ISLAMIC STUDIES
(Ahmad Baso dan Tedi Kholiyudin)
Islam Indonesia, Islam yang Ramah Budaya
Pengantar
Islamic Studies atau all about Islam, pembelajaran tentang Islam rasanya tidak
habis dan tidak ada hentinya dibicarakan, dibahas, dan dikupas intisarinya di
berbagai negara di belahan dunia, baik negara yang menjadikan Islam sebagai
landasan dasar pemerintahannya, negara yang hanya mayoritas penduduknya
beragama Islam tanpa menerapkan Islam sebagai landasan dasar pemerintahannya,
negara dengan penduduk minoritas muslim, atau bahkan di negara yang tidak
mengakui keberadaan agama apapaun sama sekali. Begitupun di Indonesia,
bahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam, seringkali di bahas,
bahkan termasuk sesuatu yang sudah lumrah didengar. Di Indonesia, pembahasan
tentang Islam seringkali dikaitkan dengan seluruh sendi-sendi kehidupan manusia,
dikaitkan dengan ekonomi, budaya, sosial, dan politik.
Di Indonesia khususnya, beberapa bulan terakhir, tepatnya sekitar tahun lalu
muncul isu tentang Islam yang sedang hangat dibicarakan sampai saat ini, yakni
bahasan tentang Islam Nusantara. Islam Nusantara atau yang sering dipahami juga
oleh khalayak sebagai Islam Indonesia memang menarik untuk dikaji, selain karena
banyaknya kontroversi yang muncul menyikapi gagasan tersebut, juga karena Islam
Nusantara merupakan bahasa intelektual sebagian besar para ulama dan cendekiawan
sultan, yaitu Sultan Pasai yang bernama Malik al-Salih yang meninggal pada tahun
1297 Masehi.
Dianutnya agama Islam oleh para bangsawan kerajaan, turut serta membantu
penyebaran agama Islam. Hal itu dikarenakan, kerajaan mempunyai otoritas tertinggi
dalam mengatur dan membuat kebijakan terkait kehidupan rakyatnya. Sebagai
contoh, Salah satu kerajaan besar Islam di Nusantara yaitu Kerajaan Aceh
Darussalam, yang berdiri pada Tanggal 12 Dzulqaidah Tahun 916 H/1511 M.
Kontribusi
pemerintahan
kerajaan
ini
dalam
keikutsertaannya
meletakkan dasar dari jenis dan model keberislaman di nusantara, yang kemudian kita
kenal dengan sebutan Walisongo.
Model keberislaman yang diciptakan oleh Walisongo itulah yang kemudian
bisa disebut sebagai landasan dasar dari konsep Islam Nusantara. Yakni praktekpraktek keislaman yang ramah akan budaya, ramah akan ritual lokalitas dari tempat
yang menjadi target penyebaran Islam. Praktek keislaman yang tidak membuang
sekaligus kepercayaan masyarakat local sebelum Islam datang, akan tetapi tetap
menjaganya dengan diimbangi dan dimasukan nilai-nilai islami.
Konsep Islam nusantara belakangan nyaring digaungkan. Konsep tersebut
merupakan Islam khas ala Indonesia yang merupakan gabungan nilai Islam teologis
dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat di tanah air.
Istilah Islam Nusantara agaknya terlalu ganjil didengar. Sama halnya jika
mendengar Islam Brunei, Islam Arab, Islam Iran, Islam Amerika, dan seterusnya.
Karena bukankah Islam itu satu, dibangun di atas landasan yang satu, yaitu Al-Quran
dan Hadits ?. Memang benar, Islam itu hanya satu dan memiliki landasan yang satu,
akan tetapi selain memiliki landasan Nusus al-Syariah (Al-Quran dan sunnah), Islam
juga memiliki acuan Maqasid Al-Syariah (tujuan syariat). Maqasid Al-Syariah sendiri
digali dari nash-nash syariah melalui sekian istiqra (penelitian).6
5 Ibid,
Teramat jelas dari definisi yang di buat oleh Prof. Isom, bahwasanya Islam
Nusantara bukanlah sebuah sekte Islam yang sengaja mengkotak-kotakkan atau
bertujuan untuk memecah belah, memporak porandakan, dan menghancur leburkan
umat Islam di Indonesia, dengan fahamnya yang dianggap bukan faham keislaman
yang diwahyukan Allah lewat Rasulullah SAW. Justru hadirnya gagasan Islam
Nusantara mempunyai tujuan untuk lebih memperkokoh bangunan keberislaman
yang telah dibangun oleh para walisongo, sebagai penyebar Islam di bumi nusantara.
Cukup satu yang perlu diperjelas, bahwa selama terdapat konteks apapun termasuk
budaya lokalitas , yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam, maka hal
tersebut yang tidak perlu lagi dikompromikan.
Islam nusantara merupakan cara pandang Islam yang sesuai dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika. Artinya, Islam Nusantara memandang perbedaan sebagai
sebuah kekayaan dan merupakan rahmat Tuhan YME, bukan menuding,
menyalahkan, menyesatkan, bahkan mengkafirkan.
Penutup
Islam Nusantara merupakan sebuah kreasi luar biasa yang menggabungkan
nilai-nilai budaya lokalitas dengan nilai luhur Islam, dengan tujuan untuk tetap
membuat agama Islam berkembang, bertambah besar, diterima dengan tanpa
terpaksa, dan diyakini sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin. Dengan demikian,
amat keliru jika ada yang menganggap Islam Nusantara sebagai ajaran atau sekte baru
dalam Islam. Konsep Islam Nusantara merupakan pandangan umat islam Indonesia
yang melekat dengan budaya nusantara. Inilah yang menjadi landasan konsep Islam
nusantara.
Daftar Pustaka
Ahmad Hilmy Hasan, Dasar epistemology dan Konsep Islam Nusantara: Dari NU
untuk Dunia, 16 des 2015.
Mattulada, dkk. Agama dan Perubahan Sosial. 1983. Jakarta : CV Rajawali.
Harun, Yahya, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI & XVII. 1995. Yogyakarta : PT.
Kurnia Kalam Sejahtera.
Yatim, Othman dan Nasir, Abdul Halim, Efigrafi Islam Terawal di Nusantara. 1990.
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pusataka Kementerian Pendidikan Malaysia.
Qurrahman, Taufiq, Menyikapi Gagasan Islam Nusantara, Islam mypersona.
www.Wikipedia.com