Anda di halaman 1dari 3

ARTS & CRAFTS

Cita rasa artistik dan estetik pada hasil produksi masal industrialisasi asal
memiliki wujud yang sangat repetitive, stereotype dan membosankan. Hal ini
membuat beberapa arsitek dan pencipta furniture, seperti Pugin dan J. Ruskin
mengkritik kebiasaan membuat ornamen yang berlebihan serta rendahnya
selera para produsen masa itu yang kurang inovatif.
Pemikiran tsb didukung oleh arsitek dan pencipta furniture lainnya, yaitu
William Morris, Voysey, Ashbee, Macmurdo, dkk. Mereka mendirikan kelompok
kriya Arts & Crafts yang mempelopori suatu standar moral yang tinggi dan
penerapan estetika pada proses penciptaan benda-benda pakai.
Mereka menentang estetika mesin yang dangkal dan kembali mengeksplorasi
keterampilan tangan sebagai sarana menciptakan benda fungsional.
Gerakan ini dianggap sebagai reformasi desain yang pertama. Sekalipun
gerakan ini kurang bergema dalam dunia DKV, tetapi secara umum gerakan ini
mengilhami para praktisi sebagai tonggak awal konsep desain yang baik.
Reformasi desain kelompok ini telah berhasil meletakkan beberapa dasar awal
profesi desainer secara keseluruhan maupun DKV, yaitu:
Komitmen yang tinggi pada kualitas artistik karya pakai atau produk terapan
Penghargaan yang tinggi pada kualitas penyelesaian hasil akhir, yang
menuntut keterampilan tangan dan kepekaan pada teknik dan material.
Gerakan ini juga memberi contoh bahwa seorang praktisi harus mampu
menciptakan suatu komunikasi visual yang sekaligus menjadi suatu
pernyataan keindahan.
Penciptaan benda fungsional harus disertai rasa estetika dan etos kerja yang
besar.
Kepekaan terhadap material dan komitmen terhadap craftsmanship
(kekriyaan) adalah tanggung jawab moral dari seorang desainer.
Namun demikian kelompok ini belum dapat dikatakan sebagai kaum modernis,
karena referensi visualnya masih sangat terikat pada estetika Abad
Pertengahan dan kelompok ini bersikap menentang mekanisasi dan
industrialisasi.
Mereka memang menentang selera pasaran dan desain produk stereotip
Victoria hasil mesin dengan produktivitas yang tinggi, tetapi belum bisa
menawarkan alternatif dalam menghadapi kenyataan bahwa industrialisasi tak
mungkin dihindari. Oleh karena itu gerakan ini hanya bergema sebatas gerakan
moral.

Ciri khas/ karakteristik desain


Walaupun masih menerapkan banyak ornamen tetapi ornamen dan elemen
lain terlihat lebih menyatu secara harmonis karena khusus diciptakan untuk
rancangan tsb (bukan ornamen generic ala Victoria)
Tipografinya khas dan bukan diambil begitu saja dari koleksi huruf di
percetakan, tetapi ditulis dan disusun khusus menyatu dengan harmonis
dalam seluruh rancangan.
Memiliki sikap total yang menganggap seluruh permukaan kertas harus diolah
secara utuh dan harmonis, seperti menciptakan karya seni dimana setiap
unsur terkontrol tapi tidak kaku.
Memiliki kepekaan terhadap warna, hitam putih dan gelap terang. Memiliki
keberanian menerapkan hitam putih dalam bidang yang besar. Putihnya
kertas telah dianggap sebagai unsur desain yang potensial dan tidak harus
dipenuhi elemen lain.
Penggunaan gambar dan visualisasi tidak perlu realistis, dimana figur-figur
dapat merupakan stilasi atau ciptaan baru yang imajinatif.
Unsur garis dan bidang telah diolah secara artistik dan menjadi elemen desain
yang menyatu, bukan sekedar batas obyek, tone atau tekstur obyek.
Komposisi masih kaku dan cenderung simetris
Dalam penempatan huruf dan visualisasi lainnya telah mengenal
pertimbangan prioritas.
Gambaran masa lampau ditampilkan kembali secara baru (untuk ukuran masa
itu).
Belum muncul sikap desain yang selaras dengan perkembangan teknologi dan
modernisasi
Perkembangan Teknik
Dalam teknik cetak tidak ada perkembangan berarti, mengingat bahwa gerakan
ini kurang setuju pada perkembangan teknologi dan industri.
Aplikasi karya:
Cover dan ilustrasi buku
Typografi
Poster

The Canterbury Tales,


William Morris,1896

Belles Letters-Page,
Aubrey Beardsley
1896

Wrens City Churches-Title


Page, Arthur H
Mackmurdo, 1883

Anda mungkin juga menyukai