelega yaitu agonis 2 kerja
singkat (tablet salbutamol 3x2 mg), mukolitik dan sekretolitik (ambroxol 3x30 mg) untuk
membantu mengeluarkan dahak, serta Vitamin B Complex 2x1.
Selain itu, diberikan KIE kepada pasien dan keluarganya mengenai seluk beluk asma,
mengenali dan menghindari faktor pencetus, memeriksakan diri dengan teratur dan menjaga
kebugaran.
Menurut teori H.L Bloom terdapat empat faktor yang mendasari munculnya suatu
penyakit. Faktor tersebut antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut kejadian asma pada pasien ini
dapat di jabarkan antara lain :
1. Faktor genetik
Salah satu faktor internal dari terjadinya asma pada pasien dalam kasus ini adalah
genetik. Resiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali
35
lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma. Dari kasus ini diketahui bahwa ayah
dari pasien juga menderita penyakit asma.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan sebagai sumber alergen yang merupakan faktor pencetus asma. Dari hasil
penelusuran dan identifikasi faktor pencetus, pada pasien ini terdapat beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya asma dilihat dari keadaan lingkungan pasien. Faktor alergen
yang terdapat di dalam rumah, antara lain pasien tidur hanya beralaskan karpet, barangbarang di dalam kamar bertumpuk dan berantakan, lantai tidak dibersihkan setiap hari,
pada langit-langit terdapat banyak debu dan sarang laba-laba yang tidak dibersihkan,
barang-barang yang terdapat di dalam kamar jarang dibersihkan sehingga berdebu, serta
rumah yang sempit dan padat. Di dalam kamar terdapat banyak barang yang bertumpuk
dan berantakan sehingga menutupi sebagian jendela yang ada, menyebabkan cahaya
yang masuk ke dalam rumah berkurang. Pencahayaan di dalam rumah yang kurang
menyebabkan keadaan yang lembab di dalam rumah. Keadaan yang lembab menjadi
tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme ataupun jamur yang dapat menjadi
faktor pencetus terjadinya asma. Selain pencahayaan kurang, sirkulasi udara di dalam
rumah juga tidak baik.
Alergen yang terdapat di luar rumah berupa asap kayu bakar, karena istri pasien juga
kadang-kadang masih memasak menggunakan kayu bakar. Selain itu, pekerjaan pasien
sebagai tukang ojek menyebabkan pasien sering terpapar polusi, debu dan hawa dingin.
3. Faktor perilaku
Faktor perilaku pasien yang menjadi pendukung terjadinya asma antara lain tidur di
lantai yang hanya beralaskan karpet, tidak menggunakan masker/penutup hidung saat
bekerja/berkendara, dan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Selain itu,
pasien cukup sering mengkonsumsi makanan dengan bumbu penyedap, pengawet, dan
pewarna makanan. Pasien juga tidak teratur dalam mengkonsumsi obat-obatan asma.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan mengenai asma dan sifat-sifatnya, faktor
pencetus asma dan cara mengendalikannya membuat pasien tidak mengetahui cara
mencegah kekambuhan dan mengendalikan penyakitnya. Kerja sama pasien dengan
petugas kesehatan untuk pengendalian asma juga belum maksimal. Selain pasien,
keluarga pasien juga memiliki peranan penting dalam pengendalian asma pada pasien ini.
Pada anggota keluarga dilakukan edukasi mengenai asma dan bagaimana pentingnya ikut
36
serta keluarga dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih sehingga faktor pencetus
asma dapat dikontrol.
Pada pasien ini dilakukan pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya serangan yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus tadi untuk memperbaiki kondisi asma dan
menurunkan kebutuhan pasien terhadap obat. Yang dapat dilakukan yaitu memberikan
informasi yang jelas kepada pasien dan keluarganya untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
Pasien menerima diagnosis asma pada dirinya, percaya bahwa asmanya dapat
bermasalah/berbahaya, dan ia beresiko untuk mendapatkan bahaya tersebut, sehingga pasien
dan keluarganya mau merubah perilakunya untuk mengontrol faktor-faktor pencetus
asmanya. Memotivasi pasien dan keluarganya untuk membersihkan dan merapikan rumah
dan lingkungan sekitarnya, sering membuka jendela rumahnya, menyisihkan sebagian
uangnya untuk membeli kasur busa, dan untuk sementara mengganti alas tidurnya dengan
menggunakan tikar dari kayu/rotan untuk meminimalkan tungau dan debu yang banyak
terdapat di karpet, menggunakan masker/penutup hidung saat pasien bekerja, tidak terlalu
lelah dalam bekerja/beraktivitas, dan meminum obat asmanya secara teratur serta kontrol
teratur. Selain itu, edukasi untuk menurunkan pajanan tersebut juga dapat menjadi pecegahan
primer bagi anak-anak pasien yang belum menunjukkan gejala asma.
37
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 faktor utama yang mempengaruhi
asma pada pasien ini adalah faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini, dari faktor genetik yaitu terdapat presdisposisi genetik dari ayah pasien, faktor
lingkungan yaitu rumah yang tidak sehat dan bersih menyebabkan tingginya paparan alergen
indoor maupun outdoor, faktor perilaku terkait minimnya upaya pencegahan dari terpapar
alergen atau pemicu munculnya serangan asma, dan tidak minum obat secara teratur, serta
faktor yankes mengenai kurangnya sosialisasi penyakit dan hubungan kerja sama pasien dan
tenaga kesehatan yang belum maksimal.
6.2. Saran
1. Untuk Pelayanan Kesehatan
a. Melakukan upaya penyuluhan atau KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
kepada masyarakat umum dan masyarakat yang beresiko asma mengenai asma
secara menyeluruh agar dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan
partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian asma. Dapat
dilakukan
penyuluhan
perorangan
atau
penyuluhan
kelompok
yang
38
Daftar Pustaka
1. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.
2. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma Pada Usia 10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J
Respir Indones, 30(2):85-91.
3. Depkes RI. 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
4. Dinkes Provinsi NTB. 2009. Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi NTB Tahun 2009.
Mataram: Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
5. Fairawan, Sulfan. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma
Dengan Sikap Penderita Dalam Perawatan Asma Pada Pasien Rawat Jalan di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
6. Harsono, Bambang Irawan, dkk. 2003. Peranan Magnesium Pada Asma. Cermin
Dunia Kedokteran, 141 : 46-51.
7. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan SP2TP-LB1 Jenis Penyakit Januari-Desember
2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
8. Matondang, dkk. 2009. Peran Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Pada Asma Anak.
Sari Pediatri 10 (5): p. 314-319.
9. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada
Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.
10. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada
Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
11. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan Surveilans Terpadu Penyakit Tidak Menular
Berbasis Puskesmas (Kasus Baru) Januari-Desember 2012. Narmada: Puskesmas
Narmada.
12. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas
Narmada Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.
13. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas
Narmada Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
14. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas
Narmada Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
15. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas
Narmada Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.
16. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas
Narmada Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
39
17. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas
Narmada Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
18. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
19. Purnomo. 2008. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma.
Semarang, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (skripsi).
20. Rengganis I. 2008 Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon.
Vol. 58(11); p. 444-453.
21. 2003. Pedoman Diagnosis dan Petalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
22. Fauci AS, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA:
40